Anda di halaman 1dari 23

PEDOMAN

IC3 KONSTRUKSI RUMAH SAKIT

RS PKU MT}HAMMADTYAH YOGYAKARTA

2014
KATA PENGAIITAR

f*Ii,7*!l+Iliffo
Assalamu' alailam Wr. Wb.

Dengan mengucapkan puji dan syukur kehadirat Allah


SwT, yang telah memberikan
rahmat dan karunia-Nya sehingga Buku Pedoman K3 Konstruksi
RS pKU Muhammadiyah
Yogyakarta ini berhasil disusun.

Terima kasih yang sebesar besarnya, kami haturkan kepada Direktur Utama
RS pKU
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan dukungan moril dan
materiil dalam
pembuatan pedoman ini, para pejabat struktural dan tenaga fungsional
di lingkungan RS pKU
Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan masukan dalam proses penyusunan
pedoman ini, serta seluruh staf di RS PKU Muharnmadiyah Yogyakarta yang telah
dan akan
berpartisipasi aktif mulai dari proses penyusunan, pelaksanaan sampai pada proses monitoring
dan evaluasi pedoman ini.

Was salamu' alaihtm Wr Wb

Yogyakarta, Agustus 2014

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........... ..................... i


DAFTAR ISI """""' ................. ii
Surat Keputusan ...........
Direktur .............. iii
BAB I PENDAHULUAN
1

A. Latar Belakang .................... 1

B. Tujuan ............... 2

BAB II PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT ...... 3


A. Lokasi Rumah Sakit ........ ..................... 3
B. Perencanaan Bangunan Rumah Sakit ..................... 6

BAB III PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT 9


A. Atap 9
B. Langit-Langit 9
C. Dinding dan Partisi 9
D. Lantai 10

E. Strutur Bangunan l0
F. Pintu ........ 13

G. Toilet (Kamar Kecil) 13

BAB IV STANDAR SARANA DAN PRASARANA 15

A. Transportasi Vertikal Rumah Sakit ........ 15

B. Sarana Evakuasi 17

C. Aksesibilitas Penyandang Cacat 17

BAB V PENUTUP 18
RS PKU MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
Jt. KH. Ahmad Dahlan No. 20 yogyakarta 55122
Telp. (0274) 51.2683 Fax. (0.274)566129,_rGD
: (0274) ilo26i,E.mair : pkujoga@yahoo.co.id
UNIT 1l : Jl. Wates Km. 5.5 Gamping,-Sleman, yogyakarta
dSZt-,
-
Telp. (0274) 6499704, Fax:(02t416499727
rco i
toiiliolsgira Elmaii irrriogagyarroo.co.ia

,;*Jtr#tAt,-L,
SI]RAT KEPUTUSAI\T DIREKTUR UTAMA
RSPKUWYOGYAKARTA
Nomor : l4ob lSK.3,zNtZOts

TENTANG

PEMBERLAKIUAI\I BT]KU PEDOMAN K3 KONSTRT]KSI


RUMAII SAKIT
DI RS PKU MT]EAMMADTYAH YOGYAKAR'TA

DirekturUtama RS pKU Muhammadiyah yoryakarta

Menimbang : a' Bahwa Rumah sakit PKU }luhammadiyah yoryakarta


perlu untuk selalu
meningkatkan perayanan kepada peranggan il"i"rui-p""ingkatan
mutu
secara berkesinambungan.
b. Bahwa Akreditasi Rumah sakit merupakan sarah satu Instrumen
peningkatan mutu berkelarjutan aan rcw4inan
bagi Rumah sakit sesuai
ketentuan pemerintah.
Mengingat : Surat Keputusan?p Muhammadiyah nomor :233fKEprr.olDtzlr3 tanggal 9
shafar 1435 I 12 Desember 20i3 tentang penetapan Direktur utama
dan
9Tkt Bidang Rumah sakit pKU urirnammaoiyah iogyakarta Masa
Jabatan 2013 -2017
Memperhatikan : a. UU No. I tatrun 1970 tentang Keselamatan Kerja
b. UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Kerji
c. UU No. 36 Tahun 2009 tetrtang Kesehatan
d. UU No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
e. Permenaker No. 5/Ivren/1996 tentang sistem Manajemen Keselamatan
dan
Kesehatan Ke.ja.
f' PerMenKes RI No 59.8/IV{enKeVPerfiIll998 tentang Pengaturan cara{ara
Akrditasi Rumah Sakit

