Anda di halaman 1dari 15

TUGAS MAKALAH

BLOK HEMATOIMUNOLOGI

Diagnosis Henoch Schonlein Purpura

Lathifah Yasmine Wulandari

1618011169

Fakultas Kedokteran

Universitas Lampung

1
BAB I.

PENDAHULUAN

Henoch-Schonlein purpura (HSP) adalah suatu penyakit yang terjadi karena


inflamasi dari pembuluh darah kecil. Penyakit ini sering dialami oleh anak-anak.
Inflamasi ini menyebabkan pembuluh darah di kulit, usus, ginjal dan persendian
menjadi bocor. HSP disebut juga sebagai Vaskulitis yang dimediasi oleh IgA.
IgA adalah antibody yang diproduksi tubuh yang berguna untuk melindungi
saluran pernapasan, tenggorokan dan mukosa usus. Ini menyebabkan infeksi HSP
diikuti dengan infeksi pada tenggorokan, tonsil hingga gastroenteritis. Apabila
IgA terjebak di pembuluh farah maka akan memicu reaksi inflamasi. Peristiwa ini
apabila terjadi pada ginjal akan bermanifestasi klinik berupa urine coca cola,
maksudnya urine bercampur darah sehingga berwarna coklat tua.

HSP sering dialami oleh anak-anak usia usia 5 hingga 13 tahun, tetapi dapat
pula dialami oleh orang dewasa. Henoch-Schönlein purpura telah dilaporkan
pada pasien dengan umur 6 bulan hingga 86 tahun. Tetapi rata-rata pasien
HSP berumur 6 tahun dimana 75 % pasien berumur kurang dari 8 tahun dan
90 % pasien berumur kurang dari 10 tahun.

HSP pada bayi lebih ringan manifestasi kliniknya dan kemungkinan terjadi
komplikasi seperti nefritis atau nyeri abdomen lebih rendah. Sedangkan HSP
pada orang dewasa cenderung lebih serius dimana 85 % pasien dewasa
dengan HSP mengalami nefritis dan 13 % pasien dewasa HSP mengalami
kegagalan fungsi renal. Namun, pasien dewasa cenderung mengalami
rekurensi dengan waktu yang relative lebih lama daripada anak-anak

Prevalensi insidensi pada anak laki laki lebih besar dua kali lipat daripada
anak perempuan .Keterlibatan infeksi ginjal akan lebih parah dialami oleh
anak yang lebih tua dan orang dewasa. Terkadang, Henoch-Schonlein purpura

2
dapat disebut sebagai penyakit Berger tapi berbeda dengan penyakit Buerger
yang merupakan tipe vaskulitis yang berbeda.

Penyebab dari penyakit ini belum diketahui secara pasti, tetapi system
kekebalan tubuh yang menargetkan pembuluh darah diyakini sebagai
penyebab utamanya. Menurut penelitian, dua pertiga dari seluruh kasus yang
terjadi didahului oleh penyakit infeksi saluran pernapasan atas misalnya oleh
infeksi Streptococcus grup A, Mycoplasma,virus Epstein Barr, virus Herpes
Simplex, Parvovirus B19, Coxsackievirus, Adenovirus, measles, mumps.
Selain itu factor vaksinasi dan lingkungan contohnya seperti alergi berlebihan
terhadap makanan, obat-obatan, pestisida, paparan dingin hingga gigitan
serangga. Prognosis penyakit ini umunya benign self-limited disorder , < 5 %
menjadi kasus kronik, dan < 1 % menjadi kasus gagal ginjal.

3
BAB II.

ISI & POKOK BAHASAN

Diagnosis Penyakit Henoch- Schonlein Purpura:

a. Anamnesis
Menggali keluhan utama pasien, terutama pada penyakit ini pasien akan
dating dengan keluhan yang didahului dengan demam selama 1 hingga 3
minggu yang diikuti oleh arthralgia (nyeri sendi) dan artritis (radang sendi)
yang dapat timbul di kulit, pergelangan kaki dan tangan, siku dan persendian
jari tangan yang dapat terlihat bengkak, bersifat sementara dan tidak
menimbulkan deformitas. Selain itu pasien juga mengalami ruam kemerahan
di daerah ekstremitas yang bersifat tidak gatal dan tidak nyeri. Ruam
kemerahan yang dialami dapat berupa urtikaria, eritema infiltratif, ptekiae,
purpura, papula purpurik, vesikel atau bula hemoragik, nodul, livedo
racemosa, ulkus yang dalam dan gangren Selain itu perlu ditanyakan
Riwayat Penyakit Dahulu pasien seperti ada tidaknya riwayat ISPA
sebelumnya, demam, alergi terhadap obat atau makanan, dan penyakit yang
berhubungan dengan imunomediator. ISPA yang pernah dialami, terutama
yang etiologinya karena bakteri group A beta-hemolitik sebanyak 20- 50 %
kasus ditemukan pada pasien HSP melalui kultur bakteri atau antibody serum.
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa anak-anak dengan HSP diikuti Nefritis
memiliki reseptor plasmin yang merupakan antigen yang dikeluarkan oleh
bakteri Streptococcus Grup B Hemolitik. Hal ini merupakan salah satu dasar
bagi peneliti lain untuk mengemukakan hipotesis Molecular Mimicry, dimana
disimpulkan bahwa mikroba dan pembuluh darah kecil memiliki epitope yang
sama sehingga dapat memicu reaksi inflamasi yang dapat menimbulkan
kerusakan sel dan jaringan.
Selain itu dilakukan penggalian informasi tentang Riwayat Penyakit Keluarga,
mengingat penyakit immunocompromised sering dijumpai karena adanya

4
factor genetic dan juga perlu ditanya Riwayat Sosial dan lingkungan, berupa
pekerjaan sehari-hari, ada tidaknya paparan terhadap radiasi, dan lain-lain.

Diajukan pula pertanyaan kepada pasien mengenai Riwayat Sosial pasien,


misalnya riwayat imunisasi khususnya varicella, rubella, dan hepatitis B,
pekerjaan pasien apakah berhubungan dengan tanaman karena pestisida
pembasmi serangga dapat memicu timbulnya HSP, gigitan serangga dan
paparan terhadap dingin juga dapat menginisiasi terjadinya HSP.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dimulai dari keadaan umum pasien yang
biasanya tampak sakit ringan, lalu dilanjutkan dengan pemeriksaan tanda-
tanda vital yang pada indicator suhu dapat meningkat atau normal dan
indicator lainnya (nadi, nafas, tekanan darah) biasanya dalam batas normal.

Kemudian dilakukan pemeriksaan head-to-toe untuk menilai perubahan


signifikan pada tubuh pasien. Pada pemeriksaan abdomen dapat ditemukan
adanya nyeri tekan pada perut di kuadran periumbilikal, serta didapatkan lesi
purpura yang dapat dipalpasi pada ekstremitas inferior dekstra dan sinistra.
Ruam di kulit dapat menjadi penanda awal pasien dengan HSP. Henoch-
Schonlein purpura (HSP) adalah suatu bentuk vaskulitis yang melibatkan
pembuluh darah kecil (kapiler) yang ditandai dengan perdarahan kulit
(purpura) tanpa trombositopenia, pembengkakan pada sendi, nyeri perut, dan
kelainan pada ginjal. Ruam yang dialami pada HSP bersifat khas karena
merupakan purpura yang timbul pada ekstremitas.

Untuk menegakkan diagnosis HSP, diperlukan salah satu tanda berikut,antara


lain:
- adanya nyeri perut yang menyebar
- arthritis atau arthralgia akut
- deposisi predominan IgA pada hasil biopsy
- Keterlibatan ginjal yang ditandai dengan hematuria atau proteinuria

5
HSP sejatinya merupakan salah satu penyakit dengan LcV, yaitu Leucositosis
Vasculitis atau disebut juga peradangan pembuluh darah akibat deposit respon
imun yang dimediasi sel darah putih. LcV yang terjadi pada HSP biasanya
muncul sebagai suatu makula eritematosa atau suatu purpura yang palpabel
dengan predileksi pada tempat tertentu pada bagian tubuh, khususnya pada
bagian bawah tungkai .

Bila yang terkena adalah pembuluh darah di daerah traktus gastrointestinal,


maka dapat terjadi iskemia yang menyebabkan nyeri atau kram perut. Kadang,
dapat menyebabkan distensi abdomen, buang air besar berdarah, intususepsi,
maupun perforasi yang membutuhkan penanganan segera.

