Anda di halaman 1dari 29

BAITUL MAAL WA TAMWIL

MAKALAH AIK

Dosen Pengampu :

Drs. Hamron, M.Si

Anggota kelompok:

Candra Damayanti 15.0101.0125


Dimas Nugroho CP 15.0101.0126
Nur Fitriyani 15.0101.0127
Irvan Surya P 15.0101.0129
Fauzan Arsy W 15.0101.0130
Maryam Tazkiyatunnisa 15.0101.0132
Rais Gibran El H 15.0101.0133
Hilmy Tri P 15.0101.0134
Panji Ananto 15.0101.0135
Dedi Dwi K 15.0101.0136
Edo Wardi 15.0101.0137
Nur Atikah S 15.0101.0138

FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAGELANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Lembaga keuangan adalah Badan Usaha yang kekayaannya terutama berbentuk
aset keuangan atau tagihan (claims), yang fungsinya sebagai lembaga intermediasi
keuangan antara unit defisit dengan unit surplus dan menawarkan secara luas berbagai
jasa keuangan (misalnya : simpanan, kredit, proteksi asuransi, penyediaan mekanisme
pembayaran & transfer dana) dan merupakan bagian dari sistem keuangan dalam
ekonomi modern dalam melayani masyarakat. Sedangkan lembaga keuangan syariah
adalah lembaga keuangan yang menjalankan kegiatannya dengan berlandaskan prinsip
syariah Islam. Lembaga Keuangan Syariah terdiri dari Bank dan Non-Bank (Asuransi,
Pegadaian, Reksa Dana, Pasar Modal, BPRS, dan BMT).
BMT adalah lembaga ekonomi atau keuangan mikro yang dioperasikan
berdasarkan prinsip bagi hasil dan disebut sebagai lembaga keuangan syariah non
perbankan yang sifatnya informal. Disebut informal karena lembaga ini dibentuk atau
didirikan oleh kelompok swadaya masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga
keuangan perbankan dan lembaga keuangan formal lainnya.
Dengan begitu, BMT dikelola secara profesional sehingga mencapai tingkat
efisiensi ekonomi tertentu, demi mewujudkan kesejahteraan anggota, seiring penguatan
kelembagaan BMT itu sendiri. Pada sudut pandang sosial, BMT berorientasi pada
peningkatan kehidupan anggota yang tidak mungkin dijangkau dengan prinsip bisnis.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka penulis dapat mengambil rumusan masalah sebagai
berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan BMT ?
2. Apa dasar hukum BMT ?
3. Apa tujuan dan fungsi BMT ?
4. Bagaimana perkembangan BMT di Indonesia ?
5. Bagaimana prospek dan tantangan BMT ?
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas tujuan penulis dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa pengertian BMT.
2. Untuk mengetahui apa dasar hukum BMT.
3. Untuk mengetahui apa tujuan dan fungsi BMT.
4. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan BMT di Indonesia.
5. Untuk mengetahui bagaimana prospek dan tantangan BMT.
BAB II
PEMBAHASAN

A. BMT dari Masa ke Masa


1. Pada Mulanya adalah Baitul Maal
Nama Baitul Maal berasal dari bahasa Arab, yaitu dari kata bait artinya “rumah”,
dan al-maal yang berarti “harta”. Baitul Maal berarti rumah untuk mengumpulkan atau
menyimpan harta. Baitul Maal adalah suatu lembaga atau pihak (al jihat) yang mempunyai
tugas khusus menangani segala harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran
negara. Dengan demikian, munculnya nama Baitul Maal pada masa ini adalah terkait
dengan urusan negara berkenaan dengan pengelolaan harta baik berupa uang maupun
barang sebagaimana Rasulullah SAW. Pada masa Rasulullah SAW (1-11 H/622-632 M)
memperlakukan ghanimah (harta rampasan perang) yang diperoleh pada perang badar.
Rasulullah SAW senantiasa membagi-bagikan ghanimah dan seperlima bagian darinya (al-
akhmas) setelah usainya peperangan, tanpa menunda-nundanya lagi.
Masa setelah kekhalifahan Ali bin Abi Thalib, pengelolaan Baitul Maal berubah,
yaitu pada masa pemerintahan Bani Umayyah, Baitul Maal berada sepenuhnya dibawah
kekuasaan khalifah tanpa dapat dipertanyakan atau dikritik oleh rakyat. Dalam
perkembangan selanjutnya (masa Dinasti Abbasiyah dan Umayyah), Baitul Maal telah
menjadi lembaga penting bagi negara (mulai dari penarikan zakat (juga pajak), ghanimah,
kharaj, sampai membangun jalan, menggaji tentara dan juga pejabat nrgara serta
membangun sarana sosial.
Dalam pengertian Baitul Maal yang sekarang, khususnya di Indonesia, menjadi
menyempit. Baitul Maal tidak lagi menjalankan tugas luas yang dahulunya dilakukan oleh
pemerintah atau negara sebagaimana masa kekhalifahan. BMT lebih diartikan sebagai
lembaga sosial untuk menyalurkan zakat, infaq, dan shadaqah atau sebagai lembaga amil
saja, dengan pelaksanaanya tidak hanya pemerintah saja, tetapi swasta juga dapat
melakukannya.
2. Baitul Maal Dikembbangkan dengan Kelengkapan sebagai Baitul Tamwil
Didorong oleh kesadaran akan perlunya perbaikan ekonomi umat, dirasakan
keberadaan Baitul Maal (BM) perlu diperluas fungsinya, yaitu dana yang dapat ditumbuh-
kembangkan sebagai modal umat untuk melakukan kegiatan usaha sehingga mampu
meningkatkan kondisi ekonomi umat. Dimulai tahun 1984 dikembangkan oleh aktivis
masjid salman di ITB Bandung yang mendirikan Koperasi Teknosa yang mencoba
menggulirkan lembaga pembiayaan berdasarkan syariah bagi usaha kecil. Kemudian tahun
1988 menyusul muncul Koperasi Ridho Gusti, dan tahun 1992 muncul lembaga
menggabung nama Baitul Maal dan Tamwin, dengan BMT Insan Kamil. Mulai pada masa
inilah secara sadar umat lebih familiar dan mengenal BMT sebagai lembaga keuangan
mikro syariah yang memberikan layanan keuangan umat baik untuk sosial (sebagai amil) –
fungsi Baitul Maal, dan layanan komersial atau niaga.
Perkembangan selanjutnya adalah dirasakan dan timbulnya “ekses negatif” ketika
fungsi dan kegiatan sosial digabung dengan komersial/niaga dalam satu manajemen yang
sering sekali membuat “tidak fokusnya” manajemen BMT dengan dua bidang (sosial –
Maal, dan komersial – Tamwin). Oleh karena itu BMT mulai konsentrasi pada kegiatan
bisnis, namun tetap melakukan kegiatan sosial dengan pemisahan manajemen secara tegas.
3. Pertumbuhan BMT Sebagai Lembaga Ekonomi Umat
Sampai dengan tahun 1993, kegiatan operasional BMT-BMT di Indonesia masih
beragam, baik dari sisi produk, akad, maupun sisitem operasionalnya. Situasi
perekonomian nasional yang krisis pada tahun 1991, melatarbelakangi kebijakan
pemerintah yang dikenal dengan “Tight Money Policy” yang disusun dengan kebijakan
perbankan dengan mempermudah pendirian bank-bank. Kebijakan ini mendorong umat
untuk mendirikan bank syariah, khusunya skala mikro atau Bank Perkreditan Rakyat.
Gerakan nasional BMT tahun 1995 tampaknya mempunyai peran yang cukup
penting, karena pada masa inilah BMT yang beroperasi di Indonesia mendasarkan kegiatan
operasionalnya sebagai sebuah lembaga keuangan dengan prinsip sistem perbankan
syariah, yang kemudian dialokasikan dan dilegalkan oleh pemerintah melalui Departemen
Koperasi dan UKMK sebagai departemen terkait dengan Keputusan Menteri Koperasi
UMKM No. 91/Kep/M.KUKM/IX/2004.
B. Lembaga Keuangan Mikro (Microfinance) dan Kredit Mikro (Microcredit)
Sesuai dengan namanya ‘Lembaga Keuangan Mikro”, maka konsekuensinya
lembaga ini adalah lembaga keuangan yang melayani pengusaha mikro. Sedangkan yang
dimaksud dengan lembaga keuangan mikro menurut konvensi adalah lembaga yang melayani
masyarakat yang tidak memiliki akses ke lembaga keuangan perbankan. Yang dimaksud
“tidak memiliki akses ke perbankan” karena tidak memenuhi persyaratan bank teknis dalam
menggunakan jasa keuangan di perbankan, dan biasanya persyaratan bank teknis itu adalah
jaminan atau pembukuan usahanya yang tidak terpisahkan dengan kebutuhan rumah
tangganya.
Jadi lembaga keuangan mikro (Microfinance) dalam pengertian ini adalah lembaga
yang melayani masyarakat dalam hal keuangan, dan tidak hanya pinjaman atau permodalan
saja, namun termasuk asuransi, pegadaian, dan sebagainya selama menyangkut masalah
keuangan. walaupun microfinance sering dipertukarkan dengan microcredit tetapi cakupan
pelayanan microfinance lebih luas dari microcredit yang lebih terbatas pada pemberian kredit
kepada usaha mikro saja.

