PENDAHULUAN
1|Jejas Sel
BAB II
PEMBAHASAN
2|Jejas Sel
b. Suhu rendah
Suhu rendah mengakibatkan vasokontriksi dan mengacaukan
perbekalan darah untuk sel. Jejas pada pengaturan vasomotor dapat
disertai vasodilatasi, bendungan aliran darah dan kadang-kadang
pembekuan intravaskular. Bila suhu menjadi cukup rendah aliran intrasel
akan mengalami kristalisasi.
c. Suhu tinggi
Suhu tinggi yag merusak dapat membakar jaringan, tetapi jauh
sebelum titik bakar ini dicapai, suhu yang meningkat berakibat jejas
dengan akibat hipermetabolisme. Hipermetabolisme menyebabkan
penimbunan asam metabolit yang merendahkan pH sel sehingga
mencapai tingkat bahaya.
d. Radiasi
Kontak dengan radiasi secara fantastis dapat menyebabkan jejas, baik
akibat ionisasi langsung senyawa kimia yang dikandung dalam sel
maupun karena ionisasi air sel yang menghasilkan radikal “panas” bebas
yang secara sekunder bereaksi dengan komponen intrasel. Tenaga radiasi
juga menyebabkan berbagai mutasi yang dapat menjejas atau membunuh
sel.
e. Tenaga listrik
Tenaga listrik memancarkan panas bila melewati tubuh dan oleh
karena itu dapat menyebabkan luka bakar dan dapat mengganggu jalur
konduksi saraf dan berakibat kematian karena aritmi jantung.
4. Mikroorganisme
Mikroorganisme yang menginfeksi manusia mencakup berbagai virus,
ricketsia, bakteri, jamur dan parasit. Sebagian dari organisme ini
menginfeksi manusia melalui akses langsung misalnya inhalasi, sedangkan
3|Jejas Sel
yang lain menginfeksi melalui transmisi oleh vektor perantara, misalnya
melalui sengatan atau gigitan serangga. Sel tubuh dapat mengalami
kerusakan secara langsung oleh mikroorganisme, melalui toksis yang
dikeluarkannya, atau secara tidak langsung akibat reaksi imun dan
perandangan yang muncul sebagai respon terhadap mikroorganisme.
5. Reaksi imunologik, antigen penyulut dapat eksogen maupun endogen
6. Kekacauan genetik misalnya mutasi dapat menyebabkan mengurangi suat
enzim kelangsungan.
7. Ketidakseimbangan nutrisi, antara lain :
a. Defisiensi protein-kalori
b. Avitaminosis
c. Aterosklerosis dan obesitas
4|Jejas Sel
Berkurangnya sintesis ATP adalah frekuensi yang diikuti oleh
hipoksik (kekurangan O2) dan jejas kimia (racun). ATP diproduksi
dengan cara phosphorilasi oksidative yang merubah ADP menjadi ATP
dari hasil reaksi reduksi O2 dengan transfer electron di mitokondria. Atau
dengan glycolytic pathway dimana produksi ATP tanpa menggunakan
O2 dengan menghidrolisis glikogen ataupun glukosa darah.
5|Jejas Sel
enzim phosphofructokinase. Jalur ini meningkatkan asam laktat yang
menurunkan ph intraselular.
Penurunan ph intraselular dan level ATP menyebabkan ribosom lepas
dari reticulum endoplasma kasar dan polysome berpisah menjadi
monosome, dengan menghasilkan reduksi dari sintesis protein.
c. Sintesis protein
d. Keutuhan perlengkapan genetik
4. Komponen struktural dan biokimia
Suatu sel saling berhubungan yang menghiraukan permulaan tempat
terjadinya jejas, efek kedua yang berlipat secara cepat terjadi. Sebagai
contoh, keracunan respirasi aerobic oleh sianida menghasilkan gangguan
aktivitas Na-K ATPase yang penting untuk mempertahankan keseimbangan
osmotic intraselular, sebagai akibatnya sel dapat dengan cepat membengkak
dan pecah.
