Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hoarseness atau suara serak menggambarkan kelainan memproduksi suara


ketika mencoba berbicara, atau ada perubahan nada atau kualitas suara. Suaranya
terdengar lemah, terengah-engah, kasar dan serak.
Hoarseness biasanya disebabkan oleh adanya masalah pada bagian pita suara.
Produksi suara sendiri merupakan suatu hasil dari koordinasi diantara system
pernapasan, fonasi(suara) dan artikulasi, dimana masing-masing dipengaruhi oleh
teknik bersuara dan status emosiona setiap individu.
Dalam dunia medis, dikenal istilah disfonia yaitu merupakan istilah umum
untuk setiap gangguan suara untuk yang disebabkan kelainan pada organ-organ
fonasi, terutama laring, baik yang bersifat organic maupun fungsional. Disfonia
bukan penyakit melainkan merupakan gejala penyakit atau kelainan pada larung.
Gangguan suara atau disfonia ini dapat berupa suara parau atau serak yaitu
suara terdengar kasar (roughness) dengan nada lebih rendah dari biasanya, suara
lemah (hipofonia), hilang suara (afonia), suara tegang dan susah keluar (spastik),
suara terdiri dari beberapa nada (diplofonia), nyeri saat bersuara (odinofonia) atau
ketidakmampuan mencapai nada atau intensitas tertentu.
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam
ketegangan serta gangguan dalam pendekatan (aduksi) kedua pita suara kiri dan
Kanan akan menimbulkan disfonia.
Suara merupakan produk akhir akustik dari suatu system yang lancer,
seimbang, dinamis dan saling terkait, melibatkan respirasi, fonasi, dan resonansi.
Tekanan udara subglotis dari paru, yang diperkuat oleh otot-otot perut dan dada,
dihadapkan pada plika vokalis. Suara dihasilkan oleh pembukaan dan penutupan

1
yang cepat dari pita suara, yang dibuat bergetar oleh gabungan kerja antara
tegangan otot dan perubahan tekanan udara yang cepat. Tinggi nada terutama
ditentukan oleh frekuensi getaran pita suara. Bunyi yang dihasilkan glottis
diperbesar dan dilengkapi dengan kualitas yang khas (resonansi) saat melalui jalur
supraglotis, khususnya faring. Gangguan pada sistem ini dapat menimbulkan
gangguan suara. Di negra-negara barat, sekitar 1/3 pekerja memerlukan suara
untuk pekerjaan mereka. Gangguan suara diperkirakan terjadi pada satu persen
rakyat Amerika Serikat. Di inggris, sekitar 50.000 pasien THT (telinga, hidung,
tenggorok) per tahunnya datang dengan masalah suara. Setiap keadaan yang
menimbulkan gangguan dalam getaran, ketegangan serta gangguan dalam
pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menilbulkan suara parau.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi
Terdapat 3 sistem organ pembentuk suara yang saling berintegrasi
untuk menghasilkan kualitas suara yang baik, yaitu: sistem pernapasan, laring,
dan traktus vokalis supraglotis.
Sistem respirasi berfungsi sebagai pompa yang menghasilkan aliran
udara spontan dan terus-menerus melalui glottis. Hal ini didukung oleh otot-otot
dada, perut, difragma yang berperan dalam pernapasan. Selama bersuara, udara
yang terpompa menhasilkan perbedaan tekanan melalui celah glottis yang sempit
yang menandai suatu efek bernaulli. Mengikuti inhalasi, otot dinding perut
berkontraksi untuk memudahkan alirasn udara yang tetap melalui glottis.12
Sistem pernapasan menhasilkan sebuah aliran udara tetap yang
mendukung sebuah nada suara biasa dan ketika meningkat akan menghasilkan
volume suara yang lebih keras. Lemahnya otot dinding perut, penyakit pada paru
atau sebab umum lain dapat mempengaruhi pengaturan kapasitas sistem
pernapasan yang nantinya akan mempengaruuhi kualitas dari suara yang
dihasilkan.12
Laring merupakan organ pembentuk suara yang kompleks yang terdiri
dari beberapa tulang rawan serta jaringan otot yang dapat menggerakan pita suara.
Laring merupakan bagian terbawah dari saluran napas bagian atas. Bentuknya
menyerupai limas segitiga terpancung, dengan bagian atas lebih besar daripada
bagian bawah. Batas atas laring adalah aditus laring, batas bawah adalah kaudal
kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang, yaitu
tulang hioid, dan beberapa buah tulang rawan tulang hyoid berbentuk seperti
huruf U, permukaan atas dihubungkan dengan lidah, mandibula, dan tengkorak
oleh otot dan tendo. Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini menarik laring

