Anda di halaman 1dari 25

PEMERINTAH OTA BANDUNG

DINAS KESEHATAN

UPT PUSKESMAS BALAIKOTA

PANDUAN PENGENDALIAN DOKUMEN DAN PENGENDALIAN REKAMAN

BAB I
PENDAHULUAN

Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) merupakan fasilitas pelayanan kesehatan


yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif untuk mencapai
derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya di wilayah kerjanya. Puskesmas sebagai
salah satu jenis fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama memiliki peranan penƟ ng
dalam Sistem Kesehatan Nasional, khususnya dalam subsistem upaya kesehatan.
Penyelenggaraan Puskesmas perlu penataan untuk meningkatkan aksesibilitas,
keterjangkauan, dan kualitas pelayanan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat. Oleh sebab itu, menjadi suatu hal yang penting bagi setiap Puskesmas untuk
memenuhi standar agar pelayanan dapat dilakukan secara optimal.
Dalam rangka upaya puskesmas untuk memenuhi standar pelayanan maka
puskesmas perlu meningkatkan mutu pelayanan. Untuk membangun sistem manajemen
mutu, sistem pelayanan klinis dan upaya Puskesmas, perlu disusun pengaturan-pengaturan
(regulasi) internal yang menjadi dasar dalam pelaksanaan program dan kegiatan pelayanan.
Penetapan dan pemberlakuan regulasi internal berupa Kebijakan, Pedoman, dan Standar
Prosedur Operasional (SPO) dan dokumen lain yang merupakan pembakuan sistem
manajemen mutu dan sistem pelayanan yang ada di Puskesmas, disusun berdasarkan
peraturan perundangan dan pedoman-pedoman eksternal yang berlaku. di puskesmas,

A. Tujuan

Tujuan dari penyusunan panduan pengedaliaan dokumen dan pengendalian rekaman


yaitu :
1. Menyimpan dan mengedalikan semua dokumen mutu puskesmas
2. Peningkatan mutu pelayanan puskesmas tetap berjalan secara
berkesinambungan melalui revisi dokumen mutu puskesmas yang dinilai oleh tim
mutu puskesmas sudah tidak relevan.
BAB II

DOKUMEN MUTU PUSKESMAS

I. DEFINISI

Dokumen adalah dokumen mutu yang meliputi Manual Mutu (MM), Surat Keputusan
(SK) Kepala Puskesmas,, Pedoman Program, Kerangka Acuan, Porsedur Kerja (SOP),
Struktur Organisasi, formulir/lembar kerja, dan semua dokumen standar eksternal yang
berkaitan dengan mutu.

Dokumen yang dimaksud dalam prosedur ini adalah semua dokumen yang terkait
dengan sistem manajemen mutu yang digunakan sebagai acuan dalam kegiatan
pengendalian mutu.

1. Pengendalian Dokumen

Adalah kegiatan pengelolaan dan pengendalian dokumen-dokumen sistem manajemen


mutu yang mencakup pembuatan, distribusi, penggunaan, perubahan dengan
mengikuti ketentuan/metode yang diatur dalam prosedur ini.

2. Dokumen Dikendalikan

Dokumen dengan status DIKENDALIKAN adalah bahwa dokumen acuan kerja


tersebut di-up-date/diperbarui secara berkala sesuai perubahan-perubahan yang
terjadi selama pemakaiannya.

3. Dokumen Tidak Dikendalikan

Dokumen dengan status TIDAK DIKENDALIKAN adalah bahwa dokumen tersebut


sejak diterbitkan tidak di-up-date/diperbarui dan karenanya tidak diperuntukan sebagai
acuan kerja.

4. Dokumen Tidak Berlaku

Dokumen dengan status KADALUARSA artinya adalah bahwa dokumen tersebut


sudah tidak berlaku lagi dan selanjutnya diperlakukan sebagai arsip.

5. Manual Mutu

Manual Mutu adalah dokumen sistem manajemen mutu yang memuat ketentuan-
ketentuan / persyaratan-persyaratan / kebijakan-kebijakan yang digunakan sebagai
acuan umum dalam menjalankan semua kegiatan operasional organisasi.

6. Prosedur Kerja

Prosedur Kerja adalah dokumen sistem manajemen mutu yang


mengatur/mengkoordinasikan kegiatan/proses secara lintas fungsi agar dicapai
sasaran dan persyaratan yang telah ditetapkan
8. Program Pendukung

Program pendukung termasuk dokumen sistem mutu dalam bentuk jadwal kegiatan
yang memuat rencana aktivitas untuk mendukung pelaksanaan sistem manajemen
mutu.

II. RUANG LINGKUP

Pengendalian Dokumen dan Rekaman harus diterapkan pada semua dokumen


mutu, seperti Manual Mutu (MM), Surat Kepatusan (SK) ,Pedoman/Pansuan Kerja,, Kerangka
Acuan Kerja (KAK),Prosedur Kerja (SOP), dan semua dokumen standar eksternal yang
berkaitan dengan mutu.

III. PENETAPAN JENIS DOKUMEN

Manajemen Mutu Puskesmas Menetapkan jenis dokumen terkendali, meliputi:


1. Manual Mutu
2. Kebijakan Kepala Puskesmas (SK)
3. Pedoman/Panduan Kerja
4. Kerangka Acuan Kerja
5. Prosedur Kerja/SOP
6. Formulir Laporan

