Anda di halaman 1dari 11

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Evaluasi Pendidikan

Evaluasi berasal dari dari bahasa Inggris: evaluation; yang dalam bahasa Arab
diistilahkan dengan taqyīm atau taqwīm yang berasal dari kata al-Qīmah yang berarti
nilai (value).1 Jadi, secara harfiah evaluasi pendidikan yang disebut taqwīm al-
tarbiyah, dapat diterjemahkan sebagai penilaian dalam bidang kependidikan, atau
penilaian terhadap kegiatan belajar mengajar.

Dalam praktek sehari-hari evaluasi pendidikan selalu dihubung-hubungkan


dengan ujian. Sekalipun ada kaitannya, akan tetapi tidak mencakup keseluruhan
maknanya. Ujian pada umumnya (imtihān) atau ujian akhir (khataman) sekalipun,
belum dapat menggambarkan esensi evaluasi pendidikan, terutama dalam konteks
pendidikan Islam. Sebab, evaluasi pendidikan pada dasarnya bukan hanya menilai
hasil belajar, tetapi juga proses-proses yang dilalui pendidik dan peserta didik dalam
keseluruhan proses pembelajaran.

Memang dalam setiap proses pembelajaran mengandung evaluasi atau


penilaian. Pada jantung penilaian itulah, kata Dimyati Mahmud, terletak denyut nadi
setiap keputusan yang didasarkan atas nilai-nilai.2 Dalam setiap proses penilaian pula
terdapat suatu upaya membandingkan informasi-informasi yang tersedia dengan
kriteria-kriteria atau ukuran tertentu, setelah itu barulah diambil keputusan.

1
Muhammad Alī Al-Khūlī, Dictionary of Education (Bairut-Libanon: Dar al-‘Ilm li al-
Malayīn, 1981), h. 165.
2
Dalam mengurai evaluasi pendidikan di dalam buku ini, baik disebutkan sebagai catatan kaki
ataupun tidak, banyak menukil pemikiran M. Dimyati Mahmud, Psikologi Pendidikan (Jakarta:
Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan, Dirjend Dikti Depdikbud, 1989),
h. 251-256.
Dalam kawasan penilaian dijumpai dua macam istilah, yang pertama muqāyas
atau pengukuran (measurement) dan yang kedua adalah taqyīm atau penilaian
(evaluation). Pengukuran adalah penilaian yang sifatnya kuantitatif, untuk
melukiskan suatu peristiwa atau karakteristik dengan angka-angka. Pengukuran
memberitahukan berapa banyak, berapa sering atau berapa baik melalui skor,
tingkat-tingkat atau pun ratingnya. Dalam bahasa pengukuran seorang guru selalu
berkata: “Zaiden hanya dapat menjawab lima per-tanyaan dengan benar dari dua
puluh pertanyaan pada ulangan matapelajaran matematika”. Kalau guru tersebut
berkata: “Zaiden tidak pandai dalam matapelajaran matematika”, maka pernyataan
itu tidak lagi dapat disebut sebagai pengukuran kuantitatif, melainkan sudah bersifat
kualitatif.

Dalam melakukan pengukuran seorang pendidik memungkinkan untuk


membandingkan prestasi belajar setiap peserta didik pada matapela-jaran tertentu
dengan suatu standar atau ukuran tertentu atau membandingkannya dengan prestasi
belajar peserta didik yang lain.3

Perlu dicatat bahwa tidak semua keputusan penilaian yang ditetapkan oleh guru
mesti menggunakan pengukuran. Banyak fakta menunjukkan bahwa tidak sedikit
keputusan yang didasarkan atas informasi yang sulit dinyatakan dalam angka, seperti
misalnya: hal-hal yang lebih disukai peserta didik; informasi yang datang dari orang
tua, pengalaman-pengalaman masa lalu dan bahkan intuisi. Sekalipun demikian,
pengukuran itu tetap memiliki peranan yang besar dalam menetapkan keputusan
yang bersangkut paut dengan proses pembelajaran, terutama jika dilaksanakan
dengan semestinya. Pengukuran yang benar tentulah dapat menyediakan data yang
cukup obyektif dan tidak berprasangka bagi penilaian.