Lesi yang dapat timbul meliputi vesikel/bula haemoragik, nodul, ulkus


berkrusta, livedo retikularis dan pustul atau lesi anular (kondisi yang jarang).
Manifestasi ekstrakutan terjadi pada 20% individu meliputi artralgia, miositis,

6
demam ringan dan malaise. Lebih jarang lagi, juga dapat terjadi gangguan
ginjal, gastrointestinal, paru dan neurologi.

c. Pemeriksaan Penunjang

Dilakukan pemeriksaan darah rutin untuk mengetahui jumlah hemoglobin,


hematocrit, eritrosit, leukosit, trombosit dan nilai-nilai MCV. Pada pasien
HSP didapatkan leukositosis karena diinisiasi oleh infeksi atau terjadi reaksi
inflamasi yang diperantarai leukosit. Apabila anamnesis dan pemeriksaan fisik
pada pasien belum cukup untuk menegakkan diagnosis, maka lebih baik
dilakukan biopsi jaringan kulit atau ginjal. Biopsi jaringan merupakan
pemeriksaan yang dianjurkan untuk menegakakn diagnosis penyakit HSP.

Hasil biopsy dibawa untuk pemeriksaan penunjang patologi anatomi, pada


HSP didapatkan leucocytosclatic vasculitis dengan deposisi IgA yang
mengandung kompleks imun terutama di pembuluh darah kecil dermis papiler
(venula). Neutrofil mengalami destruksi dengan fragmentasi merusak inti sel
mati (karioreksis) selama apoptosis atau nekrosis. Temuan mikroskop cahaya

7
dapat berkisar dari mesangial proliferasi ringan sampai glomerulonefritis
bulan sabit yang parah. Difus deposit penyebabnya sampai saat ini belum
diketahui dan ditandai dengan kompleks imun IgA yang dominan dalam
venula kecil, kapiler dan arteriol.

IgA mesangial terlihat pada imunofluoresensi merupakan ciri khas dari HSP
nefritis dan pengendapan C3 komplemen (75%) mungkin dapat ditemukan.

Biopsi jaringan ginjal dapat dilakukan dengan catatan pasien telah mengalami
kerusakan ginjal yang parah dimana manifestasi nya dapat terlihat adanya
proteinuria hingga hematuria.

Seperti diketahui sebelumnya, target utama pada vaskulitis adalah dinding


pembuluh darah. LcV pada HSP terjadi pada pembuluh darah kecil dan
biasanya terbatas pada kulit. Infiltrat neutrofilik perivaskular superfisial yang
sedikit disertai dengan debris nuklear dan ekstravasasi eritrosit akan
memberikan gambaran klinis berupa plak dan papula urtikarial, yang akan
bertahan lebih dari 24 jam dan mengalami resolusi pigmentasi perlahan-lahan.
LcV kutaneus paling sering berupa purpura (palpabel/non-palpabel).

Pemeriksaan Direct Immunofluorescent (DIF) yang melengkapi pemeriksaan


patologi anatomi. DIF merupakan pemeriksaan penting untuk menegakkan
diagnosis, terutama diagnosis penyakit HSP karena lebih spesifik. Grunwald
dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa pemeriksaan DIF tidak hanya
berguna pada lesi awal vaskulitis, tetapi juga berguna pada semua stadium
vaskulitis. Bahkan biopsi yang diambil setelah satu minggu masih terdapat
kemungkinan hasil yang positif bila dilakukan DIF.

Mayoritas kasus HSP akan menunjukkan hasil DIF yang positif. Deposit yang
paling sering adalah C3, diikuti oleh IgG, IgM dan fibrinogen. Deposit ini
biasanya tersusun granular atau fibrilar dan terlihat di sepanjang dinding

8
pembuluh darah baik pada ruang ekstravaskular maupun intravaskular,
sedangkan deposit fibrinogen terdapat di seluruh dermis. Deposit yang
terdapat di dinding pembuluh darah bukan merupakan suatu diagnostik LcV
dan mungkin saja dapat terlihat pada spesimen biopsi dari tungkai bawah
tanpa vaskulitis atau tanpa lesi. Jika ditemukan penderita suspek vaskulitis
yang memiliki lesi di tempat selain tungkai bawah seperti HSP, maka biopsi
juga sebaiknya diambil dari tempat tersebut.