MEMUTUSKANT
MENETAPKAN : SURAT KEPUTUSAN DIREKTUR IJTAMA RS PKU MUHAMMADryAH
YOGYAKARTA TENTANG PEMBERLAKUAN BUKU PEDOMAN K3
KONSTRTJKSI RUMAH SAKIT DI RS PKU MUHAMMADTYAH
YOGYAKARTA
Pertama : Memberlakukan Buku Pedoman K3 Konstnrksi Rumah sakit di RS pKU

Kedua , l'Hffi*T,%ffiffi"#HliTlffii*HT&H,ffi,il1,.u*
ht y*g -p"rt,
terdapat hal-haf
P-V1*
perbaikan dan penyesuaian sebagaimana mestinya-
akan diadakan

Ditetapkan di : Yoryakarta
Pada tanggal : Mei 2015

Direktur Utama"

NBM:
@ 867.919

Cepat - folutu - ljaman - fijngan - Isfami


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah sakit adalah tempat dimana orang-orang sakit akan mendapatkan perawatan
kesehatan. Rumah sakit artinya orang-orang yang butuh perawatan kesehatan menginap

dan tinggal di rumah sakit untuk beberapa waktu. Sehubungan dengan fungsi rumah sakit
yang mana mengobati orang-orang yang sakit, maka sudah barang tentu desain rumah
sakit sangat berbeda dengan desain rumah ataupun desain kantor. Desain rumah bisa
dimodifikasi atau dibuat sedemikian rupa. Desain kantor dibuat seideal mungkin agar
kesan tempat bekerja tampak dengan jelas. Desain rumah sakit berbeda jauh dengan
desain bangunan lain. Seperti diketahui bahwa orang sakit membutuhkan tempat yang
nyaman dan tenang, maka desain rumah sakit harus menonjolkan sisi ketenangan bagi
pasien. Pada desain rumah sakit harus dipastikan semua ruangan memiliki sirkulasi udara
yang baik. Harus memperhatikan faktor kebisingan, bagaimana caranya membuat
bangunan rumah sakit bisa menangkal kebisingan yang ada di luar kamar pasien.

Prinsip dasar bangunan fisik pelayanan kesehatan pada umumnya harus


mengutamakan pada fungsi dan fungsi tersebut harus mengutamakan keselamatan pasien
(ltatient safety first), lebih efisien dan fleksibel agar tenvujud kepuasan pelanggan
internal dan external.
Desain rumah sakit juga harus memperhatikan letak kamar jenazah dan
memastikan semua ruangan yang dibuat memiliki sifat bebas akses dan leluasa untuk
dijamah. Dalam arti, ruangan yang ada di rumah sakit diusahakan sebisa mungkin
nyaman untuk para pasien dan para pekerja rumah sakit diantaranya para dokter, perawat
dan yang lainnya.

Design interior harus mencakup spesifikasi material dan rekomendasi bagaimana


konstruksi dan arsitektur harus dirancang secara ideal, diantaranyajenis lantai, plafon,
dinding, furniture, penggunaan finishing pabrikan, penutup jendela, jenis pintu, dan
accessories arsitek lain yang diperlukan sesuai dengan standarisasi fungsi rumah sakit
utamanya yang berkaitan langsung dengan "patient safety". Pendokumentasiannya harus

detail dan digambarakan secara jelas dalam bentuk RKS.


Memang tidak mudah untuk memenuhi standar desain rumah sakit, karena dalam
hal ini dibutuhkan biaya yang cukup besar untuk membuat semua ruangan yang
dibutuhkan oleh rumah sakit, tapi paling tidak ada keinginan yang baik dari pengelola
rumah sakit untuk membuat desain rumah sakit yang nyaman bagi siapa saja yang berada
di rumah sakit.

B. Tujuan
1. Menciptakan tempat kerja yang aman dan sehat agar karyawan rumah sakit yang
bekerja dapat produktif
2. Menyediakan sarana kesehatan dengan mutu yang baik dan dapat dijangkau oleh
masyarakat di sekitarnya.
BAB II
PERSYARATAN UMUM BANGUNAN RUMAH SAKIT
A. Lokasi Rumah Sakit
l. Pemilihan lokasi
a. Aksesibilitas untuk jalur transportasi dan komunikasi
Lokasi harus mudah dijangkau oleh masyarakat atau dekat ke jalan raya dan
tersedia infrastuktur dan fasilitas dengan mudah, misalnya tersedia pedestrian,
aksesibel untuk penyandang cacat.

b. Kontur tanah
Kontur tanah mempunyai pengaruh yang penting pada perencanaan struktut,
dan harus dipilih sebelum perencanaan awal dapat dimulai. Selain itu kontur
tanah juga berpengaruh terhadap perencanaan sistem drainase, kondisi jalan
terhadap tapak bangunan dan lain-lain.