5. Fungsi sel dan perubahan morfologi jejas sel
Fungsi sel telah hilang jauh sebelum kematian sel terjadi, dan
perubahan morfologi dari jejas sel (atau kematian sel) tertinggal jauh
dibelakang keduanya.
6|Jejas Sel
ion dan volume yang disebabkan oleh kehilangan ATP. Hal ini terdiri atas
pembengkakan sel, pembentukan gelembung sitoplasma, penumpukan dan
distorsi jonjot mikro, pembentukan gambaran myelin dan gangguan serta
kehilangan pelekatan intersel. Perubahan ini dapat terjadi cepat dan
reversible. Pada tahap lanjut jejas irreversible robekan tampak pada selaput
yang membungkus sel dan membrane organel.
7|Jejas Sel
Ischemi dan beberapa toksik menyebabkan influx kalsium melewati
membrane plasma dan dikeluarkannya kalsium dari mitokondria dan
reticulum endoplasma yang menyebabkan kalsium intraselular sangat tinggi
dari keadaan normal. Meningkatnya konsentrasi kalsium intraselular ini
berakibat dalam aktivasi enzim yang potensial berefek buruk pada sel.
Enzim-enzim itu diantaranya ATP ase (mempercepat kehabisan ATP),
phospholipase (kerusakan membrane plasma), protease (memecah
membrane dan protein sitoskeleton), endonuclease (fragmentasi DNA dan
kromatin). Dan seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa peningkatan
kalsium sitosol pula dapat menyebabkan meningkatnya permeabilitas
membrane mitokondria dan menginisiasi apoptosis.
8|Jejas Sel
dengan salah satu molekul diatas yang menyebabkan disfungsi dalam salah
satu komponen tenting selular. Kondisi yang terjadi bersamaan dengan
keadaan patologi, dimana terjadi ketidakseimbangan antara free-radical
generating dan defense system disebut oxidative stress. Hal ini dikarenakan
oleh :
1. Penyerapan energy radiasi (contoh ultraviolet, sinar x)
2. Metabolism enzymatic dari exogenous chemical atau obat-obatan.
3. Reaksi oksidasi-reduksi yang terjadi selama proses metabolisme normal
4. Transisi metal.
5. Nitric oxide (NO)
8. Kerusakan mitokondria
9|Jejas Sel
2.2 Proses Kematian Sel
2.3.1 Apoptosis
1. Pengertian apoptosis
Apoptosis adalah kematian sel yang terprogram (programmed cell
death), adalah suatu komponen yang normal terjadi dalam perkembangan
sel untuk menjaga keseimbangan pada organisme multiseluler. Sel-sel
yang mati adalah sebagai respons dari beragam stimulus dan selama
apoptosis kematian sel-sel tersebut terjadi secara terkontrol dalam suatu
regulasi yang teratur.
Informasi genetik pemicu apoptosis aktif setelah sel menjalani masa
hidup tertentu, menyebabkan perubahan secara morfologis termasuk
perubahan pada inti sel. Kemudian sel akan terfragmentasi menjadi badan
apoptosis, selanjutnya fragmen tersebut diabsorpsi sehingga sel yang mati
menghilang.
2. Penyebab Apoptosis
Kematian sel terprogram di mulai selama embriogenesis dan terus
berlanjut sepanjang waktu hidup organisme. Rangsang yang menimbulkan
apoptosis meliputi isyarat hormon, rangsangan antigen, peptida imun, dan
sinyal membran yang mengidentifikasi sel yang menua atau bermutasi.
Virus yang menginfeksi sel akan seringkali menyebabkan apoptosis, yang
akhirnya yang mengakibatkan kematian virus dan sel penjamu (host). Hal
ini merupakan satu cara yang dikembangkan oleh organisme hidup untuk
melawan infeksi virus. Virus tertentu (misalnya;Virus EpsteinBarr yang
bertanggung jawab terhadap monunukleosis) pada gilirannya
menghasilkan protein khusus yang menginaktifkan respons apoptosis.
