Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sel normal merupakan mikrokosmos yang berdenyut tanpa henti, secara
tetap mengubah stuktur dan fungsinya untuk memberi reaksi terhadap
tantangan dan tekanan yang selalu berubah. Bila tekanan atau rangsangan
terlalu berat, struktur dan fungsi sel cenderung bertahan dalam jangkauan
yang relatif rendah.
Penyesuaian sel mencapai perubahan yang menetap, mempertahankan
kesehatan sel meskipun tekanan berlanjut. Tetapi bila batas kemampuan
adaptasi tersebut melampaui batas maka akan terjadi jejas sel atau cedera sel
bahkan kematian sel. Dalam bereaksi terhadap tekanan yang berat maka sel
akan menyesuaikan diri, kemudian terjadi jejas sel atau cedera sel yang akan
dapat pulih kembali dan jika tidak dapat pulih kembali sel tersebut akan
mengalami kematian sel. Dalam makalah ini akan membahas tentang
mekanisme jejas dan kematian sel.
1.2 Rumusan masalah
Penulis telah menyusun beberapa masalah yang akan dibahas dalam
makalah ini sebagai batasan dalam pembahasan bab ini. Beberapa masalah
tersebut antaralain :
1. Apa pengertian jejas/injuri sel?
2. Apa penyebab jejas/injuri sel?
3. Bagaimana mekanisme terjadinya jejas sel?
4. Bagaimana proses kematian sel?
5. Apa akibat kematian sel?

1.3 Tujuan penulisan


Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dalam penulisan makalah
ini sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengertian jejas/injuri sel
2. Untuk mengetahui penyebab jejas/injuri sel
3. Untuk mengetahui dan memahami mekanisme terjadinya jejas sel
4. Untuk mengetahui dan memahami proses kematian sel
5. Untuk mengetahui akibat kematian sel

1|Jejas Sel
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Jejas sel


2.1.1 Pengertian Jejas Sel
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu lama
atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada sel
tersebut dan besar serta jenis cedera. Apabila suatu sel mengalami cedera,
maka sel tersebut dapat mengalami perubahan dalam ukuran, bentuk, sintesis
protein, susunan genetik, dan sifat transportasinya.
Berdasarkan tingkat kerusakannya, cedera atau jejas sel dikelompokkan
menjadi 2 kategori utama yaitu jejas reversible (degenerasi sel) dan jejas
irreversible (kematian sel). Jejas reversible adalah suatu keadaan ketika sel
dapat kembali ke fungsi dan morfologi semula jika rangsangan perusak
ditiadakan. Sedangkan jejas irreversible adalah suatu keadaan saat kerusakan
berlangsung secara terus-menerus, sehingga sel tidak dapat kembali ke keadaan
semula dan sel itu akan mati. Cedera menyebabkan hilangnya pengaturan
volume pada bagian-bagian sel.

2.1.2 Penyebab Jejas Sel


Penyebab terjadinya jejas sel (cedera sel) :
1. Hipoksia (pengurangan oksigen) terjadi sebagai akibat dari :
a. Iskemia (kehilangan pasokan darah)
Dapat terjadi bila aliran arteri atau aliran vena dihalangi oleh penyakit
vaskuler atau bekuan didalam lumen.
b. Oksigenisasi tidak mencukupi karena kegagalan kardiorespirasi.
Misalnya pneumonia.
c. Hilangnya kapasitas pembawa oksigen darah misalnya anemia,
keracunan karbon monooksida.
Tergantung pada derajat keparahan hipoksi, sel-sel dapat menyesuaikan,
terkena jejas atau mati. Sebagai contoh, bila arteri femoralis menyempit, sel-sel
otot skelet tungkai akan mengisut ukurannya (atrofi). Penyusutan massa sel ini
mencapai keseimbangan antara kebutuhan metabolik dan perbekalan oksigen
yang tersedia. Hipoksi yang lebih berat tentunya akan menyebabkan jejas atau
kematian sel.
2. Faktor fisik
a. Trauma
Trauma mekanik dapat menyebabkan sedikit pergeseran tapi nyata,
pada organisasi organel intrasel atau pada keadaa lain yang ekstrem,
dapat merusak sel secara keseluruhan.

