Anda di halaman 1dari 53

Refleksi Kasus EKTIMA + B20

Perceptor :
Dr. Yulisna, Sp.KK
Kelompok B
Co-Assistant:
Nadhila Nur Shafita
Jessica Sindy
Lathifah Yasmine
Zeni Okta
Jeffrey Surya
Edwina Nabila

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN


RSUD DR. H. ABDUL MOELOEK PROVINSI LAMPUNG
2021
Identitas Pasien
Nama : An. S
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 6 tahun
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan :
Keluhan Utama Keluhan Tambahan
Koreng di kaki dan tangan sejak Gatal
2 minggu yang lalu
Riwayat Perjalanan Penyakit
Sejak 2 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan adanya benjolan berisi nanah seperti bisul di kaki disertai rasa
gatal. Pasien mengaku sering menggaruknya dan menyebabkan benjolan tersebut pecah. Jika pecah, luka
tersebut mengeluarkan nanah dan mengering menjadi koreng. 1 minggu yang lalu luka lama kelamaan
menyebar ke daerah tangan. Pasien merasa semakin gatal pada malam hari dan saat berkeringat. Keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien sempat mengalami demam. Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien
sangat senang bermain di tanah dengan temannya.

Pasien tidak pernah mengobati keluhan tersebut.

Saat datang ke poli Kulit Kelamin RSAM, tampak koreng pada kaki dan tangan.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Pasien terdiagnosis HIV sejak tahun 2019
• Pasien tidak pernah memiliki keluhan yang sama
sebelumnya.
• Riwayat asma dan dermatitis disangkal.
Riwayat Penyakit Keluarga
• Tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
• Tidak ada teman yang memiliki keluhan serupa.
Riwayat Perjalanan Penyakit
2 minggu lalu
Timbul benjolan berisi
1 minggu lalu
nanah di daerah kaki,
Koreng tersebut lama
Saat masuk RS
disertai rasa gatal.
kelamaan menyebar ke
Dilakukan penggarukan Terdapat koreng pada
daerah tangan. Pasien
sehingga menyebabkan kaki dan tangan.
juga sempat mengalami
luka pecah dan menjadi
demam setelah timbul
koreng
luka.

Tidak dilakukan
pengobatan.
Status Generalis
Kesadaran Umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi: Normal
Tanda Vital : Dalam Batas Normal
Status Dermatologi

Pada regio manus et cruris bilateral didapatkan ulkus


dangkal multiple ditutupi krusta tebal putih-coklat
kehitaman, bentuk bulat, sirkumskripta, diskret, tepi
meninggi, serta eritem disekitarnya.
RESUME
Sejak 2 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan adanya benjolan berisi nanah seperti bisul di kaki disertai rasa
gatal. Pasien mengaku sering menggaruknya dan menyebabkan benjolan tersebut pecah. Jika pecah, luka
tersebut mengeluarkan nanah dan mengering menjadi koreng. 1 minggu yang lalu luka lama kelamaan
menyebar ke daerah tangan. Pasien merasa semakin gatal pada malam hari dan saat berkeringat. Keluarga
pasien mengatakan bahwa pasien sempat mengalami demam. Keluarga pasien juga mengatakan bahwa pasien
sangat senang bermain di tanah dengan temannya. Pasien tidak pernah mengobati keluhan tersebut. Pasien
memiliki riwayat penyakit B20. Pada pemeriksaan fisik didapatkan hasil pada regio manus et cruris bilateral
didapatkan ulkus dangkal multiple ditutupi krusta tebal putih-coklat kehitaman, bentuk bulat, sirkumskripta,
diskret, tepi meninggi serta eritem disekitarnya.
Diagnosis Banding

Ektima Impetigo
Krustosa

Selulitis
DIAGNOSIS KERJA : EKTIMA + B20
Tatalaksana Umum
• Perlu diberikan informasi mengenai
penyakitnya, perjalanan penyakit serta
Konfirmasi berbagai faktor yang mempengaruhi
perjalanan penyakit

• Menjelaskan mengenai prognosis dari


penyakitnya
Informasi • Menghindari faktor faktor pencetus
terjadinya

• Edukasi mengenai cara pemakaian


Edukasi obat dan hygienie
• Menghindari menggaruk luka
Tatalaksana Khusus
Topikal : Klinik Kulit Kelamin
Dr. Kelompok B
Asam Fusidat 2% cream 5gr SIP 0123456789
Jl. Poli no. 4
Sistemik :
R/ Asam Fusidat 2% cream 10gr
S/ 3 dd ue
Amoxicillin + asam klavulanat syr 60ml
Cetirizine syr 60 ml R/ Cetirizine syr 60ml No.I
S/ 1 dd 1 cth