3
Bandingkan dengan Noeng Muhadjir, Teknik Penilaian dalam Pendidikan (Yogyakarta:
Rake Sarasin PO Box 83, 1987), h. 17.

2
Telah disinggung di depan bahwa evaluasi itu mencakup pengukuran dan
penilaian. Evaluasi itu bermanfaat bagi guru karena dapat membantu menjawab
masalah-masalah penting mengenai peserta didiknya dan prosedur pembelajaran
yang dilakukannya. Tidak ada proses belajar-mengajar yang bebas dari evaluasi;
tidak ada guru ataupun peserta didik yang dapat menghindar dari evaluasi. Sejak dari
memulai profesi sebagai pendidik sampai kemudian pensiun karena udzur dan lain-
lain, setiap pendidik akan terus menerus berkelindan dengan penilaian dan evaluasi;
mulai dari jenjang pendidikan yang paling rendah sampai pendidikan tinggi.

Peserta didik juga tidak pernah berhenti menjadi subyek evaluasi. Bahkan lebih
dari itu, para penyelenggara atau lembaga pendidikan dan orangtua pun tidak terlepas
dari evaluasi, karena mereka pun tetap menimba manfaat daripadanya. Jadi,
kehadiran evaluasi itu memang melekat dengan sistem pendidikan. Subyek yang
dievaluasi adalah peserta didik; dan dievaluasi dengan sarana tertentu, seperti: ujian
(imtihān) dalam bentuk tes atau non tes seperti misalnya melalui pengamatan secara
jeli dan berkesinambungan terhadap perilaku dan aktifitas peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok.

Oleh karena setiap lembaga pendidikan, sekolah ataupun madrasah mempunyai


tugas untuk mendidik peserta didik sebagai pribadi yang utuh, maka evaluasinya pun
tidak hanya terbatas pada status akademiknya saja, tetapi meliputi seluruh
kompetensinya, kecerdasan, bakat, penyesuaian personal dan sosial, sikap dan
minatnya. Akan tetapi dalam prakteknya, kelihatannya para “pendidik” dewasa ini
lebih banyak terlibat dalam mengukur dan menilai hasil belajar peserta didik dan
prestasi akademiknya yang berlangsung di ruang belajar. Padahal evaluasi yang
sesungguhnya mencakup lingkup yang luas mulai dari proses belajar di dalam dan di
luar sekolah, di dalam keluarga, di tengah-tengah masyarakat dan di dalam
keseluruhan lingkup kehidupan peserta didik.

3
Evaluasi pendidikan itu seperti dikemukakan oleh Anas Sudijono adalah:

(1) Proses/kegiatan untuk menentukan kemajuan pendidikan, dibandingkan


dengan tujuan yang telah ditentukan;
(2) Usaha untuk memperoleh informasi berupa umpan balik (feed back) bagi
penyempurnaan pendidikan.4

Sesuai dengan pengertian tersebut maka setiap kegiatan evaluasi merupakan


suatu proses dan kegiatan yang disengaja direncanakan untuk memperoleh informasi
atau data. Berdasarkan data itulah kemudian ditetapkan suatu keputusan. Sudah
barang tentu informasi atau data yang dikumpulkan itu haruslah data yang sesuai dan
mendukung tujuan evaluasi yang direncanakan.

Dari rumusan-rumusan tersebut sedikitnya ada tiga aspek yang perlu


diperhatikan untuk lebih memahami apa yang dimaksud dengan evaluasi, khususnya
evaluasi pendidikan, yaitu:

1. Kegiatan evaluasi merupakan proses yang sistematis. Ini berarti bahwa evaluasi
dalam pendidikan merupakan kegiatan yang terencana dan dilakukan secara
berkesinambungan. Evaluasi bukan hanya merupakan kegiatan akhir atau
penutup dari suatu program tertentu, melainkan merupakan kegiatan yang
dilakukan pada permulaan, selama program berlangsung, dan pada akhir program
setelah program itu dianggap selesai.

