JUDUL
”KAJIAN TEKNIS RANCANGAN TAHAPAN PENAMBANGAN
(PUSHBACK) DENGAN MENGGUNAKAN DATA MINE SURVEYING
PADA TAMBANG BATUBARA TERBUKA DI PT ADARO
INDONESIA, KALIMANTAN SELATAN.
1
Cut off grade yaitu kadar terndah dari penyebaran cebakan endapan bahan
galian yang masih menguntungkan untuk di tambang ditinjau dari segi teknis dan
lingkungan saat itu. Sedangkan break even cost differential between 2 mining
method yaitu angka titik balik penentu pemilihan sistem (metode) tambang
terbuka atau bawah tanah
Faktor eknomi kedua yang mempengaruhi pemilihan sistem penambangan
yaitu Mining Recovery adalah Sistem tambang yang dipilih adalah sistem yang
bisa memberikan mining recovery (perolehan tambang) yang maksimal. Mining
recovery adalah perbandingan antara jumlah cadangan yang bisa digali atau
ditambang (cadangan ter-tambang dari desain) dengan jumlah cadangan yang
diperkirakan (angka ini diperoleh dari eksplorasi).
V. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan penelitian ini adalah untuk:
1. Untuk mendapatkan hasil rancangan tahap penambangan yang sesuai
dengan kondisi topografi.
2. Mendapatkan data perhitungan volume overburden dan batubara yang
akan diambil.
3. Menentukan titik awal penambangan dengan melihat data geologi yang
ada diperusahaan tersebut.
2
Dalam melaksanakan penelitian ini, penulis menggabungkan antara teori
dengan data-data di lapangan sehingga didapat pendekatan penyelesaian masalah.
Adapun urutan pekerjaan penelitian ini adalah :
1. Pengumpulan data
a. Data primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari perusahaan atau
dengan cara pengamatan langsung di lapangan. Adapun data yang diperoleh
yaitu:
1. Lokasi dan kesampaian daerah
2. Data pengukuran batas kepemilikan lahan
3. Data pengkuran topografi original
4. Data desain tambang awal
5. Data pengukuran stockpile
b. Data sekunder
Data sekunder adalah jenis data langsung dari lapangan dan tidak langsung
dari sumber penelitian, akan tetapi dari buku literatur dan referensi di
perpustakaan.
c. Observasi
Observasi adalah pengamatan langsung bagaimana kinerja total station
pada area penambangan PT Adaro Indonesia.
d. Studi pustaka
Dalam penelitian yang dilakukan, digunakan buku literatur yang
mendukung data yang dibutuhkan dalam penyusunan laporan penelitian ini.
3. Pengolahan data
Data yang telah terkumpul baik dari studi literature maupun dari pengambilan
data dilapangan dikelompok-kelompokkan berdasarkan jenis dan kegunaannya,
sehingga akan terlihat apakah terjadi penyimpangan atau tidak. Jika terjadi
3
penyimpangan data yang cukup tinggi maka pengambilan data harus semakin
banyak sehingga dapat diambil rata-rata yang mewakili keadaan.
Data-data tersebut kemudian diolah untuk mendapatkan suatu kesimpulan
pertama/sementara. Kemudian dilakukan pengecekan kembali atau diteliti ulang
apakah kesimpulan tersebut cukup baik
4. Kesimpulan
Dari kesimpulan pertama dan telah dicek kembali baru ditarik atau
didapatkan penyelesaian dari permasalahan yang timbul dari penelitian ini
5. Diagram alir penelitian
Tahapan-tahapan dalam penelitian ini ditunjukan pada (Gambar 6.1).
STUDY LITERATUR
METODE PENELITIAN
PENGUMPULAN DATA
4
PENGOLAHAN DATA
ANALISIS DATA
PEMBAHASAN
KESIMPULAN
5
atau sampai batas maksimum kedalaman dimana peralatan tambang tersebut dapat
bekerja lihat pada (Gambar 8.1).