C. Kedudukan BMT Dalam Peta Lembag Keuangan Nasional


Berdasarkan praktik lembaga keuangan (LK) di Indonesia, dan menurut ketentuan
peraturan perundang-undang yang mengaturnya, maka konfigurasi lembaga keuangan
nasional sebagai berikut:
D. Nasabah BMT
1. Kelompok Nasabah BMT
Yang dapat menjadi klien atau nasabah BMT adalah masyarakat individu atau
perorangan anggota koperasi BMT yang tidak memiliki akses perbankan dengan keteria
khusus; Anggota Koperasi BMT, dan telah melakukan usaha atau memiliki niat dan tekat
yang keras akan melakukan usaha. Kriteria yang terakhir menunjukan tuntutan BMT harus
profesional dan benar “calculated”atau berhitung ketika memberikan layanan kepada
nasabah, baik untuk layanan penghimpunan sumber dana maupun alokasi dana atau
pembiayaan yang dilakukan.
2. Perubahan Kelompok Nasabah
Dalam proses perkembangan BMT memberikan layanan kepada nasabahnya, akan
terjadi perubahan atau peningkatan status nasabah, sehingga terjadi polarisasi skema
nasabah BMT sebagai berikut:
Tingkat Kelompok Nasabah Akses Perbankan Layanan Dilakukan
Oleh
I DHUAFA – 8 ASNAF Tidak Memiliki Baitul Maal
(MUSTAHIK)
II MUZAKI Tidak Memiliki Baitul Maal
III PENGUSAHA/CALON Tidak Memiliki Baitul Tamwil
PENGUSAHA
IV PENGUSAHA/PENGEMBANGAN Memiliki Baitul Tamwil
USAHA MIKRO
V USAHA MENENGAH Memiliki Baitul Tamwil
VI USAHA KORPORASI Memiliki Baitul Tamwil

E. Keberlanjutan BMT
Masalah keberlanjutan BMT, pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal
dan internal. faktor eksternal BMT yang paling berpengaruh adalah situasi perekonomian dan
regulasi dari pemerintah. Untuk faktor eksternal, selama situasiinternal BMT sendiri solid
dengan dukungan sistem dan manajemen yang berkualitas, insa-Allah akan mampu
menghadapi situasi eksternal kecuali secara ekstrim.
Sedangkan kondisi internal BMT yang dapat menjamin keberlanjutan BMT adalah
konsistensi terhadap “fondasi” yang sebenarnya dirumuskan oleh perhimpunan BMT dalam
“Arsitektur BMT Indonesia”, Khususnya terkait dengan Sumber Daya Instansi sebagai
“kunci” dari permasalahan situasi internal. BMT sangat bergantung pada tiga pilar utama,
yaitu di samping pribadi atau personalianya sendiri yang memiliki motivasi dan perilaku, serta
profesionalisme dan kompetensi, juga memiliki sistem dan manajemen yang kuat dan
didukung dengan keberadaan lembaganya yang sehat dengan rincian sebagai berikut:
1. Pribadi yang beriman dan akhlak yang tinggi, yang dimaksud sebagai kualifikasi yang
harus ada pada setiap insan BMT Indonesia yang memiliki
2. Motivasi yang memberikan makna prestasi dan perilaku atau akhlak yang islam
3. Profesionalisme dan kompeten, dalam arti keamanan dan kefathonahan setiap insan BMT
yang memiliki
4. Kinerja tinggi
a. Sistem dan manajemen SDI BMT Indonesia (SOM dan SOP), sebagai “rel” yang harus
di ikuti oleh setiap pegiat, khususnya pengelolaan BMT Indonesia
b. Perusahaan/Lembaga BMT yang sehat dan kuat, agar dapat melakukan pengembangan
SDI BMT Indonesia sesuai dengan karakteristik arsitektur BMT Indonesia.

F. Perspektif BMT ke Depan


BMT memiliki perspektif masa depan yang sangat positif sebagai lembaga keuangan
yang benar-benar dapat menjawab persoalan bangsa dalam mengatasi masalah ekonomi
dengan syarat konsistensi yang harus dipegang oleh pengelola BMT yang amanah
profesional. Oleh karena itu, pengelola BMTharus memahami tidak saja latar belakang,
maksud dan tujuan BMT dengan konsistensi terhadap prinsip atau konsep sistem syariah yang
melandasi operasionalnya.