IV. PEMBUATAN DOKUMEN

1. Kebijakan
Kebijakan adalah Peraturan/ Keputusan Kepala Puskesmas atau kepala Klinik
yang merupakan garis besar mengikat dan wajib dilaksanakan oleh: penanggung
jawab, pelaksana upaya dan pelayanan di Puskesmas/ Klinik. Berdasarkan
kebijakan tersebut, disusun pedoman/ panduan dan standar prosedur operasional
(SPO) yang memberikan kejelasan langkah-langkah dalam pelaksanaan kegiatan
di Puskesmas.
Penyusunan kebijakan berbentuk surat keputusan (SK), Surat Keputusan harus
didasarkan pada peraturan perundangan, baik undang-undang, Perturan
Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah, Peraturan Kepala Daerah,
Peraturan Menteri dan pedoman-pedoman teknis yang berlaku seperti yang
ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri, Dinas
Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Peraturan/ Surat Keputusan Kepala Puskesmas atau Kepala Klinik dapat
dituangkan dalam pasal-pasal keputusan tersebut, atau merupakan lampiran dari
peraturan/ keputusan.
Format Peraturan/ surat keputusan dapat disusun sebagai berikut:
a. Pembukaan:
b. Judul : Surat Keputusan Kepala Puskesmas……..
c. Nomor: ditulis sesuai sistem penomoran surat keputusan di Puskesmas/ Klinik,
d. pembuat keputusan ditulis simetris, diletakkan di tengah margin serta ditulis
dengan huruf capital,
e. Konsideran, meliputi:
1. Menimbang: memuat uraian singkat tentang pokok-pokok pikiran yang
menjadi latar belakang dan alasan pembuatan keputusan. Huruf awal kata
menimbang ditulis dengan huruf capital diakhiri dengan tanda baca tidik
dua (:), dan diletakkkan di bagian kiri;
2. Mengingat: memuat dasar kewenangan dan peraturan perundangan yang
memerintahkan pembuat keputusan tersebut. Perturan perundangnan
yang menjadi dasar hukum adalah peraturan yang tingkatannya sederajat
atau lebih tinggi. Konsideran ini diletakkan di bagian kiri tegak lurus dengan
kata menimbang.
f. Diktum:
1. Diktum memutuskan ditulis simetris di tengah, seluruhnya dengan huruf
capital, serta diletakkan di tengah margin;
2. Diktum menetapkan dicantumkan setelah kata memutuskan disejajarkan
ke bawah dengan kata menimbang dan mengingat, huruf awal kata
menetapkan ditulis dengan huruf capital, dan diakhiri dengan tanda baca
titik dua ( : );
3. Nama keputusan sesuai dengan judul (kepala), seluruhnya ditulis dengan
huruf capital dan diakhiri dengan tanda baca titik ( . ).
4. 3. Batang Tubuh.
a. Batang tubuh memuat semua substansi keputusan yang dirumuskan
dalam dictum-diktum, misalnya:
a. KESATU :
b. KEDUA :
c. dst
b. Dicantumkan saat berlakunya peraturan/keputusan, perubahan,
pembatalan, pencabutan ketentuan, dan peraturan lainnya, dan
c. Materi kebijakan dapat dibuat sebagai lampiran peraturan/keputusan,
dan pada halaman terakhir ditandatangani oleh pejabat yang menetapkan
peraturan/keputusan.
5. Kaki:
Kaki peraturan/ keputusan merupakan bagian akhir substansi peraturan/
keputusan yang memuat penanda tangan penerapan peraturan/,
pengundangan peraturan/ keputusan yang teridiri atas tempat dan tanggal
penetapan, nama jabatan, tanda tangan pejabat, dan nama lengkap
pejabat yang menandatangani.
6. Penandatanganan
7. Peraturan/Keputusan Kepala Puskesmas ditandatangani oleh Kepala
Puskesmas
8. Lampiran peraturan/keputusan:
1). Halaman pertama harus dicantumkan judul dan nomor
peraturan/keputusan
2). Halaman terakhir harus ditanda tangani oleh Kepala Puskesmas atau
Klinik.
Catatan: Untuk Peraturan pada Batang Tubuh tidak ditulis dalam dictum
tetapi dalam bab-bab dan Pasal-pasal.

2. Manual Mutu,

Manual Mutu adalah: dokumen yang memberi informasi yang konsisten ke


dalam maupun ke luar tentang sistem manajemen mutu Puskesmas/ Klinik. Manual
mutu disusun, ditetapkan, dan dipelihara oleh organisasi, yang meliputi:

1. Cakupan umum didalam penerapan mutu,

2. Prosedur terdokumen yang diterapkan untuk sistem manajemen mutu,

3. Penjelasan proses- proses interaksi dari sistem mamajemen mutu,

4. Sistematika manual mutu minimal adalah sebagai berikut:

a. Pendahuluan,

b. Profil Organisasi,

c. Visi, misi, tujuan organisasi, dan budaya kerja organisasi,

d. Penentuan ketua tim mutu/ wakil manajemen sebagai


penanggung- jawab didalam pelaksanaan akreditasi
Puskesmas,

e. Pengendalian dokumen, rekaman implementasi mutu di


Puskesmas,

f. Persyaratan manajemen mutu Puskesmas/ Klinik ,

g. Tanggung- jawab manajemen,


h. Fokus pada pelayanan dan pelanggan Puskesmas/ Klinik ,

5. Kebijakan mutu:

1) Kebijakan mutu adalah: pernyataan resmi Puskesmas/ Klinik


yang memuat komitmen mutu dan kepedulian terhadap kepuasan
pelanggan.

2) Isi Kebijakan mutu sejalan dengan visi - misi dan tujuan


Puskesmas.

3) Kebijakan mutu menjadi acuan untuk menetapkan sasaran


kinerja/ mutu, mengevaluasi pencapaian sasaran serta acuan
perbaikan,

4) Kebijakan mutu disosialisasikan dan dipastikan dipahami oleh


seluruh karyawan Puskesmas.

5) Kebijakan mutu ditinjau secara berkala untuk menjamin


kesesuaiannya,

6. Sasaran kinerja/ mutu Puskesmas

1) Setiap unit menetapkan sasaran-sasaran secara spesifik dan


terukur termasuk sasaran knerja pelayanan yang dihasilkan oleh
unit tersebut.