(Sumber: Chioronis,1987)
Gambar 8.1 Contour Mine
6
(Sumber : Prodjosumarto,P., 1989)
7
Alat yang digunakan dapat berupa alat yang sifatnya mobil atau alat
penggalian yang dapat membuang sendiri. Untuk pemilihan metode ini perlu
diperhatikan bahwa:
a. Bahan galian relatif mendatar
b. Bahan galian cukup kompak
c. Bahan galian tabular, berlapis
d. Kemiringan relatif, lebih cocok untuk horizontal atau sedikit miring
e. Kedalaman kecil (nilai ekonomi tergantung stripping ratio, teknologi
peralatan)
8
tahapan penambangan akan memudahkan perancangan tambang yang kompleks
menjadi lebih sederhana. Dalam merancang tahapan penambangan, parameter
waktu harus diperhitungkan, karena waktu merupakan parameter yang sangat
berpengaruh dalam suatu penjadwalan tambang (mine scheduling) untuk dapat
mengoptimalkan sasaran produksi.
Tahapan-tahapan penambangan yang dirancang dengan baik akan
memberikan akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja yang
cukup untuk operasi peralatan kerja tambang secara efisien. Salah satu hal
terpenting adalah untuk memperlihatkan minimal satu jalan angkut untuk setiap
pushback. Hal tersebut dilakukan untuk memperhitungkan jumlah material yang
terlibat dan kemungkinan akses jalan angkut ke seluruh permukaan kerja.
Penambahan jalan angkut pada suatu pushback akan mengurangi lebar
daerah kerja di bawah lokasi jalan tersebut. Jika beberapa jalan akan dimasukkan
pada suatu pushback, lebar awal di sebelah atas harus ditambah untuk
memberikan ruangan ekstra. Perlu diperhatikan bahwa bentuk tambang di
lapangan tidak akan pernah sama dengan rancangan tahap-tahap penambangan
(pushback design), hal tersebut disebabkan oleh permodelan bawah permukaan
tidak selalu 100% sesuai dengan kenyataan lihat pada (Gambar 8.4).
4 3 2 1
Keterangan:
9
8.3 Perencanaan Tambang
Perencanaan tambang merupakan suatu tahap penting dalam rencana
operasi penambangan. Perencanaan tambang yang modern memerlukan
pemodelan komputer dari sumberdaya yang akan ditambang. Aspek penting
dalam pekerjaan perencanaan tambang yaitu penentuan batas akhir penambangan,
dan penjadwalan produksi. Pada penelitian ini difokuskan pada penjadwalan
produksi untuk memenuhi target produksi proyek penambangan yang ekonomis.
Berdasarkan waktu, perencanaan dibagi menjadi:
a. Perencanaan jangka panjang, yaitu suatu perencanaan kegiatan yang
jangka waktunya lebih dari 5 tahun secara berkesinambungan.
b. Perencanaan jangka menengah, yaitu suatu perencanaan kerja untuk
jangka waktu antara 1 – 5 tahun.
Perencanaan jangka pendek, yaitu suatu perencanaan aktivitas untuk jangka waktu
kurang dari setahun demi kelancaran perencanaan jangka menengah dan panjang.
3. Data pendukung
10
Data-data yang dapat mendukung data-data lapangan guna
menganalisa permasalahan yang ada untuk mencari alternatif penyelesaian
masalah. Data pendukung dapat diambil antara lain dari laporan
eksplorasi, brosur-brosur dari perusahaan, data dari instansi terkait dan dari
literatur-literatur.
11
8.6.2 Stripping Ratio ( Nisbah Pengupasan )
Nisbah pengupasan adalah perbandingan antara tonase waste yang
harus dipindahkan terhadap satu ton endapan bahan galian yang ditambang. Hasil
suatu perancangan pit akan menentukan jumlah tonase endapan bahan galian dan
waste yang dikandung pit itu. Perbandingan antara waste dan endapan bahan
tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata – rata suatu open pit lihat pada
(Gambar 8.5).
Keterangan :
L1, L2, L3,……, Ln = jarak antar penampang (m).
2
S1, S2, S3,……., Sn = luas setiap penampang (m ).
12
tambang yang tetap stabil dan menguntungkan. Dengan demikian, akan
berhubungan dengan geometri lereng yang direncanakan. Hal ini berarti
menentukan besar cadangan batubara yang akan ditambang (tonase dan kadarnya)
yang akan memaksimalkan nilai bersih total dari cebakan bijh tersebut.