G. Metode penelitian pembiayaan


1. Metode Penelitian Pembiayaan
Berkaitan dengan metode kredit/pembiayaan individual, umumnya orang dewasa
dengan sejarah kredit yang bersih( tidak bermasalah) dan dengan menunjukkan bakat
bisnis yang baik dapat dengan mudah mendapatkan pinjaman secara individual (pinjaman
individual). Metode pinjaman individual menyediakan akses kredit kepada peminjam
individu yang dipilih dengan dasar kebebasan untuk memilih dan setidaknya memiliki
beberapa bentuk asset kecil atau pendapatan yang tetap. Setiap pinjaman secara khusus
disesuaikan dengan kondisi individu dan bisnis yang digelutinnya. Lembaga yang
menggunakan metode ini dan dipandang berhasil adalah Bank Rakyat di Indonesia dan
Ademi di Republik Dominika (Babu and Singh, 2007). Dalam pendekatan ini sifat
pribadi dari hubungan antara lembaga pemberi pinjaman dan peminjam sering
mengakibatkan pemberian pinjaman berulang kali dalam angka waktu yang panjang,
namun, masalah kurangnya jaminan masih tetap sering menjadi hambatan. Sebuah
pendekatan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan menggabungkan sejarah kredit
dan analisis arus kas menyeluruh dan kegiatan yang dimaksudkan menghasilkan
pendapatan usaha diadopsi untuk menggantikan agunan aset. Maksudnya adalah
peminjam menerima pinjaman berdasarkan pada kinerja masa lalu sejarah kredit , dan
kekayaan bisnis. Untuk lebih meyakinan kemudian ditambahkan referensi syarat
tambahan. Sebagai gambaran lebih lanjut tentang pinjaman individual, di Gerogia
(seperti Microfinance Bank of Georgia) pinjaman mikro untuk individu factor koleteral
atau jaminan adalah mutlak diperlukan untuk proses seleksi. Untuk tujuan agar tingkat
pengembaliannya mencapai 100% lembaga keuangan mikro melakukan prosedur
screening secara intensif pada bisnis para peminjam dan mengamati pendapatan ruamah
tangga mereka. Selanjutnya peminjjam yang diniai layak dapat memperoleh akses
pinjaman lebih lanjut dan besarnya pinjaman pun dapat lebih tinggi untuk periode
berikutnya. Sebaliknya orang yang kurang dapat diandalkan terancam pemutusan kontrak
dan bahkan dalam kasus terjadi kenakalan mereka terpaksa harus dengan menjual
agunan. Lembaga keuangan mikro mampu mewujudkan tingkat pembayaran 100%
dengan memanfaatkan kombinasi intensif dan ancaman (Vigenina dan Kritikos,2004).
Contoh lain lembaga keuangan mikro yang memberi pinjaman dengan basis pinjaman
individual adalah Caja Los Andes dan FIE di Bolivia (Navajas,et al. 1996). Semua
gambaran diatas merupakan contoh pemberian pembiayaan miro dengan basis sistem
bunga dan umumnya memungut bunga pinjaman yang jauh lebih tinggi dari bunga
pinjaman pada bank umum.
Metode pinjaman individual dengan berbagai cara seleksi calon penerima
pinjaman dan ancamman sebagaimana gambaran diats dilakukan adalah dalam rangka
meningkatkan tingkat pembayaran kembali dari kredit hingga tingkat mendekati 100%.
Hal ini kemudian digunakan sebagai indikator keberhasilan lembaga keuangan mikro.
Metode ini tentunya akan sangat baik bagi lembaga pemberi pinjaman walaupun
menanggung konsekuensi biaya yang tinggi dan biaya itu dibebankan kepada para
peminjam dalam wujud tingkat bunga yang tinggi, itulah kenyataannya. Sebagai contoh,
mengapa Bank Rakyat Indonesia ( Unit Desa) dinilai sebagai Microfine Raksasa yang
sangat sukses ? karena tingkat pembayaran kembali ( repayment rate) mencapai 97%.
Hal tersebut bisa dikatakan sukses, tetapi hal tersebut masih dari sisi kepentingan institusi
belum sampai pada bagaimana ekfektvitas pembiayaan dalam meningkatkan taraf hidup
masyarakat miskin. Artinya bahwa kepentingan penerima pinjaman tampaknya belum
mendapatkan perhatian sebagai prioritas. Kondisi semacam ini kemudian sering menjadi
perdepatan dalam persoalan penyelesaian program pengentasan kemiskinan. Bagaimana
dengan para wirausaha pemula dan mereka-mereka yang usahanya belum begitu klayak,
dan bagaimana dengan orang-orang miskin lapisan yang paling bawah ? Mereka tentunya
tidak akan dapat menjadi bagian sebagai orang yang dapat emperoleh pinjaman untuk
usaha. Mereka itu tetap menjadi orang-orang yang terpinggirkan. Bagaimana dengan
metode pemberian pembiayaan pada lembaga keuangan mikro islam, BMT misalnya ?
Hasil pengamatan Widiyanto (2007) di Jawa Tengah menunjukkan bahwa pemberian
mikro adalah bersifat individual. Untuk dapat memperoleh pembiayaan, para calon
melalui beberapa tahapan seleksi, yaitu seleksi administrative, interview, dan seleksi
kelayakan usaha yang sampai pada tahap pengecekan di lokasi usaha.
Kriteria dasar untuk calon penerima pembiayaan yang berbasis pada keuntungan
(khususnya pembiayaan mudharabah dan masyarakah ), kriteria mencakuo kreadibilitas(
kejujuran),kemampuan menjalankan usaha, pengalaman berbisnis, ketersediaan jaminan
fisik, dan kelayakan usaha. Dari hasil seleksi seperti ini akan diperoleh para pengusaha
mikro mulai dari mereka yang memiliki kelayakan terbaik (yaitu mereka yang paling
layak tingkat keuntungannya) dan akan menyiasakan pengusaha mikro yang kurang
layak. Artinya bahwa BMT juga belum bisa menyentuh masyarakat lapisan paling bawah
yang sebenarnyaperlu mendapatkan prioritas untuk diselamatkan dari sisi ekonominya.
BMT sebenarnya mempunyai jalan keluar untuk mengantisipasi masalah ini, tetapi baru
sebagian kecil BMT yang melaksanakannya. BMT semestinya dapat memberikan
pembiayaan kepad usaha mikro pemula atau yang dipandang belum layak dengan
memberikan pembiayaan yang tidak berbasis pada keuntungan dengan menggunakan
sumber dana dari zakat, infaq, dan shadaqah yang telah dikumpulkan yaitu dalam
bentuk pembiayaan qard-al hasan. Hasil penelitian. Hasil penelitian Widiyanto, dkk
(2011) menunjukkan bahwa pembiayaan qard al-hasan yang didampingi dengan
pembinaan ruhiniah efektif dapat membantu usha mikro lapisan bawah untuk
memperbaiki kehidupan ekonomi mereka atau paling tidak mereka dapat bertahan hidup
tanpa harus bergantung pada orang lain. Dalam hal ini ada kombinasi program
pemberdayaan ekonomi dengan dakwah. Pembiayaan diterima secara individual karena
usaha mereka sangat bervariasi, tetapi pembinaan dilakukan secara berkelompok berbasis
majelis taklim. Dalam kaitannya dengan program pemberdayaan masyarakat khususnya
untuk penanggulangan kemiskinan melalui pemberian pembiayaan mikro, kelestarian
program pembiayaan sangat perlu untuk mendapatkan prhatian, tetapi lembaga keuangan
tidak cukup hanya dengan mengendalikan tingkat pembayaran kembali pembiayaan yang
disalurkan, lembaga keuangan perlu juga memperhatikan efektivitas program
pembiayaan untuk memperbaiki kualitas ekonomi atau dampak ekonomi bagi para
penerima pembiayaan, karena hal ini adalah tujuan daripemberian pembiayaan.
2. Metode Pinjaman Kelompok
Grameen Bank (GB) dari Bangladesh memegang posisi ikon dalam dunia
keuangan mikro. Lembaga Keuangan mikro ini dipandang sebagai lembaga yang sukses