c. Fasilitas parkir

Perancangan dan perencanaan tempat parkir di rumah sakit sangat penting,


karena prasarana parkir dan jalan masuk kendaraan akan menyita banyak lahan.
Tempat parkir harus dilengkapi dengan rambu parkir.
d. Tersedianya utilitas publik
Rumah sakit membutuhkan air bersih, pembuangan air kotor/limbah, listrik dan
jalur telepon. Pengembangan harus membuat utilitas tersebut selalu tersedia.
e. Pengelolaan kesehatan lingkungan
Setiap rumah sakit harus dilengkapi dengan persyaratan pengendalian dampak
lingkungan antara lain :

1) Studi kelayakan dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh kegiatan yang


dihasilkan rumah sakit terhadap lingkungan sekitar, hendaknya dibuat
dalam bentuk implementasi Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya
Pemantauan Lingkungan (UKL-UPL) yang selanjutnya dilaporkan setiap 6
bulan sekali.
2) Fasilitas untuk mengolah limbah padat infeksius dan non infeksius (sampah
domestik)
3) Fasilitas pengolahan limbah cair (Instalasi Pengolahan Limbah CairlIPAL).
4) Fasilitas pengolahan air bersih yang menjamin keamanan konsumsi air
bersih rumah sakit.
f. Bebas dari kebisingan, asap, uap dan gangguan lain

1) Pasien dan petugas membutuhkan udara bersih dan lingkungan yang


tenang.

2) Pemilihan lokasi sebaiknya bebas dari kebisingan yang tidak semestinya


dan polusi atmosfer yang datang dari berbagai sumber.

g. Master plan dan pengembangannya


Setiap rumah sakit harus menyusun master plan pengembangan kedepan. Hal ini

sebaiknya dipertimbangkan apabila ada rencana pembangunan bangunan baru.


Review master plan dilaksanakan setiap 5 tahun sekali.

2. Masa bangunan

a. Intensitas antar bangunan gedung di rumah sakit harus memperhitungkan jarak


antara massa bangunan dalam rumah sakit dengan mempertimbangkan hal-hal

berikirt ini :

l) Keselamatan terhadap bahaya kebakaran


2) Kesehatan termasuk sirkulasi udara dan pencahayaan

3) Kenyamanan
4) Keselarasan dan keseimbangan dengan lingkungan

b. Perencanaan rumah sakit harus mengikuti rencana tata bangunan dan


lingkungan, yaitu :

l) Koefisien Dasar Bangunan (KDB)


Ketentuan besarnya KDB mengikuti peraturan daerah setempat. Misalkan
ketentuan KDB suatu daerah adalah maksimum 60 o/o maka area yang dapat
didirikan bangunan maksimum 60 oh dari luas total arealtanah.
2) Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Ketentuan besarnya KLB mengikuti peraturan daerah setempat. KLB
menentukan luas total lantai bangunan yang boleh dibangun
3) Koefisien Daerah Hijau (KDH)
Perbandingan antara luas area hijau dengan luas persil bangunan gedung
negara, sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan daerah setempat
tentang bangunan gedung, harus diperhitungkan dengan
mempertimbangkan daerah resapan air dan ruang terbuka hrjau.
4) Garis Sempadan Bangunan (GSB) dan Garis Sempadan Pagar (GSP).
Ketentuan besarkan GSB dan GSP harus mengikuti ketentuan yang diatur
dalam RTBL atau peraturan daerah setempat.
c. Mengikuti persyaratan peraturan daerah setempat (tata kota)

d. Pengembangan rumah sakit pola vertikal dan horisontal

Penentuan pola pembangunan rumah sakit disesuaikan dengan kebuthan

pelayanan kesehatan yang akan diberikan kepada masyarakat, kebudayaan


daerah, kondisi alam, lahan yang tersedia dan kondisi keuangan manajemen
rumah sakit.

3. Zonasi
Pengkategorian pembagian area atau zonasi rumah sakit adalah zonasi berdasarkan
privasi dan zonasi berdasarkan pelayanan.
a. Zonasi berdasarkan tingkat resiko terjadinya penularan penyakit terdiri dari :

1) Area dengan risiko rendah, yaitu ruang kesekretariatan dan administrasi,


ruang komputer, ruang pertemuan, ruang arsif/rekam medis

2) Area dengan risiko sedang, yaitu ruang rawat inap non penyakit menular,
rawat jalan.

3) Area dengan risiko tinggi, yaitu ruang rawat inap ICU/ICCU, laboratorium,
pemulasaran jenazahdan ruangan bedah mayat, ruang radiodiagnostik.

