PENDAHULUAN
1
1990 menjadi 20.676.427 jiwa di tahun2010. Di Indonesia, kekerapan diabetesberkisar antara
1,4%-1,6%, kecuali dibeberapa tempat yaitu di Pekajangan 2,3%dan di Manado 6%.
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang ditemukan pada
masyarakat baik di negara maju maupun berkembang termasuk Indonesia. Hipertensi
merupakan suatu keadaan meningkatnya tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140
mmHg dan diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya tidak diketahui dan
hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit
jantung, dan gangguan anak ginjal. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala,
sementara tekanan darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan komplikasi. Oleh karena itu, hipertensi perlu dideteksi dini yaitu dengan
pemeriksaan tekanan darah secara berkala (Sidabutar, 2009).
Tuberkulosis paru (TB) adalah masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia
ini1.Tuberkuosis paru merupakan penyakit infeksi menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis dan paling sering bermanifestasi di paru. Mikobakterium ini
ditransmisikan melalui droplet di udara, sehingga seorang penderita tuberculosis paru
merupakan sumber penyebab penularan tuberculosis paru pada populasi di sekitarnya.
Menurut WHO (2006) dilaporkan angka prevalensi kasus penyakit tuberculosis paru
di Indonesia 130/100.000, setiap tahun ada 539.000 kasus baru dan jumlah kematian sekitar
101.000 pertahun, angka insidensi kasus Tuberkulosis paru BT (+) sekitar 110/100.000
penduduk. Penyakit ini mrupakn penyebab kematian urutan ketiga, setelah penyakit jantung
dan penyakit saluran pernafasan. WHO dalam Annual Report on Global TB Control (2003)
menyatakan terdapat 22 negara dikategorikan sebagai high burden countries terhadap
tuberculosis paru, termasuk Indonesia dan Indonesia menempati urutan ketiga di dunia dalam
hal penderita tuberculosis paru setelah India dan China.2 Di Indonesia tahun 2004 tercatat ±
627.000 insiden tuberculosis paru dengan ± 282.000 diantaranya positif pemeriksaan dahak.
Konsekuensi yang dapat terjadi pada penderita TB paru yang tidak melakukan
pengobatan, setelah lima tahun menderita diprediksikan 50% dari penderita TB paru akan
meninggal. Sedangkan sekitar 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan
25% lainnya sebagai “kasus kronis” yang tetap menular (WHO, 1996).
2
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang Sepsis e.c ulcus pedis digiti 1 dextra,
Diabetes Melitus tipe 2 tidak terkontrol normoweight, Hipertensi stage 1
essensial, dan Tuberkulosis Paru.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, patogenesa,
diagnosa, dan penatalaksanaan Sepsis.
2. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, diagnosa, dan
penatalaksanaan Ulcus pedis.
3. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, diagnosa,
dan penatalaksanaan diabetes melitus tipe 2.
4. Mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, diagnosa,
dan penatalaksanaan Hipertensi.
5. Mengethaui dan memahami tentang definisi, etiologi, klasifikasi, diagnosa,
dan penatalaksanaan Tuberkulosis Paru
1.3 Manfaat Penulisan
1. Sebagai sumber media informasi mengenai Sepsis, Ulcus pedis, Diabetes Melitus
Hipertensi, dan Suspect TB paru
2. Sebagai laporan kasus yang menyajikan analisis kasus tentang Sepsis, Ulcus pedis,
Diabetes Melitus dan Hipertensi.
3. Untuk memenuhi tugas case report session kepaniteraan klinik senior di Bagian
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Solok 2016.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.SEPSIS
Adalah sindroma klinik oleh karena reaksi yang berlebihan dari respon imun tubuh yang
distimulasi mikroba/bakteri baik dari dalam dan luar tubuh. Dipandang dari imunologi sepsis
adalah reaksi hiperaktivitas.
Systemic Inflammatory Response Syndrome adalah pasien yang memiliki dua atau lebih
kriteria sebagai berikut :
Sepsis adalah salah satu alasan paling umum untuk masuk ke unit perawatan intensif
(ICU) di seluruh dunia. Di Amerika serikat sekitar 750.000 kasus sepsis terjadi setiap tahun,
setidaknya 225.000 dari yang fatal. Pasien sepsis umumnya dirawat di rumah sakit untuk
waktu yang lama, jarang meninggalkan ICU sebelum 2-3 minggu. Meskipun penggunaaan
agen antimikroba dan maju pendukung kehidupan, angka kematian untuk pasien dengan
sepsis tetap antara 20% dan 30% selama 2 dekade terakhir.
4
2. SEPSIS
3. SEPSIS BERAT
Sepsis yang disertai MODS/MOF ( Multi Organ Dysfunction Syndrome/ Multi Organ
Failure), hipotensi, oligouri, bahkan anuri.
Sepsis dengan hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg atau penurunan tekanan sistolik >40
mmHg.
5. Syok septik
Syok septik adalah subset dari sepsis berat yang didefinisikan sebagai hipotensi yang
diinduksi sepsis dan menetap kendati telah mendapat resusitasi cairan, dan disertai
hipoperfusi jaringan. Sepsis berat adalah sepsis yang berkaitan dengan disfungsi organ,
kelainan hipoperfusi, atau hipotensi. Kelainan hipoperfusi meliputi (tetapi tidak terbatas)
pada:
1. Asidosis laktat
2. Oligouria
3. Atau perubahan akut pada status mental
Penyebab dari sepsis terbesar adalah bakteri gram (-) dengan persentase 60% sampai
70% kasus, yang menghasilkan berbagai produk dapat menstimulasi sel imun. Produk yang
berperan penting terhadap sepsis adalah lipopolisakarida (LPS). LPS atau endotoksin
glikoprotein kompleks merupakan komponen utama membran terluar dari bakteri Gram
negatif.
LPS merangsang peradangan jaringan, demam, dan syok pada penderita yang terinfeksi.
Struktur lipid A dalam LPS bertanggung jawab terhadap reaksi dalam tubuh penderita.
Staphylococci, pneumococci, streptococci, dan bakteri gram positif lainnya jarang
menyebabkan sepsis, dengan angka kejadian 20% sampai 40% dari keseluruhan kasus. Selain
5
itu jamur oportunistik, virus (Dengue dan Herpes) atau protozoa (Falciparum malariae)
dilaporkan dapat menyebabkan sepsis, walaupun jarang.
Faktor yang paling penting adalah LPS endotoksin Gram negatif dan dinyatakan sebagai
penyebab sepsis terbanyak. LPS dapat langsung mengaktifkan sistem imun selular dan
humoral, yang dapat menimbulkan perkembangan gejala septikemia. Makrofag
mengeluarkan polipeptida, yang disebut faktor nekrosis tumor (Tumor necrosis factor/ TNF)
dan interleukin 1 (IL-1), IL-6 dan IL-8 yang merupakan meditaor kunci dan sering meningkat
sangat tinggi pada penderita immunocompromise (IC) yang mengalami sepsis.
6
Tabel 1. Mikroorganisme yang sering menyebabkan sepsis
Gambar 2. Faktor predisposisi, infeksi, respon klinis, dan disfungsi organ pada sepsis
7
2.1.5. PATOFISIOLOGI SEPSIS
Sepsis gram negatif merupakan komensal normal dalam saluran gastrointestinal, yang
kemudian menyebar ke struktur yang berdekatan, seperti pada peritonitis setelah perforasi
appendikal, atau bisa berpindah dari perineum ke uretra atau kandung kemih. Selain itu sepsis
gram negatif fokus primernya dapat berasal dari saluran genitourinarium, saluran empedu dan
saluran gastrointestinum. Sepsis gram positif biasanya timbul dari infeksi kulit, saluran
respirasi dan juga bisa berasal dari luka terbuka, misalnya pada luka terbakar.
