Anda di halaman 1dari 7

Dokter Muda THT-KL Periode Agustus-September 2018 1

Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Clinical Sains Session

Hidung Berbau

Oleh:

Eko Setiawan 1410312093

Erix Firmando 1210313081

Preseptor:

dr. Dolly Irfandy, Sp. THT-KL (K) FICS

BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER

RSUP DR M DJAMIL PADANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

2018
Dokter Muda THT-KL Periode Agustus-September 2018 2
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Clinical Sains Session


Hidung berbau
Eko Setiawan, Erix Firmando

Semarang tahun 1975-1976 tentang jenis penyakit yang

Pendahuluan paling banyak menimbulkan gejala foetor ex nasi di

Indera penghidu yang merupakan fungsi dari poliklinik Telinga Hidung Tenggorok adalah korpus alienum

nervus olfaktorius, erat hubungannya dengan indera dan sinusitis.1,2,3

pengecap yang dilakukan oleh nervus trigeminus, karena Dalam kenyataannya, masih sering dijumpai

keduanya bekerja bersama-sama. Stimulusnya berupa penderita datang ke dokter dengan keluhan hidung berbau,

rangsangan kimiawi. Reseptor organ penghidu terdapat di yang penting diperhatikan adalah bagaimana menentukan

regio olfaktorius di bagian hidung sepertiga atas. Serabut diagnosis secara praktis, apalagi bagi seorang dokter yang

saraf olfaktorius berjalan melalui lubang-lubang pada lamina tidak mempunyai alat yang lengkap untuk memeriksa

kribrosa os etmoid menuju ke bulbus olfaktorius di dasar keadaan dalam hidung. Untuk keperluan ini maka penulis

fossa kranii posterior.1 tertarik untuk menulis referat tentang “Hidung Berbau”

Partikel bau dapat mencapai reseptor penghidu bila (foetor ex nasi) bagaimana patogenesis, anamnesis, cara

menarik nafas dengan kuat atau partikel tersebut larut dalam pemeriksaan secara klinis yang sederhana dan pedoman

lendir yang selalu ada di permukaan mukosa daerah diagnostik berdasarkan diagnosis banding dari kelainan atau

olfaktorius. Berdasarkan survei data di Amerika Serikat tahun beberapa penyakit yang dapat memberikan gejala foetor ex

1994 sekitar 2,7 juta orang mempunyai masalah dengan nasi.3

penciuman, salah satu diantaranya adalah hidung berbau


(foetor ex nasi). Foetor ex nasi berarti bau busuk dari dalam Anatomi dan Fisiologi
hidung. Dalam kepustakaan disebut sebagai offensive odor,
fetid odor, stinkende afscheiding, a stench. Ini merupakan
suatu gejala (simptom), bukan diagnosis. Sebagai simptom,
foetor ex nasi sering disertai gejala hidung lainnya, misalnya
hidung tersumbat, keluar cairan dari hidung, kadang disertai
dengan darah. Penelitian yang dilakukan di RS dr. Kariadi
Semarang tahun 1975-1976 tentang jenis penyakit yang
paling banyak menimbulkan gejala foetor ex nasi di
poliklinik Telinga Hidung Tenggorok adalah korpus alienum
dan sinusitis.1,2,3
Partikel bau dapat mencapai reseptor penghidu bila
menarik nafas dengan kuat atau partikel tersebut larut dalam
lendir yang selalu ada di permukaan mukosa daerah
Gambar 1. Anatomi Hidung Luar 5
olfaktorius. Berdasarkan survei data di Amerika Serikat tahun
Hidung luar berbentuk piramida dengan bagian-
1994 sekitar 2,7 juta orang mempunyai masalah dengan
bagiannya yaitu pangkal hidung (bridge), dorsum nasi,
penciuman, salah satu diantaranya adalah hidung berbau
puncak hidung, ala nasi, kolumela dan lubang hidung (nares
(foetor ex nasi). Foetor ex nasi berarti bau busuk dari dalam
anterior). Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan
hidung. Dalam kepustakaan disebut sebagai offensive odor,
tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan
fetid odor, stinkende afscheiding, a stench. Ini merupakan
beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan dan
suatu gejala (simptom), bukan diagnosis. Sebagai simptom,
menyempitkan lubang hidung. Rangka hidung bagian luar
foetor ex nasi sering disertai gejala hidung lainnya, misalnya
terdiri dari dua os nasal, prosesus frontal os maksila, kartilago
hidung tersumbat, keluar cairan dari hidung, kadang disertai
lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior
dengan darah. Penelitian yang dilakukan di RS dr. Kariadi
(kartilago ala mayor) dan tepi ventral (anterior) kartilago
Dokter Muda THT-KL Periode Agustus-September 2018 3
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

