Anda di halaman 1dari 17

RESUME MIKRO TEACHING

BEDAH THORAKS

Oleh:

Ha Sakinah Se, S.Ked


Febryana Ramadhani Machyar, S.Ked
Denara Eka Safitri, S.Ked
Fahmi Nur Suwandi, S.Ked
Hendri Fauzik, S.Ked

Pembimbing:

Dr. Gama Satria, Sp.B-BTKV

DEPARTEMEN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

2018
EMFISEMA SUBKUTIS
Pendahuluan
Rongga toraks merupakan suatu rongga yang diisi oleh berbagai organ
tubuh yang sangat vital, diantarannya : jantung, paru, pembuluh darah besar.
Rongga toraks dibentuk oleh suatu kerangka dada berbentuk cungkup yang
tersusun dari tulang otot yang kokoh dan kuat, namun dengan konstruksi yang
lentur dan dengan dasar suatu lembar jaringan ikat yang sangat kuat yang disebut
Diaphragma. Konstruksi kerangka dada tersebut diatas sangat menunjang
fleksibelitas fungsinya, diantaranya : fungsi perlindungan terhadap trauma dan
fungsi pernafasan. Hanya trauma tajam dan trauma tumpul dengan kekuatan yang
cukup besar saja yang mampu menimbulkan cedera pada alat / organ dalam yang
vital tersebut diatas.
Definisi

Emfisema interstisial yang ditandai dengan adanya udara dalam jaringan


subkutan, biasanya disebabkan oleh cedera intratoraks dan pada kebanyakan kasus
disertai dengan pneumotoraks dan pneumomediatinum.