Inflamasi sebagai tanggapan imunitas tubuh terhadap berbagai macam stimulogi dari
luar. Inflamasi sesungguhnya merupakan upaya tubuh untuk menghilangkan eradikasi
organisme penyebab. Berbagai jenis sel akan teraktivasi dan memproduksi berbagai jenis
mediator inlamasi termasuk berbagai sitokin. Respon tubuh terhadap suatu patogen
melibatkan bermacam-macam komponen sistem imun dan berbagai macam sitokin baik itu
yang bersifat proinflamasi dan antiinflamasi. Apabila keseimbangan kerja antara proinflamasi
dan antiinflamasi mediator ini tidak tercapai dengan sempurna maka dapat memberikan
kerugian bagi tubuh. Penyebab sepsis dan syok septik yang paling banyak berasal dari
stimulasi toksin, baik dari endotoksin Gram (-) maupun eksotoksin Gram (+).
Endotoksin dapat secara langsung dengan LPS dan bersama-sama dengan antibodi dalam
serum darah penderita membentuk LPSab (Lipo Polisakarida Antibodi). LPSab yang berada
dalam darah penderita akan bereaksi dengan makrofag melalui TLRs4 (Toll Like Receptors
4) sebagai reseptor transmembran dengan perantaraan reseptor CD 14+ dan makrofag
mengekspresikan imuno modulator, hal ini hanya dapat terjadi pada bakteri Gram negatif
yang mempunyai LPS dalam dindingnya.
Pada bakteri Gram positif eksotoksin dapat merangsang langsung terhadap makrofag
dengan melalui TLRs2 (Toll Like Receptors 2) tetapi juga ada eksotoksin sebagai
superantigen. Interaksi endotel dengan neutrofil terdiri dari tiga langkah, yaitu:
1. Bergulirnya neutrofil, P dan E-selektin yang dikeluarkan oleh endotel dan L-selektin
neutrofil dalam mengikat ligan respektif.
2. Merupakan langkah yang sangat penting, adhesi, dan aktivasi neutrofil yang
mengikat intergretin CD-11 atau CD-18, yang melekatkan neutrofil pada endotel
dengan molekul adhesi (ICAM) yang dihasilkan oleh endotel.
3. Transmigrasi neutrofil menembus dinding endotel.
8
Gambar 3. Patofisiologi sepsis
Neutrofil yang beradhesi dengan endotel akan mengeluarkan lisosim yang akan
menyebabkan dinding endotel lisis, akibatnya endotel terbuka. Akibat dari proses tersebut
akan terjadi nekrosis, sehingga terjadi kerusakan endotel pembuluh darah. Kerusakan endotel
pembuluh darah tersebut akan menyebabkan terjadinya gangguan vascular (vascular leak)
sehingga menyebabkan kerusakan organ multiple.
Syok septik merupakan diagnosis klinik sesuai dengan sindroma sepsis disertai dengan
hipotensi (tekanan darah turun <90 mmHg) atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik >40
mmHg dari tekanan darah sebelumnya. Organ yang paling penting adalah adalah hati, paru,
dan ginjal. Menurut Dale DC, bahwa pada penderita diabetes mellitus, sirosis hati, gagal
ginjal kronik, dan usia lanjut yang merupakan kelompok IC lebih mudah menderita sepsis.
9
2.1.6. GEJALA KLINIK
2.1.7. DIAGNOSIS
Diagnosis sepsis memerlukan indeks dugaan tinggi, pengambilan riwayat medis yang
cermat, pemeriksaan fisik, uji laboratorium yang sesuai, dan tindak lanjut status
hemodinamik, seperti rincian dibawah ini:
a. RIWAYAT
10
4. Perdarahan.
b. PEMERIKSAAN FISIK
Perlu dilakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh. Pada semua pasien neutropenia
dan pasien dengan dugaan infeksi pelvis, pemeriksaan fisik harus meliputi pemeriksaan
rektum, pelvis dan genital. Pemeriksaan tersebut akan mengungkap abses rektal, perirektal,
dan/ atau perineal, penyakit dan/ atau abses inflamasi pelvis, atau prostatitis.
c. DATA LABORATORIUM
Uji laboratorium meliputi Complete Blood Count (CBC) dengan hitung diferensial,
urinalisis, gambaran koagulasi, glukosa, urea darah , nitrogen, kreatinin, elektrolit, uji fungsi
hati, kadar asam laktat, gas darah arteri, elektrokardiogram, dan rontgen dada. Biakan darah,
sputum, urin, dan tempat lain yang terinfeksi harus dilakukan. Tergantung pada status klinis
pasien dan resiko terkait, penelitian dapat juga menggunakan foto rontgen abdomen, CT
scanning, MRI, echokardiografi, dan atau lumbal puncture.
11
Tabel 2. Laboratorium sepsis
12
2.1.8. PENATALAKSANAAN SEPSIS
Penatalaksanaan sepsis yang optimal mencangkup stabilisasi pasien langsung
(perbaikan hemodinamik), pemberian antibiotik, pengobatan fokus infeksi dan resusitasi serta
terapi suportif apabila telah terjadi disfungsi organ.
o Terapi cairan
o Terapi vasopresor
Bila cairan tidak dapat mengatasi cardiac output (arterial pressure dan
perfusi organ tidak adekuat) dapat diberikan vasopresor potensial seperti
norepinefrin, dopamine, epinefrin dan phenylephrine
o Terapi inotropik
Antibiotik
Hilangkan benda asing yang menjadi sumber infeksi. Angkat organ yang
terinfeksi, hilangkan atau potong jaringan yang menjadi gangrene, bila perlu
dokonsultasikan ke bidang terkait seperti spesialis bedah, THT dll.
13
Terapi suportif, mencakup :
Merupakan antikoagulan yang menurut hasil uji klinis Phase III menunjukkan
drotrecogin alfa yang dapat menurunkan resiko relative kematian akibat sepsis
dengan disfungsi organ akut yang terkait sebesar 19,4% yang dikenal dengan
nama zovant.
Beberapa komplikasi yang mungkin terjadi pada keadaan sepsis antara lain:
Oliguria, azotemia, proteinuria, dan kristal urin nonspesifik biasanya ditemukan. Sebagian
besar gagal ginjal disebabkan karena nekrosis tubular akut yang diinduksi oleh hipotensi atau
kerusakan kapiler, walaupun beberapa pasien juga mempunyai glomerulonefritis, nekrosis
korteks ginjal, atau nefritis intersisial.Sepsis diketahui sebagai faktor resiko berkembangnya
gagal ginjal akut, dan 35-50% dari kasus gagal ginjal akut di ICU bisa disertai sepsis.
Kegagalan pernafasan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi pada sepsis berat,
kejadiannya hampir 85% kasus. Mekanisme terjadinya gagal paru akut kompleks dan tidak
diketahui secara lengkap. Tanda dari sepsis adalah peningkatan permeabilitas kapiler, yang
14
bermanifestasi pada paru dengan gangguan fungsi pembatas alveolar-kapiler dan
karakteristiknya berupa akumulasi dari cairan ekstravaskuler paru (extravascular lung water
(EVLW).Peningkatan kerusakan epitel alveolar dan permeabilitas kapiler menghasilkan isi
cairan paru, yang menurunkan kemampuan pengisian paru dan gangguan pertukaran oksigen.