2. Di dalam kegiatan evaluasi diperlukan berbagai informasi atau data yang


menyangkut objek yang sedang dievaluasi. Dalam kegiatan pendidik, data yang
dimaksud berupa perilaku atau penampilan peserta didik

4
Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996),
h. 2.

4
Berdasarkan data itulah selanjutnya diambil suatu keputusan sesuai dengan
maksud dan tujuan evaluasi yang sedang dilaksanakan. Perlu dikemukakan di
sini bahwa ketepatan keputusan hasil evaluasi sangat bergantung kepada
kesahihan dan objektivitas data yang digunakan dalam pengambilan keputusan.

3. Setiap kegiatan evaluasi pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan-tujuan


pembelajaran atau indikator keberhasilan yang hendak dicapai. Tanpa
menentukan atau merumuskan tujuan-tujuan atau indikator keberhasilan terlebih
dahulu, akan sulitlah melakukan evaluasi sejauh mana pencapaian hasil belajar
peserta didik. Hal tersebut disebabkan setiap kegiatan evaluasi memerlukan
sesuatu kriteria tertentu sebagai acuan dalam menentukan batas ketercapaian
objek yang dinilai. Adapun tujuan pembelajaran atau indikator keberhasilan
merupakan kriteria pokok dalam penilaian.

Dalam hubungannya dengan keseluruhan proses belajar-mengajar, materi dan


metode pembelajaran, tujuan pembelajaran serta prosedur evaluasi adalah saling
berkaitan dan tidak dapat dipisahkan satu dari yang lain.

Bahan atau materi pembelajaran apa yang akan diajarkan dan metode apa yang
akan digunakan sangat bergantung pada tujuan pengajaran atau indikator
keberhasilan yang telah dirumuskan. Demikian pula bagaimana prosedur evaluasi
harus dilakukan serta bentuk-bentuk atau alat evaluasi mana yang akan dipakai untuk
menilai hasil pengajaran tersebut harus dikaitkan dan mengacu kepada bahan dan
metode pembelajaran yang digunakan dan tujuan pembelajaran atau indikator
keberhasilan yang telah dirumuskan.

5
B. Fungsi Evaluasi Pendidikan

Suatu pertanyaan yang sering timbul adalah, mengapa pendidik harus


melakukan evaluasi?

Dalam hal ini perlu dicatat bahwa sekurang-kurangnya ada 5 (lima) fungsi
evaluasi dalam pendidikan yang secara keseluruhan selalu berpusat pada kepentingan
peserta didik, yaitu: (1) sebagai insentif untuk meningkatkan belajar; (2) sebagai
umpan balik bagi peserta didik; (3) sebagai umpan balik bagi pendidik; (4) sebagai
informasi bagi orang tua; dan (5) sebagai informasi untuk keperluan seleksi,5 yang
secara ringkas dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Insentif untuk Meningkatkan Belajar

Salah satu fungsi evaluasi ialah untuk mendorong peserta didik untuk belajar
secara lebih giat. Untuk hasil belajar yang bagus diberi nilai tinggi dan kalau
mungkin hadiah-hadiah. Bagi peserta didik tingkat Sekolah Dasar hal ini penting
sekali karena atas dasar itu mereka dihargai oleh pendidik yang menjadi orangtua
mereka. Bagi peserta didik Sekolah Lanjutan, hal itu juga penting, karena merupakan
bekal untuk melanjutkan belajar ke lembaga pendidikan yang lebih tinggi.

