Anda di halaman 1dari 9

Teori Neurosains dalam Pembelajaran

Pengertian Neurosains dalam Pembelajaran

Menurut (Larry R. Squire, 2008), istilah neurosains diperkenalkan pertama


kali pada pertengahan tahun 1960. Secara etimologi, neurosains adalah ilmu
neural (neural science) yang mempelajari sistem syaraf, terutama neuron atau sel
saraf dengan pendekatan multidisipliner (Taufik Pasiak, 2012). Sedangkan secara
terminologi merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi saintifik
terhadap sistem syaraf. Jadi, neurosains juga disebut sebagai ilmu yang
mempelajari otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf lainnya.

Neurosains merupakan satu bidang kajian mengenai sistem saraf yang ada
di dalam otak manusia. Neurosains juga mengkaji mengenai kesadaran dan
kepekaan otak dari segi biologi, persepsi, ingatan, dan kaitannya dengan
pembelajaran. Bagi teori ini, sistem syaraf dan otak merupakan asas fisikal bagi
proses pembelajaran manusia. Neurosains dapat membuat hubungan diantara
proses kognitif yang terdapat di dalam otak dengan tingkah laku yang akan
dihasilkan. Hal ini dapat diartikan bahwa, setiap perintah yang diproses oleh otak
akan mengaktifkan daerah-daerah penting otak (Harun, 2003).

Komunitas atau Perkumpulan Neurosains didirikan pada tahun 1969,


namun pembelajaran mengenai otak sudah dilakukan sejak lama sekali. Beberapa
hal yang dipelajari meliputi struktur, fungsi, sejarah evolusi, pengembangan,
genetika, biokimia, fisiologi, farmakologi, informatika, komputasi neurosains dan
patologi dari sistem syaraf. Neurosains seakan-akan terlihat cabang dari ilmu
biologi. Namun, saat ini sudah banyak dilakukan kerjasama penelitian antar
bidang ilmu dalam kerangka neurosains, seperti disiplin ilmu psikologi-neuro dan
kognitif, ilmu komputer, statistik, fisika, dan kedokteran.

Otak Kiri dan Otak Kanan dalam Pembelajaran (Dryden, 2001)


 Kecerdasan matematika dan bahasa berpusat di otak kiri, meskipun untuk
matematika tidak terpusat secara tegas di otak kiri, sedangkan untuk
bahasa tepatnya di daerah Wernicke dan Brocca.

 Kecerdasan musik dan spasial berpusat di otak kanan.

 Kecerdasan kinestetik sebagaimana dimiliki oleh olahragawan berpusat di


daerah motorik cortex cerebri.

 Kecerdasan intrapribadi (intrapersonal) dan antarpribadi (interpersonal)


ditata pada sistem limbik dan dihubungkan dengan lobus prefrontal
maupun temporal (Snell, 1996)

Aplikasi Neorosains dalam Pembelajaran

Optimalisasi otak pada dasarnya adalah menggunakan seluruh bagian otak


secara bersama-sama dengan melibatkan sebanyak mungkin indra secara serentak.
Penggunaan berbagai media pembelajaran merupakan salah satu usaha
membelajarkan seluruh bagian otak, baik otak kiri maupun otak kanan, rasional
maupun emosional atau bahkan spiritual. Permainan warna, bentuk, tekstur dan
suara sangat dianjurkan. Ciptakan suasana gembira karena akan merangsang
keluarnya endorfin dari kelenjar di otak dan selanjutnya mengaktifkan asetilkolin
di sinapsis. Seperti diketahui sinapsis yang merupakan penghubung antar sel saraf
menggunakan zat kimia terutama asetilkolin sebagai neurotransmitternya. Dengan
aktifnya aseltilkolin maka memori akan tersimpan dengan lebih baik. Lebih jauh
suasana gembira akan mempengaruhi cara otak dalam memproses, menyimpan
dan mengambil kembali informasi. Tiga hal penting dalam belajar menurut Susan
(1997) adalah: 1) bagaimana mengambil dan menyimpan informasi dengan cepat,
menyeluruh dan efisien, 2) bagaimana menggunakannya untuk menyelesaikan
masalah, dan 3) bagaimana menggunakannya untuk menciptakan ide.
Optimalisasi dapat dilakukan dengan membuatnya dalam keadaan waspada yang
relaks sebelum dimasuki informasi.

