PEMBAHASAN
Evaluasi berasal dari dari bahasa Inggris: evaluation; yang dalam bahasa Arab
diistilahkan dengan taqyīm atau taqwīm yang berasal dari kata al-Qīmah yang berarti
nilai (value).1 Jadi, secara harfiah evaluasi pendidikan yang disebut taqwīm al-
tarbiyah, dapat diterjemahkan sebagai penilaian dalam bidang kependidikan, atau
penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar.
1
Muhammad Alī Al-Khūlī, Dictionary of Education (Bairut-Libanon: Dar al-‘Ilm li al-
Malayīn, 1981), h. 165.
2
Dalam mengurai evaluasi pendidikan di dalam buku ini, baik disebutkan sebagai catatan kaki
ataupun tidak, banyak menukil pemikiran M. Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan (Jakarta:
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Dirjend Dikti Depdikbud, 1989),
h. 251-256.
Dalam kawasan penilaian dijumpai dua macam istilah, yang pertama muqāyas
atau pengukuran (measurement) dan yang kedua adalah taqyīm atau penilaian
(evaluation). Pengukuran adalah penilaian yang sifatnya kuantitatif, untuk
melukiskan suatu peristiwa atau karakteristik dengan angka-angka. Pengukuran
memberitahukan berapa banyak, berapa sering atau berapa baik melalui skor,
tingkat-tingkat atau pun ratingnya. Dalam bahasa pengukuran seorang guru selalu
berkata: “Zaiden hanya dapat menjawab lima per-tanyaan dengan benar dari dua
puluh pertanyaan pada ulangan matapelajaran matematika”. Kalau guru tersebut
berkata: “Zaiden tidak pandai dalam matapelajaran matematika”, maka pernyataan
itu tidak lagi dapat disebut sebagai pengukuran kuantitatif, melainkan sudah bersifat
kualitatif.
Perlu dicatat bahwa tidak semua keputusan penilaian yang ditetapkan oleh guru
mesti menggunakan pengukuran. Banyak fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit
keputusan yang didasarkan atas informasi yang sulit dinyatakan dalam angka, seperti
misalnya: hal-hal yang lebih disukai peserta didik; informasi yang datang dari orang
tua, pengalaman-pengalaman masa lalu dan bahkan intuisi. Sekalipun demikian,
pengukuran itu tetap memiliki peranan yang besar dalam menetapkan keputusan
yang bersangkut paut dengan proses pembelajaran, terutama jika dilaksanakan
dengan semestinya. Pengukuran yang benar tentulah dapat menyediakan data yang
cukup obyektif dan tidak berprasangka bagi penilaian.
3
Bandingkan dengan Noeng Muhadjir, Teknik Penilaian dalam Pendidikan (Yogyakarta:
Rake Sarasin PO Box 83, 1987), h. 17.
2
Telah disinggung di depan bahwa evaluasi itu mencakup pengukuran dan
penilaian. Evaluasi itu bermanfaat bagi guru karena dapat membantu menjawab
masalah-masalah penting mengenai peserta didiknya dan prosedur pembelajaran
yang dilakukannya. Tidak ada proses belajar-mengajar yang bebas dari evaluasi;
tidak ada guru ataupun peserta didik yang dapat menghindar dari evaluasi. Sejak dari
memulai profesi sebagai pendidik sampai kemudian pensiun karena udzur dan lain-
lain, setiap pendidik akan terus menerus berkelindan dengan penilaian dan evaluasi;
mulai dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai pendidikan tinggi.
Peserta didik juga tidak pernah berhenti menjadi subyek evaluasi. Bahkan lebih
dari itu, para penyelenggara atau lembaga pendidikan dan orangtua pun tidak terlepas
dari evaluasi, karena mereka pun tetap menimba manfaat daripadanya. Jadi,
kehadiran evaluasi itu memang melekat dengan sistem pendidikan. Subyek yang
dievaluasi adalah peserta didik; dan dievaluasi dengan sarana tertentu, seperti: ujian
(imtihān) dalam bentuk tes atau non tes seperti misalnya melalui pengamatan secara
jeli dan berkesinambungan terhadap perilaku dan aktifitas peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok.
3
Evaluasi pendidikan itu seperti dikemukakan oleh Anas Sudijono adalah:
1. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti bahwa evaluasi
dalam pendidikan merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan kegiatan akhir atau
penutup dari suatu program tertentu, melainkan merupakan kegiatan yang
dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung, dan pada akhir program
setelah program itu dianggap selesai.
4
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996),
h. 2.
4
Berdasarkan data itulah selanjutnya diambil suatu keputusan sesuai dengan
maksud dan tujuan evaluasi yang sedang dilaksanakan. Perlu dikemukakan di
sini bahwa ketepatan keputusan hasil evaluasi sangat bergantung kepada
kesahihan dan objektivitas data yang digunakan dalam pengambilan keputusan.