2) Koordinator unit bertanggung jawab untuk memastikan unit yang


dipimpinnya membuat perencanaan kerja untuk mencapai
sasaran-sasaran unit kerjanya

3) Sasaran kinerja sesuai dengan kebijakan mutu Puskesmas/


Klinik,

4) Sasaran–sasaran kinerja setiap unit dipastikan terdokumentasi.

7. Perencanaan

Setiap koordinator unit/ upaya berkewajiban membuat perencanaan


kerja untuk unit kerjanya termasuk :
1) Merencanakan sistem manajemen mutu untuk unit kerjanya.

2) Memastikan sistem manajemen mutu yang telah dibuat


dijalankan secara efektif .

3) Memastikan semua sasaran dan persyaratan yang telah


ditetapkan dicapai

4) Memelihara/ mempertahankan sistem manajemen mutu pada


unitnya

5) Melakukan perbaikan / penyempurnaan sistem manajemen mutu

6) Merencanakan peningkatan hasil kerja (objectives dan targets).

8. Personalia/ sumber daya manusia di Puskesmas.

9. Komunikasi internal,

10. Telaah/ tinjauan mutu dan kinerja,

11. Pengelolaan sumber daya,

12. Realiasasi pelayanan Puskesmas yang mencakup didalam gedung


maupun diluar gedung,

13. Persyaratan pelanggan,

14. Komunikasi dengan pelanggan,

15. Proses layanan didalam gedung maupun diluar gedung,

16. Identifikasi dan ketelusuran,

17. Pengendalian peralatan dan pengukuran/ pemantauan,

18. Pengukuran, analisis dan perbaikan

19. Tindakan Koreksi/ Prevensi dan Perbaikan Terus Menerus,

3. Pedoman/ Panduan

Pedoman/ panduan adalah: kumpulan ketentuan dasar yang memberi arah


langkah-langkah yang harus dilakukan. Pedoman merupakan dasar untuk
menentukan dan melaksanakan kegiatan.
Panduan adalah petunjuk dalam melakukan kegiatan, sehingga dapat diartikan
pedoman mengatur beberapa hal, sedangkan panduan hanya mengatur 1 (satu)
kegiatan. Pedoman/ panduan dapat diterapkan dengan baik dan benar melalui
penerapan SPO.

Mengingat sangat bervariasinya bentuk dan isi pedoman / panduan maka


Puskesmas menyusun / membuat sistematika buku pedoman / panduan sesuai
kebutuhan.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk dokumen pedoman atau panduan yaitu :

1. Setiap pedoman atau panduan harus dilengkapi dengan peraturan atau


keputusan Kepala Puskesmas/ Klinik untuk pemberlakuan pedoman/
panduan tersebut.

2. Peraturan Kepala Puskesmas tetap berlaku meskipun terjadi penggantian


Kepala Puskesmas.

3. Setiap pedoman / panduan sebaiknya dilakukan evaluasi minimal setiap 2


tahun sekali

4. sistematika pedoman panduan yang lazim digunakan sebagai berikut :

a. Format Pedoman Pengorganisasian Unit Kerja

BAB I Pendahuluan

BAB II Gambaran Umum Puskesmas/ Klinik

BAB III Visi, Mis, Falsafah, Nilai dan Tujuan Puskesmas/ Klinik

BAB IV Struktur Organisasi Puskesmas/ Klinik

BAB V Struktur Organisasi Unit Kerja

BAB VI Uraian Jabatan

BAB VII Tata Hubungan Kerja

BAB VIII Pola Ketenagaan dan Kualifikasi Personil

BAB IX Kegiatan Orientasi

BAB X Pertemuan/ Rapat


BAB XI Pelaporan

1. Laporan Harian

2. Laporan Bulanan

3. Laporan Tahunan

b. Format Pedoman Pelayanan Unit Kerja

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Tujuan Pedoman

C. Ruang Lingkup Pelayanan

D. Batasan Operasional

E. Landasan Hukum

BAB II STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

B. Distribusi Ketenagaan

C. Jadual Kegiatan, termasuk Pengaturan Jaga (Rawat Inap)

BAB III STANDAR FASILITAS

A. Denah Ruang

B. Standar Fasilitas

BAB IV TATALAKSANA PELAYANAN

BAB V LOGISTIK

BAB VI KESELAMATAN PASIEN

BAB VII KESELAMATAN KERJA

BAB VIII PENGENDALIAN MUTU

BAB IX PENUTUP
c. Format Panduan Pelayanan Puskesmas

BAB I DEFINISI

BAB II RUANG LINGKUP

BAB III TATALAKSANA

BAB IV DOKUMENTASI

Sistematika panduan pelayanan Puskesmas dapat dibuat sesuai dengan


materi / isi panduan. Pedoman / panduan yang harus dibuat adalah pedoman /
panduan minimal yang harus ada di Puskesmas yang dipersyaratkan sebagai regulasi
yang diminta dalam elemen penilaian.

Bagi Puskesmas yang telah menggunakan e-file tetap harus mempunyai


hardcopy pedoman/ panduan yang dikelola oleh tim akreditasi Puskesmas/ Klinik
atau bagian Tata Usaha Puskesmas mengacu pada pedoman penyusunan dokumen
akreditasi Puskesmas.

4. KERANGKA ACUAN UPAYA PUSKESMAS

Kerangka acuan upaya/ kegiatan mencakup Tujuan Umum dan Khusus:


Merupakan tujuan program. Tujuan Umum: adalah tujuan secara garis besar,
sedangkan tujuan khusus merupakan rincian kegiatan- kegiatan yang akan dicapai
dari organisasi. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan: langkah- langkah kegiatan
dilaksanakan sehingga tercapainya tujuan program. Karena itu antara tujuan dan
kegiatan harus berkaitan dan sejalan. Cara melaksanakan kegiatan, metode untuk
melaksanakan kegiatan pokok dan rincian kegiatan.