dalam pemberian kredit kepada lapisan masyarakat miskinyang berbasis kelompok yang
kemudian dijadikan rujukan dan diaplikasikan diberbagai tempat lebih dari 60 negara.
Hal ini menunjukkan GB telah menunjukkan keberhasilannya dalam program
pengentasan kemiskinan dan telah diterima secara internasional oleh negara-negara yang
berbeda di dunia karena meningkatkan kualitas hidup menyediakan makanan yang lebih
baik, pendidikan yang lebih baik, serta perumahan yang lebih baik kepada masyarakat
miskin. GB telah dimulai dari satu desa tahun 1976 dengan memberikan layanan kepada
42 debitur miskin. Hal yang sangat menakjubkan adalah pada tahun 1983 GB telah
ditetapkan sebagai Bank dengan 36.000 peminjam (Islam ,et al.2012).
Dalam rangka untuk memberikan kredit tanpa agunan, GB telah merancang secara
baik metode pemantauan berdasar rekan dalam kelompok Bank atau LKM ini
menggunakan skema intensif inovatif untuk “ internalisasi pilihan peminjaman dan biaya
monitoring. “Pemantauan berdasarkan rekan adalah sistem di mana pinjaman diberikan
kepada sekelompok peminjam yang saling bertanggung jawab untuk pembayaran dan
setuju untuk menjamin orang lain dalam kelompok. Ciri utama dari pinjaman kelompok
adalah kewajiban bersama bagi mereka yang terlibat. Setiap anggota kelompok menerima
pinjaman perorangan, tetapi setiap orang bertanggung jawab untuk anggota lainnya.
Tanggung jawab bersama digunakan sebagai penggangi asset yang dijaminkan. Bank
secara eksplisit mengharuskan peminjam membentuk kelompok lima orang, yang
kemudian secara bersamaan mengajukan pinjaman. Setiap orang tertarik dalam
memperoleh kredit GB harus merupakan bagian kelompok lima dengan kebutuhan yang
sejenis dan berasal dari desa yang sama. Salah satu ciri penting dari skema pinnjaman
kelompok adalah bahwa anggota saling memberikan jaminan atas kegagalan dalam
mengembaikan pinjaman. Mitra dalam kelompok tidak hanya saling memberikan
informasi tentang pasar, tetapi juga mentransfer sumber daya diantara mereka untuk
memfasilitasi pebeyaran utang yang telah dijadwalkan.
Ismail dan Wan Yusof (2015), telah mengidentifikasi keunggulan dan kelemahan metode
kelompok. Metode kelompok mempunyai beberapa keunggulan sebagai berikut:
1. Aksesbilitas Layanan pembiayaan kepada rumah tangga miskin telah menjadi
memungkinkan melalui pembentukan kelompok.
2. Biaya administrasi pinjaman kepada pemberi pinjaman rendah.
3. Biaya transaksi pinjaman rendah.
4. Penggunaan pinjaman tinggi.
5. Sumber keuangan dan fisik yang sangat kecil dapat digunakan sebagai jaminan
kolektif dan modal untuk anggota individu miskin.
Adapun kelemahannya mencakup:
1. Kebutuhan spesifik individu memiliki peluang untuk diabaikan.
2. Ekspesi dan identifikasi kebutuhan individu sulit dilakukan.
3. Individu tidak lebih menyukai terpasang dengan pinjaman kelompok untuk jangka
waktu lama.
4. Koordinasi kebutuhan yang berrbeda diantara anggota adalah sulit.
5. Anggota yang datang belakangan dipertahankan pada profit rendah dan dimanfaatkan
oleh beberapa anggota yang datang terlebih dahulu.
Dengan metode kelompok, orang miskin yang tidak bankable dapat mengakses
dana dengan biaya administrasi dan transaksi yang rendah dan dengan jaminan sumber
keuangan dan fisik yang sangat kecil. hal ini merupakan kesempatan yang sangat baik
bagi orang miskin untuk mengakses pembiayaan. Bagi pihak keuangan , dengan metode
kelompok dapat memberi keyakinan bahw dana yang dipinjamann dapat digunakan
dengan sebaik-baiknya dengan biaya monitoring an pengawasan yang rendah. Tetapi
pada sisi lain ada hal yang perlu mendapatkan perhatian adanya potensi konflik pada
kelompok yang dikarenakan adanya kemungkinan diabaikannya kebutuhan individu
anggota kelompok, sulitnya identifikasi kebutuhan individu sehingga kelompok tidak bisa
memahami dengan baik apa seshungguhnya kebutuhan anggota, adanya kebutuhan yang
berbeda diantara anggota kelompo sehingga sulit mengoordinasikannya, anggota lama
yang memanfaatkan anggota baru, anggota kelompok yang ingin keluar karena ingin
mandiri karena merasa telah memiliki kemampuan. Kondisi semacam ini harus diphami
oleh pihak manajemen lembaga keuangan mikro yang ingin mengembangkan metode
kelompok dalam memberikan pembiayaan.
Ada kemungkinan bahwa tidak semua anggota kelompok sukses dalam mengelola
usahanya mungkin keuntungannya hanya kecil sehingga tidak cukup untuk mencicil
pembeyaran utang dan bunganya, dengan kondisi seperti ini kelompok akan memaksa
mereka yang hasilnya kurang baik tersebut tetap untuk membayar utangnya, karena juka
tidak dilakukan kelompok yang akan kena sanksinya. Hal semacam ini akan berpotensi
untuk terjadinya konflik yang ada dalam kelompok jika orang tersebut mempunyai
keberanian untuk melawan, jika tidak memiliki keberanian melawan kelompok
kemungkinan yang akan menjual asset yang mungkin dimilikinya, atau kehidupan
mereka akan menjadi lebih buruk karna mereka terpaksa mengambil uang ditempat lain
untuk menutup uangnya itu. Artinya bahwa pengetatan pengawasan dan pemberian sanksi
oleh kelompok akan berrpotensi memperburuk kondisi anggota kelompok dari sisi
kesejahteraannya. Kondisi tersebut akan diperburuk dengan pembebanan bunga yang
tinggi. Metode pinjaman kelompok dengan bnga pinjaman yang tinggi akan berpotensi
memperburuk keadaan. Akan lebih buruk lagi jika seluruh kelompok mengalami
kegegalan dalam usahanya. Dengan demikian rate payment yang tinggi bisa menjadi
semu, tidak mencerminkan keberhasilan program pembiayaannya dalam upaya
mengurangi kemiskinan melalui pengembangan usaha mikro.
3. Metode Pinjaman Lainnya (RoSCA)
Keterpaksaan kurangnya dana dapat membuat orang berinisiatif bagaimana bisa
tersedia dana secara memadai sesuai dengan kebutuhan dengan biaya yang ringan dan
tanpa banyak kesulitan administratif yang dipersyaratkan. Sekelompok orang datang
bersama-sama untuk membuat kontribusi dana umum dengan siklus yang teratur, yang
kemudian diberikan sejumlah uang salah satu anggota kelompok pada setiap siklus. Di
Indonesia aktifitas semacam ini dikenal dengan istilah arisan, dalam ruang lingkup yang
luas dikenal dengan rotating savings and credit association (RoSCA). Terbentuknya
kelompok ini salah satunya bisa dilatarbelakangi karena mereka tidak mampu mengakses
dana dan lembaga keuangan formal (Bank) karena dianggap tidak memenuhi syarat.
Menurut Harper (2002), model ini adalah bentuk yang sangat uum dari tabungan dan
kredit. Dia menyatakan bahwa anggota kelompok biasanya tetangga dan teman-teman,
dan kelompok memberikan kesempatan untuk interaksi sosial dan sangat populer dengan
wanita. Lembaga keuangan informalseperti RoSCA telah muncul untuk mengisi
kesenjangan kredit yang ada dan terus memainkan peran yang lebih besar dalam
kehodupan orang-orang miskin diseluruh dunia. Lembaga-lembaga ini didasari dengan