septum nasi. Tepi medial kartilago lateralis superior menyatu nasofaring, sehingga udara berbentuk lengkungan atau arkus.
dengan kartilago septum nasi dan tepi kranial melekat erat Saat ekspirasi, udara masuk melalui koana dan kemudian
dengan permukaan bawah os nasal serta prosesus frontal os mengikuti jalan yang sama seperti saat inspirasi, di bagian
maksila.4,5 depan aliran udara memecah sebagian melalui nares anterior
Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk dan sebagian lagi ke belakang membentuk pusaran dan
segitiga disebut apertura piriformis. Tepi laterosuperior bergabung dengan aliran udara nasofaring.8
dibentuk oleh kedua os nasal dan prosesus frontal os maksila. b. Pengatur kondisi udara
Dasarnya dibentuk oleh prosesus alveolaris maksila. Di garis Fungsi ini dilakukan dengan cara mengatur
tengah ada penonjolan (prominentia) yang disebut spina kelembaban udara dan mengatur suhu.
nasalis anterior.4 c. Sebagai penyaring dan pelindung
Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi
Hidung dalam dari debu dan bakteri dan dilakukan oleh rambut (vibrissae)
Struktur hidung dalam membentang dari os internum di pada vestibulum nasi, silia, palut lendir dan enzim yang dapat
sebelah anterior hingga koana di posterior, yang memisahkan menghancurkan beberapa bakteri yang disebut lisozim.8
rongga hidung dengan nasofaring. Septum nasi merupakan d. Indera penghidu
struktur tulang di garis tengah, secara anatomi membagi Hidung bekerja sebagai indera penghidu karena adanya
organ menjadi dua hidung. Pada dinding lateral hidung mukosa olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior
terdapat konka dengan rongga udara yaitu meatus superior, dan sepertiga bagian atas septum nasi. Partikel bau dapat
media dan inferior.5,6 mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir
Ujung-ujung saraf olfaktorius menempati daerah kecil atau bila menarik nafas dengan kuat.4,7
pada bagian medial dan lateral dinding hidung dalam dan ke e. Resonansi suara
atas hingga kubah hidung. Deformitas struktur demikian pula Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara
penebalan atau edema mukosa berlebihan dapat mencegah ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan
aliran udara untuk mencapai daerah olfaktorius dan dengan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
demikian dapat mengganggu penciuman.6 terdengar suara sengau (rinolalia).8
f. Proses bicara
Hidung membantu proses pembentukan kata-kata. Kata
dibentuk oleh lidah, bibir dan palatum mole. Pada
pembentukan konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut
tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran
udara.8
g. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang
berhubungan dengan saluran cerna, kardiovaskuler dan
pernafasan. Contoh: iritasi mukosa hidung menyebabkan
refleks bersin dan nafas berhenti. Rangsangan bau tertentu
menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan pankreas.8
Gambar 2. Anatomi hidung dan cavum nasi 5
Epitel olfaktorius adalah epitel berlapis semu berwarna
Fisiologi hidung kecoklatan dan terdiri dari tiga macam sel-sel saraf yaitu sel

Fungsi hidung antara lain untuk jalan nafas, alat penunjang, sel basal dan sel olfaktorius. Lamina propia di

pengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring udara, daerah olfaktorius mengandung kelenjar olfaktorius

indera penghidu, resonansi suara, membantu proses bicara Bowman. Sel penunjang dan kelenjar Bowman (Graziadei)

dan reflek nasal.4,7,8 yang menghasilkan mukus cair.4,7

a. Sebagai jalan nafas Diantara sel-sel penunjang terdapat sel olfaktorius yang

Saat inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu bipolar, sedangkan di bagian puncak sel terdapat dendrit yang

naik ke atas setinggi konka media kemudian turun kearah telah berubah bentuk dan melanjutkan diri ke permukaan
Dokter Muda THT-KL Periode Agustus-September 2018 4
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