R/ Amoxycillin + As. Klavulanat syr 60ml No.I


S/ 3 dd 1 cth

Nama : An. S
Umur : 6 tahun
Jenis kelamin : perempuan
PROGNOSIS

Quo Ad
Quo Ad Vitam
Functionam
Ad bonam
Ad bonam

Quo Ad Sanationam
Ad bonam
Tinjauan
Pustaka
Pioderma Superficial
Ektima
● Ektima adalah ulkus superficial ● Tata laksana:
dengan krusta diatasnya - Lesi sedikit  krusta diangkat
● Etiologi: Streptococcus B hemolyticus lalu diolesi dengan salap antibiotic
● Krusta tebal berwarna kuning (asam fusidat 2%, mupirocin 2%)
● Krusta diangkat  lekat dan tampak dioles 2-3 kali sehari selama 7-10
ulkus berbentuk punched out, tepi hari
ulkus meninggi - Lesi banyak  ditambah dengan
● Predileksi: tungkai bawah antibiotic sistemik (amoksisilin
● Diagnosis banding: impetigo dan asam fusidat; dewasa 3x250-
krustosa 500 mg/hari; anak 25
mg/kgBB/hari terbagi dalam 3
dosis
Impetigo Krustosa

● Impetigo merupakan pyoderma ● Diagnosis banding: Ektima


superficialis ● Tata laksana:
● Etiologi: Streptococcus B hemolyticus - Krusta sedikit  krusta dilepaskan
● Hanya terdapat pada anak dan diberi salap antibiotic
● Tempat predileksi: wajah (sekitar - Krusta banyak  ditambahkan
lubang hidung dan mulut) antibiotic sistemik
● Effloresensi:
- Eritema dan vesikel yang cepat
memecah
- Krusta tebal berwarna kuning
seperti madu
- Krusta dilepaskan  tampak erosi
dibawahnya
Impetigo Bulosa
● Etiologi: Staphylococcus aureus ● Diagnosis banding: Dermatofitosis
● Terdapat pada anak dan dewasa ● Tata laksana:
● Tempat predileksi: aksila, dada, - Sedikit bula  dipecahkan lalu
punggung diberi salap antibiotic atau cairan
● Effloresensi: antiseptic
- Terdapat eritema, bula dan bula - Banyak bula  ditambah antibiotik
hipopion sistemik
- Terkadang saat penderita datang
berobat, bula telah pecah 
koleret dan dasar eritematosa
Folikulitis

● Folikulitis merupakan radang folikel


rambut
● Etiologi: Staphylococcus aureus
● Klasifikasi:

Folikulitis Superficialis
• Tempat predileksi: scalp (anak), dagu, aksila, ekstremitas bawah, bokong
(dewasa)
• Papul atau pustule eritematosa dan ditengahnya terdapat rambut, multipel
• Terdapat rasa gatal dan panas
Folikulitis Profunda
• Predileksi: dagu, atas bibir
• Nodus eritematosa dengan perabaan hangat
● Diagnosis banding: tinea barbae, tinea
capitis
● Tata laksana:
- Bersihkan dan lakukan kompres
terbuka
- Antibiotik topical: Asam fusidat 2%,
mupirosin 2%
- Berat  ditambah antibiotic sistemik:
amoxicillin dan asam klavulanat,
dewasa 3x250-500 mg/hari; anak-
anak 25 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3
dosis
Furunkel
● Furunkel merupakan radang folikel rambut dan sekitarnya
● Etiologi: Staphylococcus aureus
● Predileksi: daerah berambut yang sering mengalami gesekan, oklusif, berkeringat misalnya leher,
wajah, aksila dan bokong
● Lesi berupa nodus eritematosa
● Awalnya keras, nyeri tekan, dapat membesar 1-3 cm. Setelah beberapa hari terdapat fluktuasi, bila pecah
keluar pus
● Diagnosis banding: acne kistik, kerion, hidradenitis supurativa
● Tatalaksana:
- Lesi sedikit  antibiotic topical
- Lesi banyak  ditambahkan antibiotic sistemik
Karbunkel
● Merupakan kumpulan beberapa furunkel yang bersatu berbentuk bisul dan bermata banyak.