2|Jejas Sel
b. Suhu rendah
Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan
perbekalan darah untuk sel. Jejas pada pengaturan vasomotor dapat
disertai vasodilatasi, bendungan aliran darah dan kadang-kadang
pembekuan intravaskular. Bila suhu menjadi cukup rendah aliran intrasel
akan mengalami kristalisasi.
c. Suhu tinggi
Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh
sebelum titik bakar ini dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas
dengan akibat hipermetabolisme. Hipermetabolisme menyebabkan
penimbunan asam metabolit yang merendahkan pH sel sehingga
mencapai tingkat bahaya.
d. Radiasi
Kontak dengan radiasi secara fantastis dapat menyebabkan jejas, baik
akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel
maupun karena ionisasi air sel yang menghasilkan radikal “panas” bebas
yang secara sekunder bereaksi dengan komponen intrasel. Tenaga radiasi
juga menyebabkan berbagai mutasi yang dapat menjejas atau membunuh
sel.
e. Tenaga listrik
Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh
karena itu dapat menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur
konduksi saraf dan berakibat kematian karena aritmi jantung.

3. Bahan kimia dan obat-obatan


Banyak bahan kimia dan obat-obatan yang berdampak terjadinya
perubahan pada beberapa fungsi vital sel, seperti permeabilitas selaput,
homeostasis osmosa atau keutuhan enzim dan kofaktor. Masing-masing
agen biasanya memiliki sasaran khusus dalam tubuh, mengenai beberapa sel
dan tidak menyerang sel lainnya. Misalnya barbiturat menyebabkan
perubahan pada sel hati, karena sel-sel ini yang terlibat dalam degradasi
obat tersebut. Atau bila merkuri klorida tertelan, diserap dari lambung dan
dikeluarkan melalui ginjal dan usus besar. Jadi dapat menimbulkan dampak
utama pada alat-alat tubuh ini. Bahan kimia dan obat-obatan lain yang dapat
menyebabkan jejas sel.

4. Mikroorganisme
Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus,
ricketsia, bakteri, jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini
menginfeksi manusia melalui akses langsung misalnya inhalasi, sedangkan

3|Jejas Sel
yang lain menginfeksi melalui transmisi oleh vektor perantara, misalnya
melalui sengatan atau gigitan serangga. Sel tubuh dapat mengalami
kerusakan secara langsung oleh mikroorganisme, melalui toksis yang
dikeluarkannya, atau secara tidak langsung akibat reaksi imun dan
perandangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme.
5. Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen
6. Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suat
enzim kelangsungan.
7. Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain :
a. Defisiensi protein-kalori
b. Avitaminosis
c. Aterosklerosis dan obesitas

2.1.3 Mekanisme terjadinya jejas sel


Ada banyak cara yang berbeda yang menyebabkan jejas sel. Selain itu,
mekanisme biokimia yang berkaitan dengan jejas dan menghasilkan
manifestasi pada sel dan jaringan sangatlah kompleks dan berkaitan erat
dengan intracellular pathway. Meskipun demikian beberapa prinsip umum
yang relevan untuk membentuk jejas sel adalah :
1. Resposn sel terhadap jejas dapat berbeda
Bergantung pada tipe jejas, waktu lamanya jejas dan keparahannya. Jadi,
racun yang sedikit atau durasi yang cepat dari ischemia bisa menyebabkan
jejas sel reversible, sedangkan racun yang banyak atau ischemi yang lebih
panjang bisa menyebabkan jejas sel irreversible dan kematian sel.
2. Akibat suatu jejas bergantung pada tipe status
Kemampuan adaptasi dan susunan genetik sel. Misalnya: jejas yang sama
berdampak sangat berbeda, bergantung tipe sel, sel otot polos beda dengan
sel otot kerangka atau sel otot jantung.
3. Sistem intraseluler
a. Keutuhan sel membran
Sangat penting untuk homeostasis selular ionic dan osmotic; (2)
pembentukan adenosine triphosphate (ATP). secara besar melalui
respirasi aerobik di mitokondria.
b. Pembentukan adenosine trifosfat (ATP)

4|Jejas Sel
Berkurangnya sintesis ATP adalah frekuensi yang diikuti oleh
hipoksik (kekurangan O2) dan jejas kimia (racun). ATP diproduksi
dengan cara phosphorilasi oksidative yang merubah ADP menjadi ATP
dari hasil reaksi reduksi O2 dengan transfer electron di mitokondria. Atau
dengan glycolytic pathway dimana produksi ATP tanpa menggunakan
O2 dengan menghidrolisis glikogen ataupun glukosa darah.