epitel, kemudian membentuk bulatan disebut vesikel Etiologi


olfaktorius. Menurut teori stereokimia untuk penghidu setiap Ada beberapa penyakit yang memberikan gejala
bau dari ketujuh bau-bauan kimia atau dasar, indera hidung berbau antara lain:3
penciuman mempunyai molekul yang ukuran dan bentuknya a. Korpus alienum
unik dan bersifat elektrofilik atau nukleofilik. Epitel b. Rinolit
olfaktorius diduga mempunyai reseptor-reseptor yang bentuk c. Difteri hidung
dan dimensinya tertentu sehingga satu molekul bau yang d. Sinusitis
spesifik membutuhkan partikel reseptor tersendiri. Bau- e. Rinitis atrofi (Ozaena)
bauan primer seperti bau-bauan eterial, kamper, “musky”, f. Nasofaringitis kronis
wangi bunga, bau permen, pedas dan busuk. Bau tambahan Rinitis kaseosa
termasuk bau amandel, merupakan kombinasi yang
ditimbulkan oleh pertautan molekul-molekul dengan dua atau Patogenesis
lebih reseptor primer.4 Menurut BOIES adanya foetor dalam hidung
Teori lain berpendapat bahwa kualitas molekul yang berarti terjadinya nekrosis dari mukosa dan adanya
dianggap sebagai bau adalah interaksi antara vibrasi dengan organisme saprofit. Pus yang kronis dan berbau dalam sinus
organ reseptor. Kemungkinan besar, permulaan perjalanan maksilaris mungkin juga berasal dari gigi. Menurut BOYD,
impuls pada nervus olfaktorius adalah rangsangan pada nekrosis dapat disebabkan oleh: (1) berkurangnya aliran
batang olfaktorius atau silia, mungkin oleh larutan partikel darah (blood supply), (2) toksin bakteri, dan (3) iritasi secara
bau-bauan dalam lendir. Pada perangsangan sel reseptor, fisik maupun kimiawi. Dikatakan pula bahwa sel-sel yang
akan timbul perubahan potensial listrik yang menghasilkan mati akan mengalami pembusukan oleh organisme saprofit.3
penjalaran impuls ke bulbus olfaktorius untuk merangsang Berdasar pendapat tersebut di atas, maka foetor ex nasi dapat
sel mitral. Bulbus olfaktorius mempunyai aktivitas listrik disebabkan oleh : 3
yang menetap dan terus-menerus.4 1. Pembusukan sel-sel mati (benda-benda organik) atau
Ujung proksimal sel olfaktorius menipis sampai hanya korpus alienum oleh kuman saprofit.
berbentuk filamen setebal 1 mikrometer, yakni akson. 2. Pembusukan sel-sel jaringan yang nekrotis, sebagai
Bersama-sama akson lainnya berkumpul membentuk akibat dari :
gabungan 20 filamen disebut fila olfaktoria, yang berjalan a. Trauma, mengakibatkan kerusakan jaringan sampai
melalui lubang pada lamina kribrosa dan memasuki bulbus matinya jaringan karena tidak mendapat suplai darah.
olfaktorius di otak. Fila ini tidak bermielin.4 Terjadilah nekrosis dan infeksi sekunder sehingga
Di dalam bulbus olfaktorius akson dari nervus olfaktorius timbul foetor.
akan berhubungan dengan sel-sel mitral dan akson ini b. Radang oleh iritasi fisik atau kimiawi.
meninggalkan bulbus untuk membentuk traktus olfaktorius c. Toksin bakteri.
yang berjalan sepanjang dasar lobus frontalis untuk kemudian d. Neoplasma maligna dengan bagian-bagian yang
masuk ke korteks piriformis, komisura anterior, nukleus nekrotik.
kaudatus, tuberkulus olfaktorius dan limbus anterior kapsula
interna dengan hubungan sekunder.4
Diagnosis
Anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti sangat
Hidung berbau membantu untuk menentukan diagnosis etiologi dari foetor
Hidung berbau (foetor ex nasi) berarti bau busuk ex nasi, karena banyak penyakit yang memberikan gejala
dari dalam hidung. Dalam kepustakaan disebut sebagai foetor ex nasi. Meskipun hidung adalah organ pembau,
offensive odor, fetid odor, stinkende afscheiding, a stench. Ini apabila dalam rongga hidung terjadi bau busuk, bau ini
merupakan suatu gejala (simptom), bukan diagnosis. Sebagai mungkin tidak disadari oleh penderita. Apabila penderita
simptom, foetor ex nasi sering disertai gejala hidung lainnya, dapat membau, kita beri tanda (+), dan bila tidak membau kita
misalnya hidung tersumbat, keluar cairan dari hidung, yang beri tanda (-), maka kemungkinan yang dapat terjadi pada
kadang-kadang disertai dengan darah.3,9 pasien adalah: 3
1. Penderita sendiri (+), orang lain (+)
Dokter Muda THT-KL Periode Agustus-September 2018 5
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