Musik yang menenangkan dan latihan pernafasan dapat menghilangkan


pikiran yang mengganggu dan mengkondisikan otak agar waspada dan relaks.
Musik juga dapat mengaktifkan otak kanan untuk siaga menerima infromasi dan
membantu memindahkan infromasi tersebut ke dalam bank memori jangka
panjang. Musik memang membantu proses transmisi pesan yang berlangsung di
ujung-ujung saraf. Gelombang otak yang berada pada posisi alfa telah
memungkinkan pemaduan, pengkodisian dan konsilidasi seluruh pesan yang
masuk. Kondisi relaks dan waspada merupakan pintu bawah sadar. Jika informasi
dibacakan dengan dibarengi musik dan aroma menenangkan, maka akan
mengambang di bawah sadar dan ditrasmisikan dengan lebih cepat serta disimpan
dalam “file” yang benar.

Disamping membutuhkan kondisi waspada yang relaks, otak juga


membutuhkan oksigen untuk bekerjanya. Berhentinya pasokan oksigen akan
merusak sel-sel saraf di otak. Ruang kelas dengan penyediaan oksigen yang
berlimpah sangat kondusif untuk belajar. Pohon-pohon dengan daun rimbun di
luar kelas dapat menjadi sumber oksigen. Olahraga yang dilakukan teratur, tidak
hanya akan membugarkan tubuh namun juga akan memperkaya darah dengan
oksigen dan meningkatkan pasokan okseigen ke otak. Kekurangan zat besi
(sayuran hijau) akan menurunkan rentang perhatian, menghambat pemahaman dan
secara umum mengganggu prestasi belajar. Kurangnya kalium (buah dan sayuran)
akan menurunkan rentang perhatian, menghambat pemahaman, dan secara umum
mengganngu prestasi belajar. Kurangnya kalium (buah dan sayuran) akan
mengurangi aliran listrik di otak sehingga akan menurunkan jumlah informasi
yang dapat diterima otak. Dengan demikian makan pagi dengan mengkonsumsi
banyak buah, makan siang dengan prinsip empat sehat dan makan malam dengan
menambahkan susu akan mengoptimalkan otak. Demikian juga dengan olahraga
teratur dan minum banyak air putih sebagai penghilang racun akan mendukung
kerja otak.

Rekayasa lingkungan belajar yang nyaman dan relaks akan memudahkan


pengambilalihan tugas dari otak kiri yang rasional ke otak intituitif yang
menerima asupan informasi bawah sadar. Intuisi adalah persepsi yang berada di
luar pancaindera meskipun tetap bukan hal mistik, karena tetap bersifat logis.
Menyimpan informasi dengan pola asosiatif dan tidak linear merupakan langkah
pertama menuju pengembangan kemampuan otak yang belum dikembangkan.
Belajar melalui praktik akan melibatkan banyak indra sehingga memori akan lebih
mantap. Setiap orang memiliki dominasi indra secara individual. Apabila guru
dapat mendominasi indera pada masing-masing peserta didiknya maka akan dapat
memberi layanan dengan tepat.

Secara umum ada 10 hukum dasar otak yang relevan dalam bidang
pendidikan. Hukum-hukum itu antara lain: 1) keunikan, 2) kekhususan, 3)
sinergisitas, 4) hemisferik dan dominasi, 5) verba-grafis, 6) imajinasi dan fakta, 7)
plastisitas sel saraf, 8) kerja serempak, 9) simbiosis rasio-emosi-spriritualitas, dan
10) otak laki-laki-otak perempuan. Otak bukan sekedar struktur (benda-organik),
tetapi fungsi dan sifat. Karena itu, otak merupakan titik utama pengembangan
manusia dalam bidang pendidikan. Tidak saja untuk belajar mengajar tetapi juga
bagi pendidikan secara keseluruhan.

1. Keunikan

Otak merupakan sistem yang dinamis atau sistem yang hidup (living system).
Otak tidak saja tumbuh dan berkembang tetapi otak juga terbuka terhadap
intervensi dari luar. Karena dapat diintervensi dari luar, otak setiap orang itu unik.
Pengalaman, pendidikan dan gaya hidup yang berbeda membuat otak menjai
berbeda. Otak dapat berkembang tak terbatas tanpa memperbesar ukuran
tengkorak. Otak tidak pernah istirahat, bahkan ketika tidurpun otak bekerja.
Sebagai sistem yang hidup, otak harus di charge supaya bisa hidup secara
dinamis. Ahli otak memperkirakan bahwa manusia rata-rata baru memakai 20-
50% dari potensi otak. Potensi alam bawah sadar, intuisi dan konektivitas belum
dipakai secara baik. Hal tersebut menjadikan setiap orang berbeda dalam banyak
hal. Karena itu tidak ada teknik belajar yang baku dan tunggal untuk semua orang.
Pendidik harus dapat mengemas teknik-teknik belajar yang memperhatikan
keunikan ini.