3
keatas, sedangkan jika diam, maka otot ini bekerja membuka mulut dan
membantu menggerakkan lidah.2,3
Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis, kartilago
krikoid, kartilago aritaenoid,kartilago kornikulata dan kartilago tyroid. Kartilago
krikoid dihubungkan dengan kartilago tiroid oleh ligamentum krikotiroid. Bentuk
kartilago krikoid berupa lingkaran membentuk sendi dengan kartilago tiroid
membentuk artikulasi krikotiroid. Terdapat 2 buah (sepasang) kartilago aritenoid
yang terletak dekat permukaan belakang laring, dan membentuk sendi dengan
karilago krikoid, disebut artikulasi krikoaritenoid. Sepasang kartilago kornikulata
melekat pada kartilago aritenoid didaerah apeks, sedangkan sepasang kartilago
kuneiformis terdapat dalam lipatan ariepiglotik, dan kartilago triticea terletak
didalam ligamentum hiotiroid lateral.2,3

Ligamentum yang membentuk susunan laring adalah ligamentum


seratokrikoid (anterior, lateral, dan posterior), ligamentum krikotiroid medial,
ligamentum krikotiroid posterior, ligamentum kornikulofaringeal, ligamentum
hiotiroid lateral, ligamentum hiotiroid medial, ligamentum hioepiglotik,
ligamentum ventrikularis, ligamentum vokale yang menghubungkan kartilago
aritenoid dengan kartilago tiroid, dan ligamentum tiroeppiglotika.

4
Gerakan laring dilaksanakan oleh kelompok otot ekstrinsik dan intrinsik.
Otot-otot ekstrinsik terutama bekerja pada laring secara keseluruhan, sedangkan
otot-otot intrindik menyebabkan gerak bagian-bagian laring sendiri. Otot-otot
ekstrinsik laring ada yang terletak diatas tulang hioid (supra hioid) dan ada yang
terletak dibawah tulang hioid (infrahioid). Otot-otot ekstrinsik yang suprahioid
adalah m.sternohioid,m. geniohioid, m.stilohioid, m.milohioid. otot-otot yang
infrahioid adalah m.sternohioid, m.omohioid, m.tirohioid. otot-otot ekstrinsik
laring yang suprahioid berfungsi manarik laring kebawah, sedangakn yang
infrahioid berfungsi menarik laring keatas. Otot-otot intrinsik laring adalah
m.krikoaritenoid lateral, m.tiroepiglotika, m.vokalis, m.tiroaritenoid,
m.ariepiglotika dan m.krikotiroid. otot-otot intrinsik laring yang terletak di
posterior, adalah m.aritenoid transversum, m. aritenoid oblik, m.krikoaritenoid
posterior.
Persarafan laring . laring dipersarafi oleh cabang-cabang nervus vagus , yaitu
n.laringis superior dan n.laringis inferior. Kedua saraf ini merupakan campuran
saraf motorik dan sensorik. Nervus laringis superior mempersarafi m.krikotiroid,
memberikan sensasi pada mukosa laring dibawah pita suara.2
Saraf ini mula-mula terletak di atas m.konstriktor faring medial, disebelah
medial a.karotis interna dan eksterna, kemudian menuju kornu mayor tulang
hioid, dan setelah menerima hubungan dengan ganglion servikal superior ,
membagi diri menjadi 2 cabang, yaitu ramus eksternus dan ramus internus.
Ramus eksternus berjalan pada permukaan luar m.konstriktor faring inferior dan
menuju ke m.krikotiroid,sedangkan ramus internus tertutup oleh m.tirohioid
terletak disebelah medial a.tiroid superior, menembus membran hiotiroid dan
bersama-sama laringis superior menuju mukosa laring.2
Nervus laringis inferior merupakan lanjutan dari n. rekuren setelah saraf itu
memberikan cabangnya menjadi ramus kardia inferior. Nervus rekuren
merupakan cabang dari n.vagus . nervus rekuren kanan akan menyilang arkus
aorta. Nervus laringis inferior berjalan diantara cabang-cabang a.tiroid inferior,