Patofisiologi
Trauma terhadap thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul.
Pada trauma tajam, terdapat luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin lebih
mencapai jaringan otot ataupun lebih dalam lagi hingga melukai pleura parietalis
atau perikardium parietalis. Dapat juga menembus lebih dalam lagi, sehingga
merusak jaringan paru, menembus dinding jantung atau pembuluh darah besar di
mediastinum.
Trauma tajam yang menembus pleura parietalis akan menyebabkan kolaps
paru, akibat masuknya udara atmosfer luar kedalam rongga paru. Bila pleura
viseralispun tertembus, kemungkinan trauma tajam terhadap jaringan paru sangat
besar, sehingga selain terjadi penurunan ventilasi akibat hubungan pendek
bronkho – udara luar melalui luka tajam, mungkin terjadi pula Hemoptoe massif
dengan akibat – akibatnya.
Trauma tajam yang melukai perikardium parietalis dapat menimbulkan
tamponade jantung dengan tertimbunya darah dalam rongga pericardium, yang
akan mampu meredam aktivitas Diastolik jantung. Eksanguinasi akibat tembusnya
dinding jantung atau pembuluh darah besar di mediasternum, mampu
menimbulkan henti jantung dalam waktu 2 – 5 menit, tergantung derajat
perdarahannya.
Satu jenis lain dari trauma tajam, yaitu trauma tertembus peluru. Fatalitas
akibat trauma peluru ini lebih besar dari jenis trauma tajam lainnya, karena faktor
kerusakan jaringan yang lebih besar akibat rotasi berkecepatan tinggi dari pleura,
berakibat luka tembus keluar yang relatif lebih besar dari luka tembus masuk.
Trauma tumpul toraks, bila kekuatan trauma tidak cukup besar, hanya akan
menimbulkan desakan terhadap kerangka dada, yang karena kelenturannya akan
mengambil bentuk semula bila desakan hilang. Trauma tumpul demikian, secara
tampak dari luar mungkin tidak memberi gambaran kelainan fisik, namun mampu
menimbulkan kontusi terhadap otot kerangka dada, yang dapat menyebabkan
perdarahan in situ dan pembentukan hematoma inter atau intra otot, yang kadang
kala cukup luas, sehingga berakibat nyeri pada respirasi dan pasien tampak seperti
mengalami dispnea
Trauma tumpul dengan kekuatan cukup besar, mampu menimbulkan patah
tulang iga, mungkin hanya satu iga, dapat pula beberapa iga sekaligus, dapat
hanya satu lokasi fraktur pada setiap iga, dapat pula terjadi patahan multiple,
mungkin hanya melibatkan iga sisi unilateral, mungkin pula berakibat bilateral.
Trauma tumpul jarang menimbulkan kerusakan jaringan jantung, kecuali
bila terjadi trauma dengan kekuatan cukup besar dari arah depan, misalnya : akibat
dorongan kemudi atau setir mobil yang mendesak dada akibat penghentian
mendadak mobil berkecepatan sangat tinggi yang menabrak kendaraan atau
bangunan didepannya. Desakan setir mobil tersebut mampu menimbulkan
tamponade jantung, akibat perdarahan rongga pericardium ataupun hematoma
dinding jantung yang akan meredam gerakan sistolik dan diastolik.
Dorongan atau pukulan tumpul terhadap dinding kerangka dada yang
demikian kuatnya, sehingga melebihi kekuatan kelenturan iga, dapat
menimbulkan fraktur iga dan ujung fragmen fraktur dapat merusak pleura
parietalis ataupun bahkan pleura viseralis dan jaringan paru. Setelah trauma
hilang, fragmen iga yang fraktur tersebut akan kembali kepada kedudukan semula
akibat kelenturannya, dan akibat kelengkungan bentuk iga yang menggembung
kearah keluar kerangka, serta pengikatan antar iga oleh otot inter-oseus/otot
intekostalis.
Keadaan tersebut diatas, meskipun secara morfologis hanya di dapat
fraktur sederhana dan tertutup dari iga dalam kedudukan baik, namun mampu
menimbulkan hematotoraks atau pneumotoraks, bahkan tidak tertutup
kemungkinan terjadi “Tension Pneumotorax”, karena terjadi keadaan dimana
alveoli terbuka, pleura viseralis dengan luka yang berfungsi “Pentil” dan luka
pleura parietalis yang menutup akibat desakan udara yang makin meningkat di
rongga pleura. Tension pneumotoraks selanjutnya akan mendesak paru unilateral,
sehingga terjadi penurunan ventilasi antara 15 – 20 %.
Bila desakan berlanjut, terjadi penggeseran mediastinum kearah
kontralateral dan selanjutnya bahkan akan mendesak paru kontralateral yang
berakibat sangat menurunnya kapasitas ventilasi.
Kerusakan jaringan paru dengan terbukannya alveoli, memungkinkan
terjadinya emfisem subkutis, akibat penyebaran udara yang keluar dari alveoli dan
menyusup masuk kedalam jaringan interstisial paru menuju mediastinum, dan
selanjutnya menyebar melalui media subkutis. Emfisema subkutis ini dapat
menyebar secara umum keseluruh permukaan tubuh dan sangat kentara dengan
“penggelembungan” skrotum atau labia mayora.
Mekanisme terjadinya emfisema subkutis pada penderita asma terjadi pada
saat serangan asma akut berat. Pada saat serangan akut terjadi obstruksi saluran
nafas, mengakibatkan meningkatnya jumlah udara yang terkurung di alveoli (air
traping). Peningkatan volume udara di alveoli mengakibatkan peningkatan teka-
nan (volutrauma dan barotrauma). Peningkatan tekanan ini mengakibatkan
terjadinya robek / ruptur alveoli.(5) Robeknya alveoli jika lokasinya di perifer akan
dapat mengakibatkan terjadinya pneumotorak. Pneumomediastinum dan emfisema
subkutis dapat terjadi akibat rupturnya alveoli sentral sehingga udara akan
bergerak ke jaringan intersisial dan melanjutan ke mediastinum dan kulit melalui
percabangan bronkus. Robeknya alveoli dapat juga menyebabkan terjadinya
emboli udara apabila udara sampai masuk ke pembuluh darah.(5)

Gambar 4. Emboli udara pada emfisema subkutis

Pemeriksaan penunjang

Pem. Radiologi :

Roentgen torax
CT scan

Diagnosis

Dari gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan radiologi bisa


mengkonfirmasi emfisema subkutis ini.