Kegagalan fungsi paru yang paling berat yang paling sering terjadi adalah ARDS, terjadi
pada 40% pasien dengan sepsis. Kelelahan otot-otot pernafasan bisa memperhebat
hipoksemia dan hiperkapnia.
Disfungsi hati menggambarkan sebuah manifestasi umum selama proses sepsis, dari kisaran
peningkatan ringan dari bilirubin serum dan atau enzim-enzim hati sampai gagal hati berat.
Hati diduga banyak sekali mempengaruhi metabolisme dan mekanisme pertahanan tubuh
selama sepsis. Hati dengan aktif memodulasi proses inflamasi melalui penyaringan, inaktifasi
dan pembersihan bakteri, produk bakteri (seperti endotoksin), substansi vasoaktif, dan
mediator inflamasi. Disfungsi hati awal terjadi pada jam pertama sepsis dan berhubungan
dengan hipoperfusi hepatosplanikus. Ini menyebabkan peningkatan akut penanda biologi dari
kerusakan hati (transaminase, laktat dehidrogenase, bilirubin). Meskipun ini kembali secara
cepat dengan penanganan pendukung yang adekuat. Sangat berbeda, disfungsi hati lanjut
prosesnya lebih berbahaya dan tidak menyenangkan. Ini ditandai dengan perlukaan struktural
dan fungsi yang menjelaskan kelebihan bakteri, endotoksin dan molekul inflamasi yang dapat
memicu kegagalan multi organ.
15
2.2.DIABETES MELLITUS
2.2.1. DEFINISI
2.2.2. EPIDEMIOLOGI
Secara epidemieologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau
mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas
dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyetakan
bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat
karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah
secara epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih
lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktivitas jasmani dan hiperinsulinemia.
Prevalensi DM tipe 2 pada bangsa kulit putihberkisar antara 3%-6% dari jumlah
pendudukdewasanya. Di Singapura, frekuensidiabetes meningkat cepat dalam 10
tahunterakhir. Di Amerika Serikat, penderitadiabetes meningkat dari 6.536.163 jiwa ditahun
1990 menjadi 20.676.427 jiwa di tahun2010. Di Indonesia, kekerapan diabetesberkisar antara
1,4%-1,6%, kecuali dibeberapa tempat yaitu di Pekajangan 2,3%dan di Manado 6%.
16
perifer dan untuk menghambat produksiglukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya
resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karenadianggap kadarnya masih
tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Haltersebut dapat
mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama
bahansekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi
terhadap adanya glukosa.
Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya
resistensi yangterjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan
glukosa berkurang. DM tipeini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.
3. Diabetes Melitus Tipe LainDM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek
genetik fungsi sel beta, defek genetikkerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit
metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus,penyakit autoimun dan kelainan
genetik lain.
4. Diabetes Melitus Gestasional
DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati
pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM
gestasional berhubungan denganmeningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM
gestasional memiliki risiko lebih besar untukmenderita DM yang menetap dalam jangka
waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.
17
Tabel 3. Klasifikasi Etiologi Diabetes Melitus
Sumber :Ndraha Suzanna, Leading Article Diabetes Melitus Tipe 2 dan Tatalaksana Terkini,
Departemen Penyakit Dalam FK Univ.Krida Wacana Jakarta, Medicinus 2014
2.2.4. DIAGNOSIS
PERKENI (Perkumpulan Endokrinologi Indonesia) membagi alur diagnosis DM
menjadi dua bagian besar berdasarkan ada tidaknya gejala khas DM. Gejala khas DM terdiri
dari poliuria, polidipsia, polifagia dan berat badan menurun tanpa sebab yang jelas,
sedangkan gejala tidak khas DM diantaranya lemas, kesemutan, luka yang sulit sembuh,
gatal, dan mata kabur, disfungsi ereksi (pria) dan pruritus vulva (wanita). Apabila ditemukan
gejala khas DM, pemeriksaan glukosa darah abnormal satu kali saja sudah cukup untuk
menegakkan diagnosis, namun apabila tidak ditemukan gejala khas DM, maka diperlukan
dua kali pemeriksaan glukosa darah abnormal.
Tabel 3. Kriteria Diagnosis DM
18
No. Kriteria Diagnosis DM
1 Gejala klasik DM + glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
Glukosa plasma sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir.
2 Atau
Gejala klasik DM + glukosa plasma puasa ≥126 mg/dL (7,0 mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam
3 Glukosa plasma 2 jam pada TTGO sewaktu ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 gr glukosa anhidrus yang dilarutkan ke dalam air.
Sumber :Sudoyo, W.Aru dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edsi V, hal.1881 tahun
2010
19
Gambar 4. Langkah-langkah Diagnostik Diabetes Melitus &Toleransi Glukosa Terganggu
Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011
2.3.5. PENATALAKSANAAN
Pilar penatalaksanaan DM dimulai dengan pendekatan non farmakologi, yaitu berupa
pemberian edukasi, perencanaan makan/terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan
berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah
pendekatan non farmakologi tersebut belum mampu mencapai sasaran pengendalian DM,
maka dilanjutkan dengan penggunaan perlu panambahan terapi medikamentosa atau
intervensi farmakologi disamping tetap melakukan pengaturan makan dan aktivitas fisik yang
20
sesuai.Terapi farmakologis diberikan bersama dengan pengaturan makan dan latihan jasmani
(gaya hidup sehat). Terapi farmakologis terdiri dari obat oral dan suntikan.
A. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)
1) Pemicu Sekresi Insulin
a. Sulfonilurea
Obat golongan ini memounyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel
beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan
normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat
badan lebih.
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan seperti
orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
b. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri
dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid
(derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara
oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
2) Peningkat sensitivitas terhadap insulin
a. Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) beriatan pada Peroxisome Proliferator Activated
Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel
lemak.Golongan ini memiliki efek menurunkan resistensi insulin dengan
meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan
ambilan glukosa di perifer.
Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV
karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga gangguan faal hati.
Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal
hati secara berkala.
21
3) Penghambat glukoneogenesis
a. Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati
(glukoneogenesis), disamping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin
dikontraiindikasikan pada penyandang dengan gangguan fungsi ginjal
(serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan
kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis,
renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual.
4) Penghambat Glukosidase Alfa (Aarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga
mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose
tidak meimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling
sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
5) DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang
dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa
usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1
merupakan perangsang kuat pelepasan insulin dan sekaligus sebagai
penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah
oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-
amide yang tidak aktif.
Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan
untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasiona dalam
pengobatan DM tip 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan
pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-
4), atau memberian hormon asli atau analognya (analog incretin= GLP-1
agonis).
Cara pemberian OHO, terdiri dari :
a) OHO dimuli dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal.
b) Sulfonilurea : 15-30 menit sebelum makan.
c) Repaglinid, Nateglinid : sesaat sebelum makan.
d) Metformin : sebelum/pada saat/sesudah makan.
22
e) Penghambat glukosidase (acarbose) : bersama makan suapan pertama.
f) Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.
g) DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.
Tabel 4. Perbandingan Golongan OHO
23
Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011
B. Obat Suntikan
Insulin
Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3) Ketoasidosis diabetik
4) Hiperglikemia hiperosmolar nonketotik
5) Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal
7) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8) Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional yang tidak terkendali dengan
perencanaan makan
24
9) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat
10) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO
Jenis dan lama kerja insulin berdasar lama kerja, insulin terbagi menjadi empat jenis,
yakni:
1) Insulin kerja cepat (rapid acting insulin)
2) Insulin kerja pendek (short acting insulin)
3) Insulin kerja menengah (intermediate actinginsulin)
4) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
5) Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin).