4) Area dengan risiko sangat tinggi, yaitu ruang bedah, IGD, ruang bersalin,
ruang patologi

b. Zonasi berdasarkan privasi kegiatan terdiri dari :

1) Area publik, yaitu area yang mempunyai akses langsung dengan lingkungan
luar rumah sakit, misalkan poliklinik, IGD, apotek.

2) Area semi publik, yaitu area yang menerima tidak berhubungan langusng
dengan lingkungan luar rumah sakit, umumnya merupakan area yang
menerima beban kerja dari area publik, misalnya laboratorium, radiologi,
rehabilitasi medik.
3) Area privat, yaitu area yang dibatasi bagi pengunjung rumah sakit,
umumnya area tertutup, misalnya seperti ICUACCU, instalasi bedah,
instalasi kebidanan dan penyakit kandungan, ruang rawat inap.
c. Zonasi berdasarkan pelayanan terdiri dari :

1) Zona pelayanan medik dan perawatan yang terdiri dari Instalasi Rawat
Jalan, Instalasi Gawat Darurat, Instalasi Rawat Inap, Instalasi Perawatan
Intensif, Instalasi Bedah, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Kebidanan
dan Penyakit Kandungan, Unit Hemodialisa, Instalasi Radioterapi, Instalasi
Kedokteran Nuklir, Unit Transfusi Darah.

2) Zona penunjang dan operasional yang terdiri dari instalasi farmasi. instalasi
radiodiagnostik, laboratorium, instalasi diagnostik terpadu, instalasi
sterilisasi pusat, dapur utama, laundry, pemulasaran jenazah dan forensik,
instalasi sanitasi, instalasi pemeliharaan sarana.
3) Zona penunjang umum dan administasi yang terdiri dari bagian

kesekretariatan dan akuntasi, bagian rekam medik, bagian logistik/gudang,


bagian perencanaan dan pengembangan, sistem pengawasan intemal,
bagian pendidikan dan penelitian, bagian sumber daya manusia, bagian
pengadaan, bagian informasi dan teknologi.

B. Perencanaan Bangunan Rumah Sakit

1. Prinsip umum
a. Perlindungan terhadap pasien merupakan hal yang harus diprioritaskan. Terlalu

banyak lalu lintas akan mengganggu pasien, mengurangi efisiensi pelayanan


pasien dan meninggikan risiko infeksi, khususnya untuk pasien bedah dimana
kondisi bersih sangat penting. Jaminan perlindungan terhadap infeksi
merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam kegiatan pelayanan
terhadap pasien.

b. Merencanakan sependek mungkin jalur lalu lintas. Kondisi ini membantu

menjaga kebersihan dan mengamankan langkah setiap orang, perawat, pasien


dan petugas rumah sakit lainnYa.

c. Pemisahan aktivitas yang berbeda, pemisahan antara pekerjaan berdih dan

pekerjaan kotor, aktivitas tenang dan bising, perbedaan tipe layanan pasien, dan

tipe berbeda dari lalu lintas di dalam dan di luar bangunan'


d. Mengontrol aktifitas petugas terhadap pasien serta aktivitas pengunjung rumah
sakit yang datang, agar aktifitas pasien dan petugas tidak terganggu. Tata letak
pos perawatan harus mempertimbangkan kemudahan bagi perawat untuk
memonitor dan membantu pasien yang sedang berlatih di koridor pasien dan
aktivitas pengunjung saat masuk dan keluar unit. Bayi harus dilindungi dari
kemungkinan pencurian dan dari kuman penyakit yang dibawa pengunjung dan
petugas rumah sakit. pasien di ruang ICU dan ruang bedah harus dijaga terhadap

infeksi.
2. Prinsip khusus
a. Pencahayaan dan penghawaan yang nyaman untuk semua bagian bangunan
merupakan faktor yang penting. Ini khususnya untuk rumah sakit yang tidak
menggunakan AC.

b. Rumah sakit minimal mempunyai 3 akses/pintu masuk/gerbang masuk, terdiri


dari pintu masuk utama, pintu masuk ke unit gawat darurat dan pintu masuk ke
arealayanan servis.
c. Pintu masuk servis sebaiknya berdekatan dengan dapur dan tempat
penyimpanan persediaan (gudang) dan apabila memungkinkan berdekatan
dengan lif service. Sampah padat dan sampah lainnya dibuang dari tempat ini,
juga benda-benda yang tidak terpakai. Akses kamar mayat sebaiknya diproteksi
terhadap pandangan pasien dan pengunjung untuk alasan psikologis.
d. Pintu masuk dan lobi disarankan dibuat cukup menariks ehingga pasien dan
pengantar pasien mudah mengenali pintu masuk utama.