5
dan melalui permukaan mediodorsal kelenjar tiroid akan sampai pada permukaan
medial m.krikofaring. disebelah posterior dari sendi krikoaritenoid ,saraf ini
bercabang 2 menjadi ramus anterior dan posterior. Ramus anterior akan
mempersarafi otot-otot intrinsic lairng bagian superior dan mengadakan
anastomose dengan n. laringis superior ramus internus.2
Perdarahan untuk laring terdiri dari 2 cabang, yaitu a.laringis superior dan
a.laringis inferior. Arteri laringis superior merupakan cabang dari a.tiroid
superior. Arteri laringis superior berjalan agak mendatar melewati bagian
belakang membrane tirohioid bersama-sama dengan cabang internus dari
n.laringis superior kemudian menembus membrane ini untuk berjalan ke bawah
di submukosa dari dinding lateral dan lantai dari sinus piriformis, untuk
memperdarahi mukosa dan otot-otot laring. Arteri laringis inferior merupakan
cabang dari a.tiroid inferior dan bersama-sama dengan n.laringis inferior berjalan
ke belakang sendi krikotiroid , masuk laring melalui daerah pinggir bawah dari
m.konstriktor faring inferior.

2.2 FISIOLOGI
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, dapat
digambarkan sebagai berikut:
1. Fungsi proteksi
Adalah untuk menjaga makanan dan benda asing masuk ke dalam trakea,
dengan jalan menutup aditus laring dan rima glottis secara bersamaan.
Terjadinya penutupan aditus laring ialah karena pengangkatan laring keatas
akibat kontraksi otot-otot ekstrinsik laring.penutupan rima glotis terjadi
karena adduksi plika vokalis.selain itu dengan reflek batuk, benda asing yang
telah masuk kedalam trakea dapat dibatukkan keluar.

6
2. Fungsi respirasi
Adalah dengan mengatur besar kecilnya rima glotis, bila m.krikoaritenoid
posterior berkontraksi akan menyebabkan prosesus vokalis kartilago aritenod
bergerak ke lateral, sehingga rima glotis terbuka.
3. Fungsi sirkulasi
Dengan terjadinya perubahan tekana udara didalam traktus trakeobronkial kan
dapat mempengaruhi sirkulasi darah dari alveolus, sehingga mempengaruhi
sirkulasi darah tubuh, dengan demikian laring berfungsi sebagai alat sirkulasi
darah.
4. Fungsi laring dalam membantu proses menelan
Dengan 3 mekanisme, yaitu gerakan laring bagian bawah keatas, menutup
aditus laringis dan mendorong bolus makanan turun ke hipofaring dan tidak
mungkin masuk dalam laring

5. Fungsi untuk mengekspresikan emosi


Seperti berteriak, mengekuh dan menangis.