 Aktivitas membrane plasma ATP-driven “pompa natrium” menurun,


dengan akumulasi natrium di intraselular dan difusi kalium keluar sel.
Meningkatnya zat terlalur sodium diikuti isosmotik air, menghasilkan
pembengkakan sel akut. Pada nantinya hal ini akan meningkatkan
pemenuhan osmotic dari akumulasi dari hasil metabolism lain, seperti
inorganic phosphate, asam laktat, dan nukleotida purine.
 Glikolisis anaerob meningkat karena penurunan ATP dan diikuti
meningkatnya adenosine monophosphat (AMP) yang menstimulasi

5|Jejas Sel
enzim phosphofructokinase. Jalur ini meningkatkan asam laktat yang
menurunkan ph intraselular.
 Penurunan ph intraselular dan level ATP menyebabkan ribosom lepas
dari reticulum endoplasma kasar dan polysome berpisah menjadi
monosome, dengan menghasilkan reduksi dari sintesis protein.
c. Sintesis protein
d. Keutuhan perlengkapan genetik
4. Komponen struktural dan biokimia
Suatu sel saling berhubungan yang menghiraukan permulaan tempat
terjadinya jejas, efek kedua yang berlipat secara cepat terjadi. Sebagai
contoh, keracunan respirasi aerobic oleh sianida menghasilkan gangguan
aktivitas Na-K ATPase yang penting untuk mempertahankan keseimbangan
osmotic intraselular, sebagai akibatnya sel dapat dengan cepat membengkak
dan pecah.
5. Fungsi sel dan perubahan morfologi jejas sel

Fungsi sel telah hilang jauh sebelum kematian sel terjadi, dan
perubahan morfologi dari jejas sel (atau kematian sel) tertinggal jauh
dibelakang keduanya.

Perubahan morfologi jejas sel, yang terdapat pada membrane plasma


tampak pertama-tama pada jejas sel, mencerminkan gangguan pengaturan

6|Jejas Sel
ion dan volume yang disebabkan oleh kehilangan ATP. Hal ini terdiri atas
pembengkakan sel, pembentukan gelembung sitoplasma, penumpukan dan
distorsi jonjot mikro, pembentukan gambaran myelin dan gangguan serta
kehilangan pelekatan intersel. Perubahan ini dapat terjadi cepat dan
reversible. Pada tahap lanjut jejas irreversible robekan tampak pada selaput
yang membungkus sel dan membrane organel.

Perubahan mitokondria terjadi sangat cepat setelah jejas iskemi tetapi


terjadi lambut pada beberapa jejas kimia. Segera setelah iskemi,
mitokondria tampak menjadi padat. Tetapi segera diikuti oleh
pembengkakan mitokondria karena pergeseran ion yang terjadi pada
bagian-bagian dalamnya, kepadatan amorf yang khas tampak menjelang
30 menit setelah iskemi miokardium yang berhubungan dengan awal
keadaan irreversible. Kepadatan ini terdiri dari lemak dan kompleks lipid-
protein, tetapi dengan reperfusi dan pada jejas kimia tampak granulose
padat kaya kalsium. Pada jejas irreversible terjadi pembengkakan
mitokondria dan akhirnya terjadi robekan ke luar selaput mitokondria,
disusul perkapuran.

Peleburan etikulum endoplasma terjadi segera setelah jejas, mungkin


karena perubahan gerakan ion dan air. Hal ini diikuti oleh pelepasan
ribosom dan pecahnya polisom disertai pengurangan sintesis protein.
Reaksi-reaksi ini juga reversible tetapi pada jejas yang berlanjut terjadi
fragmentasi progresif reticulum endoplasma da pembentukan gambaran
myelin.

6. Hilangnya homeostatis kalsium


Ion kalsium merupakan mediator penting dalam sel injury, kalsium
dalam sitosol memiliki konsentrasi yang amat rendah (<0,1 µmol) yang
sebagian besar tersimpan di dalam mitokondria dan reticulum endoplasma.
Sedangkan konsentrasi kalsium di ekstraselular sangatlah besar (> 1,3
mmol).

7|Jejas Sel
Ischemi dan beberapa toksik menyebabkan influx kalsium melewati
membrane plasma dan dikeluarkannya kalsium dari mitokondria dan
reticulum endoplasma yang menyebabkan kalsium intraselular sangat tinggi
dari keadaan normal. Meningkatnya konsentrasi kalsium intraselular ini
berakibat dalam aktivasi enzim yang potensial berefek buruk pada sel.
Enzim-enzim itu diantaranya ATP ase (mempercepat kehabisan ATP),
phospholipase (kerusakan membrane plasma), protease (memecah
membrane dan protein sitoskeleton), endonuclease (fragmentasi DNA dan
kromatin). Dan seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa peningkatan
kalsium sitosol pula dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas
membrane mitokondria dan menginisiasi apoptosis.