e. Jendela sebaiknya dilengkapi dengan kawat kasa untuk mencegah serangga


lainnya yang berada di sekitar rumah sakit, dan dilengkapi pengaman.
f. Alur lalu lintas pasien dan petugas rumah sakit harus direncanakan seefisien
mungkin.
g. Koridor publik dipisah dengan koridor untuk pasien dan petugas medik,
dimaksudkan untuk mengurangi waktu kemacetab. Bahan-bahan, material dan
pembuangan sampah sebaiknya tidak memotong pergerakan orang. Rumah sakit
perlu dirancang agar petugas, pasien dan pengunjung mudah orientasinya jika
berada di dalam bangunan.

h. Lebar koridor 2,40 m dengan tinggi langit-langit minimal 2,40 m. koridor


sebaiknya lurus. Apabila ramp digunakan, kemiringannya sebaiknya tidak
melebihi I : l0 (membuat sudut maksimal 7')
i. Alur pasien rawat jalan yang ingin ke laboratorium, radiologi farmasi, terapi
khusus dan ke pelayanan medis lain, tidak melalui daerah pasien rawat inap.
j Alur pasien rawat inap jika ingin ke laboratorium, radiologi dan bagian lain
harus mengikuti prosedur yang telah ditentukan

k. Site plan atat tata letak instalasi-instalasi berdasarkan zoning dan peruntukan
bangunan yang telah direncanakan.
BAB III
PERSYARATAN TEKNIS SARANA RUMAH SAKIT
A. Atap
1. Atap harus kuat, tidak bocor, tahan lama dan tidak menjadi tempat perindukan tikus,
serangga dan binatang pengganggu lainnya.

2. Apabila menggunakan penutup atap dari bahan beton harus dilapisi dengan lapisan
tahan air. Dan apabila menggunakan genteng keramik, genteng beton atau genteng
tanah liat, pemasangannya harus dengan sudut kemiringan sesuai ketentuan yang
berlaku.
3. Rangka atap harus kuat memikul beban berat.
4. Apabila rangka atap terbuat dari bahan kayu, maka harus dilapisi dengan cat anti
rayap. Dan apabila rangka atap terbuat dari bahan metal harus dari metal yang tidak

mudah berkarat , atau dicat dengan cat dasar anti karat'

B. Langit-langit
1. Langit-langit harus kuat, berwarna terang dan mudah dibersihkan.

2. Tinggi langit-langit di ruangan minimal 2,80 m dan tinggi di selasar (koridor)

minimal 2,40 m
3. Bahan langirlangit arfiara lain gypsum, acoustic tile, GRC (Grid Reinforce

C oncr et e), bahan logam/metal.

C. Dinding dan Partisi


1. Dinding harus keras, rata tidak berpori, tisak menyebabkan silau, tahan api, kedap
air, tahan'karat, tidak punya sambungan (utuh) dan mudah dibersihkan
2. Lapisan penutup dinding harus bersifat non porosif (tidak mengandung pori-pori)
sehingga dinding tidak dapat menyimpan debu.

3. Khusus pada ruangan-ruangan yang berkaitan dengan aktivitas anak-anak, pelapis


dinding dengan wama warni dapat diterapkan untuk merangsang aktivitas anak.
4. Pada daerah tertentu, dindingnya harus dilengkapi pegangan tangan (handrail) yang

menerus dengan ketinggian berkisar 80-100 cm dari permukaan lantai. Pegangan


harus mampu menahan beban orang dengan berat minimal T5 kg yang berpegangan
dengan satu tangan pada pegangan tangan yang ada. Bahan pegangan tangan harus

terbuat dari bahan yang tahan api, mudah dibersihkan dan memiliki lapisan
permukaan yang ebrsifat non-porosif (tidak mengandung pori-pori)
yang mudah
5. Khusus untuk daerah yang sering berkaitan dengan bahan kimia, daerah
terpicuapi, maka dinding harus dari bahan yang tahan api, cairan kimia dan
benturan.

6. Pada ruangan yang menggunakan peralatan yang menggunakan gelombang


elektromagnit (EM), seperti Short Wave Diathermy atau Micro Wave Dianthermy,
penggunaan penutup dinding yang mengandung unsul metal atau baja sedapat
mungkin dihindarkan.

D. Lantai
L Lantai harus terbuat dari bahan yang kuat, kedap air, permukaan rata, tidak licin,
warna terang dan mudah dibersihkan.

2. Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 7o, penutup lantai harus dari lapisan
permukaan yang tidak licin (walaupun dalam kondisi basah)

3. Pada ruanganyangmenggunakan peralatan khusus seperti ruang bedah maka lantai

harus cukup konduktif, sehingga mudah untuk menghilangkan muatan listrik statik
dari peralatan dan petugas, tetapi bukan sedemikian konduktifnya sehingga

membahayakan petugas dari sengatan listrik.

E. Struktur Bangunan
1. Persyaratan pembebanan bangunan rumah sakit

Setiap bangunan rumah sakit, strukturnya harus direncanakan agat kuat, kokoh

dan stabil dalam memikul beban/kombinasi beban dan memenuhi persyaratan


kelayanan (serviceability) selama umur layanan yang direncanakan dengan
mempertimbangkanfungsi bangunan rumah sakit, lokasi, keawetan dan
kemungkinan pelaksanaan kontruksinya. Kemampuan memikul beban
diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai akibat dari beban-beban
yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban muatan tetap
maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa, angin, pengaruh korosi,
jamur dan serangga perusak.

Struktur bangunan rumah sakit harus direncanakan secara detail sehingga pada
kondisi pembebanan maksimum yang direncanakan, apabila terjadi keruntuhan,
kondisi strukturnya masih dapat memungkinkan pengguna bangunan rumah sakit
menyelamatkan diri. Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus

10
dilakukan pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan pedoman
atau standar yang berlaku.

2. Struktur atas
Kontruksi atas bangunan rumah sakit dapat terbuat dari kontruksi beton,
kontruksi baja, kontruksi kayu atau kontruksi dengan bahan dan teknologi khusus.
3. Struktur bawah

Struktur bawah bangunan rumah sakit dapat berupa pondasi langsung atau
pondasi dalam, disesuaikan dengan kondisi tanah di lokasi didirikannya rumah sakit.
Persyaratan teknisnya sebagai berikut :

a. Pondasi langsung
l) Kedalaman pondais langsung harus direncanakan sedemikian rupa sehingga
dasarnya terletak di atas lapisan tanah yan gmantap dengan daya dukung
tanah yang cukup kuat dan selama berfungsinya bangunan tidak mengalami
penurunan yang melampaui batas.

2) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori


mekanika tanah yang baku danlazim dalam praktek, berdasarkan parameter

tanah yang ditemukan dari penyelidikan tanah dengan memperhatikan nilai


tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
3) Pondasi langusng dapat dibuat dari pasangan batu atau kontruksi beton
bertulang.
b. Pondasi dalam
1) Dalam hal penggunaan tiang pancang beton bertulang harus mengacu
pedoman teknis dan standar yang berlaku.

2) Pondasi dalam pada umumnya digunakan dalam hal lapisan tanah dengan

daya dukung yang cukup terletakjauh di bawah pennukaan tanah, sehingga


penggunaan pondasi langsung dapat menyebabkan penurunan yang
berlebihan atau ketidakstabilan kontruksi.
3) Perhitungan daya dukung dan penurunan pondasi dilakukan sesuai teori
mekanika tanah yan gbaku danlazim dalam praktek, berdasarkan parameter
tanah yang ditemukan dari penyidikan tanah dengan memperhatikan nilai
tipikal dan korelasi tipikal dengan parameter tanah yang lain.
4) Umumnya daya dukung rencana pondasi dalam harus diverifikasi dengan
percobaan pembebanan, kecuali jika jumlah pondasi dalam direncanakan

1l
dengan faktor keamanan yang jauh lebih besar dari faktor keamanan yang
lazim.
5) Percobaan pembebanan pada pondasi dalam harus dilakukan dengan

berdasarkan tata cara yang lazim dan hasilnya harus dievaluasi oleh
perencana ahli yang memiliki sertifikasi sesuai'

6) Jumlah percobaan pembebanan pada pondasi dalam adalah 1 Yo darijumlah


titik pondasi yang akan dilaksanakan dengan penentuan titik secara random,

kecuali ditentukan lain oleh perencana ahli serta disetujui oleh instansi yang
bersangkutan.

c, Keselamatan struktur
1) Untuk menentukan tingkat keandalan struktur bangunan, harus dilakukan

pemeriksaan keandalan bangunan secara berkala sesuai dengan ketentuan

dalam pedoman
2) Perbaikan atau perkuatan struktur bangunan harus segera dilakukan sesuai
rekomendasi hasil pemeriksaankeandalan bangunan rumah sakit, sehingga
rumah sakit selalu memenuhi persyaratan keselamatan struktur.
3) Pemeriksaan keandalan bangunan rumah sakit dilaksanakan secara berkala

sesuai klasifikasi bangunan dan harus dilakukan atau didampingi ileh ahli
yang memiliki sertifikasi sesuai.
d. Keruntuhan struktur
Untuk mencegah terjadinya keruntuhan struktur yang tidak diharapkan,

pemeriksaan keandalan bangunan harus dilakukan secara berkala sesuai dengan


pedomarVpetunjuk teknis yang berlaku.

e. Persyaratan bahan

l) Bahan struktur yang digunakan harus sudah memenuhi syarat keamanan,


termasuk keselamatan terhadap lingkungan dan pengguna bangunan.

