makanan yang telah cukup dikunyah dapat lewat dengan mudah sementara menghalangi lewatnya benda yang besar. Karena tahap ini berlangsung < 1 detik, tiap benda besar apa pun sangat dihalangi untuk berjalan melewati faring masuk ke esofagus. Pita suara laring bertautan secara erat, dan laring ditarik ke atas dan anterior oleh otot-otot leher. Kerja ini, digabung dengan adanya ligamen yang mencegah pergerakan epiglotis ke atas, menyebabkan epiglotis bergerak ke belakang di atas pembukaan laring. Kedua efek ini mencegah masuknya makanan ke dalam trakea. Yang paling penting adalah eratnya tautan pita suara, namun epiglotis juga membantu mencegah makanan agar sejauh mungkin dari pita suara. Kerusakan pita suara atau otot-otot yang membuatnya bertautan dapat menyebabkan strangulasi. Sebaliknya, pembuangan epiglotis biasanya tidak menyebabkan gangguan yang serius pada penelanan. Gerakan laring ke atas juga menarik dan melebarkan pembukaan esofagus. Pada saat yang sama, 3-4 cm di atas dinding otot esofagus, suatu area yang dinamakan sfingter esofagus bagian atas atau sfingter faringoesofageal berelaksasi, sehingga makanan dapat bergerak dengan mudah dan bebas dari faring posterior ke dalam esofagus bagian atas. Di antara penelanan, sfingter ini, tetap berkontraksi dengan kuat (sebesar tekanan 60 mm Hg di dalam lumen usus), mencegah udara masuk ke esofagus selama respirasi. Pada saat yang sama dengan terangkatnya laring dan relaksasi sfingter faringoesofageal, seluruh otot dinding faring berkontraksi, mulai dari superior faring dan menyebar ke bawah sebagai gelombang peristaltik yang cepat melintasi daerah faring media dan inferior, untuk kemudian mendorong makanan ke dalam esofagus. Sebagai ringkasan mekanika tahapan penelanan dari faring: trakea tertutup, esofagus terbuka, dan suatu gelombang peristaltik cepat berasal dari faring mendorong bolus makanan ke dalam esofagus bagian atas. Seluruh proses terjadi dalam waktu kurang dari 2 detik. 2. Pengaturan saraf pada tahap faringeal dari menelan. Daerah taktil paling sensitif dari mulut posterior dan faring yang mengawali fase penelanan terletak pada suatu cincin yang mengelilingi pembukaan faring, dengan sensitivitas terbesar pada tiang-tiang tonsil. Impuls dijalarkan dari daerah ini melalui bagian sensoris saraf trigeminal dan glosofaringeal ke daerah medula oblongata di dalam atau yang berhubungan erat dengan traktus solitarius, yang terutama menerima semua impuls sensoris dari mulut. Proses menelan selanjutnya diatur secara otomatis dalam urutan yang rapi oleh daerah-daerah neuron di batang otak yang didistribusikan ke seluruh substansia retikularis dan bagian bawah pons. Urutan refleks penelanan ini sama dari satu penelanan ke penelanan berikutnya, dan waktu untuk seluruh siklus juga tetap sama. Daerah di medula dan pons bagian bawah yang mengatur penelanan disebut pusat menelan atau pusat deglutisi. Impuls motorik dari pusat menelan ke faring dan esofagus bagian atas dijalarkan oleh saraf kranial ke-5, 9, 10, dan 12 serta beberapa saraf servikal superior. Ringkasnya, tahap faringeal dari penelanan pada dasarnya merupakan suatu refleks (involunter), yang hampir tidak pernah dimulai oleh rangsangan langsung pada pusat menelan atau daerah yang lebih tinggi di sistem saraf pusat. Sebaliknya, proses ini hampir selalu diawali oleh gerakan makanan secara volunter (disadari) masuk ke bagian belakang mulut, yang merangsang reseptor-reseptor sensoris untuk menimbulkan refleks menelan. 3. Pengaruh tahap faringeal dari penelanan terhadap respirasi. Seluruh tahap faringeal dari penelanan terjadi dalam waktu < 2 detik, dan mengganggu respirasi hanya sekejap. Pusat menelan secara khusus menghambat pusat respirasi medula selama waktu ini, menghentikan pernapasan untuk memungkinkan berlangsungnya penelanan. Namun bahkan saat seseorang sedang berbicara, penelanan akan menghentikan pernapasan selama waktu yang sedemikian singkat sehingga tidak pernah untuk diperhatikan.
Tahap esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya
makanan dari faring ke lambung. 1. Penyesuaian gerakan dengan fungsi esofagus : peristaltik primer dan sekunder. Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring ke lambung, dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut. Normalnya, esofagus memperlihatkan dua tipe gerakan peristaltik: peristaltik primer dan peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus selama tahap faringeal dari penelanan. Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8-10 detik. Makanan yang ditelan dalam posisi tegak biasanya bahkan dihantarkan lebih cepat daripada gelombang peristaltik itu sendiri (sekitar 5-8 detik), akibat adanya efek gravitasi. Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan, dan terus berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf intrinsik dalam sistem saraf mienterikus esofagus dan sebagian oleh refleks-refleks yang dihantarkan melalui serat-serat aferen vagus dari esofagus ke medula dan kemudian kembali lagi ke esofagus melalui serat-serat eferen vagus. 2. Pengaturan saraf pada tahap faringeal dari menelan. Susunan otot faring dan 1/3 bagian atas esofagus adalah otot lurik. Karena itu, gelombang peristaltik di daerah ini hanya diatur oleh impuls saraf rangka dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada 2/3 bagian bawah esofagus, yang ototnya merupakan otot polos, juga secara kuat diatur oleh saraf vagus melalui hubungannya dengan sistem saraf mienterikus. Bila saraf vagus yang menuju esofagus terpotong, setelah beb