nilai-nilai, norma, dan kebiaasaan masyarakat seperti, saling membantu dan saling
ketergantungan dan desentralisasi pengambilan keputusan dan memberikan manfaat tidak
hanya ekonomi tetapi juga sosial. Khan (2013) dan hasil penelitian menyimpulkan bahwa
hasil wawancara degan peserta RoSCA memberi kesan bahwa RoSCA tidak sesuai
dengan orang miskin denga pendapatan yang tidak teratur dan rendah kaena mereka tidak
akan membayar secara regular yang merupakan hal sangat penting untuk keberhasilan
menyelesaikan siklus RoSCA. Selain itu, RoSCA menjadi tidak efektif jika mereka tidak
bisa melayani kebutuhan orang dan mengarah pada kesimpulan bahwa RoSCA tidak
dapat memberikan dana untuk orang miskin dan karenanya tidak dapat menggantikan
microfinance.
Gagal membayar adalah salah satu masalah utama yang dihadapi RoSCA.
Beberapa anggota mungkin akan mengaami gagal membayar sejumlah dana yang
disepakati dan ini akan mengakibatkan ketidakpastian bagi anggota lainnya. Persoalan
lain yang akan timbul adalah dana RoSCA dapat digunakan untuk tujuan lain selain
tujuan penggunaan hal ini juga dapat berimplikasi pada keterlambatan membayar dalam
membayar. Waktu penerimaan dana yang sesuai dengan kebutuhan juga bisa menjadi
persoalan. Waktu penerimaan dana oleh anggota belum tentu betepatan dengan
kebutuhannya sehingga yang bersangkutan kehilangan kesempatan.
RoSCA berrsifat informal yang tidak terorganisir sebagai badan hukum. Jika
anggota gagal membayar tidak mungkin ada tindakan hukum terhadap anggota tersebut
resiko salah urus, penipuan atau kebangkrutan oleh pemimpin atau penyelenggara
RoSCA yang mana ia dapat melarikan diri dengan akumulasi kontribusi. Karena tidak
ada konstitusi atau dokumen hukum yang mengatur RoSCA, para pemimpin mungkin
menalahguakan dana untuk penggunaan pribadi mereka dan tidak ada yang bisa meminta
mereka. Akibatnya, hal ini dapat mempengaruhi keberlanjutan kehidupan RoSCA.
BMT tampaknya perlu belajar dari masa lalu, beberapa BMT (dijawatengah)
menurut pengamat penulis pernah juga melaksakan mengordinir program semacam
RoSCA yaitu arisan kendaran bermotor. Dengan program ini asset BMT meningkat
sangat pesat dan ini tamknya sempat menjadi kebanggaan sehingga BMT lainya tertarik
untuk mengikuti langkah tersebut. Namun tidak semua BMT berhasil atas program
tersbut, ada yang mengalami kegagalan karena peserta yang telah mendapatkan kendaran
bermotor terlebih dahulu mengalami kemacetan dalam pembayaran kewajibannya. Hal
ini membawa akibat berantai yang berakibat terganggunya program pembiayaan yang
lainnya.
4. Pembiayaan pada BMT
BMT sebagai lembaga keuangan mikro berfungsi sebagai pihak yang diberi
amanah oleh para pemilik dana (anggota penabung ) untuk menyalurkan dananya kepada
pihak (anggota) yang memerlukan dana untuk keperluan pengembangan usaha melalui
pemberian pembiayaan. Pembiayaan merupakan aktivitas yang sangat penting karena
dengan pembiayaan akan diperoleh sumber pendapatan utama yang menjadi penunjang
kelangsungan usaha BMT. BMT dapat menyalurkan dana dalam bentuk sebagai berikut :
1. Transaksi jual beli berdasarkan prinsip : a). Murabahah, b) istishna, dan c) salam.
2. Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip : a) mudharabah, dan b) musyarakah.
3. Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip a) ijarah, b)Qardh, dan c) Rahn.
Penyaluran dana sebagaimana akad tersebut harus mengandung unsur-unsur
kepercayaan, yaitu mempercayai anggota untuk mengelola sejumlah uang yang yang
bersumber dari BMT. Selain itu diharapkan memenuhi unsur waktu, yaitu adanya jangka
waktu antara penerimaan dan pengembalian dana oleh anggota. Tang terakhir adalah
unsur risiko, yaitu akibat yang mungkin timbul karena pengelolaan dana oleh anggota.
Pembiyaan pada anggota BMT bertujuan untuk menambah modal yang dapat
digunakan untuk membiayai usaha produktif , memperkuat usaha yang telah ada untuk
pengembangan. Selain itu pembiayaan juga bertujuan untuk memperoleh sarana produksi
secara terus-menerus meningkatkan pendapatan yang diperoleh sebagai akibat tambahan
modal dalam usaha produktifnya dan memenuhi kebutuhab anggota untuk meningkatkan
kualittas hidup mereka.
1. Jenis-jenis pembiayaan
a. Pembiayaan modal kerja, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk memberikan
modal usaha seperti antara lain pembelian bahan baku atau barang yang akan
diperdagangkan.
b. Pembiayaan investasi, yakni pembiayaan yang ditujukan untuk modal usaha
pembelian sarana alat produksi dan atau pembelian barang modal berupa aktiva
tetap.
c. Pembiayaan kosumtif, yankni pembiayaan yang ditujukan untuk pembelian suatu
barang yang akan digunakan bukan untuk kepentingan produktif.
2. Sedangkan berdasarkan cara pembayaran maka pembiayaan dibedakan dalam :
a. Pembiayaan dengan angsuran pokok, bagi hasil periodik, yakni angsuran untuk
jenis pokok dan bagi hasil dibayar/ diangsur secara periodik berdasarkan waktu
yang telah ditentukan.
b. Pembiayaan dengan bagi hasil periodik dan pokok di akhir, yakni untuk bagi hasil
dibayar/diangsur secara periodik sedangkan pokok dibayar sepenuhnya pada saat
akhir jangka waktu angsuran.
c. Pembiayaan dengan angsuran pokok dan bagi hasil di akhir, yakni untuk pokok dan
hasil dibayar pada saat akhir jangka waktu pembiayaan dengan catatan jangka
waktu maksimal 6 bulan.
3. Metode hitung angsuran yang digunakan yaitu :
a. Efektif, yakni angsuran yang dibayarkan selama periode angsuran, angsuran pokok
pembiayaan meningkat dan bagi hasil menurut dengan total sama dalam periode
angsuran.
b. Flat, yakni angsuran pokok dan margin merata untuk setiap periode.
c. Sliding, yakni angsuran pokok pembiayaan tetap dan bagi hasilnya menurun
mengikuti sisa pembiayaan.
Pembiayaan oleh BMT dapat mencagkup tiga jangka waktu: jangka waktu pendek
(pembiayaan dengan jangka waktu sampai dengan satu tahun), jangka waktu menengah
(pembiayaan dengan jangka waktu lebih satu tahun sampe dengan tiga tahun), dan jangka
waktu panjang ( pembiayaan dengan jangka waktu lebih tiga tahun). Sektor usaha yang
dibiayai BMT adalah sektor perdagangan, industry, konsumsi, dan sektor jasa.
5. Jual beli
1. Al-murabahah
Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan dengan sistem jual beli dimana BMT
sebagai penjual, mitra sebagai pembeli. Penetapan harga jual kepada mitra adalah
harga beli barang ditambah keuntungan BMT. Besarnya keuntungan ditentukan oleh
kebijakan internal BMT. Setoran pembiayaan terdiri dari setoran pokok dan setoran
margin keuntungan. Calon penerima pembiayaan.
a. Masyarakat umum yang bertempat tinggal di wilayah lingkungan kerja BMT yang
memenuhi kriteria.
b. Mempunyai penghasilan.
c. Diutamakan mempunyai simpanan aktif di BMT.
d. Lulus dari wawancara dan kelayakan kuantitatif tim BMT.
e. Mitra yang masih mempunyai utang pembiayaan tidak diperkenankan untuk