Ultimate pit slope ini juga berpengaruh pada eksplorasi lanjut, tahap
evaluasi dan tahap persiapan yang didasarkan pada :
a. BESR ( Break Even Stripping Ratio ) yang diperkenankan
b. Sifat fisik dan mekanik batuan
c. Struktur geologi ( sesar, kekar, bidang perlapian, bidang geser )
d. Air tanah, unsur kimia batuan dan waktu yang dibutuhkan
Komponen dasar pada open pit adalah jenjang. Bagian jenjang adalah:
BH
Keterangan:
C BW: lebar jenjang
BH: tinggi jenjang
BW T : toe
C : crest
: face angle
T
(Sumber : Hustrulid,W & Kuchta,M. 1998)
Gambar 8.6 Bagian-bagian jenjang
13
b. Jenjang kerja (working bench)
SB
WB
Keterangan
SB : safety bench
WB : working bench
:cut (galian yang diambil)
C
Keterangan :
Keterangan : TT
sudut kemiringan jenjang tunggal
C: crest
T: toe
(Sumber : Hustrulid,W & Kuchta,M. 1998)
Gambar 8.9 Pit slope geometry
14
T
e. Overall slope angle
a. Pit
Penambangan batubara dibagi menjadi beberapa pit untuk memudahkan
pelaksanaan kegiatan penambangan, pembagian pit terutama didasarkan pada
pencapaian target produksi akan nilai kalori dari batubara yang akan ditambang.
b. Panel
Masing-masing pit dibagi menjadi panel-panel yang melintng dan searah
dengan garis strike.
c. Strip
Setiap panel dibagi lagi menjadi strip-strip yang dibuat tegak lurus dari
garis strike.
d. Blok
Blok merupakan perpotongan antara panel dan strip.
15
8.7 Parameter-Parameter Rancangan Tambang (Design)
16
mekanik batuan, rencana dimensi bongkaran serta perlatan mekanis yang
dipergunakan.
b. Lebar jenjang disesuaikan dengan sasaran produksi dan keadaan topografi
lokasi penambangan. Lebar jenjang adalah jarak horizontal yang diukur dari
ujung lantai jenjang sampai batas belakang lantai jenjang. Lebar minimum
yang akan dibuat harus dapat menampung material hasil bongkaran/peledakan
dan peralatan yang digunakan.
Lebar jenjang minimum sangat dipengaruhi:
- Jenis dan kemampuan alat.
- Posisi kerja dari peralatan yang sedang beroperasi dilantai yang sama.
- Lebar dari tumpukan material hasil pembongkaran.
- Pemanfaatan lahan bekas tambang
- Kapasitas produksi yang akan dicapai
Geometri jenjang terdiri dari tinggi jenjang, sudut lereng jenjang tunggal,
dan lebar dari jenjang penangkap (catch bench). Rancangan geoteknik jenjang
biasanya dinyatakan dalam bentuk parameter-parameter untuk ketiga aspek ini.
Dalam pelaksanaan penambangan, pengontrolan sudut lereng biasanya
dilakukan dengan menandai lokasi pucuk jenjang (crest) sesuai dengan desain
yang telah dibuat menggunakan bendera kecil. Lokasi lubang-lubang tembak
dapat pula menjadi pedoman. Penggalian sebaiknya dilakukan dari bagian atas
material, agar berada pada posisi kerja yang aman (untuk menghindari longsoran
saat penggalian material). Komponen dasar pada tambang terbuka adalah jenjang.
c. Kemiringan Jenjang
Pada awalnya desain pit dibuat dengan overall slope sebesar ±450 dan
kemudian dimodifikasi berdasarkan informasi geoteknik dari material yang ada
dalam pit tersebut. Menurut buku Hustrulid & Kuchta (1998) sebaiknya
kemiringan lereng kurang dari 600 pada kedalaman 65m dan kurang dari 400 pada
kedalaman 300m. lihat (Gambar 8.11).
17
(Sumber : Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998)
Gambar 8.11 Single Slope
Pada umumnya pola akses material tambang dibagi menjadi dua, yaitu
pengangkutan lapisan overburden ke lokasi penimbunanan (disposal) dan
pengangkutan Batubara ke lokasi penimbunan ( Stock ROM ) ataupun langsung ke
lokasi pengolahan (crushing plant). Akses material ini memerlukan rancangan
jalan angkut.
Rancangan jalan tambang secara umum meliputi :
1. Letak jalan keluar : Letak jalan keluar dari tambang penting diperhitungkan
untuk akses ke lokasi pembuangan overburden (disposal) atau peremuk material
18
(crushing plant). Topografi merupakan faktor penting yang akan menentukan
kemampuan truk untuk keluar dari pit ke medan yang curam/terjal.