1. Sistematika/ Format Kerangka Acuan upaya Kegiatan

Sistematika atau format kerangka acuan upaya Kegiatan sebagai berikut :

a. Pendahuluan

b. Latar belakang

c. Tujuan umum dan tujuan khusus

d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan


e. Cara melaksanakan kegiatan

f. Sasaran

g. Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan

h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan

i. Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan

Sistematika/ format tersebut diatas adalah minimal Puskesmas/ Klinik dapat


menambah sesuai kebutuhan, tetapi tidak diperbolehkan mengurangi. Contoh
penambahan : ditambah point untuk rencana pembiayaan/ anggaran.

Petunjuk Penulisan

a. Pendahuluan

Yang ditulis dalam pendahuluan adalah hal-hal yang bersifat umum yang masih terkait
dengan upaya/ kegiatan

b. Latar belakang

Latar belakang adalah merupakan justifikasi atau alasan mengapa program tersebut
disusun. Sebaiknya dilengkapi dengan data-data sehingga alasan diperlukan program
tersebut dapat lebih kuat.

c. Tujuan umum dan tujuan khusus

Tujuan ini adalah merupakan tujuan upaya/ kegiatan. Tujuan umum adalah tujuan
secara garis besarnya, sedangkan tujuan khusus adalah tujuan secara rinci yang akan
dicapai,

d. Kegiatan pokok dan rincian kegiatan

Kegiatan pokok dan rincian kegiatan adalah langkah-langkah kegiatan yang harus
dilakukan sehingga tercapainyaa tujuan upaya/ kegiatan tersebut. Oleh karena itu
antara tujuan dan kegiatan harus berkaitan dan sejalan.

e. Cara melaksanakan kegiatan

Cara melaksanakan kegiatan adalah metode untuk melaksanakan kegiatan pokok


dan rincian kegiatan. Metode tersebut bisa antara lain dengan membentuk tim,
melakukan rapat, melakukan audit, dan lain-lain
f. Sasaran

Sasaran program adalah target pertahun yang spesifik dan terukur untuk mencapai
tujuan-tujuan upaya/ kegiatan .

Sasaran upaya/ kegiatan menunjukkan hasil antara yang diperlukan untuk merealisir
tujuan tertentu. Penyusunan sasaran program perlu memperhatikan hal-hal sebagai
berikut :

Sasaran yang baik harus memenuhi “SMART” yaitu :

1) Specific : sasaran harus menggambarkan hasil spesifik yang diinginkan,


bukan cara pencapaiannya. Sasaran harus memberikan arah dan tolok ukur
yang jelas sehingga dapat dijadikan landasan untuk penyusunan strategi dan
kegiatan yang spesifik.

2) Measurable : sasaran harus terukur dan dapat dipergunakan untuk


memastikan apa dan kapan pencapaiannya. Akontabilitas harus ditanamkan
kedalam proses perencanaan. Oleh karenanya meetodologi untuk mengukur
pencapaian sasaran (keberhasilan upaya/ kegiatan) harus ditetapkan sebelum
kegiatan yang terkait dengan sasaran tersebut dilaksanakan.

3) Agressive but Attainable : apabila sasaran harus dijadikan standar


keberhasilan, maka sasaran harus menantang, namun tidak boleh
mengandung target yang tidak layak. Umpamanya kita bisa menetapkan
sebagai suatu sasaran “Pengurangan kematian misalnya akibat TB akan dapat
dicapai pada suatu tingkat tertentu” tetapi meniadakan kematian merupakan
hal yang tidak dapat dipastikan kelayakannya.

4) Result oriented : sedapat mungkin sasaran harus menspesifikkan hasil yang


ingin dicapai. Misalnya : mengurangi komplain masyarakat terhadap pelayanan
OAT sebesar 50%

5) Time bound : sasaran sebaiknya dapat dicapai dalam waktu yang relatif
pendek, mulai dari beberapa minggu sampai beberapa bulan (sebaiknya
kurang dari 1 tahun). Kalau ada upaya/ kegiatan 5 (lima) tahun dibuat sasaran
antara. Sasaran akan lebih mudah dikelola dan dapat lebih serasi dengan
proses anggaran apabila dibuat sesuai dengan batas-batas tahun anggaran di
Puskesmas. .
Seni di dalam penentuan sasaran adalah menimbulkan tantangan yang dapat
dicapai. Sasaran yang terbaik adalah sasaran yang dapat mendorong peningkatan
kapasitas Puskesmas/ Klinik , namun dalam batas-batas kelayakan. Sasaran yang
baik tidak hanya akan meningkatkan upaya/ kegiatan dan jasa pelayanan yang
dihasilkan, namun juga menumbuhkan kebanggaan dan rasa percaya diri pada para
pelaksananya. Sebaliknya penerapan target kinerja yang tidak mungkin dicapai akan
melemahkan motivasi, membunuh inisiatif dan mengahmbat daya inovasi para
karyawan.

g. Skedul (Jadwal) pelaksanaan kegiatan

Skedul atau jadwal adalah merupakan perencanaan waktu melaksanakan


langkah-langkah pelaksanaan upaya/ kegiatan. Lama waktu tergantung rencana
upaya/ kegiatan tersebut dilaksanakan. Untuk program tahunan, maka jadwal yang
dibuat adalah jadwal untuk 1 tahun, sedangkan untuk upaya/ kegiatan 5 tahun maka
jadwal yang harus dibuat adalah jadual 5 tahun.

h. Evaluasi pelaksanaan kegiatan dan pelaporan

Yang dimaksud dengan evaluasi pelaksanaan kegiatan adalah evaluasi dari


skedul (jadual) kegiatan. Skedul (jadual) tersebut akan dievaluasi setiap berapa bulan
sekali (kurun waktu tertentu), sehingga apabila dari evaluasi diketahui ada pergeseran
jadwal atau penyimpangan jadwal, maka dapat segera diperbaiki sehingga tidak
mengganggu upaya/ kegiatan secara keseluruhan. Karena itu yang ditulis dalam
kerangka acuan adalah kapan (setiap kurun waktu berapa lama) evaluasi
pelaksanaan kegiatan dilakukan dan siapa yang melakukan.