Sekurang-kurangnya ada lima kriteria agar penilaian dapat meningkatkan


kegiatan belajar peserta didik. Kelima kriteria tersebut ialah:
a)
Evaluasi atau penilaian itu bermanfaat bagi peserta didik. Suatu penilaian
dapat dikatakan efektif kalau hasil evaluasi itu bermanfaat bagi peserta didik.
Sesuatu yang tak bermanfaat akan lenyap begitu saja, yang di dalam al-Qur`ān
diumpamakan bagaikan buih yang bakal hilang ditelan bumi, dan hanya yang
bermanfaat sajalah yang akan tetap menimbulkan kesan. 6

5
Mahmud, Psikologi, h. 253-254.
6
Qur`ān, al-Ra’d/13: 17.

6
Begitu juga halnya mengenai nilai yang diperoleh peserta didik akan kurang
efektif sebagai insentif baginya kalau orangtuanya kurang peduli terhadap nilai
tersebut; sebaliknya nilai tersebut menjadi lebih efektif sebagai insentif kalau
orangtua mereka memperhatikan dan menghargai hasil usaha putera-puterinya.
Dalam hal ini peserta didik merasa ada manfaat baginya bila dia memperoleh
prestasi. Bahkan akan lebih efektif lagi kalau peserta didik sendiri mempunyai
rencana untuk memasuki sekolah yang lebih tinggi yang mempersyaratkan nilai
tinggi untuk diterima sebagai peserta didik.

b. Evaluasi itu sehat dan obyektif. Penilaian harus berkaitan rapat dengan usaha
peserta didik yang sebenarnya. Kalau ada peserta didik yang keliru atau salah,
hendaklah diinformasikan mengapa dia keliru, dan sekiranya dia benar berilah
penilaian yang semestinya tanpa ada yang perlu disembunyikan. Allah swt
menegaskan bahwa kebenaran dan atau kesalahan sekecil apapun yang dilakukan
umat manusia akan tetap diinformasikan secara jujur.7 Dalam hal ini peserta didik
akan merasa bahwa untuk dapat berhasil secara memuaskan di sekolah adalah
dengan belajar lebih giat dan gigih, karena penilaian itu dilakukan secara jujur,
sehat dan obyektif.

c. Evaluasi yang dilaksanakan bersifat adil. Penilaian itu akan efektif kalau peserta
didik tahu bahwa penilaian tersebut lebih kurang sama bagi semua peserta didik.
Peserta didik, sebagai subyek penilaian biasanya cukup peka terhadap perlakuan
yang berbeda, apalagi kalau ia tahu bahwa penilaian itu didasarkan pada
kecenderungan pilih kasih. Ajaran Islam menegaskan agar berlaku adil terhadap
sesama.

d. Evaluasi itu sesering mungkin dilaksanakan. Semakin sering penilaian itu


dilakukan, diperkirakan akan semakin tinggi prestasi yang bakal dicapai oleh
peserta didik. jika evaluasi sering dilakukan diharapkan da-pat membuat peserta
didik tetap memperhatikan belBajarnya. Belajar yang sifatnya sedikit demi sedikit
tetapi berkesinambungan adalah lebih baik daripada hanya belajar musiman kalau
akan menghadapi ujian atau ulangan saja.

7
Qur`ān, al-Zalzalah/99: 7-8

7
e. Evaluasi itu bersifat menantang. Keberhasilan dalam penilaian haruslah
merupakan tantangan bagi semua peserta didik; menilai peserta didik agar lebih
baik belajarnya dari pada yang sudah-sudah ternyata dapat meningkatkan prestasi
belajar mereka. Karena itu, sistem penilaian haruslah dibuat untuk menggalakkan
peserta didik agar selalu meraih sukses sedikit demi sedikit, setapak demi setapak,
setiap langkah belajar yang sekarang harus selalu sedikit lebih cepat dan tepat dari
pada langkah-langkahnya yang berhasil di waktu-waktu yang lalu, sehingga hari
esok menjadi lebih baik lagi.9
Lima kriteria di atas pada prinsipnya bertujuan untuk meningkatnya gairah
dan kegiatan belajar peserta didik, sehingga memberikan dorongan bagi peserta
didik untuk belajar secara lebih berkualitas.

