Anda di halaman 1dari 6

Majjhima Nikāya

66. Laṭukikopama Sutta

Perumpamaan Burung Puyuh


………..

“Misalkan, Udāyin, seekor burung puyuh terjebak oleh tanaman rambat kering dan karenanya
dapat mengakibatkan luka, tertangkap, atau kematian. Sekarang misalkan seseorang berkata:
‘Tanaman rambat kering yang menjebak burung puyuh itu yang dapat mengakibatkan luka,
tertangkap, atau kematian, baginya adalah tali pengikat yang lunak, lemah, lapuk dan tanpa inti.’
Apakah ia berkata dengan benar?”

“Tidak, Yang Mulia. Karena bagi burung puyuh itu tanaman rambat kering yang mengikatnya dan
dapat mengakibatkan luka, tertangkap, atau kematian, baginya adalah tali pengikat yang kuat,
kokoh, tidak lapuk dan gandar yang tebal.”

“Demikian pula, Udāyin, terdapat orang-orang sesat di sini yang, ketika Aku mengatakan:
‘Tinggalkan ini’ … tidak meninggalkan hal itu dan mereka menunjukkan sikap tidak sopan
terhadapKu serta terhadap para bhikkhu lain yang menyukai latihan. Bagi mereka hal itu menjadi
tali pengikat yang kuat, kokoh, tidak lapuk dan menjadi gandar yang tebal.

“Udāyin, terdapat anggota keluarga tertentu di sini yang, ketika Aku mengatakan: ‘Tinggalkan
ini,’ mengatakan: ‘Apalah hal kecil dan remeh seperti ini yang harus ditinggalkan, Sang Bhagavā
memberitahukan kepada kita untuk meninggalkan, Yang Sempurna memberitahukan kepada kita
untuk melepaskan.’ Namun mereka meninggalkannya dan tidak memperlihatkan sikap tidak
sopan terhadapKu atau terhadap para bhikkhu lain yang menyukai latihan. Setelah
meninggalkannya, mereka hidup dengan nyaman, tenang, hidup dari pemberian orang lain,
dengan pikiran terasing seperti rusa liar. Bagi mereka hal tersebut menjadi tali pengikat yang
lunak, lemah, lapuk dan tanpa inti.

“Misalkan, Udāyin, seekor gajah besar dengan gading sepanjang tiang kereta, dewasa dalam
posturnya, dari keturunan yang baik, dan terbiasa dalam pertempuran, terikat dengan tali kulit
yang kuat, tetapi hanya dengan sedikit menggerakkan badannya ia dapat memutuskan dan
menghancurkan tali itu dan kemudian pergi ke manapun yang ia sukai. Sekarang misalkan
seseorang berkata: ‘Tali kulit yang kuat itu yang mengikat gajah besar itu … baginya adalah tali
pengikat yang kuat, kokoh, tidak lapuk dan gandar yang tebal.’ Apakah ia berkata dengan
benar?”

“Tidak, Yang Mulia. Tali kulit yang kuat itu yang mengikat gajah besar itu, yang hanya dengan
sedikit menggerakkan badannya ia dapat memutuskan dan menghancurkan tali itu dan kemudian
pergi ke manapun yang ia sukai, baginya adalah tali pengikat yang lunak, lemah, lapuk dan tanpa
inti.”
“Demikian pula, Udāyin, terdapat anggota keluarga tertentu di sini yang, ketika Aku mengatakan:
‘Tinggalkan ini’ … meninggalkannya dan tidak memperlihatkan sikap tidak sopan terhadapKu
atau terhadap para bhikkhu lain yang menyukai latihan. Setelah meninggalkannya, mereka hidup
dengan nyaman, tenang, hidup dari pemberian orang lain, dengan pikiran terasing seperti rusa
liar. Bagi mereka hal tersebut menjadi tali pengikat yang lunak, lemah, lapuk dan tanpa inti.

“Misalkan, Udāyin, ada seseorang yang miskin, melarat, tidak punya uang, dan ia memiliki
sebuah pondok bobrok yang terbuka bagi burung-burung gagak, bukan jenis terbaik, dan satu
ranjang kayu, bukan jenis terbaik, dan beberapa biji-bijian dan benih labu dalam pot, bukan jenis
terbaik, dan seorang istri yang kurus, bukan jenis terbaik. Ia melihat seorang bhikkhu di halaman
vihara sedang duduk di bawah keteduhan sebatang pohon, tangan dan kakinya tercuci bersih
setelah memakan makanan lezat, menekuni pikiran yang lebih tinggi. Ia mungkin berpikir:
‘Betapa menyenangkannya kondisi petapa itu! Betapa sehatnya kondisi petapa itu! Seandainya
aku dapat mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan
keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah!’ Tetapi karena tidak
mampu meninggalkan sebuah pondok bobrok yang terbuka bagi burung-burung gagak, bukan
jenis terbaik, dan satu ranjang kayu, bukan jenis terbaik, dan beberapa biji-bijian dan benih labu
dalam pot, bukan jenis terbaik, dan istrinya yang kurus, bukan jenis terbaik, maka ia tidak
mampu mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan
keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah. Sekarang misalkan
seseorang berkata: ‘Tali yang mengikat orang itu sehingga ia tidak dapat meninggalkan sebuah
pondok bobrok … dan istrinya yang kurus, bukan jenis terbaik, maka ia tidak mampu mencukur
rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari
kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah—baginya adalah adalah tali pengikat
yang lunak, lemah, lapuk dan tanpa inti.’ Apakah orang itu berkata dengan benar?”