PROSES PEMBENTUKAN SUARA


Sistem produksi suara, pusat kontrol suara dan penghubung keduanya
mempengaruhi kualitas suara yang di hasilkan
1. Sistem produksi suara
Larynx (voice box) terdiri atas kartilago dan otot-otot serta
memiliki sepasang pita suara yang akan saling menjauh seperti
saat inspirasi dan mendekat saat ekspirasi. Frekuensi getaran yang
melalui pita suara dapat berubah secara cepat oleh karena otot
disekitar pita suara dan tekana udara saat bernafas. Pharynx dan
cavum oris keduanya bertindak sebagai resonator.
2. Pusat kontrol suara

7
Kontrol suara berada pada otak yang menerima dan mengirimkan
kembali rangsang dari berbagai tempat yang berbeda seperti
diafragma, otot-otot dinding dada, abdomen, larynx, pharynx,
cavum oris, palatum mole, dan rahang bawah serta
mengkoordinasi seluruh bagian tersebut.
3. Neuron penghubung
Syaraf yang berperan penting dalam membawa sinyal dari otak
menuju otot-otot penghasil suara adalah n.laryngeus, yang
merupakan cabang langsung dari n.vagus.7

8
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Suara serak adalah suatu keadaan Dimana terdapat kesulitan dalam
memproduksi suara ketika mencoba berbicara, atau perubahan suara pada
nada dan kualitasnya. Suara tersebut mungkin terdengar lemah, berat, kasar
atau parau, atau terjadi perubaha volume atau pitch (tinggi rendah suara)>
Suara serak bukan merupakan suatu penyakit, tetapi merupakan gejala
dari suatu penyakit.
Istilah hoarseness atau suara serak sendiri dapat merefleksikan
kelainan (abnormalitas) yang letaknya bisa diberbagai tempat disepanjang
selauran vokalis, mulai dari rongga mulut hingga paru. Meski idealnya istilah
hoarseness lebih baik ditujukan untuk disfungsi laring akibat vibrasi pita suara
yang abnormal.

3.2 Faktor Resiko


1. Bernafas pada lingkungan yang tidak bersih
2.Pubertas berkaitan dengan pelebaran laring
3.Merokok
4.Menghisap ganja
5.Penyalahgunaan obat-obatan
6.Refluks gastroesaofagus
7.Pekerjaan yang menggunakan suara sebagai modal utaam
:penaynyi,guru dll
8.Penggunaan steroid jangka panjang
9.Minum alkohol
10. Berteriak pada acara olahraga atau tempat ramai
11. Berbicara saat makan

9
12. Kebiasaan sering batuk
13. Kebiasaan berbisik
14. Stes, gelisah, depresi dapat meyebabkan tremor pita suara.

3.3 Etiologi
Perubahan dari suara biasanya berkaitan dengan gangguan pada pita
suara yang merupakan bentuk bagian pembentuk suara yang terdapat di
larynx. Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan getaran, ketegangan dan
pendekatan kedua pita suara kiri dan kanan akan menimbulkan suara parau.
Berikut beberapa penyebab suara serak:
a. Peradangan laring (laringitis) baik akut maupun kronis
Pada laringitis akut merupakan radang akut lating pada
umumnya merupakan kelanjutan dari infeksi saluran nafas seperti
influenza atau common cold,penyebab radang ini ialah bakteri yang
menyebabkan radang local atau virus yang menyebabkan peradangan
sistemik.
Ketidaksempurnaan produksi suara pada pasien dengan
laringitis akut dapan disebabkan oleh penggunaan kekuatan aduksi
yang besar atau tekanan untuk mengimbangi penutupsn yang tidak
sempurna dari glotis selama episode laryngitis akut.
Pada laryngitis kronis beberapa hal bisa mendasari kondisi ini
yang biasanya akibat paparan dari iritan (zat yang bisa mengiritasi)
seperti tekanan yang terus menerus pada pita suara, sinusitis kronis,
infeksi ragi(akibat sistem kekebalan tubuh yang lemah)seta terpapar
asap atau gas yang mengandung zat kimia.