25
Tabel 5. Farmakokinetik Insulin
26
27
Gambar 5. Algoritma Pengelolaan Diabetes Melitus Tanpa Dekompensasi
Sumber : PERKENI, Konsensus Pengendalian dan Pencegahan Diabetes Mellitus Tipe2 di
Indonesia 2011
28
Tabel 7.Target Pengendalian Penderita Diabetes Melitus
29
C. Hipoglikemia
Hipoglikemia dan cara mengatasinya
1) Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosadarah < 60
mg/dL
2) Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandangdiabetes harus selalu
dipikirkan kemungkinan terjadinyahipoglikemia. Hipoglikemia paling
sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia
akibatsulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus diawasisampai
seluruh obat diekskresi dan waktu kerja obattelah habis. Terkadang
diperlukan waktu yang cukup lamauntuk pengawasannya (24-72 jam atau
lebih, terutama padapasien dengan gagal ginjal kronik atau yang
mendapatkanterapi dengan OHO kerja panjang). Hipoglikemia pada
usialanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingatdampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran
mentalbermakna pada pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usialanjut
sering lebih lambat dan memerlukan pengawasanyang lebih lama.
3) Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar-debar, banyak
keringat, gemetar, dan rasa lapar) dan gejalaneuro-glikopenik (pusing,
gelisah, kesadaran menurun sampaikoma).
4) Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yangmemadai. Bagi
pasien dengan kesadaran yang masih baik,diberikan makanan yang
mengandung karbohidrat atau minumanyang mengandung gula berkalori
atau glukosa 15-20gram melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan
ulangglukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa.
Glukagondiberikan pada pasien dengan hipoglikemia berat.
5) Untuk penyandang diabetes yang tidak sadar, sementaradapat diberikan
glukosa 40% intravena terlebih dahulu sebagaitindakan darurat, sebelum
dapat dipastikan penyebabmenurunnya kesadaran.
2.3.6.2 Komplikasi Menahun
Komplikasi menahunmencakup :
A. Makroangiopati
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadipada penyandang
diabetes. Biasanya terjadi dengan gejalatipikal claudicatio intermittent, meskipun
30
sering tanpagejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainanyang
pertama muncul.
- Pembuluh darah otak
B. Mikroangiopati
- Retinopati diabetik
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangi risiko dan
memberatnya retinopati. Terapi aspirintidak mencegah timbulnya retinopati
- Nefropati diabetik
- Kendali glukosa dan tekanan darah yang baik akan mengurangirisiko nefropati
- Pembatasan asupan protein dalam diet (0,8 g/kgBB) jugaakan mengurangi risiko
terjadinya nefropati
C. Neuropati
- Komplikasi yang tersering dan paling penting adalah neuropatiperifer, berupa
hilangnya sensasi distal. Berisikotinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan amputasi.
- Gejala yang sering dirasakan kaki terasa terbakar danbergetar sendiri, dan lebih
terasa sakit di malam hari.
- Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap pasien perlu dilakukan skrining
untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan neurologi
sederhana, dengan monofilamen 10 gram sedikitnya setiap tahun.
- Apabila ditemukan adanya polineuropati distal, perawatan kaki yang memadai
akan menurunkan risiko amputasi.
- Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan duloxetine,antidepresan trisiklik, atau
gabapentin.
- Semua penyandang diabetes yang disertai neuropati periferharus diberikan edukasi
perawatan kaki untuk mengurangi risiko ulkus kaki. Untuk penatalaksanaan
penyulit ini seringkali diperlukan kerja sama dengan bidang/disiplin ilmu lain.
31
2.3.KAKI DIABETES
2.3.1. DEFINISI
Kaki diabetes adalah kelainan tungkai kaki bawah akibat diabetes mellitus yang tidak
terkendali dengan baik yang disebabkan olah gangguan pembuluh darah, gangguan
persyarafan dan infeksi. Kaki diabetes merupakan gambaran secara umum dari kelainan
tungkai bawah secara menyeluruh pada penderita diabetes mellitus yang diawali dengan
adanya lesi hingga terbentuknya ulkus yang sering disebut dengan ulkus kaki diabetika yang
pada tahap selanjutnya dapat dikategorikan dalam gangrene, yang pada penderita diabetes
mellitus disebut dengan gangrene diabetik (Misnadiarly, 2006).
Ulkus diabetika adalah salah satu bentuk komplikasi kronik diabetes mellitus berupa
luka terbuka pada permukaan kulit yang dapat disertai adanya kematian jaringan setempat.
Ulkus diabetika merupakan luka terbuka pada permukaan kulit karena adanya komplikasi
makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insusifiensi dan neuropati, yang lebih lanjut
terdapat luka pada penderita yang sering tidak dirasakan, dan dapat berkembang menjadi
infeksi disebabkan oleh bakteri aerob maupun anaerob (Tambunan, 2006).
Salah satu akibat komplikasi kronik atau jangka panjang diabetes mellitus adalah
ulkus kaki diabetes. Ulkus kaki diabetes disebabkan adanya tiga faktor yang sering disebut
trias yaitu : iskemik, neuropati, dan infeksi. Pada penderita diabetes mellitus apabila kadar
glukosa darah tidak terkendali akan terjadi komplikasi kronik yaitu neuropati, menimbulkan
perubahan jaringan syaraf karena adanya penimbunan sorbitol dan fruktosa sehingga
mengakibatkan akson menghilang, penurunan kecepatan induksi, parastesia, menurunnya
reflek otot, atrofi otot, keringat berlebihan, kulit kering dan hilang rasa, apabila penderita
diabetes mellitus tidak hati-hati dapat terjadi trauma yang akan meneybabkan lesi dan
menjadi ulkus kaki diabetes (Waspadji, 2006).
Iskemik merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh karena kekurangan darah
dalam jaringan, sehingga jaringan kekurangan oksigen. Hal ini disebabkan adanya proses
makroangiopati pada pembuluh darah sehingga sirkulasi jaringan menurun yang ditandai oleh
hilang atau berkurangnya denyut nadi pada arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal. Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan
sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai dari ujung kaki atau tungkai. Aterosklerosis
merupakan sebuah kondisi dimana arteri menebal dan menyempit karena penumpukan lemak
32
pada bagian dalam pembuluh darah. Menebalnya arteri di kaki dapat mempengaruhi otot-otot
kaki karena berkurangnya suplai darah, sehingga mengakibatkan kesemutan, rasa tidak
nyaman, dan dalam jangka waktu lama dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan
berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita diabetes mellitus
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer, sering terjadi pada tungkai
bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal dari tungkai menjadi berkurang
kemudian timbul ulkus kaki diabetes (Tambunan, 2006).