Defisiensi apoptosis telah berpengaruh pada perkembangan kanker dan
penyakit neuro degeneratif dengan penyebab yang tidak diketahui,
termasuk penyakit Alzheimer dan sklerosis lateral amiotrofik (penyakit
Lou Gehrig). Apoptosis yang dirangsang-antigen dari sel imun (sel T dan
10 | J e j a s S e l
sel B) sangat penting dalam menimbulkan dan mempertahankan toleransi
diri imun (Elizabeth J. Corwin, 2009).
3. Mekanisme apoptosis
Apoptosis ditimbulkan lewat serangkaian kejadian molekuler yang
berawal dengan berbagai cara yang berbeda tapi pada akhirnya berpuncak
pada aktivasi enzim kaspase. Mekanisme apoptosis secara filogenetik
dilestarikan; bahkan pemahaman dasar kita tentang apoptosis sebagian
besar berasal dari eksperimen cacing nematoda Caenorhabditis elegans;
pertumbuhan cacing ini berlangsung melalui pola pertumbuhan sel yang
sangat mudah direproduksi, diikuti oleh kematian sel. Penelitian terhadap
cacing mutan menemukan adanya gen spesifik (dinamakan
gen ced singkatan dari C. elegans death; gen ini memiliki homolog pada
manusia) yang menginisiasi atau menghambat apoptosis.
Proses apoptosis terdiri dari fase inisiasi (kaspase menjadi aktif)
dan fase eksekusi, ketika enzim mengakibatkan kematian sel. Inisiasi
apoptosis terjadi melalui dua jalur yang berbeda tetapi nantinya akan
menyatu (konvergen), yaitu: jalur ekstrinsik atau, yang dimulai dari
reseptor, dan jalur intrinsik atau jalur mitokondria (Mitchell; Kumar;
Abbas & Fausto, 2008).
2.2.2 Nekrosis
1. Pengertian nekrosis
Nekrosis merupakan kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan sel akut atau trauma (mis: kekurangan oksigen, perubahan suhu
yang ekstrem, dan cedera mekanis), dimana kematian sel tersebut terjadi
secara tidak terkontrol yang dapat menyebabkan rusaknya sel, adanya
respon peradangan dan sangat berpotensi menyebabkan masalah kesehatan
yang serius.
Stimulus yang terlalu berat dan berlangsung lama serta melebihi
kapasitas adaptif sel akan menyebabkan kematian sel dimana sel tidak
mampu lagi mengkompensasi tuntutan perubahan. Sekelompok sel yang
mengalami kematian dapat dikenali dengan adanya enzim-enzim lisis yang
melarutkan berbagai unsur sel serta timbulnya peradangan. Leukosit akan
membantu mencerna sel-sel yang mati dan selanjutnya mulai terjadi
perubahan-perubahan secara morfologis.
Nekrosis biasanya disebabkan karena stimulus yang bersifat patologis.
Selain karena stimulus patologis, kematian sel juga dapat terjadi melalui
mekanisme kematian sel yang sudah terprogram dimana setelah mencapai
masa hidup tertentu maka sel akan mati.
11 | J e j a s S e l
2. Macam-macam nekrosis
1. Nekrosis koagulatif
Terjadi akibat hilangnya secara mendadak fungsi sel yang disebabkan
oleh hambatan kerja sebagian besar enzim. Enzim sitoplasmik hidrolitik
juga dihambat sehingga tidak terjadi penghancuran sel (proses autolisis
minimal). Akibatnya struktur jaringan yang mati masih dipertahankan,
terutama pada tahap awal (Sarjadi, 2003).
Terjadi pada nekrosis iskemik akibat putusnya perbekalan darah.
Daerah yang terkena menjadi padat, pucat dikelilingi oleh daerah yang
hemoragik. Mikroskopik tampak inti-inti yang piknotik. Sesudah
beberapa hari sisa-sisa inti menghilang, sitoplasma tampak berbutir,
berwarna merah tua. Sampai beberapa minggu rangka sel masih dapat
dilihat (Pringgoutomo, 2002).