b. Nodul pita suara dan polip pita suara


Kelainan ini biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan suara
dalam waktu yang lama, seperti pada seorang guru, penyanyi, dan

10
sebagainya. Menggunakan suara berlebihan dapat terjadi
pembengkakan pita suara yang disebut sebagai nodul pita suara atau
polip pita suara.

c. Kista pita suara


Umunya termasuk kista resistensi kelenjar lir minor laring,
terbentuk akibat tersemubatnya kelenjar tersebut, faktor iritasi kronik,
refluks gastroesofageal dan infeksi diduga berperan sebagai faktor
predisposisi.

d. Merokok dan mengkonsumis alcohol


Dapat mengiritasi laring sehingga menyebabkan peradangan dan
penebalan pita suara.

e. Gastroesophageal reflux disease (GERD)


Suatu kelainan dimana asam lambung naik kembali melalui
esophagus dan tenggorokan,sehingga dapat menyebabkan iritasi pada
laring.

f. Kelumpuhan pita suara atau paralisis pita suara


Terganggunya pergerakan pita suara Karena disfungsi saraf
otot-otot laring .paralisis pita suara terjadi ketika salah satu atau kedua
pita suara tidak dapat membuka ataupun menutup dengan semestinya.

g. Alergi
Alergi menyebabkan pembengkakan jaringan hidung, yang
dapat mengubah suara. Selain itu alergi dapat meningkatkan drainase
hidung dan menyebabkan tenggorokan kering yang lama-kelaman
dapat mengiritasi pita suara.

11
h. Kelainan kongenital
Laringomalasia merupakan penyebab tersering suara parau saat
bernafas pada bayi baru lahir.
Laryngeal webs merupakan suatu selaput jaringan pada lring
yang sebgaian menutup jalan udara.
Cri du chat syndrome dan down syndrome merupakan kelainan
genetik pada bayi baru lahir yang berupa suara parau atau stridor saat
bernafas.
i. Papilloma laring
Papilloma dapat membesar yang menyebabkan sumbatan jalan nafas
yang mengakibatkan sesak dan stridor sehingga memerlukan
trakeostomi.
j. Trauma
Fraktur pada laring
Benda asing yang termakan anak-anak bisa masuk laring dan
menyebabkan suara parau
k. Hemangioma
Tumor jinak pada pembuluh darah mungkin timbul pada jalan nafas
yang menyebabkan suara parau
l. Keratosis laring
Terjadi penebalan epitel dan penambahan lapisan sel . tempat yang
sering mengalami pertandukan adalah pita suara.
m. Keganasan atau kanker laring (pita suara).

12
3.4 Gejala klinis
suara serak biasanya memberikan kualitas suara yang parau dan kasar,
meskipun juga dapat menyebabkan perubahan dalam pitch atau volume
suara. Para kecepatan onset dan gejala terkait, akan tergantung pada
penyebab yang mendasarinya yang menyebabkan suara serak.
Keluhan yang menyertai suara parau bervariasi pada setiap orang
tergantung intensitas dan etiologi yang mendasari suara parau tersebut, dapat
dirasakan sementara atau intermiten maupun terus-menerus atau kontinu.
Gejalanya berupa:
a. Rasa gatal di tenggorokan
b. Perasaan adanya benda asing di tenggorokan
c. Suara tercekat di tenggorokan
d. Ketidakmampuan menghasilkan suara yang jernih
e. Perubahan suara baik disertai nyeri tenggorokan atau tidak
f. Batuk
g. Nyeri dan sulit menelan

3.5 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.