Yang dimaksud dengan pelaporannya adalah bagaimana membuat laporan


evaluasi pelaksanaan kegiatan tersebut dan kapan laporan tersebut harus dibuat. Jadi
yang harus ditulis di dalam kerangka acuan adalah cara bagaimana membuat laporan
evaluasi dan kapan laporan tersebut harus dibuat dan ditujukan kepada siapa.

i. Pencatatan, Pelaporan dan evaluasi kegiatan

Pencatatan adalah catatan kegiatan dan yang ditulis dalam kerangka acuan
adalaah bagaimana melakukan pencatatan keegiatan atau membuat dokumentasi
kegiatan.Pelaporan adalah bagaimana membuat laporan program dan kurun waaktu
(kapan) laporan harus diserahkan dan kepada siapa saja laporan tersebut harus
diserahkan.
Evaluai kegiatan adalah evaluasi pelaksanaan Upaya / kegiatan secara
menyeluruh. Jadi yang di tulis didalam kerangka acuan, bagaimana melakukan
evaluasi dan kapan evaluasi harus dilakukan.

5. STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP)

Istilah prosedur ada beberapa pengertian, diantaranya:

1. Standard Operating Procedures (SOP) adalah serangkaian instruksi tertulis yang


dibakukan mengenai berbagai proses penyelenggaraan administrasi pemerintah,
(Kepmenpan No.021 tahun 2008).

2. Instruksi kerja adalah petunjuk kerja terdokumentasi yang dibuat secara rinci,
spesifik dan bersifat instruktif, yang dipergunakan oleh pekerja sebagai acuan
dalam melaksanakan suatu pekerjaan spesifik agar dapat mencapai hasil kerja
sesuai persyaratan yang telah ditetapkan ( Susilo, 2003).

Langkah didalam penyusunan instruksi kerja sama dengan penyusunan


prosedur, namun ada perbedaan, instruksi kerja adalah suatu proses yang melibatkan
satu bagian/ unit/ profesi, sedangkan prosedur adalah suatu proses yang melibat
lebih dari satu bagian/ unit/ profesi. Prinsip dalam penyusunan prosedur dan instruksi
kerja adalah kerjakan yang ditulis, tulis yang dikerjakan, buktikan dan tindak-lanjut,
serta dapat ditelusur hasilnya.

3. Standar Prosedur Operasional (SPO) adalah suatu perangkat instruksi / langkah-


langkah yang dibakukan untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu. Istilah ini
digunakan di Undang-undang No. 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran dan
Undang-undang No. 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit,

Beberapa Istilah Prosedur yang sering digunakan yaitu :

a. Prosedur yang telah ditetapkan disingkat Protap,

b. Prosedur untuk panduan Kerja (prosedur kerja, disingkat PK),

c. Prosedur untuk melakukan tindakan,

d. Prosedur Penatalaksanaan

e. Petunjuk pelaksanaan disingkat Juklak,

f. Petunjuk pelaksanaan secara tehnis, disingkat Juknis,


g. Prosedur untuk melakukan tindakan klinis adalah Algoritma/ Clinical Patway,
namun pada saat ini umumnya juga disebut prosedur,

Walaupun banyak istilah tentang pengertian prosedur agar tidak menjadikan salah
tapsir maka yang dipergunakan didalam dokumen akreditasi Puskesmas/ Klinik
didalam panduan ini adalah “Standar Prosedur Operasional (SPO)”. Sedangkan
pengertian SPO adalah : Suatu perangkat instruksi/ langkah-langkah yang di bakukan
untuk menyelesaikan proses kerja rutin tertentu.

a. Tujuan Penyusunan SPO,

Agar berbagai proses kerja rutin terlaksana dengan efisien, efektif, konsisten/
seragam dan aman, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan melalui pemenuhan
standar yang berlaku.

b. Manfaat SPO,

1) Memenuhi persyaratan standar pelayanan Puskesmas/ Klinik

2) Mendokumentasi langkah-langkah kegiatan

3) Memastikan staf Puskesmas/ Klinik memahami bagaimana melaksanakan


pekerjaannya.

Contoh :

SPO Pemberian informasi, SPO Pemasangan infus, SPO Pemindahan pasien dari
tempat tidur ke kereta dorong,

c. Format SPO.

1) Format SPO dibakukan agar tidak terjadi banyak format yang digunakan,
contoh pada lampiran, dan diberlakukan sesuai dengan akreditasi Puskesmas/
Klinik ini diberlakukan,

2) Format merupakan format minimal, oleh karena itu format ini dapat diberi
tambahan materi/ kolom misalnya, nama penyusun SPO, unit yang memeriksa
SPO. Untuk SPO tindakan agar memudahkan didalam melihat langkah-
langkahnya dengan bagan alir, persiapan alat dan bahan dan lain- lain, namun
tidak mengurangi item-tem yang ada di SPO.
a. Tata Cara Pengelolaan SPO:

a) Puskesmas/ Klinik agar menetapkan siapa yang mengelola SPO,

b) Pengelola SPO harus mempunyai arsip seluruh SPO Puskesmas/ Klinik,

c) Pengelola SPO agar membuat tata cara penyusunan, penomoran, distribusi,


penarikan, penyimpanan, evaluasi dan revisi SPO,

b. Tata Cara Penyusunan SPO

Hal-hal yang perlu diingat :

1) Siapa yang harus menulis atau menyusun SPO

2) Bagaimana merencanakan dan mengembangkan SPO

3) Bagaimana SPO dapat dikenali

4) Bagaimana memperkenalkan SPO kepada pelaksana dan unit terkait

5) Bagaimana pengendalian SPO-nya (nomor, revisi, dan distribusi ).