2. Lebar jalan : Tergantung dari lebar alat angkut terbesar, biasanya 3,5 kali
lebar lebar truk. Lebar jalan harus memungkinkan lalu lintas untuk dua arah,
ruangan untuk truk yang akan menyusul, juga cukup untuk selokan penyaliran dan
tanggul pengaman.
3. Kemiringan jalan (grade) : Jalan angkut tambang umumnya dirancang
dengan kemiringan maksimum 10 % - 12 %. Hal ini akan memberikan
fleksibilitas yang lebih besar dalam pembuatannya, serta memudahkan dalam
pengaturan masuk ke jenjang tanpa menjadi terlalu terjal di beberapa tempat.
4. Jalan tambang yang panjang, kemiringan 10 % adalah kemiringan maksimum
yang ideal. Tambang-tambang kecil banyak juga yang dirancang dengan
kemiringan 10 %.
5. Rancangan spiral dan switchback : pada umumnya switchback dihindari
sebisa mungkin karena cenderung melambatkan lalu lintas, selain itu ban akan
cepat aus sehingga perawatan ban akan lebih besar. Pertimbangan lain ialah faktor
keamanan. Apabila ada ukuran tambang yang jauh lebih rendah dari elevasi
jenjang dengan lainnya di sekeliling pit, maka swicthback di daerah rendah ini
sering lebih murah di banding dengan membuat jalan angkut spiral mengelilingi
dinding pit.
19
n = Jumlah jalur.
Wt = Lebar alat angkut total (m).
Perumusan diatas hanya digunakan untuk lebar jalan dua jalur (n), nilai 0,5
artinya adalah lebar terbesar dari alat angkut yang digunakan dari ukuran aman
masing-masing kendaraan di tepi kiri-kanan jalan.
20
b. Lebar juntai atau tonjolan (overhang) alat angkut bagian depan dan belakang
pada saat membelok.
c. Jarak antara alat angkut pada saat bersimpangan
d. Jarak (space) alat angkut dengan tepi jalan
Keterangan :
W = Lebar jalan belokan
U = Jarak jejak roda kendaraan
Ad = Jarak as roda depan dengan bagian depan alat angkut (m)
Ab = Jarak as roda belakang dengan bagian belakang alat angkut (m)
α = Sudut penyimpangan ( belok roda depan )
Fa = Lebar juntai depan
21
(Sumber: Kaufman & Ault, 1977 )
Keterangan :
R : Jari-jari lintasan roda depan (meter)
Wb : Jarak antara poros roda depan dengan belakang
α : Sudut penyimpangan roda depan (◦ )
2 100.000-200.000 24
22
3 200.000-400.000 31
4 >400.000 39
(Sumber: Sulistyana, W, 2010)
23
(Sumber: Indonesianto,Y. 2015)
…………………………………………………. (8.14)
Keterangan :
e = superelevasi
v = kecepatan kendaraan (km/jam)
R = radius/ jari-jari tikungan (m)
f = koefisien gesekan melintang
Besarnya angka superelevasi untuk beberapa jari-jari tikungan dengan
berbagai variasi kecepatan alat angkut dapat bermacam-macam, untuk itu
penentuan superelevasi selain dengan menggunakan rumus juga dapat dilakukan
dengan penggunaan tabel seperti ditunjukan dalam (Tabel 8.2). Pada (Tabel 8.2)
terdapat angka superelevasi yang sama untuk kecepatan dan jari-jari yang
berbeda. Hal ini disebabkan oleh nilai koefisien gesek yang berbeda untuk
kombinasi kecepatan dan jari-jari tikungan, atau dengan kata lain dapat dikatakan
bahwa untuk melintasi tikungan dengan jari-jari tikungan dan kecepatan yang
berbeda, maka gaya sentrifugal yang dialami oleh alat angkut juga akan berbeda.
Untuk perencanaan, AASHTO menganjurkan pemakaian beberapa nilai
superelevasi yaitu 0,02, 0,04, 0,06, 0,08, 0,010 dan 0,012.
24
Jari-jari Kecepatan (mph)
50 0,04 0,04
5. Kemiringan Jalan
Kemiringan jalan angkut (grade) merupakan suatu faktor penting yang
harus diamati secara detail dalam kegiatan kajian terhadap kondisi jalan tambang.