Bahan atau materi pembelajaran apa yang akan diajarkan dan metode apa yang
akan digunakan sangat bergantung pada tujuan pengajaran atau indikator
keberhasilan yang telah dirumuskan. Demikian pula bagaimana prosedur evaluasi
harus dilakukan serta bentuk-bentuk atau alat evaluasi mana yang akan dipakai untuk
menilai hasil pengajaran tersebut harus dikaitkan dan mengacu kepada bahan dan
metode pembelajaran yang digunakan dan tujuan pembelajaran atau indikator
keberhasilan yang telah dirumuskan.
5
B. Fungsi Evaluasi Pendidikan
Dalam hal ini perlu dicatat bahwa sekurang-kurangnya ada 5 (lima) fungsi
evaluasi dalam pendidikan yang secara keseluruhan selalu berpusat pada kepentingan
peserta didik, yaitu: (1) sebagai insentif untuk meningkatkan belajar; (2) sebagai
umpan balik bagi peserta didik; (3) sebagai umpan balik bagi pendidik; (4) sebagai
informasi bagi orang tua; dan (5) sebagai informasi untuk keperluan seleksi,5 yang
secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:
Salah satu fungsi evaluasi ialah untuk mendorong peserta didik untuk belajar
secara lebih giat. Untuk hasil belajar yang bagus diberi nilai tinggi dan kalau
mungkin hadiah-hadiah. Bagi peserta didik tingkat Sekolah Dasar hal ini penting
sekali karena atas dasar itu mereka dihargai oleh pendidik yang menjadi orangtua
mereka. Bagi peserta didik Sekolah Lanjutan, hal itu juga penting, karena merupakan
bekal untuk melanjutkan belajar ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.
5
Mahmud, Psikologi, h. 253-254.
6
Qur`ān, al-Ra’d/13: 17.
6
Begitu juga halnya mengenai nilai yang diperoleh peserta didik akan kurang
efektif sebagai insentif baginya kalau orangtuanya kurang peduli terhadap nilai
tersebut; sebaliknya nilai tersebut menjadi lebih efektif sebagai insentif kalau
orangtua mereka memperhatikan dan menghargai hasil usaha putera-puterinya.
Dalam hal ini peserta didik merasa ada manfaat baginya bila dia memperoleh
prestasi. Bahkan akan lebih efektif lagi kalau peserta didik sendiri mempunyai
rencana untuk memasuki sekolah yang lebih tinggi yang mempersyaratkan nilai
tinggi untuk diterima sebagai peserta didik.
b. Evaluasi itu sehat dan obyektif. Penilaian harus berkaitan rapat dengan usaha
peserta didik yang sebenarnya. Kalau ada peserta didik yang keliru atau salah,
hendaklah diinformasikan mengapa dia keliru, dan sekiranya dia benar berilah
penilaian yang semestinya tanpa ada yang perlu disembunyikan. Allah swt
menegaskan bahwa kebenaran dan atau kesalahan sekecil apapun yang dilakukan
umat manusia akan tetap diinformasikan secara jujur.7 Dalam hal ini peserta didik
akan merasa bahwa untuk dapat berhasil secara memuaskan di sekolah adalah
dengan belajar lebih giat dan gigih, karena penilaian itu dilakukan secara jujur,
sehat dan obyektif.
c. Evaluasi yang dilaksanakan bersifat adil. Penilaian itu akan efektif kalau peserta
didik tahu bahwa penilaian tersebut lebih kurang sama bagi semua peserta didik.
Peserta didik, sebagai subyek penilaian biasanya cukup peka terhadap perlakuan
yang berbeda, apalagi kalau ia tahu bahwa penilaian itu didasarkan pada
kecenderungan pilih kasih. Ajaran Islam menegaskan agar berlaku adil terhadap
sesama.
7
Qur`ān, al-Zalzalah/99: 7-8
7
e. Evaluasi itu bersifat menantang. Keberhasilan dalam penilaian haruslah
merupakan tantangan bagi semua peserta didik; menilai peserta didik agar lebih
baik belajarnya dari pada yang sudah-sudah ternyata dapat meningkatkan prestasi
belajar mereka. Karena itu, sistem penilaian haruslah dibuat untuk menggalakkan
peserta didik agar selalu meraih sukses sedikit demi sedikit, setapak demi setapak,
setiap langkah belajar yang sekarang harus selalu sedikit lebih cepat dan tepat dari
pada langkah-langkahnya yang berhasil di waktu-waktu yang lalu, sehingga hari
esok menjadi lebih baik lagi.9
Lima kriteria di atas pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatnya gairah
dan kegiatan belajar peserta didik, sehingga memberikan dorongan bagi peserta
didik untuk belajar secara lebih berkualitas.