2) Dalam hal masih ada persyaratan lainnya yang belum mempunyai SNI,
dapat digunakan standar baku dan pedoman teknis yang diberlakukan oleh

instansi yang berwenang.

3) Bahan yang dibuat atau dicampurkan di lapangan harus diproses sesuai

dengan standar tata cara yang baku untuk keperluan yang dimaksud. Bahan
bangunan prefabrikasi harus dirancang sehingga memiliki sistem hubungan
yang baik dan mampu mengembangkan kekuatan bahan-bahan yang

t2
dihubungkan, serta mampu bertahan terhadap gaya angkat pada saat

Pemasangan/Pel aksanaan.

F. Pintu
1. Pintu adalah bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruangan yang merupakan
penutup
tempat untuk masuk dan ke luar dan pada umumnya dilengkapi dengan
(daun Pintu).

2. pintu ke luar/masuk utama memiliki lebar bukaan minimal 120 cm atau dapat dilalui

brankar pasien, dan pintu-pintu yang tidak menjadi akses pasien tirah baring
memiliki lebar bukaan minimal 90 cm'
3. Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ramp atau
perbedaan ketinggian lantai
pintu
4. Setiap rumah sakit yang bertingkat lebih dari 3 lantai harus dilengkapi dengan

darurat. Lebar pintu darurat minimal 100 cm membuka kearah ruang tangga
penyelamatan (darurat) kecuali pada lantai dasar membuka ke arah luar (halaman).

Jarak antara pindu darurat dalam saru blok bangunan gedung maksimal 25 m darr
segala arah.

G. Toilet (Kamar Kecil)


Persyaratan :

1. Toilet umum :

a. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
masuk dan keluar oleh Pengguna.
b. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna (36-
38 cm)
c. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin. Lantai tidak boleh
menggenakan air buangan.

d. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup


e. Kunci-kunci toilet atau grandel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari
luar jika terjadi kondisi darurat.
2. Toilet untuk aksesibilitas
a. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan tampilan
rambu/simbol "penyandang cacat" pada bagian luarnya'

13
b. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup untuk
masuk dan keluar kursi roda.
c. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian pengguna kursi
roda (sekitar 45-50 cm)
d. Kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) yang
memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan
penyandan g cacat yang lain. pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku

mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda.

e. Letak tissu, kran air dan perlengkapan lainnya harus dipasang sedemikian
hingga mudah digunakan oleh orang yang memiliki keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau pengguna kursi roda.
f. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa dibuka dari
luar jika terjadi kondisi darurat
g. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu masuk,
dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat (emergency sound button)
bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang tidak diharapkan

t4
BAB IV
STANDAR SARANA DAN PRASANA

A. Transportasi Vertikal Rumah Sakit


sarana hubungan
Setiap bangunan rumah sakit yang bertingkat harus menyediakan
rumah
vertikal antara lantai yang memadahi untuk terseleng gatanya fungsi bangunan
lift, tangga berjalarVeskalator dan atau
sakit tersebut berupa tersedianya tangga, ram,
lantai berj alan/travel ator.
1. Ramp
Ramp adalah jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan tertentu,
sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan tangga. Fungsi dapat
digantikan dengan lift (fire lift).
Berikut adalah persyaratan dari ramp, antara lain ;

a. Kemiringan suatu ramp di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7o, perhitungan
kemiringan tersebut tidak termasuk awalan dan akhiran ramp (curb
ramps/landing).

b. panjang mendatar dari suatu ramp (dengan kemiringanT") tidak boleh lebih dari

900 cm. panjang ramp dengan kemiringan yang lebih rendah dapat lebih
panjang.

c. Lebar minimum dari ramp adalah 120 cm dengan tepi pengaman.


d. Muka datar (bordes) pada awalan atau akhiran dari suatu ramp harus bebas dan
datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk memutar kursi roda
dan stretcher, dengan ukuran minimum 160 cm.
e. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ramp harus melebihi tekstur
sehingga tidak licin baik diwaktu hujan.

f. Lebar tepi pengaman ramp (low curb) 10 cm, dirancang untuk menghalangi
roda dari kursi roda atau strecher agar tidak terperosok atau keluar dari lakur
ramp.
g. Ramp harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga membantu
penggunaan ramp saat malam hari. Pencahayaan disediakan pada bagian ramp
yang memiliki ketinggian terhadap muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian
yang membahayakan.