● Lokasi : Leher belakang, punggung, paha, bokong

● Klinis : Suatu nodul yang bergabung dengan beberapa puncak yang mengalami nekrosis dan supurasi, lesi
dapat mencapai 10 cm, kulit disekitar eritema, pasien dapat mengalami gejala prodormal seperti demam,
nyeri
Karbunkel
● Tatalaksana :
● Jika masih berupa infiltrat, topikal diberikan kompres salep iktiol 10%, jika lesi matang, lakukan insisi dan
aspirasi, pasang drainase, selanjutnya dikompres. Diberikan antibiotik sistemik : Eritromisin 4 x 250 mg
selama 7- 14 hari atau penisilin 600.000 IU selama 5-10 hari.
● - Konseling dan edukasi berupa Mengatasi faktor predisposisi seperti obesitas, DM, dan hiperhidrosis.
Menjaga kebersihan dan mencegah luka-luka kulit dan menjaga kebersihan lingkungan
Erisipelas
 Erisipelas ialah penyakit infeksi akut, biasanya disebabkan oleh streptococcus, gejala
utamanya adalah eritema berwarna merah cerah, berbatas tegas, serta disertai gejala
konstitusi

 Klinis : Lesi awal berupa kemerahan kecil, makin melebar membentuk infiltrat eritematosa,
batas tegas sedikit meninggi, berwarna merah cerah, teraba hangat dan nyeri. Penyakit ini
didahului trauma, karena itu predileksi nya dari tungkai bawah . Jika tidak diobati, akan
menjalar ke sekitar proksimal. Jika berulang di tempat yang sama dapat terjadi elefantiasis.
 Pemeriksaan penunjang :
- Darah rutin : Leukositosis
- Pewarnaan gram : kokus gram positif
- Kultur dan sensitifitas antibiotik
Erisipelas

 Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan Komprehensif
- Sistemik : Antipiretik dan analgetik
Antibiotik berupa Penisilin 0,6-1,5 mega unit selama 5-10 hari atau per
oral Sefalosporin 4x400 mg selama 5 hari
- Topical : kompres dengan larutan asam borat 3%
- Konseling dan edukasi, jaga kebersihan dan higienitas serta jaga
kebersihan luka
Eritrasma
● Infeksi bakteri superfisial yang disebabkan oleh Corynebacterium minutissium
● Gambaran Klinis : asmiptomatik hingga gatal, kulit pasien kemerahan disertai bersisik, terutam pada bagian
lipatan . Pada bagian sela jari kaki, lesi muncul sebagai plak hiperkeratotik berwarna kekuningan
● Diagnosis menggunakan lampu Wood, dimana menyebabkan porfirin diproduksi oleh Corynebacterium dan
menyebabkan warna merah bata jika dilihat dengan lampu Wood. Namun, jika pasien sebelum pemeriksaan
mandi, diagnosis dengan lampu Wood tidak bermakna, sehingga biopsi kulit mungkin perlu dilakukan.
● Tatalaksana :
Antibiotik topikal berupa salep eritromisin dan antibiotik sistemik berupa klindamisin 150 mg 2x1 selama
seminggu, jika pada kaki, diberikan benzil peroksida 5 %.
AIDS/HIV
Anjuran untuk
melaksanakan tes HIV
Semua petugas kesehatan harus menganjurkan tes HIV setidaknya pada ibu
hamil, pasien TB, pasien yang menunjukkan gejala dan tanda klinis diduga
terinfeksi HIV, pasien dari kelompok berisiko (penasun, PSK-pekerja seks
komersial, LSL – lelaki seks dengan lelaki), pasien IMS dan seluruh
pasangan seksualnya. Kegiatan memberikan anjuran dan pemeriksaan tes
HIV perlu disesuaikan dengan prinsip bahwa pasien sudah mendapatkan
informasi yang cukup dan menyetujui untuk tes HIV dan semua pihak
menjaga kerahasiaan (prinsip 3C – counseling, consent, confidentiality).
Gejala dan Tanda Klinis Curiga HIV
Interpretasi Hasil Pemeriksaan HIV
Tatalaksana HIV/AIDS