2. Penderita sendiri (+), orang lain (-) atau bersama-sama dengan difteri faring, bersifat maligna
3. Penderita sendiri (-), orang lain (+) karena biasanya disertai gejala konstitusional. Discharge
Bila penderita sendiri tidak dapat membau, berarti biasanya bilateral, sanguinous, sering disertai ekskoriasi
ia mengalami anosmia. Bila orang lain tidak membau, berarti vestibulum nasi. Berdasarkan adanya difteri hidung benigna
bau tersebut subjektif. Keluhan bau busuk dari hidung anak dan maligna, maka jangan lupa memeriksa keadaan faring.
sering dikeluhkan oleh orang tua atau pengasuhnya. Gejala Bila masih ragu, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
nasal discharge dengan foetor dapat bersifat unilateral atau laboratorium terhadap sekret hidung dan tenggorok.3
bilateral. Hal ini perlu sekali ditanyakan dalam anamnesis 4. Sinusitis
oleh karena anamnesis yang teliti dan terarah akan sangat Dapat terjadi pada anak-anak ataupun dewasa,
membantu kita dalam mencari kemungkinan diagnosis.3 dapat unilateral, atau bilateral. Pada anak-anak, discharge
Anamnesis perlu disesuaikan dengan pemeriksaan, yang banyak sering disertai infeksi pada adenoid dan alergi
salah satu pemeriksaan yang perlu dilakukan adalah hidung. Pada anak-anak gejala yang sering ditemukan ialah:
menentukan apakah discharge purulent atau sanguinous, dan nasal obstruction, persistent mucopurulent discharge,
apakah discharge sangat banyak (profuse). Berdasarkan frequent colds. Berdasarkan adanya infeksi adenoid dan
adanya macam-macam kelainan/penyakit yang dapat alergi hidung, maka pada anak-anak gejala discharge
menimbulkan gejala foetor dapatlah disusun diagnosis tentunya lebih sering bilateral. Pada anak-anak diragukan
banding sebagai berikut : apakah penderita sendiri membau atau tidak, jadi penderita
1. Korpus alienum sendiri (±), orang lain (+). Penderita dewasa sering menyadari
Kebanyakan benda-benda kecil misalnya biji buah, adanya bau yang tidak enak dalam hidungnya, tetapi kadang-
manik-manik, kancing, karet penghapus, kelereng, kacang kadang hiposmia bila ada obstruksi dan bersifat
polong, batu dan kacang tanah. Kebanyakan ditemukan pada temporer.3,9,10
anak-anak dan biasanya unilateral. Bila benda tersebut belum 5. Ozaena
lama dimasukkan apatlah disusun diagnosis banding sebagai Disebut juga rhinitis chronica atrophicans cum
berikut : foetida. Karakteristiknya adalah adanya atropi mukosa dan
jaringan pengikat submukosa struktur fossa nasalis, disertai
adanya krusta yang berbau khas. Untuk kepentingan klinis
perlu ditetapkan derajat ozaena sebelum diobati, yaitu ringan,
sedang atau berat, karena derajat ozaena menentukan terapi
dan prognosisnya. Biasanya diagnosis ozaena secara klinis
tidak sulit. Adanya discharge yang berbau, bersifat bilateral,
terdapat krusta kuning kehijau-hijauan. Penyakit ini lebih
banyak menyerang wanita dari pada pria, terutama pada umur
10
Gambar 4. Korpus alienum pada hidung sekitar pubertas. Penderita sendiri mengalami anosmia,
sedang orang lain tidak tahan baunya.3
2. Rinolit
6. Nasofaringitis kronis
Rinolit juga dianggap sebagai benda asing tipe khusus
Di nasofaring terdapat jaringan limpoid, kadang-
yang biasanya terdapat pada orang dewasa. Garam-garam tak
kadang adenoid, dimana banyak tinggal bakteri-bakteri
larut dalam sekret hidung membentuk suatu masa berkapur
didalam kripti. Bila ada infeksi virus maka bakteri tersebut
sebesar benda asing yang tertahan lama atau bekuan darah.
menjadi virulen dan dapat meluas ke semua arah. Pada
Warna sedikit abu-abu, agak coklat atau hitam kehijau-
kebanyakan kasus penyakit ini bersifat self limiting, bila daya
hijauan. Konsistensi dapat lunak sampai keras dan rapuh atau
tahan tubuh baik penyakit segera sembuh. Tetapi dapat juga
porus. Seperti halnya dengan korpus alienum, biasanya
penyakit menjadi kronis dan discharge nasofaring menjadi
terdapat unilateral. Sekret sinus kronik dapat mengawali
purulen serta mulai timbul bau, hal ini mulai dirasakan oleh
terbentuknya masa seperti itu di dalam hidung.3,6,10
penderita sendiri. Penderita sering berusaha mengeluarkan
3. Difteri hidung
discharge di nasofaring yang dirasakan sangat mengganggu.
Ada 2 tipe difteri hidung yaitu: (1) primer: terbatas
Discharge pada nasofaringitis kronis bersifat bilateral.3
dalam hidung, bersifat benigna, ±2%, (2) sekunder: berasal
Dokter Muda THT-KL Periode Agustus-September 2018 6
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