7. Defek pada permeabilitas membran plasma


Membran plasma langsung dirusak oleh toksin bakteri tertentu atau
misalnya akumulasi oksigen radikal bebas.
Reactive oxygen species merupakan oksigen yang terbentuk dari hasil
reduksi pada respirasi di mitokondria yang merupakan radikal bebas, yang
mana dapat merusak lipid, protein, asam nukleat dengan cara merikatan

8|Jejas Sel
dengan salah satu molekul diatas yang menyebabkan disfungsi dalam salah
satu komponen tenting selular. Kondisi yang terjadi bersamaan dengan
keadaan patologi, dimana terjadi ketidakseimbangan antara free-radical
generating dan defense system disebut oxidative stress. Hal ini dikarenakan
oleh :
1. Penyerapan energy radiasi (contoh ultraviolet, sinar x)
2. Metabolism enzymatic dari exogenous chemical atau obat-obatan.
3. Reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi selama proses metabolisme normal
4. Transisi metal.
5. Nitric oxide (NO)

8. Kerusakan mitokondria

Mitokondria dapat rusak oleh karena meningkatnya kalsium sitosolik,


oksidative stress, dan lipid peroxidasi. Kerusakan mitokondria sering
dihasilkan dalam pembentukan high-conductance chanel, yang juga disebut
mitochondrial permeability transition (MPT) di inner membran. Kerusakan
mitokondria sering pula diikuti oleh kebocoran sitokrom c ke dalam sitosol.
Yang mana sitosol ini penting dalam transport electron dan inisiasi
apoptosis sel.

9|Jejas Sel
2.2 Proses Kematian Sel

Proses kematian sel merupakan sebagai akibat dari adanya kerusakan


selakut atau trauma. kematian sel tersebut terjadi secara tidak terkontrol yang
dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya respon peradangan dan sangat
berpotensi menyebabkan masalah kesehatan yang serius.
Akibat jejas yang paling ekstrim adalah kematian sel (cellular death).
Kematian sel dapat mengenai seluruh tubuh (somatic death) atau kematian
umum dan dapat pula setempat, terbatas mengenai suatu daerah jaringan
teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja. Terdapat dua jenis utama
kematian sel, yaitu apotosis dan nekrosis.

2.3.1 Apoptosis
1. Pengertian apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell
death), adalah suatu komponen yang normal terjadi dalam perkembangan
sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel
yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan selama
apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu
regulasi yang teratur.
Informasi genetik pemicu apoptosis aktif setelah sel menjalani masa
hidup tertentu, menyebabkan perubahan secara morfologis termasuk
perubahan pada inti sel. Kemudian sel akan terfragmentasi menjadi badan
apoptosis, selanjutnya fragmen tersebut diabsorpsi sehingga sel yang mati
menghilang.

2. Penyebab Apoptosis
Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus
berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan
apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan
sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi.
Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang
akhirnya yang mengakibatkan kematian virus dan sel penjamu (host). Hal
ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk
melawan infeksi virus. Virus tertentu (misalnya;Virus EpsteinBarr yang
bertanggung jawab terhadap monunukleosis) pada gilirannya
menghasilkan protein khusus yang menginaktifkan respons apoptosis.
Defisiensi apoptosis telah berpengaruh pada perkembangan kanker dan
penyakit neuro degeneratif dengan penyebab yang tidak diketahui,
termasuk penyakit Alzheimer dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit
Lou Gehrig). Apoptosis yang dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan

10 | J e j a s S e l
sel B) sangat penting dalam menimbulkan dan mempertahankan toleransi
diri imun (Elizabeth J. Corwin, 2009).