Anamnesis
Setiap pasien dengan suara parau yang menetap lebih dari 2 minggu tanpa
adanya infeksi saluran napas atas memerlukan pemeriksaan. Sangat penting
untuk mengetahui durasi dan karakter perubahan suara.
1. Riwayat merokok dan minum alcohol
2. Riwayat pekerjaan ‘
3. Riwayat penyalahgunaan suara
4. Keluhan yang berhubugan meliputi nyeri, disfagia, batuk dan susah bernafas

13
5. Penaykit sinonasal
6. Kelainan neurologis
7. Riwayat trauma atau pembedahan
8. Riwayat pemakaian obat-obatan seperti ACE inhibitor

Pemeriksaan Fisik
Peemeriksaan kepala dan leher secara keseluruhan, meliputi penilaian
pendengaran, mukosa saluran napas atas, mobilitas lidah dan fungsi saraf
cranial.
Pemeriksaan yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laringoskopi
Untuk mengidentifikasi setiap lesi dari pita suara seperti kanker,singer’s
node, polip TB atau sifilis. Selain itu dapat menilai adanya paralisi pita
suara, yang berhubungan dengan kanker paru, aneurisma aorta dan lain-
lain.
2. Pemeriksaan kelenjar getah bening
Jika terdapat kelainan dapat menunjukkan neuropati perifer sindrom
Guillan-Bare ,tumor otak atau penyakit serebrovaskular.

Pemeriksaan Penunjang
1.Laringoskopi fibreoptik ‘
2.Stroboskopi (videolaryngostroboscopy): Pemeriksaan ini dapat
memperlihatkan gambaran dari pergerakan laring
3.Pemeriksaan seperti untuk mengukur produksi suara seperti amplitude,
range, pitch dan efisiensi aerodinamik
4.Pemeriksaan darah
5.Kultur hidung dan sputum
6.Foto thorax x-ray jika ditemukan paralisi pita suara pada pemeriksaa
laringoskopi

14
7.CT-Scan
8.USG tiroid untuk mendeteksi kanker tiroid

3.6 Penatalaksanaan

Pengobatan suara serak sesuai dengan kelainan atau penyakit yang


menjadi etiologinya. Karena akibat yang timbul akibat kelelahan bersuara, maka
perlu beberapa langkah pencegahan maupun terapi. Bila belum timbul keluhan,
pencegahan merupakan hal yang terpenting. Beberapa peneliti menyarankan untuk
minum air setiap beberapa saat setelah berbicara. Laki-laki yang minum air akan
dapat membaca dengan kualitas suara yang baik dalam waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan yang tidak diberi minum air.

1. Terapi suara dengan komponen utama berupa edukasi dasar anatomi dan fisiologi
produksi suara. Pasien harus mengerti hubungan antara gangguan suara dan
penyebabnya sehingga lebih menyadari apa yang boleh dilakukan atau apa yang
harus dihindari.
2. Konservasi suara .caranya adalah dengan mengurangi penggunaan suara atau
istirahat vocal(vocal rest) pada pasien laryngitis akut, disamping pemberian obat-
obatan yang bertujuan mengurangi oedem jaringan.perlu juga mengurangi sumber
penyalahgunaan suara.
3. Terapi tingkah laku suara ditujukan untuk meningkatkan aspek teknik
penggunaan suara termasuk pernapasan perut, latihan penggunaan tinggi nada da
istirahat yang benar.
4. Terapi medikamentosa terutama ditujukan untuk mengurangi oedem jaringan
dengan pemberian obat-obat anti inflamasi steroid atau nonstreoid. Indikasi
penggunaan antibioitk atau dekongestan anthistamin pada pasien dengan suara
serak jarang.

15
5. Indikasi tindakan pembedahan dilakukan tergantung penyebab dari suara serak.

