Anda di halaman 1dari 3

Namo Tassa Bhagavato Arahato

Sammāsambuddhassa

PENTINGNYA
MENGEMBANGKAN BATIN
Manusia terdiri dari lahir/materi dan batin (rupa dan nama). Batin (nama)
sangat mempengaruhi kehidupan manusia, bahkan dapat dikatakan
mendominasi atau bahkan yang mengatur / mengontrol kehidupan manusia.
Apakah ia menjadi orang yang baik, atau ingin menjadi orang yang jahat;
menjadi orang yang mulia atau tercela; menjadi orang yang bahagia atau
menderita. Semua itu batinlah (pikiran) yang menentukan. Untuk itu,
kuasai dan aturlah pikiran kita dengan sebaik mungkin, hingga pikiran itu
dapat menjadi lentur, jinak, menurut dan mudah diatur.

Apakah mungkin pikiran bisa diatur ? Mungkin saja ! Buktinya para siswa
Sang Buddha (suciwan-suciwati). Mereka semua telah berhasil mencapai
kebebasan (bebas dari belenggu-belenggu/kekotoran-kekotoran batin), dan
mereka itulah yang telah berhasil dalam melaksanakan Ajaran Sang
Buddha. Lalu, bagaimanakah dengan kita ? Kita ini memang manusia yang
masih dalam tarap belajar ? Apakah sampai mati ? Sampai mati pun kalau
kita belum mencapai kesempurnaan batin harus terus belajar, sampai
akhirnya kita mencapai kebebasan. Kalau begitu jika dalam kehidupan
sekarang kita belum bisa mencapai kebebasan, namun jika keyakinan kita
kepada Buddha, Dhamma dan Sangha cukup mantap, dalam kehidupan
berikutnya kita dapat belajar Dhamma lagi, dan belajar terus dalam
kehidupan berikutnya, hingga akhirnya mencapai kebebasan mutlak
(Nibbāna). Dengan demikian tugas kita sudah selesai.

Di dalam Itivuttaka. 9, Sang Buddha bersabda : Bagi seseorang yang masih


belajar dan belum dapat menguasai pikirannya, tetapi tetap bercita-cita
mencapai kebebasan walaupun masih ada keterikatan dalam dirinya, Aku
(Tathāgata/Sang Buddha) mengetahui bahwa tiada hal yang demikian
membantu selain mengendalikan pikiran. (Saṁyuta Nikāya III, 151),
menjelaskan : "Karena kekotoran batin, seseorang akan tercemar. Karena
kesucian batin seseorang akan dimuliakan."

Orang akan mengingat dan mencatat dalam pikirannya hal-hal yang


menjadi keinginannya, baik di masa lampau, sekarang dan masa yang akan
datang. Karena melakukan hal ini, nafsu keinginan akan muncul, dan orang
itu akan dibelenggu oleh keinginan-keinginannya. Pikiran yang penuh
dengan nafsu keinginan seperti itu adalah apa yang Tathāgata sebut
sebagai keterikatan / kemelekatan. (Anguttara Nikāya, I.263).
Seseorang yang berhasrat untuk mengembangkan batinnya ke tingkat yang
lebih tinggi harus memperhatikan lima hal setiap saat.

Apakah kelima hal itu ?

 Pertama : Jika, ketika memusatkan pikiran pada satu obyek, timbul


pikiran jahat yang berakar pada keserakahan, kebencian dan
kegelapan batin, orang itu harus memusatkan pikirannya pada obyek
yang lebih kuat. Pikiran jahat yang timbul akan lenyap dan pikiran
menjadi tentram, tenang, terarah dan terpusatkan. Hal ini seperti
tukang kayu yang mencongkel, mendorong, mengeluarkan sebuah
pasak yang besar dengan pasak yang kecil.
 Kedua : Jika, ketika memusatkan pikiran pada satu obyek dengan
lebih kuat masih timbul pikiran jahat yang berakar pada
keserakahan, kebencian dan kegelapan batin, orang itu harus
merenungkan kerugian-kerugian dari pikiran jahat itu dan berpikir :
"Sesungguhnya, pikiran jahat itu tidak bermanfaat, tercela dan
mendatangkan penderitaan." Pikiran jahat yang timbul akan lenyap
dan pikiran menjadi tentram, tenang, terarah dan terpusatkan. Hal
ini seperti seorang pemuda atau pemudi yang berpakaian bagus
lehernya digantungi dengan bangkai ular, anjing, ataupun manusia,
ia akan merasa jijik, muak dan terhina.
 Ketiga : Namun, jika ketika merenungkan kerugian-kerugian dari
pikiran jahat, masih timbul pikiran jahat yang berakar pada
keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin, orang itu harus
melupakannya, jangan memperhatikannya. Pikiran jahat yang timbul
akan lenyap menjadi tentram, tenang, terarah dan terpusatkan. Hal
ini seperti seorang yang menutup matanya atau memalingkan
wajahnya agar tidak melihat obyek yang ada di hadapannya.
 Keempat : Tetapi, jika ketika berusaha melupakan dan tidak
memperhatikan pikiran jahat itu, masih tetap timbul pikiran jahat
yang berakar pada keserakahan, kebencian, dan kegelapan batin.
Orang itu harus membiarkan pikiran jahat yang timbul mengendap
secara perlahan-lahan. Pikiran jahat yang timbul akan lenyap dan
pikiran menjadi tentram, tenang, terarah dan terpusatkan. Hal ini
seperti seseorang yang tak menemukan alasan untuk berlari, maka
ia berjalan. Kemudian karena tak menemukan alasan untuk berjalan,
ia berdiri. Selanjutnya, karena tak menemukan alasan untuk berdiri,
ia duduk. Dan akhirnya, karena tak menemukan alasan untuk duduk,
ia berbaring. Demikianlah ia berlatih dari setiap sikap badan yang
lebih tegang ke lebih rilek.
 Kelima : Tetapi, jika ketika membiarkan pikiran jahat tersebut
mengendap secara perlahan-lahan, masih tetap timbul pikiran jahat
berakar pada keserakahan dan kebencian, dan kegelapan batin,
orang itu dengan mengertakkan gigi dan menekankan lidah ke
langit-langit mulut, berusaha mengendalikan, menaklukkan, dan
menekan pikiran jahat tersebut dengan pikiran baik. Pikiran jahat
yang timbul akan lenyap dan pikiran menjadi tentram, tenang
terarah, dan terpusatkan. Hal ini seperti seorang yang kuat
menundukkan seorang yang lemah dengan menangkap kepala dan
bahunya.

Seorang yang dapat melaksanakan kelima hal ini berarti telah menguasai
pikiran. Pikiran yang ingin dipikirkan, dipikirkannya. Pikiran yang tak ingin
dipikirkan, tak dipikirkannya. Ia telah memutuskan keinginan, melenyapkan
keterikatan/kemelekatan, menyingkirkan/melenyapkan kesombongan, dan
mengakhiri penderitaan.

******

Anda mungkin juga menyukai