Peserta didik perlu megetahui hasil jerih payahnya, hal ini dapat diperoleh
melalui hasil penilaian. Dengan perkataan lain, penilaian itu dapat memberikan
umpan balik kepada peserta didik, sehingga peserta didik selalu tahu kekuatan
dan kelemahannya. Misalkan guru menugaskan peserta didik untuk membuat
karangan; karangan itu kemudian diperiksa, dikomentari dan diberi nilai; setelah
karangan tersebut dikembalikan kepada peserta didik, mereka menjadi tahu di
mana kekurangan-kekurangan mereka; mungkin ada yang merasa kurang dalam
segi isi karangan, mung-kin ada yang sadar akan kekurang-mampuannya dalam
menyusun kalimat dengan baik, atau mungkin pula ada yang merasa lemah dalam
perbendaharaan kata-kata, dan sebagainya. Dengan demikian penilaian tersebut
dapat membantu peserta didik memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan
keterampilan karang-mengarang.
8
Qur`ān, al-Māidah/5: 8.
9
Qur`ān, al-Hasyr/ 59:18.
8
Agar bermanfaat sebagai umpan balik, penilaian itu seyogianya lengkap,
artinya kalau hasil pekerjaannya diberi komentar tertulis ditambah dengan nilai
(angka atau pun huruf) peserta didik akan berpretasi lebih baik dari pada kalau hanya
diberikan nilai saja, sebab, peserta didik dapat mengetahui apa yang harus
dilakukannya agar prestasinya lebih meningkat pada masa-masa yang akan datang.
Di samping itu dia menjadi yakin bahwa apa yang telah dicapainya itu adalah berkat
jerih payahnya sendiri dan bukan lantaran keberuntungan atau karena faktor-faktor
eksternal lainnya.
Salah satu fungsi evaluasi yang terpenting ialah memberikan umpan balik
kepada pendidik mengenai efektifitas pembelajaran yang dilaksanakannya. Pendidik
tidak dapat berharap bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakannya sudah efektif
atau tidak, kalau dia tidak mengetahui apakah peserta didiknya telah menangkap dan
menyerap hal-hal yang penting dari bahan pelajaran yang disajikannya.
Suatu buku laporan kemajuan belajar, atau lazim disebut dengan buku “rapor”,
karena ia “melaporkan” informasi tentang kemajuan peserta didik kepada
orangtuanya. Fungsi melaporkan ini menjadi penting karena dua alasan: (a) orangtua
dapat mengetahui kemajuan belajar putera-puterinya di sekolah. (b) nilai dan
penilaian-penilaian yang lain dapat membantu orang tua untuk memberikan
reinforcement secara informatif. Hal ini ternyata ikut membantu peserta didik belajar
lebih giat dan berprestasi lebih baik.
9
5. Informasi untuk Keperluan Seleksi
Lebih dari itu, sesuai dengan harapan dan tuntutan teori evaluasi, bahwa
evaluasi itu pada prinsipnya bermata dua, yang sasarannya bukan hanya peserta
didik, melainkan juga tak kalah pentingnya adalah pendidik dan segenap
penyelenggara/tenaga kependidikan yang ada. Atas dasar itulah, sekurang-kurangnya
sebagai harapan teoritis, bahwa apapun prestasi peserta didik haruslah diasumsikan
sebagai prestasi pendidik dan prestasi keseluruhan penyelenggara pendidikan secara
bersama-sama, yang diwakili oleh pendidik sebagai ujung tombaknya.
10
Kalau teori fitrah dipercayai kebenarannya secara ekstrem dan parsial, maka tidak
akan ada lagi peserta didik di dunia ini yang bodoh. Semua anak manusia pada dasarnya
berpotensi untuk menjadi manusia yang baik dan bermutu. Termasuk dalam pengertian
baik dan bermutu ini ialah sanggup memikul amanat untuk menjadi “pandai”, setidaknya
pada bidang-bidang tertentu. Akan tetapi permasalahannya adalah, apakah di rumah, di
masyarakat dan lebih-lebih lagi di lembaga pendidikan tempat peserta didik belajar yang
memiliki perangkat peralatan dan fasilitator yang berkemam-puan hebat, telah
menemukan cara untuk mengkondisikan agar potensi peserta didik dapat berkembang
maksimal. Dalam konteks inilah sesungguhnya evaluasi pada hakekatnya merupakan
diagnosa untuk menemukan cara untuk memaksimalkan kemampuan potensi tersebut.
Sungguh sangat tidak adil jika seorang peserta didik yang potensinya tidak atau
belum sempat berkembang saat dievaluasi; lantas kemudian dicap dan diklasifikasikan
sebagai orang bodoh, malas belajar dan bermacam-macam tudingan yang tak enak
didengar. Itulah kenyataan yang umum terdengar. Hampir-hampir atau nyaris tak
terdengar, ada para guru sebagai pendidik yang menyesali nasibnya atas
ketidakmampuannya dalam menjadikan peserta didiknya menjadi orang yang
berprestasi. sasaran pokok evaluasi bukanlah sekedar peserta didik, melainkan seluruh
penyelenggara pendidikan, mulai dari pendidik, kurikulum, sarana dan prasarana,
metode pembelajaran, alat atau media dan seluruh unsur yang terlibat dalam kegiatan
proses belajar mengajar.
11