Pada penderita diabetes mellitus yang tidak terkendali kadar gula darahnya akan
menyebabkan penebalan tunika intima (hiperplasia membram basalis arteri) pada pembuluh
darah besar dan pembuluh kapiler bahkan dapat terjadi kebocoran albumin keluar kapiler
sehingga mengganggu distribusi darah ke jaringan dan timbul nekrosis jaringan yang
mengakibatkan ulkus diabetika. Eritrosit pada penderita diabetes mellitus yang tidak
terkendali akan meningkatkan HbA1C yang menyebabkan deformabilitas eritrosit dan
pelepasan oksigen di jaringan oleh eritrosit terganggu, sehingga terjadi penyumbatan yang
menggangu sirkulasi jaringan dan kekurangan oksigen mengakibatkan kematian jaringan
yang selanjutnya timbul ulkus kaki diabetes. Peningkatan kadar fibrinogen dan bertambahnya
reaktivitas trombosit menyebabkan tingginya agregasi sel darah merah sehingga sirkulasi
darah menjadi lambat dan memudahkan terbentuknya trombosit pada dinding pembuluh
darah yang akan mengganggu sirkulasi darah. Penderita diabetes mellitus biasanya kadar
kolesterol total, LDL, trigliserida plasma tinggi. Buruknya sirkulasi ke sebagian besar
jaringan akan menyebabkan hipoksia dan cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan
yang akan merangsang terjadinya aterosklerosis. Perubahan / inflamasi pada dinding
pembuluh darah, akan terjadi penumpukan lemak pada lumen pembuluh darah, konsentrasi
HDL (highdensity- lipoprotein) sebagai pembersih plak biasanya rendah. Adanya faktor
risiko lain yaitu hipertensi akan meningkatkan kerentanan terhadap aterosklerosis
(Tambunan, 2006).
33
diabetes, 50 % akan mengalami infeksi akibat adanya glukosa darah yang tinggi karena
merupakan media pertumbuhan bakteri yang subur. Bakteri penyebab infeksi pada ulkus
diabetika yaitu kuman aerobik Staphylococcus atau Streptococcus serta kuman anaerob yaitu
Clostridium Perfringens, Clostridium Novy, dan Clostridium Septikum (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes, mulai dari klasifikasi oleh Edmonds
dari King’s College Hospital London, klasifikasi Liverpool, klasifikasi wagner, klasifikasi
texas, serta yang lebih banyak digunakan adalah yang dianjurkan oleh International Working
Group On Diabetic Foot karena dapat menentukan kelainan apa yang lebih dominan,
vascular, infeksi, neuropatik, sehingga arah pengelolaan dalam pengobatan dapat tertuju
dengan baik (Waspadji, 2006).
1. Klasifikasi Edmonds (2004 – 2005)
- Stage 1 : Normal foot
3.Klasifikasi Liverpool
Klasifikasi primer :
- Vascular
- Neuropati
- Neuroiskemik
34
Klasifikasi sekunder : - Tukak sederhana, tanpa komplikasi
- Tukak dengan komplikasi
2 Pemeriksaan Penunjang :
X-ray, EMG (Electromyographi) dan pemeriksaan laboratorium untuk mengetahui apakah
ulkus kaki diabetes menjadi infeksi dan menentukan kuman penyebabnya (Waspadji, 2006).
35
Ulkus kaki diabetes terutama terjadi pada penderita diabetes mellitus yang telah
menderita 10 tahun atau lebih, apabila kadar glukosa darah tidak terkendali, karena akan
muncul komplikasi yang berhubungan dengan vaskuler sehingga mengalami makroangiopati
dan mikroangiopati yang akan terjadi vaskulopati dan neuropati yang mengakibatkan
menurunnya sirkulasi darah dan adanya robekan / luka pada kaki penderita diabetes mellitus
yang sering tidak dirasakan karena terjadinya gangguan neurophati perifer (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
3. Hipertensi.
Hipertensi (TD > 130/80 mm Hg) pada penderita diabetes mellitus karena adanya
viskositas darah yang tinggi akan berakibat menurunnya aliran darah sehingga terjadi
defesiensi vaskuler, selain itu hipertensi yang tekanan darah lebih dari 130/80 mmHg dapat
merusak atau mengakibatkan lesi pada endotel. Kerusakan pada endotel akan berpengaruh
terhadap makroangiopati melalui proses adhesi dan agregasi trombosit yang berakibat
vaskuler defisiensi sehingga dapat terjadi hipoksia pada jaringan yang akan mengakibatkan
terjadinya ulkus (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
36
4. Glikolisasi Hemoglobin (HbA1C) tidak terkontrol.
Glikosilasi Hemoglobin adalah terikatnya glukosa yang masuk dalam sirkulasi sistemik
dengan protein plasma termasuk hemoglobin dalam sel darah merah. Apabila Glikosilasi
Hemoglobin (HbA1c) ≥ 6,5 % akan menurunkan kemampuan pengikatan oksigen oleh sel
darah merah yang mengakibatkan hipoksia jaringan yang selanjutnya terjadi proliferasi pada
dinding sel otot polos sub endotel (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
5. Kadar Glukosa Darah Tidak Terkontrol.
Pada penderita diabetes mellitus sering dijumpai adanya peningkatan kadar trigliserida dan
kolesterol plasma, sedangkan konsentrasi HDL (highdensity - lipoprotein) sebagai pembersih
plak biasanya rendah (≤ 45 mg/dl). Kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl, kolesterol total ≥ 200
mg/dl dan HDL ≤ 45 mg/dl akan mengakibatkan buruknya sirkulasi ke sebagian besar
jaringan dan menyebabkan hipoksia serta cedera jaringan, merangsang reaksi peradangan dan
terjadinya aterosklerosis. Konsekuensi adanya aterosklerosis adalah penyempitan lumen
pembuluh darah yang akan menyebabkan gangguan sirkulasi jaringan sehingga suplai darah
ke pembuluh darah menurun ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut nadi pada
arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal.
Kelainan selanjutnya terjadi nekrosis jaringan sehingga timbul ulkus yang biasanya dimulai
dari ujung kaki atau tungkai (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
6. Kebiasaan Merokok.
Pada penderita diabetes mellitus yang merokok ≥ 12 batang per hari mempunyai
risiko 3x untuk menjadi ulkus kaki diabetes dibandingkan dengan penderita diabetes mellitus
yang tidak merokok. Kebiasaan merokok akibat dari nikotin yang terkandung di dalam rokok
akan dapat menyebabkan kerusakan endotel kemudian terjadi penempelan dan agregasi
trombosit yang selanjutnya terjadi kebocoran sehingga lipoprotein lipase akan memperlambat
clearance lemak darah dan mempermudah timbulnya aterosklerosis. Aterosklerosis berakibat
insufisiensi vaskuler sehingga aliran darah ke arteri dorsalis pedis, poplitea, dan tibialis juga
akan menurun (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
37
memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin dan memperbaiki sistem
koagulasi darah (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
8. Kurangnya Aktivitas Fisik.
Aktivitas fisik (olah raga) sangat bermanfaat untuk meningkatkan sirkulasi darah,
menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas terhadap insulin, sehingga akan
memperbaiki kadar glukosa darah. Dengan kadar glukosa darah terkendali maka akan
mencegah komplikasi kronik diabetes mellitus. Olah raga rutin (lebih 3 kali dalam seminggu
selama 30 menit) akan memperbaiki metabolisme karbohidrat, berpengaruh positif terhadap
metabolisme lipid dan sumbangan terhadap penurunan berat badan. Aktivitas fisik yang
dilakukan termasuk senam kaki. Senam kaki dapat membantu memperbaiki sirkualsi darah
dan memperkuat otot - otot kecil kaki dan mencegah terjadinya kelainan bentuk kaki
(deformitas), selain itu dapat meningkatkan kekuatan otot betis dan otot paha
(Gastrocnemeus, Hamsring, Quadriceps) dan juga mengatasi keterbatasan gerak sendi.