Contoh utama pada nekrosis koagulatif adalah infark ginjal dengan
keadaan sel yang tidak berinti, terkoagulasi dan asidofilik menetap
sampai beberapa minggu (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
4. Nekrosis lemak
Terjadi dalam dua bentuk:
a. Nekrosis lemak traumatik
Terjadi akibat trauma hebat pada daerah atau jaringan yang banyak
mengandung lemak (Sarjadi, 2003).
b. Nekrosis lemak enzimatik
12 | J e j a s S e l
Merupakan komplikasi dari pankreatitis akut hemorhagika, yang
mengenai sel lemak di sekitar pankreas, omentum, sekitar dinding
rongga abdomen. Lipolisis disebabkan oleh kerja lypolitic dan
proteolytic pancreatic enzymes yang dilepas oleh sel pankreas yang
rusak (Sarjadi, 2003). Aktivasi enzim pankreatik mencairkan
membran sel lemak dan menghidrolisis ester trigliserida yang
terkandung didalamnya. Asam lemak yang dilepaskan bercampur
dengan kalsium yang menghasilkan area putih seperti kapur
(mikroskopik) (Kumar; Cotran & Robbins, 2007).
5. Nekrosis fibrinoid
Disebabkan oleh kerusakan pembuluh darah imun. Hal ini ditandai
dengan adanya pengendapan fibrin bahan protein seperti dinding arteri
yang tampak kotor dan eosinofilik pada pada mikroskop cahaya.
Nekrosis ini terbatas pada pembuluh darah yang kecil, arteriol, dan
glomeruli akibat penyakit autoimun atau hipertensi maligna. Tekanan
yang tinggi akan menyebabkan nekrosis dinding pembuluh darah
sehingga plasma masuk ke dalam lapisan media. Fibrin terdeposit disana.
Pada pewarnaan hematoksilin eosin terlihat masa homogen kemerahan
(Sarjadi, 2003).
3. Penyebab nekrosis
1. Iskhemi
Iskhemi dapat terjadi karena perbekalan (supply) oksigen dan
makanan untuk suatu alat tubuh terputus. Iskhemi terjadi pada infak,
yaitu kematian jaringan akibat penyumbatan pembuluh darah.
Penyumbatan dapat terjadi akibat pembentukan trombus.
Penyumbatan mengakibatkan anoxia. Nekrosis terutama terjadi
apabila daerah yang terkena tidak mendapat pertolongan sirkulasi
kolateral. Nekrosis lebih mudah terjadi pada jaringan-jaringan yang
bersifat rentan terhadap anoxia. Jaringan yang sangat rentan terhadap
anoxia ialah otak.
2. Agens biologik
Toksin bakteri dapat mengakibatkan kerusakan dinding pembuluh
darah dan trombosis. Toksin ini biasanya berasal dari bakteri - bakteri
yang virulen, baik endo maupun eksotoksin.
13 | J e j a s S e l
3. Agens kimia
Dapat eksogen maupun endogen. Meskipun zat kimia merupakan
juga merupakan juga zat yang biasa terdapat pada tubuh, seperti natrium
dan glukose, tapi kalau konsentrasinya tinggi dapat menimbulkan
nekrosis akibat gangguan keseimbangan kosmotik sel. Beberapa zat
tertentu dalam konsentrasi yang rendah sudah dapat merupakan racun
dan mematikan sel, sedang yang lain baru menimbulkan kerusakan
jaringan bila konsentrasinya tinggi.
4. Agens fisik
Trauma, suhu yang sangat ekstrem, baik panas maupun dingin,
tenaga listrik, cahaya matahari, tenaga radiasi. Kerusakan sel dapat
terjadi karena timbul kerusakan potoplasma akibat ionisasi atau tenaga
fisik, sehingga timbul kekacauan tata kimia potoplasma dan inti.