15
yang dijamrn
h. Ramp harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail)
kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai'

) Tangga
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang
dengan

lebar yang
mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan tanjakan dengan
memadahi.
Berikut ini adalah persyaratan dari tangga, antara lain :

a. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran sefagam' Tinggi
masing-masing pijakan/tanjakan adalah I 5-I 7 cm'

b. Harus memiliki kemiringan tanggakurang dari 60'

c. Lebar tangga minimal 120 cm untuk membawa usungan dalam keadaan darurat,

untuk mengevakuasi pasien dalam kasus terjadinya kebakaran atau ancaman


bom.
d. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan pengguna
tangga.

e. Harus dilengkapi dengan pegangan rampat.(handrail)


f. Pegangan rampat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65-80 cm dari
lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu dan bagian ujungnya
harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah lantai, dinding atau tiang.

g. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang sehingga tidak
ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

3. Lift (elevator)
Lift merupakan fasilitas lalu lintas verlikal baik bagi petugas rumah sakit maupun

untuk pasien. Oleh karena itu harus direncanakan dapat menampung tempat tidur
paslen.

Berikut adalah persyaratan dari lift, antara lain :

a. Ukuran lift rumah sakit minimal 1,50 m x 2,30 m dan lebar PintunYa tidak
kurang dari 1 ,20 m untuk memungkinkan lewatnya tempat tidur dan stretcher
bersama- sama dengan pengantarnya.

b. Lift penumpang dan lift service dipisah bila memungkinkan.

16
c. Jumlah, kapasitas dan spesifikasi lift sebagai sarana hubungan vertikal dalam

bangunangedungharusmampumelakukanpelayananyangoptimaluntuk
vertikal pada bangunan, sesuai dengan fungsi dan jumlah pengguna
sirkulasi
bangunan rumah sakit.

d. Setiap bangunan rumah sakit yang menggunakan lift harus tersedia lift

kebakaran yang dimulai dari lantai dasar bangunan (ground floor).


Lift kebak aran dapat berupa lift khusus kebakaran lift penumpang biasa/lift
darurat
barang yang dapat diatur pengoperasiannya sehingga dalam keadaan
dapat digunakan khusus oleh petugas kebakaran'

B. Sarana Evakuasi
yang
Setiap bangunan rumah sakit harus menyediakan sarana evakuasi bagi orang

berkebutuhan khusus termasuk penyandang cacat yang meliputi :

1. Sistem peringatan bahaya bagi pengguna'pintu keluar darurat


2. Jalur evakuasi yang dapat menjamin pengguna bangunan rumah sakit untuk

melakukan evakuasi dari dalam bangunan rumah sakit secara aman apabila terjadi
bencana atau keadaan darurat'

Untuk persyaratan sarana evakuasi pada bangunan rumah sakit harus dipenuhi
standar tata caraperencanaan salana evakuasi pada bangunan gedung.

C. Aksesibilitas Penyandang Cacat


Setiap bangunan rumah sakit, harus menyediakan fasilitas dan aksesibilitas untuk
menjamin terwujudnya kemudahan bagi penyandang cacat dan lanjut usia masuk dan
keluar ke dan dari bangunan rumah sakit serta beraktivitas dalam bangunan rumah sakit
secara mudah, aman, nyaman dan mandiri. Fasilitas dan aksesibilitas yang dibutuhkan

meliputi toilet, tempat parkir, telepon umum, jalur pemandu. rambu dan marka, pintu,
ramp, tangga dan lift bagi penyandang cacat dan lanjut usia. Penyediaan fasilitas dan

aksesibilitas disesuaikan dengan fungsi, luas dan ketinggian bangunan rumah sakit.

t7
BAB V
PENUTUP

digunakan sebagai pedoman dan


Demikian Buku Pedoman ini disusun untuk dapat
padaumumnya'
peganganseluruh karyawan RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
awal suatu proses yang panjang'
Penyusunan Rancangan Pedoman ini adalah langkah

sehingga memerlukan dukungan dan kerjasama


dari berbagai pihak dalam penerapannya

untuk mencapai tujuan yang dimaksud'

18
BUKU PEDOMAN
PENGETOTAAN SARANA DAN PRASARANA

RS PKU fYIUHATilINADTAH YOGYAKARTA

20t 5

Anda mungkin juga menyukai