“Tidak, Yang Mulia. Tali yang mengikat orang itu sehingga ia tidak dapat meninggalkan sebuah
pondok bobrok … dan istrinya yang kurus, bukan jenis terbaik, maka ia tidak mampu mencukur
rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari
kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah—baginya hal-hal tersebut adalah tali
pengikat yang kuat, kokoh, tidak lapuk dan gandar yang tebal.”

“Demikian pula, Udāyin, terdapat orang-orang sesat di sini yang, ketika Aku mengatakan:
‘Tinggalkan ini’ … tidak meninggalkan hal itu dan mereka menunjukkan sikap tidak sopan
terhadapKu serta terhadap para bhikkhu lain yang menyukai latihan. Bagi mereka hal itu menjadi
tali pengikat yang kuat, kokoh, tidak lapuk dan menjadi gandar yang tebal.

“Misalkan, Udāyin, ada seorang perumah-tangga kaya atau putera perumah-tangga kaya, dengan
banyak harta dan kekayaan, dengan banyak batangan emas, banyak lumbung, banyak ladang,
banyak tanah, banyak istri, dan banyak budak laki-laki dan perempuan. Ia melihat seorang
bhikkhu di halaman vihara sedang duduk di bawah keteduhan sebatang pohon, tangan dan
kakinya tercuci bersih setelah memakan makanan lezat, menekuni pikiran yang lebih tinggi. Ia
mungkin berpikir: ‘Betapa menyenangkannya kondisi petapa itu! Betapa sehatnya kondisi petapa
itu! Seandainya aku dapat mencukur rambut dan janggutku, mengenakan jubah kuning, dan
meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah!’ Dan
karena mampu meninggalkan banyak batangan emasnya, banyak lumbungnya, banyak
ladangnya, banyak tanahnya, banyak istrinya, dan banyak budaknya laki-laki dan perempuan,
maka ia mampu mencukur rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan
meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah.
Sekarang misalkan seseorang berkata: ‘Tali yang mengikat orang itu sehingga ia dapat
meninggalkan batangan emasnya … banyak budaknya laki-laki dan perempuan, dan mencukur
rambut dan janggutnya, mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari
kehidupan rumah tangga menuju kehidupan tanpa rumah—baginya hal-hal tersebut adalah tali
pengikat yang kuat, kokoh, tidak lapuk dan gandar yang tebal.’ Apakah orang itu berkata dengan
benar?”

“Tidak, Yang Mulia. Tali yang mengikat orang itu sehingga ia dapat meninggalkan batangan
emasnya … banyak budaknya laki-laki dan perempuan, dan mencukur rambut dan janggutnya,
mengenakan jubah kuning, dan meninggalkan keduniawian dari kehidupan rumah tangga menuju
kehidupan tanpa rumah—baginya hal-hal tersebut adalah tali pengikat yang lunak, lemah, lapuk
dan tanpa inti.”

“Demikian pula, Udāyin, terdapat anggota keluarga tertentu di sini yang, ketika Aku mengatakan:
‘Tinggalkan ini’ … meninggalkannya dan tidak memperlihatkan sikap tidak sopan terhadapku
atau terhadap para bhikkhu lain yang menyukai latihan. Setelah meninggalkannya, mereka hidup
dengan nyaman, tenang, hidup dari pemberian orang lain, dengan pikiran terasing seperti rusa
liar. Bagi mereka hal tersebut menjadi tali pengikat yang lunak, lemah, lapuk dan tanpa inti.

“Udāyin, terdapat empat jenis orang yang ada di dunia ini. Apakah empat ini?

“Di sini, Udāyin, seseorang mempraktikkan jalan untuk meninggalkan perolehan, untuk
melepaskan perolehan. Ketika ia mempraktikkan jalan itu, ingatan dan kehendak yang
berhubungan dengan perolehan menyerangnya. Ia menerimanya; ia tidak meninggalkannya,
tidak melenyapkannya, tidak menyingkirkannya, dan tidak memusnahkannya. Orang demikian
Kusebut terbelenggu, bukan tidak terbelenggu. Mengapakah? Karena Aku telah mengetahui
keberagaman tertentu dari indria-indra dalam diri orang ini.