6) Syarat penyusunan SPO :

7) Identifikasi kebutuhan, yaitu mengidentifikasi apakah kegiatan yang dilakukan


saat ini sudah memiliki SPO atau belum, dan bila sudah agar diidentifikasi
apakah SPO masih efektif atau tidak.

8) Perlu ditekankan bahwa SPO harus ditulis oleh mereka yang melakuan
pekerjaan tersebut atau oleh unit kerja tersebut. Tim atau panitia yang ditunjuk
oleh Kepala Puskesmas/ Klinik hanya untuk menanggapi dan mengkoreksi
SPO tersebut. Hal tersebut sangatlah penting, karena komitmen terhadap
pelaksanaan SPO hanya diperoleh dengan adanya keterlibatan personel/ unit
kerja dalam penyusunan SPO.

9) SPO harus merupakan flow charting dari suatu kegiatan, pelaksana atau unit
kerja agar mencatat proses kegiatan dan membuat alurnya kemudian Tim Mutu
diminta memberikan tanggapan.

10) Di dalam SPO untuk dapat dikenali dengan jelas siapa melakukan apa, dimana,
kapan, dan mengapa.
11) SPO jangan menggunakan kalimat majemuk, subjek, predikat dan objek harus
jelas.

12) SPO harus menggunakan kalimat perintah/ instruksi dengan bahasa yang
dikenal pemakai.

13) SPO harus jelas, ringkas, dan mudah dilaksanakan. Untuk SPO pelayanan
pasien maka harus memperhatikan aspek keselamatan, keamanan dan
kenyamanan pasien. Untuk SPO profesi harus mengacu kepada standar
profesi, standar pelayanan, mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK) kesehatan, dan memperhatikan aspek keselamatan pasien.

i. Proses penyusunan SPO

1) SPO disusun dengan menggunakan format sesuai dengan panduan


penyusunan dokumen/ yang disepakati tim akreditasi Puskesmas/ Klinik.

2) Penyusunan SPO dapat dikelola oleh kelompok upaya Puskesmas/ Klinik


dengan dikoordinir oleh tim mutu/ tim akreditasi Puskesmas/ Klinik dengan
mekanisme sebagai berikut :

a) Pelaksana atau unit kerja/ upaya menyusun SPO dengan melibatkan unit
terkait.

b) SPO yag telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja/ upaya disampaikan ke
tim mutu/ tim akreditasi Puskesmas/ Klinik,

c) Fungsi tim mutu/ tim akreditasi Puskesmas/ Klinik didalam penyusunan SPO
adalah :

(1) Memberikan tanggapan, mengkoreksi dan memperbaiki terhadap SPO yang


telah disusun oleh pelaksana atau unit kerja baik dari segi bahasan maupun
penulisan,

(2) Sebagai koordinator dari SPO yang sudah dibuat oleh masing-masing unit
kerja sehingga tidak terjadi duplikasi SPO/ tumpang tindih SPO antar unit,

(3) Melakukan cek ulang terhadap SPO-SPO yang akan ditandatangani oleh
Kepala Puskesmas/ Klinik .

(4) Penyusunan SPO dilakukan dengan mengidentifikasi kebutuhan SPO. Untuk


SPO pelayanan dan SPO administrasi, untuk melakukan identifikasi
kebutuhan SPO bisa dilakukan dengan menggambarkan proses bisnis di unit
kerja tersebut atau alur kegiatan dari kerja yang dilakukan di unit tersebut.
Sedangkan untuk SPO profesi identifikasi kebutuhan dilakukan dengan
mengetahui pola penyakit yang sering ditangani di unit kerja tersebut. Dari
identifikasi kebutuhan SPO maka disuatu unit kerja dapat diketahui berapa
banyak dan macam SPO yang harus dibuat/ disusun. Untuk melakukan
identifikasi kebutuhan SPO dapat pula dilakukan dengan memperhatikan
elemen penilaian pada standar akreditasi Puskesmas/ Klinik, minimal SPO-
SPO apa saja yang harus ada. SPO yang dipersyaratkan di elemen penilaian
adalah SOP minimal yang harus ada di Puskesmas/ Klinik. Sedangkan
identifikasi SPO dengan menggambarkan terlebih dahulu proses bisnis di unit
kerja adalah seluruh SPO secara lengkap yang harus ada di unit kerja tersebut.

(5) Mengingat SPO merupakan flow charting dari proses kegiatan maka untuk
memperoleh pengertian yang jelas bagi subyek, penulisan SPO adalah dimulai
dengan membuat flow chart dari kegiatan yang dilaksanakan. Caranya adalah
membuat diagram kotak sederhana yang menggambarkan langkah penting
dari seluruh proses.

Setelah dibuatkan diagram kotak maka diuraikan kegiatan di masing-masing


kotak dan dibuat alurnya.

(6) Semua SPO harus ditandatangani oleh Kepala Puskesmas/ Klinik,

(7) Untuk SPO pelayanan dan SPO administrasi, sebagian memerlukan uji coba.

(8) Agar SPO dapat dikenali oleh pelaksana maka perlu dilakukan sosialisasi
SPO-SPO tersebut dan bila SPO tersebut rumit maka untuk melaksanakan
SPO tersebut perlu dilakukan pelatihan.

9) Evaluasi SPO.

Evaluasi SPO dapat dilakukan dengan evaluasi penerapannya dan revisi secara
total/ sebagian SPO tersebut.

a) Evaluasi penerapan/ kepatuhan SPO dapat dilakukan dengan evaluasi


langkah- langkah penerapan SPO apakah sudah dilakukan semua langkah
ataupun sebagian langkah yang dilakukan. Untuk evaluasi ini dapat dilakukan
dengan menggunakan daftar tilik/ cek list
(1) Daftar tilik adalah daftar urutan kerja (actions) yang dikerjakan secara
konsisten, diikuti dalam pelaksanaan suatu rangkaian kegiatan, untuk diingat,
dikerjakan, dan diberi tanda (check-mark).