Pneumotoraks

Pneumotoraks adalah suatu kondisi adanya udara yang terperangkap di

rongga pleura akibat robeknya pleura visceral, dapat terjadi spontan atau

karena trauma, yang mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan negatif

intrapleura
sehingga mengganggu proses pengembangan
paru.

Pneumotoraks terjadi karena trauma tumpul atau tembus

toraks.Dapat pula terjadi karena robekan pleura viseral yang disebut

dengan barotrauma, atau robekan pleura mediastinal yang disebut

dengan trauma trakheobronkhial.

Pneumotoraks dibagi menjadi simple pneumotoraks, tension

pneumotoraks, dan open pneumotoraks.

1. Simple peumotoraks

adalah pneumotoraks yang tidak disertai peningkatan tekanan

intra toraks yang progresif. Adapun Manifestasi klinis yang

dijumpai:

a. Paru pada sisi yang terkena akan kolaps, parsial atau total

b. Tidak dijumpai mediastinal shift

c. Dijumpai hipersonorpada daerah yang terkena,

d. Dijumpai suara napas yang melemah sampai menghilang pada

daerah yang terkena.

e. Dijumpai kolaps paru pada daerah yang terkena.

f. Pada pemeriksaan foto toraks dijumpai adanya gambaran

radiolusen atau gambaran lebih hitam pada daerah yang

terkena, biasanya dijumpai gambaran pleura line.

Penatalaksanaan simple pneumotoraks dengan Torakostomi atau

pemasangan selang intra pleural + WSD.


2. Tension pneumotoraks

adalah pneumotoraks yang disertai peningkatan tekanan intra toraks yang

semakin lama semakin bertambah atau progresif. Pada tension pneumotoraks

ditemukan mekanisme ventil atau udara dapat masuk dengan mudah, tetapi

tidak dapat keluar. Adapun manifestasi klinis yang dijumpai :

a. Terjadi peningkatan intra toraks yang progresif, sehingga terjadi kolaps

total paru, mediastinal shift atau pendorongan mediastinum ke

kontralateral, deviasi trachea, hipotensi &respiratory distress berat.

b. Tanda dan gejala klinis: sesak yang bertambah berat dengan cepat,

takipneu, hipotensi, tekanan vena jugularis meningkat, pergerakan dinding

dada yang asimetris.

Tension pneumotoraks merupakan keadaan life-threatening, maka tidak perlu

dilakukan pemeriksaan foto toraks.

Penatalaksanaan tension pneumotoraks berupa dekompresi segera

dengan needle insertion pada sela iga II linea mid-klavikula pada daerah yang

terkena. Sehingga tercapai perubahan keadaan menjadi suatu simple

pneumotoraks dan dilanjutkan dengan pemasangan Torakostomi + WSD.

3. Open pneumothorax

terjadi karena luka terbuka yang cukup besar pada toraks sehingga

udara dapat keluar dan masuk rongga intra toraks dengan mudah. Tekanan

intra toraks akan sama dengan tekanan udara luar. Dikenal juga sebagai

sucking-wound.
Penatalaksanaan open pneumotoraks :
a. Luka tidak boleh di eksplore.
b. Luka tidak boleh ditutup rapat yang dapat menciptakan mekanisme ventil.
c. Pasang plester 3 posisi.
d. Torakostomi + WSD.
e. Singkirkan adanya perlukaan atau laserasi pada paru-paru atau organ intra

toraks lain.

f. Umumnya disertai dengan perdarahan atau hematotoraks.

