NIM : 10413012
Nama Asisten :
NIM Asisten :
Setelah penempelan primer, mesin PCR akan menaikkan suhu hingga 70-75°C. Pada
suhu ini, enzim Taq polimerase, enzim termostabil yang diisolasi dari termofil Thermus
aquaticus akan memiliki aktivitas optimal. Ketika mendeteksi keberadaan incomplete strand
akibat penempelan untai DNA templat dan primer, enzim Taq polimerase akan
memperpanjang primer menurut templat sehingga dibentuk untai DNA baru komplemen
dengan templat. Tahap ini dikenal sebagai tahap pemanjangan (Muladno, 2010).
Dari satu molekul dsDNA sampel, akan dihasilkan 2 molekul dsDNA baru pada akhir
siklus. Agar jumlah dsDNA yang dihasilkan lebih banyak, siklus diulang 30 hingga 40 kali,
bergantung pada kualitas master mix PCR. Master mic adalah komponen reaksi PCR yang
berisi enzim polimerase, dNTP sebagai bahan baku pemanjangan DNA, buffer yang menjaga
pH reaksi agar DNA tidak terdenaturasi secara permanen saat mengalami kontak dengan
lingkungan, MgCl2 yang menyuplai ion Mg2+ sebagai kofaktor enzim polimerase, dan, pada
beberapa jenis, pewarna (Muladno, 2010).
5. Loading Dye
Terdiri atas pewarna bromfenol biru dan gliserin. Pewarna bromfenol biru pada
loading dye akan berikatan dengan DNA dan menjadikannya berwarna biru sehingga
progress elektroforesis dapat diamati. Gliserin berfungi sebagai pemberat yang
mencegah sampel DNA keluar dari sumur sehingga analisis menjadi kurang akurat
(Muladno, 2010).
7. Extraction Buffer
Setelah proses elektroforesis selesai dilakukan, gel mengandung DNA target
berukuran tertentu dicuplik. Extraction buffer mampu mencairkan gel agarosa yang
menjebak DNA tanpa mendenaturasi atau mendegradasi DNA sehingga DNA dapat
lolos untuk dipurifikasi.
8. Etanol 96%
Berfungsi untuk memurnikan DNA sehingga tidak ada kontaminan menempel pada
DNA dan kontaminan dapat disingkirkan dengan teknik sentrifugasi.
Cara Kerja
Masing-masing 5µL plasmid DNA yang sudah diisolasi pada praktikum sebelumnya
dimasukkan ke dua buah mikrotub berbeda ukuran 1,5mL. Setiap larutan plasmid ditambah
11µL deion, 2µL larutan FastDigest, dan diberi label (+) untuk larutan dengan perlakuan
enzim serta label (-) untuk larutan tanpa perlakuan enzim. Larutan (-) adalah kontrol negatif.
1µL enzim restriksi EcoRI, dan 1µL enzim KpnI dicampurkan dalam larutan berlabel (+).
Baik campuran berlabel (+) dan (-) di-quick spin dan diinkubasi pada suhu 37°C selama 5
menit menggunakan mesin PCR untuk homogenisasi. Campuran kemudian diinkubasi pada
suhu 80°C selama 5 menit agar enzim restriksi terinaktivasi sehingga aktivitas bintang dan
overdigest dapat dihindari. Sampel DNA yang didapat diambil 25µL dan dicampur dengan
loading dye dan dielektroforesis dalam gel agarosa terendam TAE 1X selama 30 menit.
Setelah proses elektroforesis selesai, gel dicelupkan ke larutan ethidium bromida selama 10
menit, dibilas dengan akuades, dan divisualisasi dengan UV iluminator. Purifikasi dilakukan
oleh asisten.
V. Pembahasan
Plasmid yang digunakan dalam praktikum adalah plasmid pJET1.2 yang berukuran
2974bp dan berbentuk sirkuler. Plasmid ini merupakan vektor kloning positif dengan lethal
insert yang memungkinkan pemulihan secara efisien produk PCR blunt-ended (Snap Gene,
2015).
Di dalamnya terkandung elemen rep (pMB1) yang merupakan replikon, berfungsi dalam
replikasi plasmid. Elemen ini terletak pada 1762-1148bp. Replication start berfungsi dalam
inisiasi replikasi, terletak pada 1162±1bp. Bla (AmpR) merupakan gen β-lactamase yang
menentukan resistensi terhadap ampisilin. Gen ini berfungsi dalam seleksi dan kontrol sel
rekombinan. Pada tahap insersi gen asing ke dalam plasmid, ketika tidak ada insersi berupa
gen masuk, plasmid akan mengalami resirkularisasi sehingga gen letal terekspresikan dan
bakteri mati. Akibatnya, hanya bakteri dengan gen tersisip yang dapat tumbuh sehingga
screening tidak perlu dilakukan. eco47IR merupakan gen letal yang berfungsi sebagai seleksi
positif. PlacUV5 merupakan promoter termodifikasi yang bertanggung jawab pada ekspresi gen
letal sehingga memungkinkan terjadinya ekspresi gen letal. T7 promoter bertanggung jawab
pada transkripsi in vitro kloning sisipan. MCS (Multiple Cloning Sites) berfungsi dalam
mapping, clonning, dan excision kloning tersisip. Selain itu, terdapat pula sisi insersi yang
berupa ujung blunt serta primer binding sites (BIORAD, 2015; Tamar, 2015). Plasmid
pJET1.2 dapat menerima insersi berukuran 6bp-10kb.