(2) Daftar tilik merupakan bagian dari sistem manajemen mutu untuk mendukung
standarisasi suatu proses pelayanan.

(a) Daftar tilik tidak dapat digunakan untuk PO yang kompleks.

(b) Daftar tilik digunakan untuk mendukung, mempermudah pelaksanaan dan


memonitor SPO, bukan untuk menggantikan SPO itu sendiri.

(1) Langkah-langkah menyusun daftar tilik

Langkah awal menyusun daftar tilik dengan melakukan Identifikasi prsedur yang
membutuhkan daftar tilik untuk mempermudah pelaksanaan dan
monitoringnya

(a) Gambarkan flow-chart dari prosedur tersebut,

(b) Buat daftar kerja yang harus dilakukan,

(c) Susun urutan kerja yang harus dilakukan,

(d) Masukkan dalam daftar tilik sesuai dengan format tertentu,

(e) Lakukan uji-coba,

(f) Lakukan perbaikan daftar tilik,

(g) Standarisasi daftar tilik.

Daftar tilik untuk mengecek kepatuhan terhadap SPO dalam langkah- langkah
kegiatan, dengan rumus sebagai berikut.

Compliance rate (CR) = Σ Ya x 100 %


Σ Ya+Tidak

(2) Evaluasi isi SPO.

(a) Evaluasi SPO dilaksanakan sesuai kebutuhan dan maksimal 2 tahun sekali,
dilakukan oleh masing-masing unit kerja yag dipimpin oleh koordinator unit
kerja/ program.
(b) Hasil evaluasi : SPO masih tetap bisa dipergunakan atau SPO perlu diperbaiki/
direvisi. Perbaikan/ revisi isi SPO bisa dilakukan sebagian atau seluruhnya,
direkam didalam rekaman historis setiap SPO.

(c) Perbaikan/ revisi perlu dilakukan bila :

 Alur SPO sudah tidak sesuai dengan keadaan yang ada


 Adanya perkembangan Ilmu dan Teknologi (IPTEK) pelayanan kesehatan,
 Adanya perubahan organisasi atau kebijakan baru,
 Adanya perubahan fasilititas

(d) Pergantian kepala Puskesmas/ Klinik, bila SPO memang masih sesuai/
dipergunakan maka tidak perlu direvisi.

(3) Pemberlakuan SPO.

Semua SPO untuk lebih sempurnanya dibuatkan surat keputusan (SK)


pemberlakuan,

IV. PENGESAHAN ISI DOKUMEN

Setiap dokumen terkendali harus mendapat bukti persetujuan dan pengesahan


dari Kepala Puskesmas

V. PEMBERIAN IDENTITAS DOKUMEN

Setiap dokumen terkendali memiliki bagian header yang merupakan identitas


dokumen yang berisi :

 Judul dokumen
 Nomor kode dokumen
 Terbitan ( dua digit )
 Revisi ( dua digit )
 Tanggal mulai berlaku,
 Halaman
 Penanggungjawab ( disiapkan, diperiksa, disahkan )

VI. PENOMORAN DOKUMEN

Setelah disahkan, sekretariat mutu memberi nomor dokumen yang terdiri dari 4
bagian:
Bagian I
menunjukkan jenis dokumen
SK untuk Surat Keputusan
SOP untuk Standar Operasional Prosedur

Bagian II
menunjukkan unit yang membuat dokumen menunjukkan nomor urut penerbitan
dokumen, dengan 3 digit menunjukkan tahun penerbitan dengan 2 digit
Contoh penomoran dokumen: SOP/KTU/PB/224
Artinya :
SOP : Jenis dokumen Standar Operasional Prosedur
KTU : Kepala Tata Usaha
PB : Puskesmas Beber
224 : Nomor urut dokumen

BAB III

PENGENDALIAN DOKUMEN DAN REKAMAN

I. DEFINISI

1. Pengertian dokumen adalah: Semua dokumen yg harus disiapkan


Puskesmas/ Klinik, dan untuk memenuhi instrumen Akreditasi. Jenis
dan macam dokumen mengacu kepada standar dan Kriteria, definisi
operasional, serta cara pembuktian dan telusur dokumen yg ada dlm
instrumen akreditasi Puskesmas,

2. Rekaman adalah: dokumen yang memberi bukti obyektif dari kegiatan


yang dilakukan atau hasil yang dicapai didalam kegiatan Puskesmas/
untuk peningkatan mutu,

3. Pengendalian dokumen dan rekaman adalah: sistem penomoran dan


sistem penyimpanan dokumen yang dibtuhkan oleh sistem manajemen
mutu akreditasi Puskesmas harus dikendalikan. Catatan/ rekaman
adalah jenis khusus dari dokumen dan dikendalikan, dalam artian harus
diberi nomor agar mudah untuk pengelolaannya.

Pengendalian dokumen disusun SOP dan diatur didalam kebijakan untuk


mendefinikan pengendalian dokumen yang diperlukan:
a. Menyetujui dokumen untuk kecukupan sebelum terbit,

b. Menelaah dan memperbaharui sebagaiman perlu, dan persetujuan ulang


dokumen,

c. Memastikan bahwa perubahan dan status revisi terkini dari dokumen


teridentifikasi,

d. Memastikan bahwa versi yang relevan dari dokumen yang dapat


diterapkkan tersedia ditempat pengguna,

e. Memastikan bahwa dokumen tetap dapat terbaca dan segeradapat


teridentifikasi,

f. Memastikan bahwa dokumen yang berasal dari luar organisasi yang


ditetapkan oleh organisasi yang penting untuk perencanaan dan
operasional sistem manajemen mutu diidentifikasi dan distribusinya
dikendalikan, mencegah penggunaan tidak sengaja dokumen
kadaluwarsa dan untuk menerapkan identifikasi yang sesuai pada
dokumen bila disimpan untuk maksud apapun.