Hal ini dikarenakan kemiringan jalan angkut berhubungan langsung dengan
kemampuan alat angkut, baik dalam pengereman maupun dalam mengatasi
tanjakan.
Kemiringan jalan angkut (lihat Gambar 8.17) biasanya dinyatakan dalam
persen (%). Kemiringan 1% berarti jalan tersebut naik atau turun 1 m pada jarak
mendatar sejauh 100 m. Kemiringan (grade) dapat dihitung dengan mengunakan
rumus sebagai berikut:
25
Grade (α) = ………..…………………………………………………………….(8.17)
Keterangan:
∆h : Beda tinggi antara dua titik yang diukur
∆x : Jarak antara dua titik yang diukur
Secara umum kemiringan jalan maksimum yang dapat dilalui dengan baik
oleh alat angkut besarnya kurang dari 10%. Namun untuk jalan naik maupun
turun pada daerah perbukitan, lebih aman menggunakan kemiringan jalan
maksimum sebesar 8%.
26
bagaimana suatu endapan bahan galian akan ditambang, dari titik masuk awal
hingga ke bentuk akhir penambangan.
Tujuan utama dari pentahapan ini adalah untuk membagi seluruh volume
yang ada dalam penambangan ke dalam unit-unit perancangan yang lebih kecil
sehingga lebih mudah ditangani. Pada akhirnya, problem perancangan tambang 3-
dimensi yang amat kompleks ini dapat disederhanakan. Selain itu, elemen waktu
dapat mulai diperhitungkan dalam rancangan ini karena urutan penambangan tiap-
tiap sequence merupakan pertimbangan penting.
Unit perencanaan ini, di tahap awal berusaha untuk mengaitkan hubungan
antara geometri penambangan dengan geometri bahan galian. Dengan
mempelajari tingkat distribusi bahan galian dan topografi, dalam banyak kasus,
maka kita akan sampai pada suatu strategi pengembangan pit secara logis dalam
jangka waktu yang relatif singkat.
Tahapan–tahapan penambangan yang dirancang secara baik akan
memberikan akses ke semua daerah kerja dan menyediakan ruang kerja untuk
operasi peralatan dan manusia. Lebar ruang kerja minimum yang digunakan pada
saat penambangan sangat penting ditentukan di awal perancangan agar alat–alat
dapat berfungsi optimum sesuai dengan rencana penambangan. Penentuan lebar
minimum ruang operasi dapat diperoleh dengan mengunakan rumus :
RCR = clearance radius dari backhoe (m)
DOR = radius operasi dari backhoe (m)
TW = lebar truk (m)
27
b. Ukuran dan jenis alat yang digunakan sehingga lebar minimum jenjang
operasi dapat ditentukan.
c. Dimensi jalan masuk, ruang kerja dan sudut lereng akhir.
d. Penentuan batas penambangan.
e. Merancang tahapan penambangan secara detail dengan melibatkan jalan
angkut dan dimensi lereng tunggal dengan memperhatikan tonase cadangan
dan overburden pada selang kedalaman tertentu.
28
c. Setiap alat tidak pernah rusak.
Namun dalam kenyataannya hal-hal tersebut tidaklah mungkin diterapkan,
dikarenakan kondisi dari alat itu sendiri (mechanical condition), kondisi medan
kerja (operating condition) serta faktor manusianya sendiri. Meskipun demikian
efektifitas penggunaan alat dapat diusahakan semaksimal mungkin dengan cara:
a. Memperkerjakan alat dengan jumlah seminimal mungkin pada kapasitas
kerja semaksimal mungkin.
b. Memperkerjakan alat sepanjang waktu atau hari kerjanya selama alat
tersebut tidak rusak yaitu dengan menghilangkan waktu hambatan atau
menganggur (idle time).
Selama proses penjadwalan, evaluasi pada beberapa hal sering dilakukan
antara lain yaitu tingkat produksi Batubara dan jadwal pengupasan overburden.
Hal ini untuk mengetahui ketercapaian target produksi yang telah ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Hustrulid,W & Kuchta,M., 1998, Open Pit Mine Planning & Design.
29
Prodjosumarto, P., 1989, Pemindahan Tanah Mekanis, Jurusan Teknik
Pertambangan Institut Teknologi Bandung.
………….., 2013, Open Pit Mine Planning & Design,3rd edition
30