Anda di halaman 1dari 5

BAB 4

DISKUSI

Seorang pasien perempuan berusia 60 tahun dirawat di bangsal Neurologi


RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi tanggal 21 Juni 2018 dengan keluhan
utama lemah anggota gerak sebelah kiri, yang terjadi saat sedang beraktivitas.
Pasien juga mengalami pandangan gelap dan bicara pelo. Pasien mengalami
penurunan kesadaran sehingga dibawa keluarga ke RSUD Padang Panjang dan
akhirnya dirujuk ke RSAM Bukittinggi. Pasien didiagnosis dengan stroke
hemoragik berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang.
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang secara cepat akibat
gangguan otak fokal (atau global) dan gejala-gejala yang berlangsung selama
24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab
lain yang jelas selain vaskular.1 Sedangkan stroke hemoragik adalah stroke yang
diakibatkan oleh perdarahan arteri otak di dalam jaringan otak (intracerebral
hemorrhage) dan/atau perdarahan arteri diantara lapisan pembungkus otak,
piamater dan arachnoidea.2
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena penghentian total aliran darah
ke otak dan menyebabkan kerusakan otak yang irreversibel setelah 7-10 menit.
Penyumbatan pada satu arteri menyebabkan gangguan di area otak yang terbatas
(stroke). Mekanisme dasar kerusakan ini adalah defisiensi energi yang disebabkan
oleh iskemia. Perdarahan juga menyebabkan iskemia dengan menekan pembuluh
darah di sekitarnya.3

Gejala klinis stroke ada berbagai macam, diantaranya adalah ditemukan


perdarahan intraserebral yang dapat dibedakan secara klinis dari stroke iskemik.
Pada perdarahan intra serebral biasanya ditemukan hipertensi, penurunan
kesadaran bahkan koma, yang lebih umum pada stroke hemoragik dibandingkan
dengan stroke iskemik. Seringkali, hal ini disebabkan peningkatan tekanan
intrakranial.4
Defisit neurologis fokal tergantung pada area otak yang terlibat. Jika
belahan dominan (biasanya kiri) terlibat, gejala yang muncul yaitu hemiparesis
kanan, hemisensori kanan, bidang visual kanan terpotong, dan mungkin terjadi
aphasia. Jika belahan nondominant (biasanya kanan) terlibat, muncul hemiparesis
kiri, hemisensori kiri, preferensi tatapan ke kanan, dan memotong bidang visual
kiri. Sindrom belahan nondominant juga dapat mengakibatkan pengabaian dan
kekurangan perhatian pada sisi kiri.4
Jika cerebellum yang terlibat, pasien beresiko tinggi untuk herniasi dan
kompresi batang otak. Herniasi bisa menyebabkan penurunan cepat dalam tingkat
kesadaran, apnea, dan kematian. Tanda-tanda lain dari keterlibatan cerebellar atau
batang otak antara lain: ekstremitas ataksia, vertigo atau tinnitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, hemisensori atau kehilangan sensori dari
semua empat anggota, gerakan mata yang mengakibatkan kelainan diplopia atau
nistagmus, kelemahan orofaringeal atau disfagia, wajah ipsilateral dan
kontralateral tubuh.4,5

Pasien diketahui memiliki riwayat hipertensi sejak tahun 2011 dengan


tekanan darah tertinggi 270/160 mmHg. Hipertensi merupaka salah satu faktor
risiko terjadinya stroke. Hipertensi meningkatkan risiko terjadinya stroke 4-6x.
Tekanan darah yang tinggi menyebabkan terjadinya kerusaka pada dinding
pembuluh darah sehingga memudahkan terjadinya penyumbatan/ perdarahan
otak.

Pemeriksaan nervus kranialis pada pasien ini didapatkan adanya ptosis


dan diplopia pada mata kanan, plika nasolabialis kanan mendatar, kedudukan
lidah dalam ke kanan, sedangkan saat dijulurkan kedudukan lidah lebih ke kiri.
Pemeriksaan fungsi motorik didapatkan bahwa anggota gerak sebelah kiri tidak
dapat digerakkan. Pemeriksaan refleks patologis didapatkan refleks Hoffman-
Tromner dan refleks Babinski (+) pada ekstremitas sebelah kiri.

Diagnosis stroke hemoragik dapat dinilai berdasarkan Algoritma Stroke


Gajah Mada (ASGM) dan Skor Stroke Sirriraj. Berdasarkan ASGM, pasien ini
mengalami penurunan kesadaran, refleks Babinski (+), tanpa adanya nyeri kepala
sehingga didapatkan kesan perdarahan intra serebral (Stroke Hemoragik).
Skor Stroke Sirriraj ditentukan dengan rumus : (2,5 x Kesadaran) + (2 x
Vomitus) + (2 x nyeri kepala) + (0,1 x diastole) – (3 x n Ateroma) – 12
Pada pasien didapatkan adanya penurunan kesadaran (stupor) yang
memberi nilai 1, sehingga SSS pada pasien ini : (2,5x1)+(2x0)+(2x0)+(0.1x120)-
(3x0)-12 = 2,5; dengan kesan Stroke Hemoragik.
Pemeriksaan penunjang CT Scan merupakan gold standar untuk
membedakan stroke iskemik dan stroke hemoragik. Pada stroke iskemik,
gambaran CT scan secara umum didapatkan gambaran hipodense, sedangkan pada
stroke heoragik menunjukkan gambaran hiperdens. Gambaran hasil Brain CT
Scan pada pasien ini menunjukkan adanya lesi hiperdens di pons, sehingga
menunjang diagnosis stroke hemoragik (perdarahan intra serebral).

Tatalaksana umum yang diberikan yaitu elevasi kepala 30⁰ agar perfusi
darah ke otak adekuat, dan membantu mengurangi peningkatan tekanan
intrakranial. Pemberian oksigen diharapkan memenuhi pasokan oksigen ke otak
dan organ perifer. Tatalaksana khusus yang diberikan diantaranya Citicolin
sebagai neuroprotektor, Ranitidine sebagai profilaksis stress ulcer, Amlodipine
dan Valsartan sebagai obat antihipertensi untuk menjaga tekanan darah tidak
terlalu tinggi dan tetap mencukupi untuk perfusi ke otak. Pemberian asam
traneksamat sebagai antifibrinolitik ditujukan untuk mencegah terjadinya
perdarahan berulang. KSR diberikan selain untuk mengatasi ketidakseimbangan
elektrolit. Juga untuk membantu meningkatkan fungsi konduksi saraf.
Daftar Pustaka

1. Price, Sylvia A. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit


ed.6.EGC, Jakarta. 2006
2. World Health Organization, 2005. WHO STEPS Stroke Manual: The WHO
STEPwise Approach to Stroke Surveillance. World Health Organization
3. Silbernagl, S., Florian Lang. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. EGC:
Jakarta, 2007.
4. Nasissi, Denise. Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010.
[diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview]
5. MERCK, 2007. Hemorrhagic Stroke. Diperoleh dari:
http://www.merck.com/mmhe/sec06/ch086/ch086d.html

Anda mungkin juga menyukai