“Di sini, Udāyin, seseorang mempraktikkan jalan untuk meninggalkan perolehan, untuk
melepaskan perolehan. Ketika ia mempraktikkan jalan itu, ingatan dan kehendak yang
berhubungan dengan perolehan menyerangnya. Ia tidak menerimanya; ia meninggalkannya,
melenyapkannya, menyingkirkannya, dan memusnahkannya. Orang demikian juga Kusebut
terbelenggu, bukan tidak terbelenggu. Mengapakah? Karena Aku telah mengetahui keberagaman
tertentu dari indria-indria dalam diri orang ini.

“Di sini, Udāyin, seseorang mempraktikkan jalan untuk meninggalkan perolehan, untuk
melepaskan perolehan. Ketika ia mempraktikkan jalan itu, ingatan dan kehendak yang
berhubungan dengan perolehan kadang-kadang menyerangnya karena lemahnya perhatian.
Perhatiannya mungkin lambat muncul, tetapi ia dengan cepat meninggalkannya,
melenyapkannya, menyingkirkannya, dan memusnahkannya. Seperti halnya seseorang
meneteskan dua atau tiga tetes air di atas lempengan besi yang dipanaskan sepanjang hari,
jatuhnya tetesan air itu mungkin lambat namun air itu akan dengan cepat menguap dan lenyap.
Demikian pula, di sini seseorang mempraktikkan jalan … Perhatiannya mungkin lambat muncul,
tetapi ia dengan cepat meninggalkannya, melenyapkannya, menyingkirkannya, dan
memusnahkannya. Orang demikian juga Kusebut terbelenggu, bukan tidak terbelenggu.
Mengapakah? Karena Aku telah mengetahui keberagaman tertentu dari indria-indria dalam diri
orang ini.

“Di sini, Udāyin, seseorang, setelah memahami bahwa perolehan adalah akar penderitaan,
melepaskan dirinya dari perolehan dan terbebaskan dalam hancurnya perolehan. Orang demikian
Kusebut tidak terbelenggu, bukan terbelenggu. Mengapakah? Karena Aku telah mengetahui
keberagaman tertentu dari indria-indria dalam diri orang ini.

“Ada, Udāyin, lima utas kenikmatan indria. Apakah lima ini? Bentuk-bentuk yang dikenali oleh
mata yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan
indria, dan merangsang nafsu. Suara-suara yang dikenali oleh telinga … bau-bauan yang dikenali
oleh hidung … rasa kecapan yang dikenali oleh lidah … objek-objek sentuhan yang dikenali oleh
badan yang diharapkan, diinginkan, menyenangkan dan disukai, terhubung dengan kenikmatan
indria, dan merangsang nafsu. Ini adalah lima utas kenikmatan indria.

“Sekarang, Udāyin, kenikmatan dan kegembiraan yang muncul dengan bergantung pada kelima
utas kenikmatan indria ini disebut kenikmatan indria—kenikmatan yang kotor, kenikmatan yang
kasar, kenikmatan yang tidak mulia. Aku katakan bahwa jenis kenikmatan ini tidak boleh
dikejar, bahwa jenis kenikmatan ini tidak boleh dikembangkan, bahwa jenis kenikmatan ini tidak
boleh dilatih, bahwa jenis kenikmatan ini seharusnya ditakuti.

“Di sini, Udāyin, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi
tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … Dengan
menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua
… Dengan meluruhnya sukacita … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke tiga … Dengan
meninggalkan kenikmatan dan kesakitan … ia masuk dan berdiam dalam jhāna ke empat …

“Ini disebut kebahagiaan pelepasan keduniawian, kebahagiaan keterasingan, kebahagiaan


kedamaian, kebahagiaan pencerahan. Aku katakan bahwa jenis kenikmatan ini harus
dikejar, bahwa jenis kenikmatan ini harus dikembangkan, bahwa jenis kenikmatan ini
harus dilatih, bahwa jenis kenikmatan ini seharusnya tidak ditakuti.

“Di sini, Udāyin, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi
tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … Sekarang ini,
Aku katakan, adalah bagian dari yang dapat mengganggu. Dan apakah di sana yang menjadi
bagian dari yang dapat mengganggu? Awal pikiran dan kelangsungan pikiran yang belum lenyap
di sana, itu adalah apa yang menjadi bagian dari yang dapat mengganggu.