2. Umpan Balik bagi Peserta didik

Peserta didik perlu megetahui hasil jerih payahnya, hal ini dapat diperoleh
melalui hasil penilaian. Dengan perkataan lain, penilaian itu dapat memberikan
umpan balik kepada peserta didik, sehingga peserta didik selalu tahu kekuatan
dan kelemahannya. Misalkan guru menugaskan peserta didik untuk membuat
karangan; karangan itu kemudian diperiksa, dikomentari dan diberi nilai; setelah
karangan tersebut dikembalikan kepada peserta didik, mereka menjadi tahu di
mana kekurangan-kekurangan mereka; mungkin ada yang merasa kurang dalam
segi isi karangan, mung-kin ada yang sadar akan kekurang-mampuannya dalam
menyusun kalimat dengan baik, atau mungkin pula ada yang merasa lemah dalam
perbendaharaan kata-kata, dan sebagainya. Dengan demikian penilaian tersebut
dapat membantu peserta didik memperbaiki dan meningkatkan kemampuan dan
keterampilan karang-mengarang.

8
Qur`ān, al-Māidah/5: 8.
9
Qur`ān, al-Hasyr/ 59:18.

8
Agar bermanfaat sebagai umpan balik, penilaian itu seyogianya lengkap,
artinya kalau hasil pekerjaannya diberi komentar tertulis ditambah dengan nilai
(angka atau pun huruf) peserta didik akan berpretasi lebih baik dari pada kalau hanya
diberikan nilai saja, sebab, peserta didik dapat mengetahui apa yang harus
dilakukannya agar prestasinya lebih meningkat pada masa-masa yang akan datang.
Di samping itu dia menjadi yakin bahwa apa yang telah dicapainya itu adalah berkat
jerih payahnya sendiri dan bukan lantaran keberuntungan atau karena faktor-faktor
eksternal lainnya.

3. Umpan Balik bagi Pendidik

Salah satu fungsi evaluasi yang terpenting ialah memberikan umpan balik
kepada pendidik mengenai efektifitas pembelajaran yang dilaksanakannya. Pendidik
tidak dapat berharap bahwa proses pembelajaran yang dilaksanakannya sudah efektif
atau tidak, kalau dia tidak mengetahui apakah peserta didiknya telah menangkap dan
menyerap hal-hal yang penting dari bahan pelajaran yang disajikannya.

Dengan jalan mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara lisan guru dapat


mengetahui seberapa jauh dan seberapa baik peserta didik menangkap, memahami
dan menyikapi pelajaran yang disajikannya. Dalam banyak hal pula evaluasi tertulis
akan membantu guru mengetahui lebih banyak tentang kemajuan peserta didiknya
dan mengerti pula dalam segi-segi apa kiranya mereka masih memerlukan bantuan
dan bimbingan.

4. Informasi bagi Orangtua/Wali

Suatu buku laporan kemajuan belajar, atau lazim disebut dengan buku “rapor”,
karena ia “melaporkan” informasi tentang kemajuan peserta didik kepada
orangtuanya. Fungsi melaporkan ini menjadi penting karena dua alasan: (a) orangtua
dapat mengetahui kemajuan belajar putera-puterinya di sekolah. (b) nilai dan
penilaian-penilaian yang lain dapat membantu orang tua untuk memberikan
reinforcement secara informatif. Hal ini ternyata ikut membantu peserta didik belajar
lebih giat dan berprestasi lebih baik.

9
5. Informasi untuk Keperluan Seleksi

Apabila digunakan pendekatan sosiologis terhadap evaluasi pendidikan akan


terlihat bahwa maksud dan tujuan pokok sekolah ialah mempersiapkan peserta didik
untuk memangku peranan-peranan yang terdapat di tengah-tengah masyarakat guna
melakukan pekerjaan-pekerjaan tertentu kelak setelah selesai sekolah. Fungsi
memilih ini berlangsung setapak demi setapak selama bertahun-tahun melalui
penjurusan yang bermacam ragam.