Hematothoraks/hemothoraks
Hematothoraks merupakan suatu keadaan di mana darah terakumulasi pada rongga
pleura yang disebabkan karena adanya trauma pada dada yang menjadi predisposisi
terpenting perembesan darah berkumpul di kantong pleura tidak bisa diserap oleh lapisan
pleura.
Etiologi
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang akan
menyebabkan rongga paksa tumpul pada rongga thorak (hemothoraks) dan rongga abdomen.
Trauma tajam dapat disebabkan oleh tikaman dan tembakan.
Penyebab umum dari hemotoraks adalah trauma toraks. Hemotoraks juga dapat terjadi
pada pasien dengan defek pembekuan darah, operasi toraks atau jantung, kanker pleura atau
paru, dan tuberculosis. Selain itu, penyebab lainnya adalah pemasangan kateter vena sentral
dan tabung torakostomi.
Laporan kasus melibatkan terkait gangguan seperti penyakit hemoragik pada bayi
baru lahir (misalnya, kekurangan vitamin K), Henoch-Schönlein purpura, dan beta
thalassemia / penyakit E hemoglobin. Kongenital malformasi adenomatoid kistik sesekali
menghasilkan hemothorax.
Manifestasi Klinik
Gejala klinis yang muncul pada pasien dengan hemotoraks adalah nyeri dada, pasien
menunjukkan distres pernapasan berat, napas pendek, takikardi, hipotensi, pucat, dingin, dan
takipneu. Pasien juga dapat mengalami anemia sampai syok
Diagnostik
X-ray dada: penampilan serupa dengan efusi pleura
• Opacity
• Menipisnya sudut kostofrenik
• Deviasi trakea (pergeseran mediastinum)
Ultrasound: deteksi jumlah cairan / darah yang lebih sedikit daripada kemungkinan x-ray
dada
Pengobatan
Insersi chest tube ke ruang interkostal 6 atau 7 di garis aksila posterior
Torakotomi diindikasikan jika output chest tube> 1000 mL segera setelah penempatan atau
150-200 mL/jam selama 2-4 jam

Komplikasi
Empiema pleura; paru-paru fibrothorax dan terperangkap
Sebuah hemotoraks, betapapun kecilnya, harus selalu dikeringkan karena darah dalam rongga
pleura akan menggumpal jika tidak dievakuasi, sehingga paru-paru terperangkap atau
empiema.

Penetrating Chest Injury


Trauma tembus adalah cedera yang disebabkan oleh benda asing yang menusuk kulit, yang
merusak jaringan di bawahnya dan menyebabkan luka terbuka. Penyebab trauma yang paling
umum adalah luka tembak dan tusukan. Gambaran klinis berbeda tergantung pada bagian
tubuh yang cedera dan bentuk dan ukuran objek yang menembus. Diagnosis ditegakkan
berdasarkan sejarah dan pencitraan (X-rays, CT / MRI). Penatalaksanaan biasanya
melibatkan tindakan pendukung (hemostasis, transfusi darah, dukungan pernafasan), dan
perbaikan bedah struktur yang rusak dan / atau pengangkatan benda asing.
Etiologi
• Luka tembak
• Luka Tusuk
Diagnosis penyerta
• Hemothorax
• Pneumotoraks
• Fraktur tulang rusuk
• Cedera organ: mediastinum, perikardium, trakeobronkial, ruptur diafragma
• Cedera vaskular: arteri subklavia, arteri toraks interna, aorta, vena cavae
Gambaran klinis
• Cedera parenkim paru, kontusio paru, cedera trakeobronkial → hipotensi, hipoksia,
takikardia persisten
• Pneumotoraks → suara nafas berkurang
• Pneumotoraks, cedera trakeobronkial → krepitasi kulit
• Cedera paru-paru atau perikardium → dispnea persisten atau nyeri dada pleuritik yang
berat
• Cedera trakea atau esofagus → perubahan sensasi suara atau benda asing
• Efusi perikardial → distensi vena jugularis
Pendekatan pada trauma tembus dada
• Asesmen dan perawatan awal
• Prosedur darurat
o Dekompresi jarum atau tabung thoracostomy untuk tension pneumothorax
o Penempatan pakaian oklusif, ditempelkan pada tiga sisi, untuk luka dada yang
menghisap
o Torakotomi darurat ditunjukkan dalam
▪ Tampon jantung
▪ Pasien yang tidak stabil secara hemodinamik
▪ Cardiac arrest yang terjadi pada, atau sesudah, presentasi
▪ Pasien yang tidak stabil dan / atau objek penetrasi masih in-situ
• Penilaian penyebab cedera dan tingkat keparahan
o Ultrasound (Penilaian Berfokus yang Diperpanjang dengan Sonografi dalam
Trauma, EFAST)
o X-ray dada dan / atau CT jika pasien stabil
o Lainnya: ekokardiografi, endoskopi, bronkoskopi, angiografi
• Manajemen lebih lanjut
o Pemantauan ketat tanda-tanda vital
o Peninjauan ulang secara terus-menerus dari survei primer
o Tindakan bedah yang tepat setelah stabilisasi vital
TATALAKSANA