5. Kerentanan (hypersensitivity)
Kerentanan jaringan dapat timbul spontan atau secara di dapat
(acquired) dan menimbulkan reaksi imunologik. Pada seseorang
bersensitif terhadap obat-obatan sulfa dapat timbul nekrosis pada epitel
tubulus ginjal apabila ia makan obat-obatan sulfa. Juga dapat timbul
nekrosis pada pembuluh-pembuluh darah. Dalam imunologi dikenal
reaksi Schwartzman dan reaksi Arthus.
4. Mekanisme nekrosis
14 | J e j a s S e l
jalur metabolik dasar. Hilangnya sintesis ATP menyebabkan penutupan
segera jalur homeostasis.
2. Deprivasi oksigen
Kekurangan oksigen mendasari patogenesis jejas sel pada iskemia.
5. Kerusakan mitokondria
Peningkatan kalsium sitosol, stress oksidatif intrasel dan produk
pemecahan lipid menyebabkan pembentukan saluran membran
mitokondria interna dengan kemampuan konduksi yang tinggi. Pori
nonselektif ini memungkinkan gradien proton melintasi membran
mitokondria sehingga mencegah pembentukan ATP.
15 | J e j a s S e l
Terhambatnya sirkulasi darah merupakan penyebab utama pada
gangrene. Aliran darah tidak hanya membawa nutrisi dan oksigen Jika
darah tidak mengalir dengan lancar dan bebas ke seluruh tubuh, sel-sel kita
akan mati. Ditambah dengan infeksi di area tersebut yang tidak ditangani,
jaringan sekitarnya akan ikut mati, mengakibatkan gangrene.
16 | J e j a s S e l
8. Sistem kekebalan tubuh yang lemah (misalnya pada pengidap HIV),
kekurangan gizi, kecanduan minuman keras kronis, penggunaan obat-
obatan terlarang, serta kemoterapi. Pada kelompok orang-orang
tersebut, infeksi ringan pun bisa berubah serius dan memicu gangrene.
3. Gejala gangrene
Gangrene memiliki lingkup gejala yang luas, tergantung dari
penyebabnya. Secara umum, gejala-gejala gangrene dapat meliputi:
1. Awalnya tampak tanda infeksi merah dan bengkak.
2. Pada gangrene internal, bagian yang terserang terasa sangat sakit atau
kebas (kehilangan sensasi sentuhan sama sekali).
3. Muncul luka atau lepuhan yang berdarah atau disertai nanah yang
berbau busuk.
4. Kulit pada area yang terkena tampak keriput dan kering, serta berbatas
jelas dengan area kulit yang sehat.
5. Perubahan warna kulit, misalnya pucat, merah, ungu, atau bahkan
hitam.
6. Demam.
Gangrene termasuk kondisi serius yang membutuhkan penanganan
darurat. Segera ke rumah sakit jika Anda mengalami gejala-gejala di
atas. Pengidap gangrene juga berpotensi tinggi untuk mengalami syok
sepsis akibat masuknya bakteri ke aliran darah. Kondisi ini akan
memicu tekanan darah yang turun secara drastis dan mengancam jiwa.
17 | J e j a s S e l
2.3.2 Buerger
1. Pengertian buerger
Penyakit Buerger atau tromboangitis obliterans merupakan
penyakit oklusi kronis pembuluh darah arteri dan vena yang berukuran
kecil dan sedang. Terutama mengenai pembuluh darah perifer pada
ekstremitas inferior dan superior. Penyakit pembuluh darah arteri dan
vena ini bersifat segmental pada anggota gerak dan jarang pada alat-alat
dalam (Malecki et all, 2009).
18 | J e j a s S e l
Kematian oleh karena penyakit Buerger jarang ditemukan, namun
pada penderita penyakit Buerger yang masih terus merokok, 43%
penderita harus melakukan satu atau lebih amputasi pada 6-7 tahun
kemudian. Data terbaru, pada bulan Desember tahun 2004 yang
dikeluarkan oleh CDC publication, sebanyak 2002 kematian dilaporkan di
Amerika Serikat berdasarkan penyebab kematian, bulan, ras, dan jenis
kelamin (International Classification of Disease, Tenth Revision, 1992),
telah dilaporkan total dari 9 kematian berhubungan dengan Tromboangitis
Obliterans, dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3:1 dan etnis
putih dan hitam 8:1 (Salimi et all, 2008).