Setelah dinyatakan terinfeksi HIV maka pasien perlu dirujuk ke layanan PDP untuk menjalankan serangkaian
layanan yang meliputi penilaian stadium klinis, penilaian imunologis dan penilaian virologi. Hal tersebut
dilakukan untuk:
1) menentukan apakah pasien sudah memenuhi syarat untuk terapi antiretroviral;
2) menilai status supresi imun pasien;
3) menentukan infeksi oportunistik yang pernah dan sedang terjadi; dan
4) menentukan paduan obat ARV yang sesuai.
Tatalaksana HIV/AIDS
1. Menentukan stadium HIV pasien
Tatalaksana HIV/AIDS
2. Penilaian status imunologi dengan pemeriksaan CD4
Jumlah CD4 adalah cara untuk menilai status imunitas ODHA. Pemeriksaan CD4 melengkapi pemeriksaan
klinis untuk menentukan pasien yang memerlukan pengobatan profilaksis IO dan terapi ARV. Rata rata
penurunan CD4 adalah sekitar 70-100 sel/mm3 /tahun, dengan peningkatan setelah pemberian ARV antara
50 – 100 sel/mm3 /tahun. Jumlah limfosit total (TLC) tidak dapat menggantikan pemeriksaan CD4.

3. Pemeriksaan Laboratorium Sebelum Memulai Terapi ARV


Tatalaksana HIV/AIDS
4. Persyaratan lain sebelum memulai terapi ARV
Sebelum mendapat terapi ARV pasien harus dipersiapkan secara matang dengan konseling kepatuhan
karena terapi ARV akan berlangsung seumur hidupnya. Untuk ODHA yang akan memulai terapi ARV dalam
keadaan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 maka dianjurkan untuk memberikan Kotrimoksasol (1x960mg
sebagai pencegahan IO) 2 minggu sebelum terapi ARV. Hal ini dimaksudkan untuk: 1. Mengkaji kepatuhan
pasien untuk minum obat,dan 2. Menyingkirkan kemungkinan efek samping tumpang tindih antara
kotrimoksasol dan obat ARV, mengingat bahwa banyak obat ARV mempunyai efek samping yang sama
dengan efek samping kotrimoksasol.

Infeksi oportunistik yang sering diderita oleh ODHA adalah PCP (Pneumocytic carinii pneumonia) dan
Toxoplasmosis.
PPK (Profilaksis Kotrimoksasol) dianjurkan bagi: 

● ODHA yang bergejala (stadium klinis 2, 3, atau 4) termasuk perempuan hamil dan menyusui. Walaupun
secara teori kotrimoksasol dapat menimbulkan kelainan kongenital, tetapi karena risiko yang
mengancam jiwa pada ibu hamil dengan jumlah CD4 yang rendah (<200) atau gejala klinis supresi imun
(stadium klinis 2, 3 atau 4), maka perempuan yang memerlukan kotrimoksasol dan kemudian hamil
harus melanjutkan profilaksis kotrimoksasol.

● ODHA dengan jumlah CD4 di bawah 200 sel/mm3 (apabila tersedia pemeriksaan dan hasil CD4)
Memulai Terapi ARV
a. Mulai terapi ARV pada semua pasien dengan jumlah CD4 <350 sel/mm tanpa memandang status klinis.
b. Memulai terapi ARV sangat dianjurkan bagi pasien yang menderita TB, koinfeksi hepatitis B, tanpa
memandang CD4
Terapi ARV
Panduan lini pertama ARV tanpa komplikasi:
Terapi ARV
Panduan ARV untuk pasien dengan kondisi khusus:
● Hamil
Terapi ARV
Panduan ARV untuk pasien dengan kondisi khusus:
● Ko infeksi TB
ANALISIS KASUS
ANALISIS DATA

Prevalensi pioderma pada anak diseluruh


dunia diperkirakan melebihi 111 juta.
Identitas Pasien
Data WHO tahun 2005 menunjukkan angka prevalensi
Nama : An. S pioderma pada anak dibawah 5 tahun di negara
Jenis Kelamin : Perempuan berkembang 0,2-35%
Usia : 6 tahun
Agama : Islam Penelitian di Indonesia tahun 2011 menunjukkan dari
8.919 kunjungan baru pasien kulit anak, kasus pioderma
berada pada urutan pertama sejumlah 13,86%

Arthaningsih D. et al. 2020. Profil pioderma pada anak usia 0-14 tahun di
rumah sakit umum pusat sanglah denpasar periode juni 2015 sampai juni
2016. E-Jurnal Medika Udayana. 9(9):1-6.
ANALISA ANAMNESIS
 Sejak 2 minggu yang lalu, pasien mengeluhkan adanya benjolan berisi nanah seperti
bisul di kaki disertai rasa gatal. Pasien mengaku sering menggaruknya dan menyebabkan
benjolan tersebut pecah. Jika pecah, luka tersebut mengeluarkan nanah dan mengering
menjadi koreng.
ANALISA ANAMNESIS
 1 minggu yang lalu luka lama kelamaan menyebar ke daerah tangan.