Catatan/ rekaman yang diterapkan untuk memberikan bukti kesesuaian


terhadap persyaratan dan bukti operasional yang efektif dari sistem manajemen mutu
harus dikendallikan. Organisasi harus menetapkan SPO terdokumentasi untuk
mendefinikan pengendalian yang diperlukan untuk identifikasi, penyimpanan,
perlindungan, pengambilan, lama simpan dan permusnahan. Catatan/ rekaman harus
dapat terbaca, segera dapat teridentifikasi dan dapat diakses kembali.

Untuk memperjelas dokumen areditasi Puskesmas/ Klinik dilengkapi dengan


contoh- contoh dokumen, (didalam lampiran) pedoman dokumen ini, namun didalam
pelaksanaannya diharapkan tidak sama dengan contohnya, untuk disesuaikan
dengan isi langkah pelayanan yang dilakukan di Puskesmas/ Klinik.

Pedoman penyusunan dokumen memeberikan contoh cara pembuatan


dokumen bukan memberikan isi didalam dokumen, isi dokumen sesuai dengan
langkah- langkah yang dilakukan didalam organisasi.

II. PROSEDUR PENGENDALIAN DOKUMEN


1. Pengendalian surat keputusan Draft surat keputusan yang berasal dari tiap
unit kerja harus mendapat persetujuan dari Wakil Manajemen Mutu (WMM)
Puskesmas sebelum ditandatangani oleh Kepala Puskesmas. Setelah
ditandatangani Kepala Puskesmas diberi nomor, diagendakan, digandakan
sesuai kebutuhan.

2. Pengendalian Manual Mutu Manual mutu yang dikeluarkan Wakil


Manajemen Mutu (WMM) setelah dikaji ulang oleh Kepala Puskesmas
disetujui oleh Kepala Puskesmas.

3. Pengendalian Surat Keputusan setelah dikaji ulang oleh Wakil Manajemen


Mutu (WMM) disetujui oleh Kepala Puskesmas.

4. Pengendalian Pedoman/Panduan Kerja, Kerangka Acuan Kerja, serta


Prosedur Kerja (SOP) untuk setiap pelaksana program yang dibuat oleh
setiap pelaksana program dikendalikan oleh Sekretariat Mutu dan disetujui
oleh Kepala Puskesmas

5. Pengendalian Organisasi Tata Kelola Tim Mutu berdasarkan tugas, pokok


dan fungsi berada dibawah koordinasi Wakil Manajemen Mutu (WMM) serta
berada dalam. Pengawasan Kepala Puskesmas

6. Dokumen yang telah disusun, selanjutnya disebarluaskan ke setiap unit kerja


dan pihak yang berkepentingan.

7. Dokumen yang telah dihasilkan oleh Pelaksana program diserahkan kepada


Sekretaris Tim Mutu untuk diagendakan dan dicatat :

• Judul/Nama
• Nomor
• Tanggal penerbitan
• Persetujuan Kepala Puskesmas

8. Sekretaris Mutu bertanggung jawab untuk mengganti dokumen lama dan


memusnahkannya, atau jika dianggap perlu menyimpannya dengan
memberi stempel KADALUARSA terlebih dahulu. Setiap pemegang
dokumen harus bertanggung jawab untuk memperbarui dokumen
tersebut apabila terjadi perubahan.
9.Jika terjadi perubahan dokumen masing-masing Kepala Sub Bagian harus
memberi identitas sebagai berikut:

• Judul/Nama
• Nomor
• Tanggal penerbitan
• Persetujuan Kepala Puskesmas
• Status perubahan (Revisi)

10. Prosedur pengendalian perubahan harus ditetapkan untuk identifikasi revisi


dokumen terbaru guna mencegah penggunaan dokumen yang tidak
digunakan lagi.

11. Dokumen harus diterbitkan kembali setelah sejumlah perubahan dibuat dan
data terkait diperbarui.

III. PROSEDUR PENGEDALIAN REKAMAN

1. Prosedur pengendalian rekaman dilakukan sesuai dengan Bagan Alir


Pengendalian Rekaman. Sekretariat Mutu harus menyimpan daftar
distribusi dokumen yang ada di bagiannya dan secara periodik melakukan
peninjauan ulang dokumen.

2. Dalam pengendalian rekaman, masing-masing Kepala Sub Bagian harus


memberi identitas sebagai berikut :

• Judul/Nama
• Nomor
• Tanggal penerbitan
• Persetujuan yang berwenang
• Status perubahan (Revisi)

3. Identifikasi revisi rekaman dibedakan dengan Nomor Status Perubahan


pada kolom revisi

4. Masing-masing pelaksana menyimpan dokumen perubahan dari Sekretariat


Mutu
5. Prosedur pengendalian perubahan harus ditetapkan untuk identifikasi
revisi Rekaman terbaru guna mencegah penggunaan Rekaman yang
tidak digunakan lagi.

6. Tiap enam bulan sekali sekretariat mutu melakukan tinjauan


rekaman/catatan kadaluarsa pada Daftar Rekaman/ Catatan Mutu sesuai
waktu retensinya. Apabila ditemukan rekaman/catatan kadaluarsa
sekretariat mutu melakukan pemusnahan dengan disaksikan Wakil
Manajemen Mutu.

IV. PENGENDALIAN DOKUMEN EKSTERNAL

Pemegang program mengidentifikasi dan mengendalikan distribusi dokumen


eksternal dengan formulir daftar dokumen eksternal.Bila suatu dokumen eksternal
sudah tidak digunakan, Sekretariat Mutu menarik dokumen eksternal tersebut dan
dicatat dalam formulir daftar dokumen eksternal

BAB IV

PENUTUP

Anda mungkin juga menyukai