3. Etiologi
Penyebab penyakit Buerger tidak jelas, tetapi biasanya tidak ada
faktor familial serta tidak berhubungan dengan penyakit Diabetes Mellitus.
Penderita penyakit ini umumnya perokok berat yang kebanyakan mulai
merokok pada usia muda, kadang pada usia sekolah. Penghentian
kebiasaan merokok memberikan perbaikan pada penyakit ini.
Walaupun penyebab penyakit Buerger belum diketahui, suatu
hubungan yang erat dengan penggunaan tembakau tidak dapat disangkal.
Penggunaan maupun dampak dari tembakau berperan penting dalam
mengawali serta berkembangnya penyakit tersebut. Hampir sama dengan
penyakit autoimun lainnya, penyakit Buerger dapat memiliki sebuah
predisposisi genetik tanpa penyebab mutasi gen secara langsung. Sebagian
besar peneliti mencurigai bahwa penyakit imun adakah suatu enderitis
yang dimediasi sistem imun (Medscape, 2010).
4. Manifestasi Klinis
19 | J e j a s S e l
dingin, dan berkurang bilang ekstremitas pada keadaan tergantung.
Serangan nyeri dapat bersifat paroksimal dan sering mirip dengan
gambaran penyakit Raynaud. Pada keadaan lanjut, ketika ada gangren
maka nyeri semakin hebat dan menetap.
Tanda dan gejala lain dari penyakit ini meliputi rasa gatal dan tebal
pada tungkai dan fenomena Raynaud (suatu kondisi dimana ekstremitas
distal : jari, tumit, tangan, kaki, menjadi berwarna putih jika terkena suhu
dingin). Ulkus dan gangren pada jari kaki sering terjadi pada penyakit
Buerger. Pada daerah yang terkena sering terjadi nyeri.
20 | J e j a s S e l
Gambar Manifestasi Klinis Penyakit Buerger
21 | J e j a s S e l
Perjalanan penyakit ini khas, yaitu secara bertahap bertambah berat.
Penyakit berkembang secara intermiten, tahap demi tahap, bertembah
falang demi falang, jari demi jari. Datangnya serangan baru dan jari mana
yang akan terserang tidak dapat diprediksi. Morbus Buerger ini mungkin
menyerang satu kaki atau tangan dan mungkin keduanya. Penderita
biasanya kelelahan dan payah sekali karena tidurnya sering terganggu
karena nyeri yang mendadak timbul saat malam hari (Medscape, 2010).
22 | J e j a s S e l
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Jejas sel (cedera sel) terjadi apabila suatu sel tidak lagi dapat beradaptasi
terhadap rangsangan. Hal ini dapat terjadi bila rangsangan tersebut terlalu
lama atau terlalu berat. Sel dapat pulih dari cedera atau mati bergantung pada
sel tersebut dan besar serta jenis cedera. Akibat jejas yang paling ekstrim
adalah kematian sel (cellular death). Kematian sel dapat mengenai seluruh
tubuh (somatic death) atau kematian umum dan dapat pula setempat, terbatas
mengenai suatu daerah jaringan teratas atau hanya pada sel-sel tertentu saja.
Dan dari kematian sel tersebut dapat mengakibatkan suatu kondisi diantara
nya gangren dan buerger.
3.2 Saran
Telah dijelaskan pada makalah ini mengenai jejas sel dan kematian sel,
pada pembahasan kematian sel, kematian sel sebagai akibat dari adanya
kerusakan selakut atau trauma, di mana kematian sel tersebut terjadi secara
tidak terkontrol. Maka kita harus mempraktekkan gaya hidup sehat, dengan
makan makanan yang sehat dan melakukan aktivitas yang teratur sebelum
mendapatkan hal yang tidak diinginkan.
23 | J e j a s S e l
DAFTAR PUSTAKA
24 | J e j a s S e l