3. Mekanisme apoptosis
Apoptosis ditimbulkan lewat serangkaian kejadian molekuler yang
berawal dengan berbagai cara yang berbeda tapi pada akhirnya berpuncak
pada aktivasi enzim kaspase. Mekanisme apoptosis secara filogenetik
dilestarikan; bahkan pemahaman dasar kita tentang apoptosis sebagian
besar berasal dari eksperimen cacing nematoda Caenorhabditis elegans;
pertumbuhan cacing ini berlangsung melalui pola pertumbuhan sel yang
sangat mudah direproduksi, diikuti oleh kematian sel. Penelitian terhadap
cacing mutan menemukan adanya gen spesifik (dinamakan
gen ced singkatan dari C. elegans death; gen ini memiliki homolog pada
manusia) yang menginisiasi atau menghambat apoptosis.
Proses apoptosis terdiri dari fase inisiasi (kaspase menjadi aktif)
dan fase eksekusi, ketika enzim mengakibatkan kematian sel. Inisiasi
apoptosis terjadi melalui dua jalur yang berbeda tetapi nantinya akan
menyatu (konvergen), yaitu: jalur ekstrinsik atau, yang dimulai dari
reseptor, dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria (Mitchell; Kumar;
Abbas & Fausto, 2008).

2.2.2 Nekrosis
1. Pengertian nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan sel akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu
yang ekstrem, dan cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi
secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya
respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan
yang serius.
Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi
kapasitas adaptif sel akan menyebabkan kematian sel dimana sel tidak
mampu lagi mengkompensasi tuntutan perubahan. Sekelompok sel yang
mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-enzim lisis yang
melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan
membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi
perubahan-perubahan secara morfologis.
Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis.
Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui
mekanisme kematian sel yang sudah terprogram dimana setelah mencapai
masa hidup tertentu maka sel akan mati.

11 | J e j a s S e l
2. Macam-macam nekrosis
1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan
oleh hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik
juga dihambat sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis
minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih dipertahankan,
terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah.
Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang
hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah
beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir,
berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat
dilihat (Pringgoutomo, 2002).
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan
keadaan sel yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap
sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

2. Nekrosis likuefaktif (colliquativa)


Perlunakan jaringan nekrotik disertai pencairan. Pencairan jaringan
terjadi akibat kerja enzim hidrolitik yang dilepas oleh sel mati, seperti
pada infark otak, atau akibat kerja lisosom dari sel radang seperti pada
abses (Sarjadi, 2003).

3. Nekrosis kaseosa (sentral)


Bentuk campuran dari nekrosis koagulatif dan likuefaktif, yang
makroskopik teraba lunak kenyal seperti keju, maka dari itu disebut
nekrosis perkejuan. Infeksi bakteri tuberkulosis dapat menimbulkan
nekrosis jenis ini (Sarjadi, 2003). Gambaran makroskopis putih, seperti
keju didaerah nekrotik sentral. Gambaran makroskopis, jaringan nekrotik
tersusun atas debris granular amorf, tanpa struktur terlingkupi dalam
cincin inflamasi granulomatosa, arsitektur jaringan seluruhnya
terobliterasi (tertutup) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

4. Nekrosis lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis lemak traumatik
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak
mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik

12 | J e j a s S e l
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang
mengenai sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding
rongga abdomen. Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic dan
proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas yang
rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim pankreatik mencairkan
membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang
terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan bercampur
dengan kalsium yang menghasilkan area putih seperti kapur
(mikroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

5. Nekrosis fibrinoid
Disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah imun. Hal ini ditandai
dengan adanya pengendapan fibrin bahan protein seperti dinding arteri
yang tampak kotor dan eosinofilik pada pada mikroskop cahaya.
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan
glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah
sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana.
Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan
(Sarjadi, 2003).

3. Penyebab nekrosis
1. Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan
makanan untuk suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak,
yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan pembuluh darah.
Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus.
Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi
apabila daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi
kolateral. Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-jaringan yang
bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan yang sangat rentan terhadap
anoxia ialah otak.

2. Agens biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri - bakteri
yang virulen, baik endo maupun eksotoksin.

13 | J e j a s S e l
3. Agens kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan
juga merupakan juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium
dan glukose, tapi kalau konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan
nekrosis akibat gangguan keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat
tertentu dalam konsentrasi yang rendah sudah dapat merupakan racun
dan mematikan sel, sedang yang lain baru menimbulkan kerusakan
jaringan bila konsentrasinya tinggi.

4. Agens fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin,
tenaga listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat
terjadi karena timbul kerusakan potoplasma akibat ionisasi atau tenaga
fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia potoplasma dan inti.

5. Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara di dapat
(acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang
bersensitif terhadap obat-obatan sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel
tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan sulfa. Juga dapat timbul
nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi dikenal
reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.