2. Kekhususan

Para ahli (Howard Gardner, ahli saraf dan pendidikan dari sekolah kedokteran
Boston dan sekolah pendidikan Harvad) menemukan kemampuan otak berkaitan
dengan kekhususan seseorang dalam memanfaatkannya. Kemampuan ini (Gardner
menyebutnya Multiple Inteligence) didukung oleh perbedaan struktur otak pada
setiap orang. Perbedaan ini terjadi antara lain karena manifestasi kekhususan
genetik pada proses perkembangan susunan syaraf pusat. Prinsip kedua ini
menunjukkan adanya keunggulan yang bersifat khas pada setiap orang. Anak
yang unggul dalam bidang matematika tidaklah berarti lebih unggul dibandingkan
dengan anak-anak lain yang pintar main basket, menari, atau memainkan biola.
Sekolah yang baik harus memberikan ruang yang luas bagi pengembangan semua
kecerdasan ini.

3. Sinergisitas

Otak dan seluruh bagian tubuh, terutama organ gerak dan organ indera memiliki
hubungan sinergis. Bagian motorik dan sensorik di otak memiliki hubungan saraf
melalui pelepasan zat-zat kimia bernama neurotransmitter dengan indera dan
organ gerak. Rangsangan pada beberapa organ secara bersamaan akan
memberikan efek lebih baik dibandingkan hanya 1 organ. Otak lebih cepat
menangkap informasi yang melibatkan dua kelompok organ ini sekaligus.
Keadaan otak dalam kondisi alfa (gelombang otak 8-14 kali per menit) merupakan
keadaan yang paling optimal untuk belajar. Keadaan ini akan merilekskan otot-
otot, menstabilkan denyut jantung. Belajar di bawah tekanan, pemaksaan dan
dalam keadaan lelah akan merangsang otak memasuki kondisi beta. Dalam
kondisi beta ini proses penerimaan dan pengelolaan informasi menjadi tidak
efektif. Pembelajaran dan pendidikan harus dapat mempertahankan sinergisitas
otak- tubuh.

4. Hemisferik dan dominasi

Dalam prinsip ini setiap orang memiliki gaya dan cara yang unik dalam belajar,
pemerolehan informasi dan strategi pemecahan masalah. Tidak ada otak yang
sama. Karena itu, tidak ada teknik belajar mengajar yang sama.

5. Verba-grafis

Memori akan tertata dengan baik, efektif dan efisien jika diformulasikan dalam
bentuk kata dan gambar. Memori akan tertata dengan baik, efektif dan efisien jika
diformulasikan dalam bentuk kata dan gambar. Pembuatan catatan yang baik tidak
saja untuk melestarikan informasi di buku tulis, tetapi juga memudahkan otak
untuk mengkode, menyimpan dan memanggil kembali informasi tersebut.

6. Imajinasi dan fakta


Imajinasi dan fakta merangsang kerja otak dengan cara yang sama. Kejadian yang
bersifat traumatis dan emosional akan merangsang otak bekerja sama persis jika
kejadian itu hanya dibayangkan.

7. Plastisitas sel saraf

Setiap keping informasi disimpan dalam sel-sel saraf. Tepatnya, disimpan dalam
bentuk perubahan molekul-molekul kimia di dalam dan di luar sel saraf. Jika
informasi diterima dengan cara yang cocok dengan mekanisme otak, akan terjadi
penguatan hubungan antar sel saraf melalui perubahan molekuler. Semakin sering
otak dipakai, semakin banyak perubahan molekuler yang terjadi dan semakin
kuatlah memori. Perubahan akan semakin cepat terjadi jika berkaitan dengan
informasi yang tidak lazim. Hal-hal yang tak lazim lebih cepat merangsang otak.

8. Simultanitas

Ketika merespon sebuah informasi, seluruh bagian otak bekerja sama secara
serempak. Walaupun pusat pengaturan informasi berada di bagian yang berbeda-
beda di otak, bagian-bagian itu akan bekerja serempak ketika menerima dan
memproses informasi. Ketika melihat sebuah gambar bergerak, bagian otak yang
menyerapi bentuk, gerakan, warna dan nuansa emosi akan segera bereaksi.
Hasilnya adalah respons yangutuh. Kerja serempak otak ini mirip dengan orkestra
yang dipimpin oleh seorang dirigen. Jika seluruh bagian otak dapat dirangsang
untuk bekerja secara serempak, penyerapan informasi akan menjadi lebih efektif.
Otak memiliki kemampuan mendeteksi perubahan secepat apapun, dalam hitunga
detik.