Tatalaksana trauma selalu dimulai dari yang tidak nyeri hingga kenyeri mengikuti prinsip
ATLS.

1. ABC

o Airway :
▪ Look : Melihat tanda-tanda asfiksia seperti adanya nch (nafas cuping hidung),
Benda asing, trauma, bekuan darah, luka terbuka
▪ Listen : Apakah terdapat suara nafas tambahan seperti
✓ Stridor:
Suara keras dan bernada tinggi yang umumnya terjadi pada inspirasi yang
disebabkan oleh aliran turbulen di saluran napas bagian atas menunjukkan
adanya obstruksi saluran napas bagian atas.
✓ Snooring:
Terjadi ketika pharynx sebagian terhalang oleh langit-langit lunak atau
lidah.
✓ Gurgling:
Terjadi karena sekresi atau cairan (misalnya muntahan) di saluran napas
bagian atas.
▪ feel : diraba apakah terdapat benda asing, jejas thoraks, pasien dipasang colar
neck.

o Breathing
▪ look : dilihat dimana letak jejasnya, dinding dada simetris atau tertinggal,
apakah terdapat retraksi,
▪ listen : mendengan suara nafas, biasanya pada tension pneumothoraks suara
nafas hilang, sedangkan pada kasus tamponade jantung suara jantung menjauh
▪ feel : meraba apakah terdapat emfisema subkutis, krepitasi, trakea deviasi,
obstruksi jalan nafas (atelektasis)

o Circulation
✓ Kontrol perdarahan dgn perbaikan volume intravaskular (rehidrasi)
✓ 2 IV Line,kateter IV yg dipakai harus berukuran besar (memperhitungkan cara
pemberian)
✓ Cairan yg digunakan cairan yg sudah dihangatkan untuk mencegah hipotermia
(memperhitungkan jenis cairan yang dipakai)
Terdapat 7 tipe shock yaitu;

a. Shock hipovolemik
b. Shock kardiogenik
c. Shock neurologi
d. Shock septic
e. Shock anafilatik
f. Shock spinal
g. Shock metabolik

Shock dibagi dalam 4 kelas yaitu:

Cairan intravena diklasifikasikan menjadi kristaloid dan koloid. Kristaloid merupakan