4. Mekanisme nekrosis

Nekrosis merupakan kematian sel akibat cedera (jejas) yang


bersifat irreversible. Ketika sel mengalami gangguan, maka sel akan
berusaha beradaptasi dengan jalan hipertrofi, hiperplasia, atrofi, dan
metaplasia supaya dapat mengembalikan keseimbangan tubuh. Namun,
ketika sel tidak mampu untuk beradaptasi sel tersebut akan mengalami
jejas atau cedera. Jejas tersebut dapat kembali dalam keadaan normal,
apabila penyebab jejas hilang (reversible). Tetapi ketika jejas tersebut
berlangsung secara kontinu, maka akan terjadi jejas yang
bersifat irreversible (tidak bisa kembali normal) dan selanjutnya akan
terjadi kematian sel (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).

Mekanisme cedera secara biokimia adalah sebagai berikut (Kumar;


Cotran & Robbins, 2007):
1. Deplesi ATP
ATP penting bagi setiap proses yang terjadi dalam sel, seperti
mempertahankan osmolaritas seluler, proses transport, sintesis protein, dan

14 | J e j a s S e l
jalur metabolik dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan
segera jalur homeostasis.

2. Deprivasi oksigen
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.

3. Hilangnya homeostasis kalsium


Kalsium bebas sitosol normalnya dipertahankan oleh transpor kalsium
yang bergantung pada ATP. Iskemia atau toksin menyebabkan masuknya
kalsium ekstrasel diikuti pelepasan kalsium dari deposit intrasel.
Peningkatan kalsium sitosol akan menginaktivasi fosfolipase (pencetus
kerusakan membran), protease (katabolisator protein membran dan
struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease
(pemecah materi genetik).

4. Defek permeabilitas membran plasma


Membran plasma dpat langsung dirusak oleh toksin bakteri, virus,
komponen komplemen, limfosit sitolitik, agen fisik maupun kimiawi.
Perubahan permeabilitas membran dapat juga disebabkan oleh hilangnya
sintesis ATP atau aktivasi fosfolipase yang dimediasi kalsium.

5. Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk
pemecahan lipid menyebabkan pembentukan saluran membran
mitokondria interna dengan kemampuan konduksi yang tinggi. Pori
nonselektif ini memungkinkan gradien proton melintasi membran
mitokondria sehingga mencegah pembentukan ATP.

2.3 Akibat Kematian Sel


2.3.1 Gangren
1. Pengertian gangren
Gangren adalah kondisi yang mengancam jiwa yang serius dan
berpotensi cukup besar ketika massa jaringan tubuh mati (nekrosis). Hal
ini dapat terjadi setelah cedera atau infeksi atau pada orang yang menderita
masalah kesehatan kronis yang mempengaruhi sirkulasidarah.penyebab
utama gangren berkurangnya suplai darah ke jaringan yang terjangkit
gangren, sehingga menyebabkan kematian sel serta diabetes dan merokok
dalam jangka panjang juga dapat meningkatkan resikomenderita gangren.

15 | J e j a s S e l
Terhambatnya sirkulasi darah merupakan penyebab utama pada
gangrene. Aliran darah tidak hanya membawa nutrisi dan oksigen Jika
darah tidak mengalir dengan lancar dan bebas ke seluruh tubuh, sel-sel kita
akan mati. Ditambah dengan infeksi di area tersebut yang tidak ditangani,
jaringan sekitarnya akan ikut mati, mengakibatkan gangrene.

Kondisi tersebut mungkin dipicu oleh berbagai faktor. Beberapa di


antaranya meliputi:
1. Cedera parah dan luka operasi.
2. Infeksi.
3. Diabetes. Kadar gula yang tinggi dapat merusak saraf dan pembuluh
darah.
4. Gangguan pada pembuluh darah, seperti Peripheral Artery
Disease/PAD (penumpukan lemak dalam arteri menghalangi suplai
darah ke otot kaki), atau aterosklerosis (penyempitan arteri dan
penyumbatan tumpukan lemak dalam arteri).
5. Obesitas. Di samping gangrene, obesitas juga dapat meningkatkan
berbagai risiko penyakit lain.
6. Merokok.
7. Fenomena Raynaud, yaitu kondisi di mana pembuluh darah yang
memasok darah ke kulit (terutama, pada jari kaki atau jari tangan)
memiliki reaksi abnormal terhadap suhu dingin.

16 | J e j a s S e l
8. Sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya pada pengidap HIV),
kekurangan gizi, kecanduan minuman keras kronis, penggunaan obat-
obatan terlarang, serta kemoterapi. Pada kelompok orang-orang
tersebut, infeksi ringan pun bisa berubah serius dan memicu gangrene.