“Di sini, Udāyin, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu
masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Sekarang ini, Aku katakan, adalah bagian dari yang
dapat mengganggu. Dan apakah di sana yang menjadi bagian dari yang dapat mengganggu?
Sukacita dan kenikmatan yang belum lenyap di sana, itu adalah apa yang menjadi bagian dari
yang dapat mengganggu.
“Di sini, Udāyin, dengan meluruhnya sukacita … seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam
jhāna ke tiga … Sekarang ini, Aku katakan, adalah bagian dari yang dapat mengganggu. Dan
apakah di sana yang menjadi bagian dari yang dapat mengganggu? Kenikmatan keseimbangan
yang belum lenyap di sana, itu adalah apa yang menjadi bagian dari yang dapat mengganggu.

“Di sini, Udāyin, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan … seorang bhikkhu masuk dan
berdiam dalam jhāna ke empat … Sekarang ini, Aku katakan, adalah bagian dari yang tidak
mengganggu.

“Di sini, Udāyin, dengan cukup terasing dari kenikmatan indria, terasing dari kondisi-kondisi
tidak bermanfaat, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam jhāna pertama … Itu, Aku katakan,
belum cukup. Tinggalkanlah, Aku katakan; lampauilah, Aku katakan. Dan apakah yang
melampauinya?

“Di sini, Udāyin, dengan menenangkan awal pikiran dan kelangsungan pikiran, seorang bhikkhu
masuk dan berdiam dalam jhāna ke dua … Itu melampaui sebelumnya. Tetapi itu juga, Aku
katakan, belum cukup. Tinggalkanlah, Aku katakan; lampauilah, Aku katakan. Dan apakah yang
melampauinya?

“Di sini, Udāyin, dengan meluruhnya sukacita … seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam
jhāna ke tiga … Itu melampaui sebelumnya. Tetapi itu juga, Aku katakan, belum cukup.
Tinggalkanlah, Aku katakan; lampauilah, Aku katakan. Dan apakah yang melampauinya?

“Di sini, Udāyin, dengan meninggalkan kenikmatan dan kesakitan … seorang bhikkhu masuk dan
berdiam dalam jhāna ke empat … Itu melampaui sebelumnya. Tetapi itu juga, Aku katakan,
belum cukup. Tinggalkanlah, Aku katakan; lampauilah, Aku katakan. Dan apakah yang
melampauinya?

“Di sini, Udāyin, dengan sepenuhnya melampaui persepsi bentuk, dengan lenyapnya
persepsi kontak indria, dengan tanpa-perhatian pada persepsi keberagaman, menyadari
bahwa ‘ruang adalah tanpa batas,’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan ruang
tanpa batas. Itu melampaui sebelumnya. Tetapi itu juga, Aku katakan, belum cukup.
Tinggalkanlah, Aku katakan; lampauilah, Aku katakan. Dan apakah yang melampauinya?

“Di sini, Udāyin, dengan sepenuhnya melampaui landasan ruang tanpa batas, menyadari bahwa
‘kesadaran adalah tanpa batas,’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kesadaran
tanpa batas. Itu melampaui sebelumnya. Tetapi itu juga, Aku katakan, belum cukup.
Tinggalkanlah, Aku katakan; lampauilah, Aku katakan. Dan apakah yang melampauinya?

“Di sini, Udāyin, dengan sepenuhnya melampaui landasan kesadaran tanpa batas, menyadari
bahwa ‘tidak ada apa-apa,’ seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam landasan kekosongan. Itu
melampaui sebelumnya. Tetapi itu juga, Aku katakan, belum cukup. Tinggalkanlah, Aku
katakan; lampauilah, Aku katakan. Dan apakah yang melampauinya?

“Di sini, Udāyin, dengan sepenuhnya melampaui landasan kekosongan, seorang bhikkhu masuk
dan berdiam dalam landasan bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Itu melampaui
sebelumnya. Tetapi itu juga, Aku katakan, belum cukup. Tinggalkanlah, Aku katakan;
lampauilah, Aku katakan. Dan apakah yang melampauinya?

“Di sini, Udāyin, dengan sepenuhnya melampaui landasan bukan persepsi juga bukan bukan-
persepsi, seorang bhikkhu masuk dan berdiam dalam lenyapnya persepsi dan perasaan. Itu
melampaui sebelumnya. Demikianlah Aku mengatakan tentang meninggalkan bahkan landasan
bukan persepsi juga bukan bukan-persepsi. Apakah engkau melihat, Udāyin, belenggu apapun,
kecil atau besar, yang pelepasannya tidak Aku katakan?”

“Tidak, Yang Mulia.”

Itu adalah apa yang dikatakan oleh Sang Bhagavā. Yang Mulia Udāyin merasa puas dan gembira
mendengar kata-kata Sang Bhagavā.

Anda mungkin juga menyukai