Selain pemeriksaan patologi anatomi, dapat dilakukan juga


pemeriksaandengan CT Scan apabila terdapat inflamasi atau iskemik di usus
dengan gambaran inflamasi (pembengkakan) yang lokasinya hampir mirip
dengan apendisitis. Inflamasi yang terjadi pada usus pasien dengan HSP
biasanya terlokalisir di daerah jejunum atau ileum. Iskemik ataupun perforasi
usus bisa terjadi 10 hari setelah gejala utama pasien berupa purpura.

Pada pemeriksaan serum darah HSP dikaitkan dengan adanya abnormalitas


terkait IgA yaitu peningkatan serum IgA, Peningkatan level serum polimerik,
kompleks imun yang terikat IgA dan adanya IgA rematik. IgA yang terlibat
pada HSP adalah peningkatan IgA1 tunggal tanpa disertai peningkatan IgA2.

9
Hal ini belum jelas mekanisme terjadinya. Terdapat dua subkelas IgA, yaitu
IgA1 dan IgA2. IgA1 jumlahnya sekitar 80-90 % dari serum IgA. Harus
diingat bahwa kelainan IgA pada HSP yaitu terjadi abnormalitas pada IgA1.
Perbedaan penting antara IgA1 dan IA2 adalah pada rantai berat IgA1 terdiri
dari engsel proline diantara CH1 dan CH2 yang merupakan domain rantai
berat.

Salah satu hipotesis yang menjelaskan mengenai keterlibatan IgA1 pada


pathogenesis HSP yaitu adanya glikosilasi pada bagian sambungan IgA1 pada
HSP dan juga pada IgA nefropati (immunoglobulin A nefropati. Setelah
pemeriksaan dengan berbagai teknik, beberapa peneliti menemukan bagian
engsel glikan yang terikat unsur Oksigen milik IgA1 pada pasien dengan IgA
nefropati mengalami kekurangan galaktosa.

Seorang peneliti juga mengemukakan bahwa terjadi penurunan asam sialic


dan galaktosa pada engsel IgA1 pada pasien dengan IgA nefropati.

d. Terapi dan Pengobatan

Pilihan obat yang digunakan masih berupa glucocorticoids yang mengurangi


resiko terjadinya komplikasi. Menurut penelitian, perawatan intensif anak di
rumah sakit disertai pemberian corticosteroid secara signifikan menurunkan
factor komplikasi nyeri abdomen yang apabila tidak ditangani dapat berujung

10
pada operasi. Terapi yang diberikan pada pasien ini berupa terapi suportif dan
simtomatik. Pada pemeriksaan lab didapatkan adanya peningkatan leukosit
yang menunjukkan adanya infeksi bakteri sehingga diberikan antibiotik
ampisilin 1 gram per 8 jam. Ampisilin merupakan antibiotik lini pertama
derivate penisilin yang merupakan kelompok antibiotic β–laktam yang
memiliki spektrum antimikroba yang luas. Pada pasien ini terjadinya
inflamasi pada pembuluh darah kecil sehingga pemberian steroid mengurangi
inflamasi yang terjadi sehingga nyeri perut dan purpura juga dapat berkurang.

Terapi metil prednisolone merupakan obat anti inflamasi golongan steroid


yang bekerja dengan mekanisme penghambatan sintesis prostaglandin dan
leukotrin dengan cara melepas lipokortin yang dapat menghambat fosfolipase
A2 pada sintesis asam arakhidonat sehingga bisa dikatakan bahwa steroid
merupakan obat anti inflamasi yang poten. Berdasarkan penelitian meta
analisis menemukan bahwa penggunaan kortikosteroid pada anak dengan
HenochSchonlein Purpura mengurangi rata-rata waktu untuk resolusi nyeri
perut dan menurunkan kemungkinan berkembangnya penyakit yang persisten.

Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam
beberapa hari atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Bila
manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan
pemantauan fungsi ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca sakit.

Selain itu, menurut studi placebo terkontrol, penggunaan prednisolone dengan


dosis 1mg/kg per hari selama 2 minggu akan menurunkan gejala
gastrointestinal yang mengganggu pada HSP.