Penatalaksanaan secara umum:

a. Terapi konservatif dimana setiao tindakan dilakukan untuk mengidentifikasi


dan menghilangkan faktor penyebab seperti stress, merokok, dan alkohol.
Minum air putih dapat mencegah tenggorokan dari kekeringan.
b. Terapi wicara atau speech therapist memegang peranan penting dalam
memberikan terapi terhadap pasien dengan gangguan pada suara, missal oleh
karena vocal nodul dan kesalahan penggunaan suara.
c. Terapi medikamentosa dengan obat dimana infeksi saluran pernafasan atas
seringkali disebabkan oleh infeksi virus. Tirah baring , pemberian parasetamol
atau larutan aspirin gargle dapat diberikan. Pemberian antibiotik di anjurkan
jika terdapat infeksi bakteri. Nasal spray diberikan pada pasien dengan
inflamasi kronik sinus. Pada pasien gastroesofageal refluk, dapat diberikan
medikasi untuk mengurangi sekresi asam lambung.
d. Pembedahan dianjurkan untuk diagnosis (contoh:biopsi) dan terapi
(contoh:mengambil massa tumor dan laser surgery). Operasi dapat dilakukan
dengan fibre optic endoscope dengan anastesi umum. Pembedahan pada
penyebab suara parau non-cancer hanya diindikasikan jika penatalaksanaan
dengan cara lain gagal.

16
3.7 Pencegahan

a. Mengistirahatkan suara dengan cara berbisik atau tidak berbicara


b. Mengonsumsi banyak cairan dan istirahat
c. Mengevaluasi apakah memiliki infeksi jamur atau tidak, khususnya pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh lemah atau menggunakan inhaler
kortikosteroid untuk asma
d. Mengatasi jumlah asam berlebih di perut jika akibat acid reflux
e. Belajar teknik bernapas, berbicara dan bernyanyi yang tepat
f. Menghindai rokok, asap rokok dan alkohol

17
BAB IV
KESIMPULAN

Suara serak merupakan suatu gejala tetapi jika prosesnya berlangsung


lama maka merupakan tanda awal dari penyakit yang serius didaerah tenggorok.
Berbagai dampak yang mungkin timbul akibat suara parau, yaitu dampak terhadap
kualitas hidup dan kelainan permanen pada laring.dampak kualitas hidup terutama
terjadi akibat ketidakmampuan untuk berbicara terus-menerus dalam waktu
lama,sehingga dapat mengganggu pekerjaan, sosialisaasi dengan masyarakat sekitar
dan juga secara ekonomis baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat
disebabkan oleh kelainan kongenital, infeksi, inflamasi, tumor, trauma, maupun
penyakit sistemik. Penatalaksanaannya terdiri dari terapi konservatif, terapi suara,
terapi media mentosa dan terapi operatif.

18
BAB V
DAFTAR PUSTAKA

1. Schwartz SR, Cohen SM, Dailey SH. Clinical Practice


Guidelines:Hoarseness(dysphonia).In : Ortolaryngology head and neck
surgery.vol141.2009.
2. Sulica L. Hoarseness. In : Archives Of Otolaryngology Head and Neck Surgery
Vol.137 No.6, june 2011
3. Rubin JS, Scheren SC. Basics Of Voice Production. Otolaryngology Basic
Science and Clinical Review.Thieme.New York 2005
4. Sulica L. Voice : Anatomy, Physiology and Clinical Evaluation. Head and Neck
Surgery Otolaryngology .lippincott wiliam wilkins.2006.chap v
5. Lalwani AK. Voice Production in : Larynx and Hypopharynx. Current Diagnosis
and Treatement Otolaryngology Head and Neck Surgery. New York.Chap.VIII.
6. Hermani B, Kartosoediro S, Hutauruk SM. Disfonia. Buku Ajr Ilmu Kesehatan
Tekinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi 6. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.jakarta,2007
7. Cummings CW, Flint PW, Haughey BH,et al,eds. Otolaryngology : Head and
Neck Surgery. 5th ed.St Louis:2010.
8. Feierabend RH,Malik SN. Hoarseness inadults. Am Fam Physician.2009.

19

Anda mungkin juga menyukai