mengambil pembiayaan, sebelum melunasi utangnya atau dengan persetujuan dari
komite pembiayaan BMT. Jaminan atau yang lebih dikenal sebagai agunan adalah
harta benda milik aggota yang diikat sebagai alat pembayar jika terjadi wanprestasi
terhadap pihak ketiga.
Skema pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut :
a. BMT menunjuk mitranya sebagai pihak yang mewakili pembelian barang yang
dimaksudkan atas nama BMT. BMT membayar nilai barang tersebut. Pembayaran
harga beli hanya sah bila dilengkapi dengan bukti pembayaran.
b. Selanjutnya BMT menjual barang tersebut kepada mitra dengan harga yang telah
disepakati bersama,yaitu harga beli ditambah sejumlah margin.
c. Mitra BMT melakukan pembayaran dengan cara mengangsur atau dibayar pada
jangka waktu yang telah disepakati bersama antara BMT dengan mitra pembiayaan.
2. Al Ba’i salam
Adalah akad jual beli barang dengan jenis dan dalam jumlah tertentu yang
penyerahannya dilakukan beberapa waktu yang telah disepakati dimana harganya
dibayar dengan segera. Sedaangkan ba’i salam paralel adalah transaksi dimana
lembaga keuangan melakukan pembelian barang tertentu dengan pembayaran dimuka
dan menjualnya kembali kepada pihak lain dengan jangka waktu penyerahan yang
telah disepakati. Keunggulan pembiayaan ini kemungkinan mendapatkan harga yang
relatif murah dan tidak menghambat kinerja usahanya.
3. Istishna’
Adalah akad jual beli dalam memproduks barang tertentu antara pembeli dan
pembuat barang yang spesifikasi dan persayaratantelah disepakati serta kedua belah
pihak bersepakat atas harga dan cara pembayaran secara dimuka atau cicilan.
Sedangkan ba’i istishna’ paralel adalah jika membeli akhir mengizinkan pemasok
untuk meminta pihak ketiga membuatkan al-masnu atau jika akad tersebut dapat
diterima oleh pihak istishna itu sendiri maka al shani bisa melakukan kontrak
pertama, pada lembaga keuangan diaplikasikan dalam hal pembiayaan modal kerja.
Pembiayaan investasi dan pembiayaan konstruksi.
6. Sewa menyewa
Ijarah adalah akad sewa menyewa dengan pemindahan hak guna atas suatu barang
atau jasa dalam waktu tertentu melalui pembayaran sewa atau imbalan yang telah
disepakati menurut para fuhaqa tanpa pemindahan kepemilikan baran itu sendiri.
a. Jenis ijarah
Ijarah dibagi menjadi dua, pertama didasarkan atas periode/ masa dewa kedua, ijarah
muntahiah bit tamlik adalah rangkaian dua akad sewa menyewa dan jual beli yang
bberakhir pada opsi berpindahnya kepemilikan aset yang disewakan kepada
penyewa. Pihak yang melakukan IMBT harus melakukan akad ijarah terlebih dahulu,
akad pemindahan kepemilikan hanya dapat dilakukan setelah masa ijarah selesai.
b. Jenis barang ijarah
Barang yang disewakan kepada mitra umumnya berjenis aktiva tetap atau fixed
assets seperti gedung, kantor, atau barang bergerak yang memiliki spesifik fixed.
c. Ajran/ ujrah ( harga sewa)
1. Harga sewa yang ditetapkan bersama di awal perjanjian.
2. Kewajiban musta’jir yang dibayar setiap bulannya ,eliputi harga sewa.
7. Bagi hasil
1. Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah suatu perjanjian usaha antara pemilik modal
dengan pengusaha, dimana pihak pemilik modal meyediakan seluruh dana yang
diperlukan dan pihak pengusaha melakukan pengelola atas usaha. Hasil usaha bersama
ini dibagi sesuai dengan kesepakatan pada waktu penandatanganan perjanjian
pembiayaan yang dituangkan dalam bentuk nisbah bagi hasil.
Skema pembiayaan mudharobah :
a. BMT adalah pihak yang menyediakan modal.
b. Mitra adalah pengelola dana yang berperan sebagai pemegang amanah, oleh karena
itu, dia harus menggunakan modal tersebut untuk suatu usaha yang
menguntungkan.
c. Penanganan selurug kegiatan usaha dilakukan oleh mudharib, BMT debagai
shahibul mal tidak akan mencampuri manajemen usaha tetapi mempunyai hak
untuk melakukan kontrol atau pengawasan.
d. Pada akhir masa usaha mudharib harus mengembalikan modal kepada shahibul
maal, ditambah sejumlah keuntungan dari hasil usaha yang besarnya didasarkan
pada nisbah bagi hasil yang telah disepakati bersama, atau dengan pola pembayaran
yang disepakati antara mitra dengan BMT.
Tata cara perhitungan bagi hasil :
a. Bagi hasil dihitung berdasarkan pendapatan.
b. Besarnya nibah bagi hasil untuk pembiayaan ini ditentukan sesuai kesepakatan
antara BMT dengan mitra pembiayaan.
c. Besarnya nisbah tersebut oleh BMT dilakukan dengan mempertimbangkan tingkat
keuntungan yang ingin diperoleh BMT.
d. Nilai perhitungan bagi hasil akan menggunakan pembulatan angka.
2. Musyarakah
Merupakan akad kerja sama diantara dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha
tertentu yang masing-masing pihak memberikan porsi dana dengan ketentuan bahwa
keuntungan akan dibagi sesuai dengan kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung
sesuai dengan porsi dana, prinsip musyarakah menekankan pada bentuk saling bekerja
sama, berkongsi, berserikat, bermitra.
Jenis-jenis musyarakah :
a. Musyarakah kepemilikan adalah kepemilikan bersama kedua belah pihak atau lebih
dari sebuah properti. Misalnya wasiat atau hibah.
b. Musyarakah akad adalah kemitraan yang terjadi karena adanya kontrak bersama,
atau usaha komersial bersama, musyarakah ini terbagi lagi menjadi :
1. Syirkah al-‘inan
Yaitu kontrak kerja antara dua belah pihak atau lebih dengan sama-sama
memberikan andil dalam modal kerja dan kerja namun tidak harus sama
porsinya. Keuntungan dan kerugian ditanggung bersama sesuai kesepakatan
yang telah ditentukan.
2. Syirkah mufawadhah
Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan kesamaan dalam
penyertaan modal, pengelolaan, kerja mdan pembagian keutungan.
3. Syirkah al-a’maal
Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih dengan sama-sama ambil bagian
dalam melayani atau memberikan jasa pada pelanggan.
4. Syirah al-wujuh
Kontrak kerja sama antara dua pihak atau lebih yang memiliki reputasi yang
baikserta ahli dalam bisnis dimana masing-masing pihak tidak memiliki
investasi sama sekali, kemudian mereka membeli komoditas secara tangguh dan
menjualnya dengan tunai..
8. Jasa lainnya
1. Rahn
Adalah menjadikan barang yang mempunyai nilai menurut pandangan syariat
sebagai jaminan utang, sementara si penerima barang gadai dimungkinkan bisa
mengambil barang tersebut sebagai ganti utang atau mengambil sebagian
keuntungannya. Rahn merupakan transaksi yang dimaksudkan untuk meminta
kepercayaan dan menjamin utang bukan mencari keuntungan dan hasil.
2. Qardh
Adalah penyediaan dana oleh BMT kepada mitra dengan ketentuan bahwa mitra
wajib mengembalikan dana yang diterimanya pada waktu yang telah disepakati dan
tanpa mengharap imbalan atau tambahan. Mengingat sifat penyediaan dana Qardh
yang tidak memberikan keuntungan finasial makapendanaan Qardh dapat diambil dari
dana titipan infaq, shadaqah, dan zakat. Dana tersebut digunakan untuk kebutuhan non
komersial yang snagat mendesak.