2. Jenis – jenis gangrene


Gangrene terbagi dalam beberapa kategori berdasarkan penyebabnya. 4
Kategori utama gangrene adalah sebagai berikut.
1. Gangrene kering yang terjadi karena terhambatnya aliran darah ke
bagian tubuh tertentu.
2. Gangrene basah yang dipicu oleh cedera dan infeksi bakteri.
3. Gangrene gas yang menyerang jaringan otot. Bakteri penyebabnya
akan melepaskan gas, sehingga kulit lama-kelamaan akan membentuk
gelembung udara, seperti melepuh.
4. Gangrene internal akibat terhambatnya aliran darah ke organ-organ
dalam tubuh.

3. Gejala gangrene
Gangrene memiliki lingkup gejala yang luas, tergantung dari
penyebabnya. Secara umum, gejala-gejala gangrene dapat meliputi:
1. Awalnya tampak tanda infeksi merah dan bengkak.
2. Pada gangrene internal, bagian yang terserang terasa sangat sakit atau
kebas (kehilangan sensasi sentuhan sama sekali).
3. Muncul luka atau lepuhan yang berdarah atau disertai nanah yang
berbau busuk.
4. Kulit pada area yang terkena tampak keriput dan kering, serta berbatas
jelas dengan area kulit yang sehat.
5. Perubahan warna kulit, misalnya pucat, merah, ungu, atau bahkan
hitam.
6. Demam.
Gangrene termasuk kondisi serius yang membutuhkan penanganan
darurat. Segera ke rumah sakit jika Anda mengalami gejala-gejala di
atas. Pengidap gangrene juga berpotensi tinggi untuk mengalami syok
sepsis akibat masuknya bakteri ke aliran darah. Kondisi ini akan
memicu tekanan darah yang turun secara drastis dan mengancam jiwa.

17 | J e j a s S e l
2.3.2 Buerger
1. Pengertian buerger
Penyakit Buerger atau tromboangitis obliterans merupakan
penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran
kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer pada
ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan
vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat
dalam (Malecki et all, 2009).

Penyakit Tromboangitis Obliterans merupakan kelainan yang


mengawali terjadinya obstruksi pada pembuluh darah tangan dan kaki.
Pembuluh darah akan mengalami kontriksi dan obstruksi sebagian yang
dikarenakan oleh inflamasi dan bekuan sehingga mengurangi aliran darah
ke jaringan.
2. Epidemiologi
Hampir 100% kasus penyakit Buerger menyerang perokok pada
usia dewasa muda. Penyakit ini banyak didapatkan di Korea, Jepang,
Indonesia, India, dan Negara lain di Asia Selatan, Asia Tenggara, dan Asia
Timur.
Prevalensi penyakit Buerger di Amerika Serikat telah menurun
selama separuh dekade terakhir, hal ini tentunya disebabkan oleh karen
penurunan jumlah perokok dan juga dikarenakan kriteria diagnosis yang
lebih baik.

18 | J e j a s S e l
Kematian oleh karena penyakit Buerger jarang ditemukan, namun
pada penderita penyakit Buerger yang masih terus merokok, 43%
penderita harus melakukan satu atau lebih amputasi pada 6-7 tahun
kemudian. Data terbaru, pada bulan Desember tahun 2004 yang
dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002 kematian dilaporkan di
Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian, bulan, ras, dan jenis
kelamin (International Classification of Disease, Tenth Revision, 1992),
telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungan dengan Tromboangitis
Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 dan etnis
putih dan hitam 8:1 (Salimi et all, 2008).

3. Etiologi
Penyebab penyakit Buerger tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada
faktor familial serta tidak berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus.
Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai
merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah. Penghentian
kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu
hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal.
Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam
mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan
penyakit autoimun lainnya, penyakit Buerger dapat memiliki sebuah
predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian
besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adakah suatu enderitis
yang dimediasi sistem imun (Medscape, 2010).

4. Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit Buerger terutama disebabkan oleh


iskemia. Gejala yang paling sering dan utama adalah nyeri.
Pengelompokkan Fontaine tidak dapat digunakan karena nyeri terjadi
justru saat istirahat. Nyeri bertambah saat malam hari dan dalam keadaan

19 | J e j a s S e l
dingin, dan berkurang bilang ekstremitas pada keadaan tergantung.
Serangan nyeri dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan
gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lanjut, ketika ada gangren
maka nyeri semakin hebat dan menetap.