Latihan senam kaki dapat dilakukan dengan posisi berdiri, duduk dan tidur, dengan
cara menggerakkan kaki dan sendi-sendi kaki misalnya berdiri dengan kedua tumit diangkat,
mengangkat kaki dan menurunkan kaki. Gerakan dapat berupa gerakan menekuk,
meluruskan, mengangkat, memutar keluar atau kedalam dan mencengkram pada jari – jari
kaki. Latihan dilakukan sesering mungkin dan teratur terutama pada saat kaki terasa dingin.
(Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
38
3. Insensitivitas tanpa deformitas
5. Kombinasi antara adanya insensitivitas, deformitas dan / atau iskemia (Tambunan, 2006;
Waspadji, 2006).
10. Perawatan Kaki Tidak Teratur.
Perawatan kaki penderita diabetes mellitus yang teratur akan mencegah atau
mengurangi terjadinya komplikasi kronik pada kaki. Acuan dalam perawatan kaki pada
penderita diabetes mellitus yaitu meliputi seperti selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih,
membersihkan dan mencuci kaki setiap hari dengan air suam-suam kuku dengan memakai
sabun lembut dan mengeringkan dengan sempurna dan hati-hati terutama diantara jari-jari
kaki, memakai krem kaki yang baik pada kulit yang kering atau tumit yang retak-retak,
supaya kulit tetap mulus, dan jangan menggosok antara jari-jari kaki (contoh: krem
sorbolene), tidak memakai bedak, sebab ini akan menyebabkan kulit menjadi kering dan
retak-retak. menggunting kuku hanya boleh digunakan untuk memotong kuku kaki secara
lurus dan kemudian mengikir agar licin. Memotong kuku lebih mudah dilakukan sesudah
mandi, sewaktu kuku lembut, kuku kaki yang menusuk daging dan kalus, hendaknya diobati
oleh podiatrist. Jangan menggunakan pisau cukur atau pisau biasa, yang bias tergelincir; dan
ini dapat menyebabkan luka pada kaki, jangan menggunakan penutup kornus/corns. Kornus-
kornus ini seharusnya diobati hanya oleh podiatrist, memeriksa kaki dan celah kaki setiap
hari apakah terdapat kalus, bula, luka dan lecet dan menghindari penggunaan air panas atau
bantal panas (Tambunan, 2006; Waspadji, 2006).
2.4. HIPERTENSI
2.4.1. DEFINISI
Hampir semua consensus/ pedoman utama baik dari dalam walaupun luar negeri, menyatakan
bahwa seseorang akan dikatakan hipertensi bila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan
darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis
hipertensi. Adapun pembagian derajat keparahan hipertensi pada seseorang merupakan salah
satu dasar penentuan tatalaksana hipertensi (disadur dari A Statement by the American
Society of Hypertension and the International Society of Hypertension 2013).
39
2.4.2. KLASIFIKASI HIPERTENSI
Menurut The Seventh Report of The Joint National Committee on Prevention, Detection,
Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC VII), klasifikasi hipertensi pada
orang dewasa dapat dibagi menjadi kelompok normal, pre hipertensi, hipertensi derajat I dan
derajat II.
40
2.4.3. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI
Tubuh memiliki sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang
disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan
tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskular melalui sistem saraf termasuk
sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan darah jangka panjang dipertahankan
oleh sistem yang mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama
ginjal.
Aterosklerosis adalah kelainan pada pembuluh darah yang ditandai dengan penebalan dan
hilangnya elastisitas arteri. Aterosklerosis merupakan proses multifaktorial. Terjadi inflamasi
pada dinding pembuluh darah dan terbentuk deposit, substansi lemak, kolesterol, produk
sampah seluler, kalsium dan berbagai substansi lainnya dalam lapisan pembuluh darah.
Pertumbuhan ini disebut plak. Pertumbuhan plak di bawah lapisan tunika intima akan
memperkecil lumen pembuluh darah, obstruksi luminal, kelainan aliran darah, pengurangan
suplai oksigen pada organ atau bagian tubuh tertentu.
2) Sistem renin-angiotensin
b. Menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Untuk mengatur volume cairan
ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara
mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali
dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan
meningkatkan volume dan tekanan darah.
41
3) Sistem saraf simpatis
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak di pusat
vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medula spinalis ke ganglia
simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk
impuls yang bergerak ke bawah melalui saraf simpatis ke ganglia simpatis.
42
Hipertensi bisa mengenai siapa saja. Bagaimanapun, biasa sering muncul pada
etnik Afrika Amerika dewasa daripada Kaukasia atau Amerika Hispanik.
3) Jenis Kelamin
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita.
4) Kebiasaan Gaya Hidup tidak Sehat
Gaya hidup tidak sehat yang dapat meningkatkan hipertensi, antara lain minum
minuman beralkohol, kurang berolahraga, dan merokok.
2.4.5. DIAGNOSIS HIPERTENSI
Diagnosis hipertensi dengan pemeriksaan fisik paling akurat menggunakan
sphygmomanometer air raksa. Sebaiknya dilakukan lebih dari satu kali pengukuran dalam
posisi duduk dengan siku lengan menekuk di atas meja dengan posisi telapak tangan
menghadap ke atas dan posisi lengan sebaiknya setinggi jantung. Pengukuran dilakukan
dalam keadaan tenang. Setelah terdiagnosis hipertensi maka akan dilakukan pemeriksaan
dasar, seperti kardiologis, radiologis, tes laboratorium, EKG (electrocardiography) dan
rontgen.
Tes khusus
Tes yang dilakukan antara lain adalah :
a. X- ray khusus (angiografi) yang mencakup penyuntikan suatu zat warna yang digunakan
untuk memvisualisasi jaringan arteri aorta, renal dan adrenal.
b. Memeriksa saraf sensoris dan perifer dengan suatu alat electroencefalografi (EEG), alat ini
menyerupai electrocardiography (ECG atau EKG).
43
- gagal jantung
2) Otak
- stroke atau transient ishemic attack
5) Retinopati
2.5.TUBERKULOSIS PARU
2.5.1. Definisi
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit yang menyerang jaringan paru disebabkan
infeksi basil Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis).
2.5.2. Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia yang penting khususnya di
negara berkembang. Pada bulan Maret tahun 1993 World Health Organization (WHO) telah
mendeklarasikan tuberkulosis sebagai “Global Health Emergency”. Berdasarkan laporan
Penanggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2007, angka insidensi
TB pada tahun 2007 mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46%
diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Asia termasuk kawasan dengan penyebaran
tuberkulosis (TB) tertinggi di dunia sebesar 33%. Setiap 30 detik, ada satu pasien di Asia
meninggal dunia akibat penyakit ini.
Indonesia adalah negara dengan prevalensi TB ke-3 tertinggi di dunia setelah Cina dan
India Perkiraan kejadian BTA positif di Indonesia adalah 266.000 kasus tahun 1998. TB
menempati peringkat nomor 3 sebagai penyebab kematian teringgi di Indonesia setelah
penyakit jantung dan penyakit pernafasan akut pada seluruh kalangan usia.
44
mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan apabila terkena sinar
ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan
ruangan yang lembab. Ia mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan,
oleh karena itu disebut pula sebagai Basil Tahan Asam (BTA).
2.5.3.2.Klasifikasi
TB paru diklasifkasikan atas:
45
Dalam 1 tahun, 1 penderita TB BTA positif menularkan 10-15 orang. Selama kuman TB
masuk kedalam tubuh manusia melalui pernapasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari
paru kebagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, salura
napas,atau penyebaran langsung kebagian-bagian tubuh lainnya.
a. Kontak dengan penderita BTA positif (seberapa dekat dan seberapa lama)
b. Lingkungan tempat kontak (lingkungan yang padat dan ventilasi ruang
yang buruk
Sedangkan faktor-faktor endogen, yaitu:
46
akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita
Tuberkulosis.