H. Analisis pembiayaan
Analisis pembiayaan diperlukan agar BMT memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan
yang diberikan dapat dikembalikan oleh penerimanya. Jenis-jenis aspek yang dianalisis secara
umum dapat dibagi menjadi dua bagian yaitu analisis terhadap kemauan bayar dan analisis
terhadap kemampuan bayar. Hal yang perlu dlakukan dalam analisis kuantitatif :
1. Menghitung semua pendapatan atau penjualan.
2. Menghitung semua biaya keluarga atau baiaya usaha.
3. Hitung pendapatan bersih.
4. Besarnya angsuran maksimal 100% dari prndapatan bersihmya.
5. Besarnya pembiayaan yang dapat diberikan adalah: rasio angsuran × pendapatan bersih ×
jangka waktu.

Dalam melakukan penilaian permohonan pembiayaan BMT bagian marketing harus


mempeerhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan
antar mitra.

1. Character
Yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon penerima pembiayaan dengan
tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa penerima pembiayaan itu dapat
memenuhi kewajibannya
2. Capacity
Yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan penerima pembiayaan untuk
melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi penerima pembiayaan
di masa lalu yang didukung dengan pengamatan dilapangan atas sarana dan prasarana
usaha.
3. Capital, merupakan penilaian terhadap aset yang dimiliki calon penerima pembiayaan.
4. Collateral, merupakan jaminan yang dimiliki nasabah terhadap pembiayaan
5. Condition, terdiri dari dua internal (kondisi keluarga dan usaha/pekerjaan) dan eksternal
(kondisi luar yang mempengaruhi pekerjaan misal musim)
6. Syariah, merupakan penilaian penggunaan pembiayaan yang diterima dan sumber
pengembalian tidak melanggar syariat islam.
7. Pembiayaan yang dilarang
Yaitu pembaiyaan yang penggunaanya untuk usaha dan atau kegiatan lainnya yang
bertentangan dengan syariah islamiyah dan atau hukum pemerintah.
8. Pembiayaan yang dihindari
Yaitu pembiayaan untuk spekulasi, karena tidak mencerminkan kesungguhan dalam
berusuaha dan mengandung unsur gharar dan maysir. Contohnya pembiayaan tanoa
infromasi keuangan, pembiayaan pada bidang yang tidak dikuasasi, pembiayaan pada mitra
bermasalah dll.

I. Simpanan Lancar
Simpanan lancar adalah dana yang berasal dari anggota/masyarakat koperasi kepada
BMT dalam uang rupiah yang penarikan dan penyetorannya dilakukan dengan syarat tertentu.
Tujuan penyelenggaan simpanan lancar adalah sebagai produk yang dapat menjangkau
masyarakat luas termasuk golongan ekonomi menengah kebawah dan meningkatkan serta
memperluas usaha penghimpunan dan masyarakat. Produk dari simpanan lancaar meliputi,
tabungan harian, tabungan persiapan hari kurban, tabungan persiapan haji dll.

J. Simpanan Berjangka
Simpanan berjangka adalah dana yang disetorkan anggota ke BMT dengan akad
Mudharabah al Muthlaqoh yang dananya diperlakukan sebagai investasi secara produktif
dalam bentuk pembiayaan kepada masyarakat pengusaha dan perseorangan secara
professional. Penempatan dana masyarakat pada simpanan berjangka akan memperoleh
pendapatan bagi hasil antara anggota dan BMT sesuai porsi yang disepakati.
K. Ta’awun mikro takaful
Merupakan suatu usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara anggota dan
atau kumpulan anggota penerima pembiayaan dari BMT untuk menghadapi risiko tertentu
melalui akad yang sesuai dengan prinsip syariah. Sumber dana program ta’awun berasal dari
iuran peserta yang memberikan sumbangan sejumlah 0,25% per tahun dari plafon
pembiayaan.

L. Perhitungan Bagi Hasil (Tabungan)


1. Contoh Penghitungan Bagi Hasil (Tabungan)
Sistem bagi hasil simpanan lancar diatur untuk simpanan mudharabah mendapatkan
bagi hasil dari laba/bagi hasil pembiayaan, yang dibagi ntara penabung dan BMT sesuai
nisbah (porsi) yang disepakati pada saat pembukaan tabungan. Adapun tabungan wadiah
tidak mendapatkan bagi hasil, namun untuk merangsang para penabung menyimpan
dananya maka dapat dipertimbangkan memberikan bonus secara sukarela yang besarnya
tidak didasarkan pada persentase tertentu.
Besarnya nisbah dan bonus yang berlaku ditetapkan oleh Asset &Liabilities
Committee (ALCO) dengan suatu ketetapan dan peraturan. Perhitungan bagi hasil dan
bonus tabungan dilakukan dengan metode accrual basis di mana BMT baru mempunyai
kewajiban membayar bagi hasil dan bonus pada akhir bulan sesuai periode akuntansinya.
Bagi hasil tabungan diperhitungkan dari saldo rata-rata harian per anggota pada posisi
akhir hari yang bersangkutan selama 1 (satu) bulan dibagi rata-rata saldo tabungan seluruh
anggota selama periode yang sama dilkalikan distribusi pendapatan bagi hasil bagi
tabungan tersebut dan nisbab untuk anggota, sedangkan bonus diperhitungkan dari
kelipatan tertentu da rata-rata saldo tabungan anggota selama sebulan, dan besarnya bonus
dibuar secara proporsional dari masing-masing kelipatan tersebut.
Setiap bagi hasil simpanan berjangka dihitung selama 1 bulan penuh mulai tanggal 1
sampai dengan tanggal akhir bulan (tanggal 28, atau 30 berikutaau 31), dan basil-nya akan
dibayar setiap tanggal akhir bulan setiap periode tersebut. Khusus untuk simpanan
berjangka yang baru dibuka pada periode bulan tersebut basil-nya dibayarkan secara
proporsional atau selama anggal pembukaannya sampai dengan tanggal akhir bulan, dan
demikian pula sebaliknya apabila terdapat pencairan simpanan berjangka pada bulan
tersebut maka basil-nya dihitung secara proporsional atau selama tanggal 1 bulan tersebut
sampai dengan tanggal pencairannya. Bagi hasil simpanan berjangka dihitung berdasarkan
saldo bulan bersangkutan dan akan dibayar setiap tanggal valuta pada periode tersebut,
dengan rumus:
2. Dana Simpanan Berjangka x Pendapatan yang akan didistribusikan x Nisbah Dana Pihak
Ketiga