Pada kasus yang parah, selain cortivosteroid, obat-obatan tambahan seperti


cyclophosphamide, cyclosporine, dan azathioprine dapat digunakan.

e. Diagnosis Banding

11
Vasculitis urticarial (VU), yaitu suatu kondisi yang ditandai oleh adanya
wheals yang menetap lebih dari 24 jam. Sekitar 20% penderita yang
mengalami urtikaria kronik akan mengalami kondisi ini. Gambaran
histopatologi VU sebenarnya tidak sepenuhnya berupa LcV walaupun terdapat
debris nuklear fokal atau deposit fibrin vaskular dengan atau tanpa extravasasi
eritrosit. Neutrofilia pada jaringan serta pemeriksaan DIF menunjukkan
adanya lupus band test point yang positif, yaitu kondisi yang berhubungan
dengan penyakit gangguan jaringan konektif, terutama SLE atau sindroma
Sjorgen.

Eritema elevatum diutinum (EED) adalah suatu LcV kronis dan


diklasifikasikan sebagai dermatosis neutrofilik.

Salah satu faktor utama imunopato-genesis terjadinya EED adalah adanya


deposit kompleks imun pada sirkulasi, fiksasi komplemen, inflamasi dan
destruksi vaskular. Manifestasi klinis EED adalah berupa papula/nodula/plak
multipel yang eritema hingga violaseus yang menetap dan simetris pada
permukaan ekstensor tangan, siku, pergelangan tangan, lutut dan lain-lain.
Gambaran histopatologi EED adalah suatu LcV kronis yang ditandai dengan
penebalan dinding pembuluh darah, neutrofilia pada mural dan luminal, oklusi
vaskular, nekrosis dinding pembuluh darah, swelling pada sel endotel,
leukositoklasia dan neutrofilia dengan limfosit di dermal.

Cryoglobulinemia vasculitis (CV) adalah vaskulitis yang mengenai pembuluh


darah kecil-sedang. Dasar patogenesis terjadinya CV yaitu adanya deposit
kompleks imun pada dinding pembuluh darah yang dibentuk oleh
krioglobulin. Imunoglobulin ini akan mengendap pada suhu 37° Celcius, dan
akan larut lagi pada temperatur yang lebih tinggi. Manfestasi klinis CV yaitu
purpura, sianosis pada akral, ulkus atau livedo retikularis.

Pembagian Vaskulitis Secara Umum


 Vaskulitis Primer

12
1. Vaskulitis Pembuluh Darah Besar
- Arteritis Takayusu
- Arteritis Temporal
2. Vaskulitis Pembuluh Darah Sedang
- Poliarteritis nodosa (poliarteritis nodosa klasik)
- Penyakit Kawasaki
3. Vaskulitis Pembuluh Darah Kecil
- Granulomatosis wagener
- Sindrom Chur Strauss
- Poliarteritis Mikroskopik
- Henoch-Schonlein Purpura
- Vaskulitis Krioglobulinemia esensial
- Angilitis kutaneus leukositoklastik

 Vaskulitis Sekunder
- Vaskulitis yang berhubungan dengan penyakit infeksi
(endocarditis bakteri, viral, mikrobakteria dan riketsia)
- Vaskulitis yang berhubungan dengan penyakit kolagen (lupus
eritomatosus sistemik, arthritis rheumatoid, sindrom sjorgen,
dermatomitosis)
- Vaskulitis oleh karena obat
- Vaskulitis yang berhubungan dengan keganasan
- Vaskulitis yang berhubungan dengan penyakit sistemik
(hepatitis kronik aktif, sirosis biliaris primer)

13
Daftar Pustaka

14
Eastham, A. Brooke. Diamond, Herbert. Leukocytoclastic Vasculitis :
Overview of Medscape. https ://emedicine.medscape.com :2017

Octaria, Dwita. Astika, Diah. { Rangkuman Kasus Anak perempuan 13


tahun dengan Henoch Schonlein Purpura } . Jurnal Agromedicine
Unila Volume 4 Nomor 1 : 2017.

Salama, Alan. Henoch Schonlein Purpura. Division of Nephrology


Royal Free Hospital (London) : 2016

Scheinfeld, Noah S. Langman, Craig B. Henoch Schonlein Purpura :


Overview of Medscape (New York)
https://emedicine.medscape.com : 2018

Shenenberger, Donald. James, William. Acute Hemorrhagic edema of


infancy. Journal Review of Medscape.
https://emedicine.medscape.com : 2018

Zdanowska, Natalia. Owezarczyk, Agniezka. et al. Case report of


Henoch Schonlein Purpura. University of Warnia & Mazura in
Olsztyn, Poland : 2016

15

Anda mungkin juga menyukai