C. Sasaran Pokok Evaluasi Pendidikan

Evaluasi sebagaimana telah disajikan pada uraian-uraian terdahulu, merupakan


bagian integral dari program dan proses pembelajaran pada segala jenis dan
tingkatan. Kenyataan seperti yang sering terlihat dalam praktek, evaluasi
kebanyakannya dilakukan dengan mengadakan ujian-ujian atau tes terhadap hasil
belajar, namun harus tetap diingat bahwa tes hanyalah salah satu cara dari evaluasi.
Cara lain, seperti telah disebutkan terdahulu, bisa juga melalui pengamatan secara
jeli dan berkesinambungan terhadap perilaku dan aktifitas peserta didik, baik secara
perorangan maupun kelompok.

Lebih dari itu, sesuai dengan harapan dan tuntutan teori evaluasi, bahwa
evaluasi itu pada prinsipnya bermata dua, yang sasarannya bukan hanya peserta
didik, melainkan juga tak kalah pentingnya adalah pendidik dan segenap
penyelenggara/tenaga kependidikan yang ada. Atas dasar itulah, sekurang-kurangnya
sebagai harapan teoritis, bahwa apapun prestasi peserta didik haruslah diasumsikan
sebagai prestasi pendidik dan prestasi keseluruhan penyelenggara pendidikan secara
bersama-sama, yang diwakili oleh pendidik sebagai ujung tombaknya.

Di samping itu, adanya kesepakatan tidak tertulis yang mengisyaratkan bahwa


keluarga (orangtua) dan masyarakat telah mengamanatkan tugas pendidikan kepada
lembaga pendidikan sekolah atau madrasah maka faktor lembaga pendidikan,
khususnya pendidik dan unsur penyelenggara pendidikan lainnya adalah lebih
banyak memikul tanggung jawab.

10
Kalau teori fitrah dipercayai kebenarannya secara ekstrem dan parsial, maka tidak
akan ada lagi peserta didik di dunia ini yang bodoh. Semua anak manusia pada dasarnya
berpotensi untuk menjadi manusia yang baik dan bermutu. Termasuk dalam pengertian
baik dan bermutu ini ialah sanggup memikul amanat untuk menjadi “pandai”, setidaknya
pada bidang-bidang tertentu. Akan tetapi permasalahannya adalah, apakah di rumah, di
masyarakat dan lebih-lebih lagi di lembaga pendidikan tempat peserta didik belajar yang
memiliki perangkat peralatan dan fasilitator yang berkemam-puan hebat, telah
menemukan cara untuk mengkondisikan agar potensi peserta didik dapat berkembang
maksimal. Dalam konteks inilah sesungguhnya evaluasi pada hakekatnya merupakan
diagnosa untuk menemukan cara untuk memaksimalkan kemampuan potensi tersebut.

Sungguh sangat tidak adil jika seorang peserta didik yang potensinya tidak atau
belum sempat berkembang saat dievaluasi; lantas kemudian dicap dan diklasifikasikan
sebagai orang bodoh, malas belajar dan bermacam-macam tudingan yang tak enak
didengar. Itulah kenyataan yang umum terdengar. Hampir-hampir atau nyaris tak
terdengar, ada para guru sebagai pendidik yang menyesali nasibnya atas
ketidakmampuannya dalam menjadikan peserta didiknya menjadi orang yang
berprestasi. sasaran pokok evaluasi bukanlah sekedar peserta didik, melainkan seluruh
penyelenggara pendidikan, mulai dari pendidik, kurikulum, sarana dan prasarana,
metode pembelajaran, alat atau media dan seluruh unsur yang terlibat dalam kegiatan
proses belajar mengajar.

11

Anda mungkin juga menyukai