 Pasien tidak pernah mengobati keluhan tersebut.

 Pasien terdiagnosis HIV sejak tahun 2019


ANALISIS STATUS DERMATOLOGIS
Pada regio manus et cruris bilateral didapatkan ulkus dangkal
multiple ditutupi krusta tebal putih-coklat kehitaman,
bentuk bulat, sirkumskripta, diskret, tepi meninggi, serta
eritem disekitarnya.

Pada teori, Impetigo ulseratif (ektima) awalnya berupa pustul


kemudian pecah membentuk ulkus yang tertutupi krusta.
Pada Lesi ektima yang diangkat krustanya akan terlihat
ulkus yang dangkal. Predileksi tersering pada gluteal,
perianal dan ekstremitas superior dan inferior.
ANALISIS DIAGNOSIS
EKTIMA + B20
• Ektima adalah suatu pioderma kutaneus yang ditandai oleh erosi atau
ulserasi krusta yang padat. Diawali dengaan pustul kemudian pecah
membentuk ulkus yang tertutupi krusta. Pada Lesi ektima yang
diangkat krustanya akan terlihat ulkus yang dangkal. Ketika krusta
diangkat terdapat ulkus dengan bentuk seperti piring superfisial dengan
dasar yang kemerahan dan tepi yang meninggi.
• Lesi ektimatosa yang tidak diobati dapat meluas selama beberapa
minggu sampai bulan dengan diameter 2–3 cm atau lebih.
• Predileksi tersering pada gluteal, perianal dan ekstremitas superior dan
inferior.
• B20  sejak tahun 2019  menurunkan daya tahan tubuh
ANALISIS DIAGNOSIS
IMPETIGO KRUSTOSA EKTIMA SELULITIS
Pioderma superfisialis Pioderma superfisialis Pioderma profunda
(terbatas pada epidermis) (epidermis dan dermis (mengenai epidermis dan
bagian atas) dermis)
Etiologi Staphylococcus aureus Streptococcus Beta Streptococcus Beta
Hemolitikus Group A Hemolitikus Group A
Epidemiologi Terjadi terutama pada Dapat terjadi pada anak Terjadi terutama pada dewasa
anak maupun dewasa dan orang tua (Selulitis
fasialis oleh H. Influenzaea
terjadi pada anak)
Daerah predileksi Wajah (sekitar lubang Ekstremitas bawah, bokong Ektremitas bawah, daerah
hidung dan mulut) yang sering mengalami
trauma

Graham-Brown R, Burns T. 2005. Lectures Notes on Dermatologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga;
PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI;
PB IDI. 2017. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: PB IDI;
Djuanda A. et al. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
ANALISIS DIAGNOSIS
IMPETIGO KRUSTOSA EKTIMA SELULITIS
Pioderma superfisialis Pioderma superfisialis (epidermis Pioderma profunda (mengenai
(terbatas pada epidermis) dan dermis bagian atas) epidermis dan dermis)
Gejala Klinis • Lesi awal makula atau • Ulkus dangkal tertutup krusta • Infiltrat eritema berbatas tidak
papul eritematosa,dengan tebal dan lekat, berwarna tegas pada subkutan disertai
cepat berkembang menjadi kuning keabuan. tanda peradangan akut dan
vesikel yang kemudian • Apabila krusta diangkat, gejala konstitusi (demam,
pecah membentuk krusta tampak ulkus bentuk punched malaise)
kuning madu (honey out, tepi ulkus meninggi,
colour) dikeliling eritema. indurasi, berwarna keunguan.
• Jika dilepaskan tampak
erosi dibawahnya.
Komplikasi Glomerulonefritis akut Ulserasi dan skar Necrotizing fasciitis (selulitis
sudah mengenai fascia dan otot,
nekrosis jaringan yg luas)