9. Simbiosis rasio-emosi-spiritualitas

Rasio dan emosi menjadi penopang utama spiritualitas manusia. Jika rasio dan
emosi memberikan kepada manusia keunggulan yang bersifat teknik dan
diperlukan untuk mengarungi kehidupan dunia, maka spiritualitas memerlukan
makna bagi tindakan-tindakan manusia. Spiritualitas yang baik biasanya tampak
dari rasio dan emosi yang baik. Otak menyediakan piranti emosi bagi manusia
untuk melakukan tindakan yang mengarah pada pemerolehan makna hidup,
yaitu1) kesadaran diri, 2) manajemen suasana hati, 3) motovasi diri, 4) empati,
dan 5) manajemen relasi sosial. Untuk dapat melakukan lima hal ini, rasio, emosi
dan spiritualitas bekerja keras secara simbiosis mutualistik. Ini adalah kunci-kunci
sukses kehidupan.

10. Otak laki-laki-otak perempuan

Dalam belajar, perempuan dan lelaki memiliki learning dan thinking style yang
berbeda. Karena itu pengelolaan kelas akan jauh lebih efektif dan optimal jika
kedua jenis kelamin ini dibimbing menurut style masing-masing. Model
pembelajaran tutorial akan lebih optimal mengerahkan potensi kedua jenis
kelamin ini. Namun, ini tidak berarti harus ada pemisahan kelas antara kedua jenis
kelamin. Yang paling penting, pendidik harus bisa memahami bagaimana mereka
berpikir sehingga lebih mudah membimbing.

Implementasi dalam Proses Pembelajaran

Belajar merupakan interaksi antara keadaan internal dan proses kognitif siswa
dengan stimulus dari lingkungan. Untuk dikatakan berhasilnya proses
pembelajaran, maka cara kerja otak tersebut menghasilkan hasil belajar. Hasil
belajar tersebut terdiri dari:

1. Informasi verbal: kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam


bentuk bahasa, baik lisan atau tertulis.

2. Keterampilan intelektual: kecakapan yang berfungsi untuk berhubunga


dengan lingkungan hidup.

3. Strategi kognitif: Kemampuan menyalurkan dan mengarahkan akivitas


kognitifnya sendiri.

4. Keterampilan motorik: kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani.

5. Sikap: kemampuan menerima atau menolak obyek berdasakan penilaian


terhadap obyek tesebut.

Penerapan lainnya adalah dengan cara kita sebagai manusia harus


meningkatkan atau memaksimalkan kinerja otak untuk mengasah otak atau
dengan meningkatkan konsetrasi otak. Semakin sering di asah, otak kita akan
cenderung lebih tangkap dalam meneria informasi. Dengan begitu akan
memudahkan kita menerima segala proses pembelajaran jika otak kita siap untuk
menerima pemikiran dari luar dan juga untuk mamancarkan pemikiran kepada
otak orang lain.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Kerja Otak (Neuroscience)Dalam


Pembelajaran
1. Kelebihan Neuroscience:
a. Teori ini mendukung siswa mencapai apa yang diinginkansesuai pada
kemampuan kerja otaknya
b. Guru sebagai penggubah keberhasilan siswa
c. Keadaan lingkungan sekitar kondusif
2. Kelemahan Neuroscience:
a. Sebagian besar pendidikan di Indonesia lebih menekankan pada aspek
kognitif atau intelektualnya saja dan yang berkembang hanya otak belahan
kiri
b. Siswa pemikirannya konvensional (fikiran yang berasaskan pendapat-
pendapat lama yang telah kukuh dan diterima ramai sebelum ini)
c. Guru kurang membantu siswa (appabila guru kurang memahami teori
belajar yang berbeda pada masing-masing siswa) menemukan keinginan
belajar, dan kurang mendukung siswa mencapai apa yang mereka inginkan
d. Keadaan lingkungan kurang kondusif (minimnya fasilitas dan pengetahuan
lingkungan masyarakat/orang tua tentang teori belajar neuroscience)
Daftar Pustaka

Buharudin, Afid.” IMPLEMENTASI TEORI BELAJAR KERJA OTAK


DALAM PEMBELAJARAN” (Online).
https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/05/31/implementasi-
teori-belajar-kerja-otak-dalam-pembelajaran/, diakses 20 September
2018

Kushartanti, BM.”PERKEMBANGAN APLIKASI NEUROSAINS DALAM


PEMBELAJARAN DI TK” (online).
http://staffnew.uny.ac.id/upload/131405898/pengabdian/Neurosains+d
an+Pembelajaran.pdf, diakses 20 September 2018

Septi, Wijayanti Wulan. “Neurosains Pembelajaran” (online).


http://wijayantiwulansepti.blogspot.com/2013/11/v-
behaviorurldefaultvmlo.html, diakses 20 september 2018

Anda mungkin juga menyukai