larutan dimana molekul organik kecil dan inorganik dilarutkan dalam air. Larutan ini ada
yang bersifat isotonik, hipotonik, maupun hipertonik. Cairan kristaloid memiliki keuntungan
antara lain : aman, nontoksik, bebas reaksi, dan murah. Adapun kerugian dari cairan
kristaloid yang hipotonik dan isotonik adalah kemampuannya terbatas untuk tetap berada
dalam ruang intravascular.
Kristaloid
Cairan kristaloid yang paling banyak digunakan adalah normal saline dan ringer
laktat. Cairan kristaloid memiliki komposisi yang mirip cairan ekstraselular. Karena
perbedaan sifat antara kristaloid dan koloid, dimana kristaloid akan lebih banyak menyebar
ke ruang interstitial dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya
dipilihuntuk resusitasi defisit cairan di ruang intersisial.
Penggunaan cairan normal salin dalam jumlah yang besar dapat menyebabkan
timbulnya asidosis hiperkloremik, sedangkan penggunaan cairan ringer laktat dengan jumlah
besar dapat menyebabkan alkalosis metabolik yang disebabkan adanya
peningkatan produksi bikarbonat akibat metabolisme laktat.
Larutan dekstrose 5% sering digunakan jika pasien memiliki gula darah yang rendah
atau memiliki kadar natrium yang tinggi. Namun penggunaannya untuk resusitasi
dihindarkan karena komplikasi yang diakibatkan antara lain hiperomolalitas-hiperglikemik,
diuresis osmotik, dan asidosis serebral.

Koloid
Cairan koloid disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
“plasma expander”. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama dalam ruang intravaskuler.
Koloid dapat mengembalikan volume plasma secara lebih efektif dan efisien daripada
kristaloid, karena larutan koloid mengekspansikan volume vaskuler dengan lebih sedikit
cairan dari pada larutan kristaloid. Sedangkan larutan kristaloid akan keluar dari pembuluh
darah dan hanya 1/4 bagian tetap tinggal dalam plasma pada akhir infus.
Koloid adalah cairan yang mengandung partikel onkotik dan karenanya
menghasilkanmtekanan onkotik. Bila diberikan intravena, sebagian besar akan menetap
dalam ruang intravascular. Meskipun semua larutan koloid akan mengekspansikan ruang
intravaskular, namun koloid yang mempunyai tekanan onkotik lebih besar daripada plasma
akan menarik pula cairan ke dalam ruang intravaskular. Ini dikenal sebagai ekspander
plasma, sebab mengekspansikan volume plasma lebih dari pada volume yang diberikan.
Tamponade Jantung

DEFINISI
Tamponade jantung adalah sindrom klinik dimana terjadi penekanan yang cepat atau
lambat terhadap jantung akibat akumulasi cairan, nanah, darah, bekuan darah, atau
gas di perikardium sebagai akibat adanya efusi, trauma, atau ruptur jantung.

ETIOLOGI
Dapat timbul karena
1. Aortic aneurysm dissection
2. Kanker paru end-stage
3. Miokard infark akut
4. Pembedahan jantung
5. Perikarditis yang disebabkan infeksi bakteri atau virus,
6. Wound to the heart
7. Trauma

MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinik tamponade bervariasi, tergantung proses yang mendasarinya.
• Ansietas
• Nyeri dada
• Menjalar ke leher, pundak, punggung atau abdomen
• Tajam dan menusuk
• Memburuk ketika tarik nafas dalam dan batuk
• Dispneu
• Tidak nyaman
• Pingsan, melayang
• Pucat atau sianosis
• Palpitasi
• Pernafasan cepat
DIAGNOSIS
Diagnosis tamponade jantung dapat ditegakkan dengan Beck’s triad dan temuan
klinis lainnya.
Beck’s triad (acute compression triad):
1. Hipotensi akibat penurunan cardiac output
2. Suara jantung menjauh
3. Distensi vena jugularis (↑ JVP) akibat berkurangnya aliran balik vena ke
jantung.
Triad klasik ini biasanya ditemukan pada pasien dengan tamponade jantung akut.

PENATALAKSANAAN
1. Primary Survey (ABC)
o Oksigen.
o Obat – obat untuk menaikkan tekanan darah diperlukan sampai terapi cairan
dilakukan.
o Terapi cairan diperlukan sampai dilakukan perokardiosintesis
2. Perikardiosintesis
3. Identifikasi penyebab tamponade → terapi.
Lampiran Foto Kegiatan

Gambar 1. Kegiatan Mikro teaching

Anda mungkin juga menyukai