Enzim restriksi yang digunakan adalah EcoRI dan KpnI, keduanya termasuk enzim
restriksi tipe 2 yang mengenali DNA palindrom, berikatan secara spesifik pada sekuens
tertentu pada DNA, dan memotong sekuens spesifik di tempatnya berikatan (Muladno, 2010).
Keduanya memotong DNA dan menghasilkan ujung lengket (sticky end) (Muladno, 2010).
Gambar 1
Sisi Pemotongan Enzim Restriksi EcoRI
(Muladno, 2010)
Gambar 2
Sisi Pemotongan Enzim Restriksi KpnI
(Thermo Scientific, 2011)
Sejatinya, gen phoR tidak memiliki sisi restriksi enzim EcoRI dan KpnI (Snap Gene, 2015).
Namun, sisi ini ditambahkan saat gen diamplifikasi, diletakkan setelah primer, agar gen dapat
diinsersi ke plasmid kloning pET. Sisi restriksi ditambahkan seperti pada gambar berikut.
5’ ’3
3’
Kpn1 phoR EcoR1 ’5
Gambar 3
Sisi Restriksi dan Gen phoR
Tidak terdapatnya pita elektroforesis pada campuran (+) dan (-) dapat disebabkan oleh
dua hal: kontaminasi nuklease selama proses pengerjaan, kesalahan reagen, atau kesalahan
elektroforesis. Kontaminasi nuklease akibat kurang sterilnya peralatan isolasi dari enzim
nuklease menyebabkan enzim mengontaminasi isolat, memotong-motong, dan mendegradasi
DNA (Muladno, 2010; Dube, 2015). Kesalahan prosedural pada proses elektroforesis dapat
disebabkan oleh kurangnya jumlah isolat DNA yang dimasukkan dalam agar. Masalah ini
dapat diatasi dengan menambah konsentrasi DNA yang dimasukkan ke dalam agar tetapi
tidak lebih dari 50ng/band. Ketidaktampakkan pita DNA pada gel juga dapat disebabkan oleh
kondisi elektroforesis yang tidak sesuai berupa waktu elektroforesis yang terlalu lama,
voltase yang terlalu tinggi, dan presentase gel yang tidak tepat. Hal ini dapat diatasi dengan
mengurangi waktu elektroforesis, mengurangi voltase elektroforesis, dan menambah
presentase gel elektroforesis. Selain itu, kurangnya jumlah pewarna yang digunakan untuk
memvisualisasi DNA isolat dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat. Masalah ini
dapat diatasi dengan penambahan etidium bromida pada saat pewarnaan dan penggunaan
sumber cahaya yang lebih aman. Lampu W merupakan sumber cahaya elektroforesis yang
dapat mengurangi resiko degradasi DNA. Panjang gelombang 254nm – 312nm dapat
digunakan dalam memvisualisasi DNA (Dube, 2015). Kesalahan reagen dapat disebabkan
oleh beberapa hal berikut.
a. Enzim telah kadaluwarsa
Enzim merupakan protein yang memiliki masa kadaluwarsa. Apabila telah lewat,
aktivitas enzim dapat hilang 100%.
b. Penyimpanan jangka panjang enzim tidak dilakukan sesuai prosedur.
Penyimpanan enzim pada temperatur lebih dari -20°C menyebabkan enzim tidak
benar-benar terinaktivasi. Selain itu, penyimpanan pada temperatur .di atas -20°C untuk
waktu lama tidak menginaktivasi kontaminan seperti protease. Penyimpanan enzim
pada temperatur di bawah -35°C dapat menyebabkan enzim membeku. Hal ini dapat
merusak aktivitas enzim (NEB, 2015).
c. Dilusi enzim yang salah
Dilusi enzim sebaiknya dilakukan dengan Dillution Buffer sehingga enzim bisa
bertahan hingga 3-4 minggu. Dilusi dengan air atau Reaction Buffer akan merusak
enzim (Fermentas, 2015).
Karena hasil elektroforesis tidak tampak pada semua well, dapat disimpulkan bahwa
kesalahan terjadi pada proses elektroforesis dan atau kesalahan reagen.
Purifikasi merupakan proses yang dilakukan setelah fragmen gen yang diinginkan
diperoleh melalui proses restriksi dan pengecekan elektroforesis. Purifikasi dilakukan dengan
mencuplik agar yang mengandung DNA target setelah elektroforesis. DNA ditempatkan
dalam GeneJET Gel Extraction and Cleanup Microkit yang terusun atas mikrokolom dan
tabung penampung. DNA yang masih terjebak dalam agarosa tersebut diloloskan dengan
Extraction Buffer yang dapat mencairkan agarosa sehingga DNA target lolos. DNA target
selanjutnya dipurifikasi dengan Prewash dan Wash Buffer untuk mengeliminasi gel dan
kontaminan, kemudian disentrifugasi. Sentrifugasi dengan kecepatan 14000g selama 30-60
detik akan meloloskan kontaminan dari DNA yang berikatan dengan membran silika. Setelah
murni, DNA dilarutkan dengan Elution Buffer.
VI. Kesimpulan
1. Tidak diketahui apakah gen phoR dari plasmid pJET1.2 dapat terestriksi.
2. Ukuran gen phoR tidak dapat ditentukan.