Manifestasi awal adalah adanya kaudikasi (nyeri pada saat


berjalan) lengkung kaki yang patognomonik untuk penyakit Buerger.
Klaudikasi kaki merupakan gambaran dari adanya oklusi arteri distal yang
mengenai arteri plantaris atau tibialis. Nyeri pada saat istirahat timbul
progresif dan tidak hanya mengenai jari kaki tetapi juga jari tangan, jari
yang terkena memperlihatkan tanda sianosis atau rubor. Sering terjadi
radang lipatan kuku dan dapat berakibat paronikia. Infark kulit kecil bisa
timbul, terutama phalang distal yang dapat berlanjut menjadi gangren atau
ulserasi kronis yang nyeri.

Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan tebal
pada tungkai dan fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas
distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi berwarna putih jika terkena suhu
dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit
Buerger. Pada daerah yang terkena sering terjadi nyeri.

Perubahan warna kulit seperti pada penyakit sumbatan arteri kronik


lainnya kurang nyata. Pada mulanya kulit hanya tampak memucat ringan
terutama di ujung jari. Pada fase lebih lanjut tampak vasokontriksi yang
ditandai dengan campuran pucat, sianosis, dan kemerahan bila mendapat
rangsangan dingin. Berbeda dengan penyakit Raynaud, serangan iskemia
disini biasanya unilateral. Pada perabaan, kulit sering terasa dingin. Selain
itu, pulsasi arteri yang rendah atau hilang merupakan tanda fisik yang
penting.

20 | J e j a s S e l
Gambar Manifestasi Klinis Penyakit Buerger

Tromboplebitis migran superfisialis dapat terjadi beberapa bulan


atau tahun sebelum tampak gejala sumbatan penyakit Buerger. Fase akut
menunjukkan kulit kemerahan, sedikit nyeri, dan vena teraba sebagai
saluran yang mengeras sepanjang beberapa tempat pada ekstremitas
tersebut dan berlangsung selama beberapa minggu. Setelah itu tampak
bekas yang berbenjol-benjol. Tanda ini tidak terjadi pada penyakit arteri
oklusif, maka gejala tersebut hampir patognomonik untuk tromboangitis
obliterans.

Gejala klinik tromboangitis obliterans sebenarnya cukup beragam.


Ulkus dan gangern terjadi pada fase lanjut dan sering didahului dengan
edema dan dicetuskan oleh trauma. Daerah iskemia ini sering berbatas
tegas yaitu pada ujung jari kaki sebatas kuku. Batas ini akan mengabur bila
ada infeksi sekunder mulai dari kemerahan sampai dengan tanda selulitis.

Gambar Ujung jari penderita penyakit Buerger

21 | J e j a s S e l
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat.
Penyakit berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertembah
falang demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana
yang akan terserang tidak dapat diprediksi. Morbus Buerger ini mungkin
menyerang satu kaki atau tangan dan mungkin keduanya. Penderita
biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya sering terganggu
karena nyeri yang mendadak timbul saat malam hari (Medscape, 2010).

22 | J e j a s S e l
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu
lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada
sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Akibat jejas yang paling ekstrim
adalah kematian sel (cellular death). Kematian sel dapat mengenai seluruh
tubuh (somatic death) atau kematian umum dan dapat pula setempat, terbatas
mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja.
Dan dari kematian sel tersebut dapat mengakibatkan suatu kondisi diantara
nya gangren dan buerger.

3.2 Saran
Telah dijelaskan pada makalah ini mengenai jejas sel dan kematian sel,
pada pembahasan kematian sel, kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan selakut atau trauma, di mana kematian sel tersebut terjadi secara
tidak terkontrol. Maka kita harus mempraktekkan gaya hidup sehat, dengan
makan makanan yang sehat dan melakukan aktivitas yang teratur sebelum
mendapatkan hal yang tidak diinginkan.

23 | J e j a s S e l
DAFTAR PUSTAKA

Corwin, Elizabeth J. 2009. Patofisiologi: Buku Saku. Edisi 3. Jakarta: EGC.


Kumar, Vinay; Ramzi S. Cotran; Stanley L Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins, Ed.7, Vol.1. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Robbins & Cotran., 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit (ed.7). Mitchell,
R.N., Kumar,V., Abbas, A.K., Fausto, N (editor). Jakarta: EGC.
Sarjadi. 2003. Patologi Umum. Semarang: Badan Penerbit Universitas
Diponegoro.

24 | J e j a s S e l

Anda mungkin juga menyukai