Graham-Brown R, Burns T. 2005. Lectures Notes on Dermatologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga;
PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI;
PB IDI. 2017. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: PB IDI;
Djuanda A. et al. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
ANALISIS TATALAKSANA
• Perlu diberikan informasi
mengenai penyakitnya, perjalanan
Konfirmasi penyakit serta berbagai faktor  Identifikasi keadaan komorbid serta
yang mempengaruhi perjalanan
penyakit menghindari faktor predisposisi (tingkat
kebersihan/higienisitas kurang, daerah panas
dan lembap, malnutrisi, imunitas tubuh
menurun, infestasi parasit)
• Menjelaskan mengenai prognosis
dari penyakitnya PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter
Informasi • Menghindari faktor faktor pencetus Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta:
PERDOSKI.
terjadinya

 Edukasi untuk menjaga kebersihan diri dan


menjaga stamina tubuh, serta menjaga
• Edukasi mengenai cara kebersihaan luka dengan tidak menggaruk agar
Edukasi pemakaian obat dan hygienie
proses penyembuhan kulit berjalan dengan
• Menghindari menggaruk luka
baik.
PB IDI. 2017. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: PB
IDI.
ANALISIS TATALAKSANA

Topikal : Bila tidak tertutup pus atau krusta: salep/krim asam fusidat.
Dioleskan 2-3 kali sehari, selama 7-10 hari. Antibiotika topikal yan
Asam Fusidat 2% cream 5gr aktif untuk bakteri gram positif.
PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di
Indonesia. Jakarta: PERDOSKI; Murlistyarini S. et al. 2018. Intisari Ilmu Kesehatan Kulit
dan Kelamin. Malang: UB press.

Lini pertama pengobatan pioderma. Spektrum luas gram


Sistemik : positif dan negatif. Asam klavulanat sebagai penghambat
beta-laktamase, kombinasi ini digunakan untuk bakteri
Amoxicillin + asam klavulanat syr 60ml penghasil penisilinase yang resisten terhadap
amoksisilin.
PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan
Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.

Antihistamin antagonis reseptor H1 generasi kedua dengan efek sedasi


yang lebih rendah dibandingkan generasi pertama, mengurangi gejala
Cetirizine syr 60 ml
pruritus sebagai salah satu gejala histamine excess
Ikawati Z. 2018. Farmakologi Molekuler: Target Aksi Obat dan Mekanisme
Molekulernya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
ANALISIS PROGNOSIS

Ektima memiliki prognosis baik, akan sembuh secara


perlahan meskipun biasanya akan menimbulkan
jaringan parut (skar).
DAFTAR PUSTAKA
- Arthaningsih D. et al. 2020. Profil pioderma pada anak usia 0-14 tahun di rumah sakit umum pusat sanglah denpasar periode
juni 2015 sampai juni 2016. E-Jurnal Medika Udayana. 9(9):1-6.
- Craft N. 2012. Superfi cial Cutaneous Infectioous and Pyoderma. In: Fitzpatrick’s Dermatology in General Medicine. 8th Ed.
Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leff ell DJ, Wolff K, editors. New York: McGraw Hill Medical.
- Djuanda A. et al. 2017. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi 7. Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
- Graham-Brown R, Burns T. 2005. Lectures Notes on Dermatologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Erlangga.
- Ikawati Z. 2018. Farmakologi Molekuler: Target Aksi Obat dan Mekanisme Molekulernya. Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
- James WD, Berger TG, Elston DM. 2016. Bacterial infections. In: Andrews’ Diseases of the skin. Clinical Dermatology. 12th
Ed. Philadelphia: Elsevier.
- PERDOSKI. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin di Indonesia. Jakarta: PERDOSKI.
- PB IDI. 2017. Panduan Praktek Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: PB IDI.
- Stevens DL, Bisno AL, and Chambers HF. 2014. Practice guidelines for the diagnosis and management of skin and soft tissue
infections: 2014 update by the infectious diseases society of america. Clin Infect Dis., 59(2):e10-52.
- Vaiman M, Lazarovitch T, and Heller L. 2015. Ecthyma Gangrenosum and Ecthyma-Like Lesions: Review Article. Eur J Clin
Microbiol Infect Dis., 34(4):633–9.
- Kemenkes. 2011. Pedoman Nasional Tatalaksana Klinis HIV dan Terapi Antiretrovirus. Jakarta : KementrianKesehatan RI

Anda mungkin juga menyukai