3. Sinusitis: discharge profuse bilateral. 3


7. Rinitis kaseosa Dewasa :
Adalah perubahan kronis inflamatoar dalam hidung 1. Sinusitis: discharge bilateral, penderita (+), orang lain
dengan adanya pembentukan jaringan granulasi dan (+)
akumulasi massa seperti keju yang menyerupai kolesteatoma. 2. Ozaena: discharge bilateral, Penderita (-), orang lain
Ada banyak teori tentang etiologi penyakit ini, diantaranya (+)
bahwa penyakit ini adalah akibat radang kronis dan nasal 3. Nasofaringitis kronis: discharge postnasal bilateral,
stenosis sekunder yang menyumbat nasal discharge. Oleh penderita (+), orang lain (-)
perubahan mekanis dan kimiawi dan deskuamasi mukosa 4. Rinitis kaseosa: discharge unilateral, penderita (+),
secara terus-menerus, terjadilah penumpukan massa seperti orang lain (+)
keju yang menyerupai kolesteatoma. Kebanyakan bersifat 5. Sifilis tertier: discharge bilateral, septum bagian tulang,
unilateral, dapat terjadi pada segala umur, tetapi terbanyak penderita (+), orang lain (+)
antara 30-40 tahun. Karena kelainan ini adalah akibat 6. Tuberkulosis: discharge bilateral, septum bagian
sinusitis, penderita sendiri membau (+), orang lain (+).3 kartilago, penderita (+), orang lain (+)
8. Radang kronis spesifik 7. Neoplasma maligna: discharge uni/bilateral, penderita
a. Sifilis tertier (+), orang lain (+).
Berupa gumma yang sering mengenai septum 8. Rinolit: discharge unilateral, penderita (+), orang lain
bagian tulang, yaitu pada vomer dan sering mencapai palatum (+).3
durum. Bila terjadi nekrosis yang mengenai tulang dan Pedoman diagnostik tersebut diatas akan
meluas ke kartilago septum terjadilah perforasi septum. mempermudah penentuan diagnosis secara klinis. Bila
Foetor bersifat bilateral. Penyakit ini sekarang jarang diagnosis masih meragukan dilakukan pemeriksaan khusus
dijumpai.3 dan laboratorium. 3
b. Tuberkulosis
Dalam hidung sebagai tuberkuloma yang banyak Terapi
mengenai septum bagian kartilago. Untuk membedakan Terapi yang diberikan tergantung dari diagnosis :
sifilis tertier dari tuberkulosis lebih baik dilakukan a. Korpus alienum/ rinolit
pemeriksaan darah lengkap dan biopsi. Pada tuberkulosis Terapinya ialah mengangkat korpus alienum atau rinolit.
perlu dilakukan foto rontgen toraks dan nasal swab. Pada b. Nasal difteria
tuberkulosis, bila tuberkuloma pada septum bagian kartilago Diberikan antibiotika, Anti Difteri Serum (ADS), dan
mengalami nekrosis, dapat juga terjadi perforasi septum, salep antibiotika untuk mencegah dermatitis akibat nasal
foetor dapat dirasakan bilateral. Penyakit itu sekarang juga discharge.
jarang dijumpai. c. Sinusitis dan rinitis kaseosa
9. Neoplasma maligna Prinsip terapi ialah membersihkan discharge,
Gejala yang menyolok ialah nasal obstruction yang memperbaiki ventilasi dan drainase, pemberian
bersifat unilateral dan nasal bleeding. Kadang-kadang antibiotika yang sesuai, dan bila tidak berhasil baru
ulserasi awal dan nasal bleeding terlihat lebih dulu sebelum dilakukan operasi.
nasal obstruction, terutama pada tumor kavum nasi yang d. Ozaena
anaplastik. Diagnosis ditegakkan dengan biopsi yang diambil Terapi konservatif atau kombinasi dengan operatif.
dari bagian yang tidak nekrotis. Perlu diagnosis sedini e. Nasofaringitis kronis
mungkin, maka bila ada kecurigaan kearah malignansi, biopsi Terapi ialah dengan mengisap discharge yang lengket di
perlu segera dilakukan.3 nasofaring, pemberian antibiotika dan obat tetes hidung.
f. Sifilis tertier dan tuberkulosis
Pedoman Diagnostik Terapinya sesuai dengan terapi spesifik untuk sifiilis dan
Pada anak-anak tuberkulosis pada umumnya.
1. Korpus alienum: discharge unilateral. g. Neoplasma maligna
2. Difteria hidung: discharge sanguinous bilateral.
Dokter Muda THT-KL Periode Agustus-September 2018 7
Fakultas Kedokteran Universitas Andalas