M. Jenis Akad pada Simpanan


Simpanan lancar dibedakan menjadi 2 (dua) produk, yakni TabnanT Wadiah dan
Mudharabah:
1. Tabungan Wadiah merupakan tabungan murni (wadiah yad dhamanah) yang dengan
seizin penabung dapat dipergunakan oleh BMT. Prinsip ual Wadiah yang diterapkan
adalah Wadi'ah Yad Dhamanah yang berarti BMT dapat memanfaatkan dan menyalurkan
dana yang disimpan serta menjamin bahwa dana tersebut dapat ditarik setiap saat oleh
pemilik dana. Keuntungan dan kerugian dari pemanfaatan dana menjadi hak milikloyali
dan ditanggung oleh BMT dan BMT dapat memberikan bonus kepada pemilik dan
namun tidak boleh diperjanjikan dimuka.
2. Tabungan Mudharabah merupakan tabungan al muthlagah yangy diperlakukan sebagai
investasi untuk dimanfaatkan secara produktif dalam bentuk pembiayaan kepada
masyarakat pengusaha/perorangan secara profesional dan memenuhi aspek syariah.
Besarnya keuntungandengan yang akan diberikan BMT kepada anggota (nisbah dan tata
cara pemberianBMT. keuntungan) tergantung dari kesepakatan pada saat terjadinya akad
antar-BMT dengan pemilik dana (anggota).
3. Dalam praktik ada BMT yang menambahkan simpanan/tabungan yang berupa simpanan
khusus (misalnya BMT Sidogiri) yang kemudian justrudana menjadi sumber pendanaan
yang paling besar ( mencapai hampir 95 % dari total simpanan). Sumber pendanaan ini
mampu mendongkrak aset scara BMT secara signifikan.
N. Perilaku Menabung pada BMT
Perilaku menabung para anggota BMT perlu mendapat perhatian, hal ini Perilaku
menab masuk akan semakin tinggi aset yang dimliki. Dengan aset yang semakin artinya
kemanfaatan terhadap masyarakat semakin luas pula. Oleh karena perhatian secara sungguh-
sungguh. Berikut ini adalah beberapa hal yang pada BMT di antaranya adalah: (1) atribut
produk tabungan syariah (hal ini terkait dengan peningkatan aset BMT. Semakin banyak
dana tabungan yang tinggi, jangkauan pelayanan BMT terhadap masyarakat akan semakin
luas, itu, loyalitas anggota untuk menyimpan dana pada BMT perlu mendapatkan mungkin
dipertimbangkan oleh anggota untuk tetap menyimpan dana mereka pada BMT diantaranya
adalah : (1) atribut produk tabungan syariah (hal ini dapat dilihat dari unsur,
ketidakterlibatan pada unsur ribawi, penggunaan sistem bagi hasil, terhindar dari unsur
gharar dan masysir), (2) bagaimana BMT melayani anggota (yang dapat dilihat dari
misalnya pencairan tabungan dengan cepat, pelayanan pengambilan dana sampai ke rumah-
rumah (keliling tempat transaksi yang aman dan nyaman, petugas melayani dengan baik
berasesuai prosedur, dan sebagainya), (3) BMT terkait dengan produk zakat dan dalam
perkembangannya memungkinkan terkait dengan produk wakaf. Hasil tabungan penelitian
Maghfirotul Indanah (2013) menunjukkan bahwa atribut produk menjadiha syariah maupun
kualitas pelayanan berpengaruh positif terhadap iloyalitas anggota menyimpan dana pada
BMT. Artinya bahwa jika masyarakat semakin yakin bahwa produk tabungan pada BMT
sesuai dengan ketentuan syariah dan semakin baik BMT dalam melayani masyarakat
(anggota), maka masyarakat tidak akan memindahkan dana yang mereka tabung ke lembaga
keuangan lain.
Hal di atas menunjukkan bahwa aspek kesesuaian produk tabungan dengan ketentuan
syariah merupakan hal penting untuk menjadi perhatian EMT. Adanya informasi
penyimpangan atau ketidaksesuaian produk den etentuan syariah akan mendorong
masyarakat untuk meninggalkan dari leanggotaan BMT. Demikian juga pelayanan yang
kurang menyenangkan akan menimbulkan ketidakpuasan dan berakibat anggota akan
memindahkan syat dana yang mereka miliki ke lembaga keuangan lain yang dapat
memberikan pelayanan dan kenyamanan yang lebih baik . Dengan demikian BMT perlu
secara terus-menerus menginformasikan kepada masyarakat bahwa produk- produk
tabungan yang ditawarkan adalah sesuai dengan ketentuan syariah dan hal itu tentunya harus
bisa dibuktikan (misalnya berfungsinya Dewan Pengawas Syariah secara baik). Peningkatan
kualitas pelayanan juga perlu mendapatkan perhatian secara sungguh-sungguh. Maksudnya
adalah kualitas pelayanan terhadap anggota dalam melayani proses menabung maupun
menarik tabungan perlu terus untuk dilakukan perbaikan-perbaikan.
BAB III
KESIMPULAN

BMT adalah lembaga ekonomi atau keuangan mikro yang dioperasikan berdasarkan
prinsip bagi hasil dan disebut sebagai lembaga keuangan syariah non perbankan yang sifatnya
informal. Disebut informal karena lembaga ini dibentuk atau didirikan oleh kelompok swadaya
masyarakat (KSM) yang berbeda dengan lembaga keuangan perbankan dan lembaga keuangan
formal lainnya. Yang dapat menjadi klien atau nasabah BMT adalah masyarakat individu atau
perorangan anggota koperasi BMT yang tidak memiliki akses perbankan dengan keteria khusus;
Anggota Koperasi BMT, dan telah melakukan usaha atau memiliki niat dan tekat yang keras
akan melakukan usaha. Kriteria yang terakhir menunjukan tuntutan BMT harus profesional dan
benar “calculated”atau berhitung ketika memberikan layanan kepada nasabah, baik untuk
layanan penghimpunan sumber dana maupun alokasi dana atau pembiayaan yang dilakukan.

BMT memiliki perspektif masa depan yang sangat positif sebagai lembaga keuangan
yang benar-benar dapat menjawab persoalan bangsa dalam mengatasi masalah ekonomi dengan
syarat konsistensi yang harus dipegang oleh pengelola BMT yang amanah profesional. Oleh
karena itu, pengelola BMT harus memahami tidak saja latar belakang, maksud dan tujuan BMT
dengan konsistensi terhadap prinsip atau konsep sistem syariah yang melandasi operasionalnya.
BMT dapat menyalurkan dana dalam bentuk sebagai berikut : Transaksi jual beli berdasarkan
prinsip : a). Murabahah, b) istishna, dan c) salam, Pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip : a)
mudharabah, dan b) musyarakah, Pembiayaan lainnya berdasarkan prinsip a) ijarah, b) Qardh,
dan c) Rahn.

Perilaku menabung para anggota BMT loyalitas anggota untuk menyimpan dana pada
BMT perlu mendapatkan mungkin dipertimbangkan oleh anggota untuk tetap menyimpan dana
mereka pada BMT diantaranya adalah : (1) atribut produk tabungan syariah (hal ini dapat dilihat
dari unsur, ketidakterlibatan pada unsur ribawi, penggunaan sistem bagi hasil, terhindar dari
unsur gharar dan masysir), (2) bagaimana BMT melayani anggota (yang dapat dilihat dari
misalnya pencairan tabungan dengan cepat, pelayanan pengambilan dana sampai ke rumah-
rumah (keliling tempat transaksi yang aman dan nyaman, petugas melayani dengan baik
berasesuai prosedur, dan sebagainya), (3) BMT terkait dengan produk zakat dan dalam
perkembangannya memungkinkan terkait dengan produk wakaf.

Anda mungkin juga menyukai