1. Sembuh sama sekali tanpa meninggalkan cacat. Ini yang paling sering terjadi.
2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas berupa garis-garis fibrotik, kalsifikasi
di hilus dan 10% diantaranya dapat terjadi reaktivasi lagi karena kuman yang
dormant.
3. Berkomplikasi dan menyebar secara :
a. Per kontinuitatum, yakni menyebar kesekitarnya
b. Secara bronkogen pada paru yang bersangkutan maupun paru di sebelahnya.
Kuman ini juga tertelan bersama sputum dan ludah sehingga menyebar ke
usus.
c. Secara hematogen, ke organ tubuh lainnya
d. Secara limfogen.
47
Gambar 7. Alur Mendiagnosa TB
48
2.5.5.2 Tuberkulosis post primer (sekunder)
Kuman yang dormant pada tuberkulosis primer akan muncul bertahun-tahun kemudian
sebagai infeksi endogen menjadi tuberkulosis dewasa (tuberkulosis post primer = TB pasca
primer = TB sekunder). Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi
karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan
gagal ginjal. Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio
atas paru (bagian apikal-posterior lobus superior atau inferior). Invasinya adalah ke daerah
parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Sarang dini ini mula-mula juga berbentuk
sarang pneumonia kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu
granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-
sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.
Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mngikuti salah satu jalan sebagai
berikut:
49
Gambar 8. Patofisiologi Tuberculosis Paru
a. Gejala Respiratorik
Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi.
1. Batuk
Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk
≥ 2 minggu dan mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat
adanya peradangan pada bronkus batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif
ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat
bersifat mukoid atau purulen.
50
2. Batuk darah
Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya
batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang
pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding
kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah
inilah yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.
3. Nyeri dada
Gejala ini jarang ditemukan. Nyeri dada timbul bila infiltrasi radang sudah
sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/melepaskan nafasnya.
4. Wheezing
Terjadi karena penyempitan lumen endobronkus yang disebabkan oleh
sekret, peradangan, jaringan granulasi dan ulserasi.
5. Dispneu
Gejala ini ditemukan pada penyakit yang lanjut dengan kerusakan paru yang
cukup luas. Pada awal penyakit gejala ini tidak pernah didapatkan.
b. Gejala sistemik
1. Demam
2. Keringat malam
51
3. Malaise dan nafsu makan berkurang
Tuberkulosis bersifat radang menahun sehingga dapat terjadi rasa tidak enak
badan, pegal-pegal, nafsu makan berkurang, badan makin kurus, sakit kepala dan
mudah lelah.
4. Gangguan Menstruasi
2.4.5. Diagnosis
Diagnosis tuberkulosis paru dibuat atas dasar
a. Anamnesa
Dari anamnesa didapatkan keluhan pasien berupa keluhan respiratorik dan
keluhan sistemik.
b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan
konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus
atau berat badan menurun.
Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi
alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta
didapatkan sekret dibronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun,
maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan
fisik mudah diketahui, berupa:
52
Sekret yang berada didalam bronkus akan menyebabkan suara tambahan
berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret
berada. Penyempitan saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan
penyempitan ini disertai kavitas dapat terdengar suara yang disebut hallow sound
sampai amforik.
c. Pemeriksaan laboratorium
Sputum
Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman
BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu pemeriksaan
sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah
diberikan. BTA dari sputum bisa juga didapat dengan cara bilasan bronkus,
jaringan paru, pleura, cairan pleura, cairan lambung, jaringan kelenjar, cairan
serebrospinal, urin dan tinja. Hal ini sering dikerjakan pada anak-anak karena
mereka sulit mengeluarkan dahaknya. Bila sputum sudah didapat, kuman BTA
pun kadang-kadang sulit ditemukan. Kuman baru dapat ditemukan bila bronkus
yang terlibat proses penyakit ini terbuka ke luar. Cara pengambilan sputum yaitu 3
kali (sewaktu-pagi-sewaktu). Pembacaan hasil pemeriksaan sediaaan sputum
dilakukan dengan menggunakan skala International Union Against Tuberkulosis
and Lung Disease (IUATLD), sebagai berikut:
53
Darah
Pemeriksaan darah tidak dapat digunakan sebagai pegangan untuk menyokong
diagnosis TB paru, karena hasil pemeriksaan darah tidak menunjukkan gambaran
yang khas. Tapi gambaran darah kadang-kadang dapat membantu menentukan
aktivitas penyakit.
- Leukosit
Jumlah leukosit dapat normal atau sedikit meningkat pada proses yang
aktif.
- Hemoglobin
Pada penyakit tuberkulosis berat sering disertai dengan anemi derajat
sedang. Bersifat normositik dan sering disebabkan defisiensi besi.
Tes tuberkulin
Tes tuberkulin hanya menyatakan apakah seseorang individu sedang atau
pernah mengalami infeksi M. Tuberculosa, M. Bovis, vaksinasi BCG dan
Mycobacteria patogen lainnya.
d. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks,
tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform).
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif1 :
- Bayangan berawan / nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas paru dan
segmen superior lobus bawah paru.
- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular.
54
- Fibrotik
- Kalsifikasi
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat
dinyatakan sebagai berikut:
- Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas
tidak lebih dari sela iga 2 depan, serta tidak dijumpai kavitas
a. Simple bronkopneumonia
Terdapat pada bronkiolus dan bronkus. Disebabkan oleh streptococcus,
hemophilus influenza, koliform dan jamur. Sering ditandai dengan septikemia,
demam dan kurang kesadaran. Juga terdapat bercak-bercak konsolidasi.
b. Pneumonia lobaris
Disebabkan oleh streptococcus pneumonia. Disertai dengan keluhan batuk, nyeri
dada, demam,dan sputum purulen. Pneumonia lobaris mengenai seluruh lobus.
c. Kanker paru stadium dini
Tidak ada stadium batuk berdarah. Ditemukan gambaran patologis ditemukan
sel neoplasma.
d. Bronkitis
Ditandai dengan keluhan batuk, dyspneu dan takypneu. Biasanya disebabkan
oleh virus (hemophilus influenza) dan bakteri (streptococcus pneumonia).
55
2.4.7. Penatalaksanaan
Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah
kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase
yaitu fase intensif dan fase lanjutan:
a. Tahap intensif
Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif
diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2
minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir
pengobatan
b. Tahap lanjutan
Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan.
b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak
dapat dibunuh INH.
c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel
dengan suasana asam.
- Amikasin
- Kuinolon
- Obat lain masih dalam penelitian yaitu makrolid dan amoksilin + asam klavulanat
Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi
(Fixed Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan
pengawasan menelan obat.
56
Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan
OAT:
1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)
Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen
positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.
2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)
Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita
dengan pengobatan lalai (drop out).
57
2.6.Infeksi Saluran Kemih
2.6.1. Definisi
Infeksi saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, buli-buli,
ataupun uretra. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah istilah umum yang menunjukkan
keberadaan mikroorganisme (MO) dalam urin (Sukandar, E., 2004). Bakteriuria bermakna
menunjukkan pertumbuhan mikroorganisme murni lebih dari 105 colony forming unit
2.6.2. Klasifikasi
Dimana terdapat bakteri dalam urin lebih dari 100.000 /ml urin. Urin diambil porsi tengah
dengan cara vulva dan meatus uretra eksternus dibersihkan terlebih dahulu dengan bahan
antiseptik. Atau jumlah bakteri antara 10.000 sampai dengan 100.000 bila urin diambil
dengan cara kateter uretra. Pada urinalisis dapat ditemukan adanya leukosit.