Terapi operasi, radiasi atau kombinasi operasi dan 6. Hilger PA. Hidung: Anatomi dan Fisiologi Terapan
radiasi. 3 dalam: Boeis Buku Ajar Penyakit THT. Adam,
Boeis, Highler (eds). Jakarta: EGC.1997;174-176.
Prognosis 7. Dhingra PL. Disease of Ear, Nose and Throat. 4th
Prognosis untuk korpus alienum dan rinolit setelah ed. India: Elsevier. 2007;131.
pengangkatan korpus alienum dan rinolit pada umumnya 8. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Sumbatan Hidung
baik. Prognosis untuk radang pada umumnya baik. Adanya dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
bermacam-macam antibiotika dapat memperkecil insidens, Tenggorok Kepala Leher. Soepardi EA, Iskandar N
komplikasi dan mortalitas.3 (ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2001;88-94.
Khusus untuk ozaena, prognosis tergantung dari 9. RS Dhillon, East CA. Ear Nose and Throat and
derajat ozaena sebelum diobati.3 Head and Neck Surgery. 2nd ed. London: Churchill
 Ozaena ringan, dengan terapi konservatif atau Livingstone, 1999;32.

kombinasi konservatif dan operatif, prognosis baik, 10. Ghorayeb BY. Otolaryngology Houston.
dapat sembuh 100%. http://www.ghorayeb.com. [diakses tanggal 4

 Ozaena sedang, dengan terapi kombinasi Agustus 2018].

konservatif dan operatif sekitar 75% - 83% berhasil


baik, dapat residif.
 Ozaena berat, dengan terapi konservatif maupun
operatif tidak berhasil, atau hasilnya 0%. Oleh
sebab itu dianjurkan untuk tidak melakukan operasi
pada ozaena berat.

Pencegahan
Pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya foetor ex nasi
adalah dengan:
a. menjaga kebersihan
b. mempertinggi daya tahan tubuh agar tidak
mudah terkena infeksi
c. mencegah terjadinya infeksi kronis 3

Daftar Pustaka
1. Mangunkusumo E. Gangguan Penghidu dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Soepardi EA, Iskandar N
(ed). Jakarta: Balai Penerbit FKUI,2001;130.
2. Leopold DA. Disorder of Taste and Smell.
http://www.emedicine.com. [diakses tanggal 4
Agustus 2018].
3. Soedarjatni. Foetor ex nasi. Maj Cermin Dunia
Kedokt. 1977;21-24.
4. Ballenger JJ. Hidung dan Sinus Paranasal dalam:
Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Jakarta: Binarupa Aksara,1994;1-2.
5. Encarta. Anatomy of The Nose.
http://www.encarta.msn.com/Anatomy of The
Nose.html. [diakses tanggal 4 Agustus 2018].

Anda mungkin juga menyukai