Dengan gejala dapat berupa disuria, terkadang didapatkan hematuria, nyeri daerah
suprasimpisis, terdesak kencing (urgency), stranguria, tenesmus dan nokturia. Tetapi jarang
sampai menyebabkan demam dan menggigil. Pada urinalisis dapat dijumpai leukosit dan
eritrosit.
58
b. Infeksi saluran kemih bagian atas (pielonefritis).
Dengan gejala berupa nyeri dan tegang pada daerah sudut “costovertebral” atau daerah
pinggang, demam, mual dan muntah. Dapat juga disertai keluhan seperti pada infeksi saluran
kemih bagian bawah seperti disuria, urgensi dan polakisuria, stranguria, tenesmus, nokturia.
Pada pemeriksaan darah dapat dijumpai kadar ureum dan kreatinin yang meningkat dan pada
2.6.3. Etiologi
Escherichia coli (E.coli) merupakan kuman penyebab tersering (60-80%) ada ISK
serangan pertama. Penelitian di dalam negeri antara lain di RSCM Jakarta juga menunjukkan
hasil yang sama. Kuman lain penyebab ISK. sering adalah Proteus mirabilis, Klebsiella
aerogenes, dan Morganella morganii, Stafilokokus, dan Enterokokus Pada ISK kompleks,
2.6.4. Patofisiologi
Urin biasanya berada dalam keadaan steril. Infeksi berlaku apabila bakteri masuk ke
dalam urin dan mula bertumbuh. Proses infeksi ini biasanya bermula pada pembukaan uretra
di mana urin keluar dari tubuh dan masuk naik ke dalam traktus urinari. Biasanya, dengan
miksi ia dapat mengeluarkan bakteri yang ada dari uretra tetapi jika bakteri yang ada terlalu
banyak, proses tersebut tidak membantu. Bakteri akan naik ke atas saluran kemih hingga
kandung kemih dan bertumbuh kembang di sini dan menjadi infeksi. Infeksi bisa berlanjut
59
melaluiureter hingga ke ginjal. Di ginjal, peradangan yang terjadi disebut pielonefritis yang
akan menjadi keadaan klinis yang serius jika tidak teratasi dengan tuntas (Balentine, 2009).
Pada individu normal, biasanya laki-laki maupun perempuan urin selalu steril
dikarenakan pertahanan jumlah dan frekuensi kencing. Uretro distal merupakan tempat
Hampir semua ISK disebabkan invasi mikroorganisme ascending dari uretra ke dalam
kandung kemih. Pada beberapa pasien tertentu invasi mikroorganisme dapat mencapai ginjal.
Proses ini dipermudah refleks vesikoureter. Proses invasi mikroorganisme hematogen sangat
jarang ditemukan di klinik. Mungkin akibat lanjut dari bakterimia. Ginjal diduga merupakan
lokasi infeksi sebagai akibat lanjut septikemi atau endokarditis akibat Stafilokokus aureus.
Kelainan ginjal yang terkait dengan endokarditis (Stafilokokus aureus) dikenal Nephritis
Lohlein. Beberapa peneliti melaporkan pionefritis akut (PNA) sebagai akibat lanjut invasi
hematogen dan infeksi sistemik gram negatif (Sudoyo AW, et al, 2009).
Lower urinary tract infection (cystitis), sepanjang uretra dan kandung kemih:
2. Kerap buang air kecil atau bangun pada malam hari untuk kencing dan jumlah urin
biasanya sedikit.
60
Upper urinary tract infection (pyelonephritis):
Penegakkan diagnosis infeksi saluran kemih berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan
penunjang, seperti pemeriksaan mikroskopis urin dan kultur urin. Pemeriksaan mikroskopik
dilakukan untuk menentukan jumlah leukosit dan bakteri dalam urin. Jumlah leukosit yang
dianggap bermakna adalah >10/lapang pandang besar (LPB). Apabila didapat leukosituri
yang bermakna, perlu dilanjutkan dengan pemeriksaan kultur (Sudoyo AW, et al, 2009).
Sepuluh ml sampel urin yang telah dikocok merata dan disentrifugasi dengan kecepatan
2500 – 3000 rpm selama 5 menit. Cairan yang terdapat diatas tabung pemusing dibuang,
ditinggal endapannya. Kemudian satu tetes sedimen ditempatkan ke slide mikroskop, tertutup
dan diperiksa menggunakan mikroskop cahaya di bawah 40x perbesaran. Pertama kali dilihat
dibawah mikroskopis dengan lapangan pandang kecil (LPK), kemudian beberapa kali dengan
lapangan pandang besar (LPB). Penilaian dilakukan dengan melihat beberapa kali dalam
beberapa kali dalam LPB. Laporan dihasilkan bila dijumpai lebih dari 5 leukosit/LPB
61
a). Leukosuria
Leukosuria atau piuria merupakan salah satu petunjuk penting terhadap dugaan adalah
ISK. Dinyatakan positif bila terdapat > 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB) sedimen air
kemih. Adanya leukosit silinder pada sediment urin menunjukkan adanya keterlibatan ginjal.
Namun adanya leukosuria tidak selalu menyatakan adanya ISK karena dapat pula dijumpai
pada inflamasi tanpa infeksi. Apabila didapat leukosituria yang bermakna, perlu dilanjutkan
b). Hematuria
Universitas Sumatera Utara Dipakai oleh beberapa peneliti sebagai petunjuk adanya ISK,
yaitu bila dijumpai 5-10 eritrosit/LPB sedimen urin. Dapat juga disebabkan oleh berbagai
keadaan patologis baik berupa kerusakan glomerulus ataupun oleh sebab lain misalnya
berdasarkan kuantitatif bakteri untuk menentukan infeksi saluran kemih. Bahan urin untuk
pemeriksaaan harus segar dan sebaiknya diambil pada pagi hari. Bahan urin dapat diambil
dengan cara punksi suprapubik, dari kateter dan urin porsi tengah (midstream urine). Bahan
urin yang paling mudah diperoleh adalah urin porsi tengah yang ditampung dalam wadah
Berikut adalah beberapa agen antimikroba yang biasa digunakan untuk pengobatan
62
1) Kotrimoksazol (Trimetropim-Sulfametoksazol)
Trimetropim dan sulfametoksazol menghambat reaksi enzimatik obligat pada dua tahap
yang berurutan pada mikroba sehingga kombinasi kedua obat memberikan efek sinergi.
Kombinasi ini lebih dikenal dengan nama kotrimoxazol yang sangat berguna untuk
2) Ciprofloxacin
Ciprofloxacin aktif terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Ciprofloxacin
terutama aktif terhadap kuman Gram negatif termasuk Salmonella, Shigella, Campilobakter,
napas, saluran kemih, sistem pencernaan, dan gonore serta septikemia oleh organisme yang
sensitif.
2.6.8. Komplikaasi
Komplikasi infeksi saluran kemih tergantung dari tipe yaitu infeksi saluran kemih tipe
Infeksi saluran kemih akut tipe sederhana (cystisis) yaitu non-obstruksi dan bukan perempuan
hamil merupakan penyakit ringan (self limited disiase) dan tidak menyebabkan akibat lanjut
jangka lama.
63
64