Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang pola asuh

1. Pengertian Pola Asuh

Pola asuh merupakan cara yang digunakan orang tua dalam

mencoba berbagai strategi untuk mendorong anak mencapai tujuan

yang diinginkan.Setiap orang tua pasti menginginkan anaknya

menjadi manusia yang pandai, cerdas dan berakhlakul

karimah.Namun kenyataannya, masih banyak orang tua yang tidak

menyadari bahwa pola asuh yang diterapkan membuat anak merasa

tidak diperhatikan, dibatasi kebebasannya, bahkan ada yang merasa

tidak disayang oleh orang tuanya.Hal itulah yang banyak

mempengaruhi sikap, perasaan, cara berpikir, bahkan kecerdasan

mereka.Maka keterlibatan orang tua dalam belajar anak sangat

dibutuhkan dalam mencapai prestasi belajar khususnya pada anak

usia sekolah (Baumrind (1972), dalam Jahja 2010).

2. Jenis –jenis pola asuh

Wong et al (2008) menggolongkan pola asuh anak menjadi

tiga, yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh permisifdan,dan pola

asuhmdemokratis.
a. pola asuh otoriter

orang tua sangat menanamkan disiplin pada anaknya

dan menuntut prestasi tinggi.Namun, dipihak lain orang tua

tidak memberikan kesempatan pada anaknya untuk

mengemukakan pendapat sesuatu sekaligus memenuhi

kebutuhan anak.Tipe pola asuh otoriter ini membuat anak

mandiri karena sifat orang tua yang terlalu disiplin dan

tegas.Tetapi, kemandirian anak tersebut bukan lahir dari

kesadarannya sendiri, melainkan kemandirian karena sikap

orang tua yang terlalu memaksa dalam memperoleh prestasi

anak. Orang tua yang memiliki pola asuh yang otoriter terhadap

anaknya memiliki ciri amat berkuasa terhadap anak, memegang

kekuasaaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada

perintah-perintah orangtua dengan berbagai cara, dan segala

tingkah laku anak dikontrol dengan ketat. Orang tua seperti itu

akan membuat anak tidak percaya diri, penakut, pendiam, dan

tertutup.

b. pola asuh demokratis

Pola asuh orang tua demokratis memberikan kontrol

dengan mengendalikan anak untuk mencapai target tertentu.

Akan tetapi, orang tua juga memberi anak kesempatan untuk

menyampaikan keluhan dan pendapatnya. Pola asuh orang tua


yang demokratis membentuk sikap anak untuk realistis terhadap

kemampuan dirinya sendiri dan tidak berharap berlebihan.

c. Pola asuh permisif

Memiliki karakteristik memberikan pengawasan yang

sangat longgar.Memberikan kesempatanpada anaknya untuk

melakukan sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya.

Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif cenderung

memberikan kebebasan pada anak tanpa memberikan control

sama sekali. Anak dituntut atau sedikit sekali dituntut untuk

suatu tangung jawab tetapi mempunyai hak yang sama seperti

orang dewasa, dan anak diberi kebebasan untuk mengatur

dirinya sendiri dan orang tua tidak banyak mengatur anaknya.

Ketiga pola asuh tersebut sangat mempengaruhi prestasi

belajar anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Meng

(2010) tentang Parenting Goals and Parenting Styles Among

Taiwanese Parents pada 117 ibu dan 31 ayah dengan usia rata-

rata ≥ 37tahun dengan tujuan penelitian untuk memeriksa tujuan

pengasuhan dan gaya pengasuhan, serta peran moderasi dari

temperamen anak, hasilnya menunjukkan bahwa orang tua dari

anak-anak yang mudah tertekan lebih cenderung menjadi

otoriter dan kurang berwibawa.Selain itu, orang tua dengan

tujuan pengasuhan yang tidak berlebihan pada anak akan


menunjukkan pengasuhan demokratis, sedangkan orang tua

dengan tujuan pengasuhan yang berlebihan pada anak akan

menunjukkan orang tua yang otoriter.Akhirnya, orang tua

dengan tujuan pengasuhan anak yang demokratis cenderung

menunjukkan tingkat kehangatan yang tinggi dan keterlibatan

ketika anak memiliki tingkat aktifitas yang tinggi. Sehingga

3. Pengertian Pola Asuh Orang Tua

pola asuh orang tua adalah pola perilaku yang diterapkan

pada anak dan bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu.

Pola perilaku ini dapat dirasakan oleh anak, dari segi negatif dan

positif. Pola asuh yang benar bisa ditempuh dengan memberikan

perhatian yang penuh serta kasih sayang pada anak dan

memberinya waktu yang cukup untuk menikmati kebersamaan

dengan seluruh anggota keluarga. (Nurani,2014).

Sementara pola asuh menurut Baumrind orang tua tidak

boleh menghukum anak, tetapi sebagai gantinya orang tua harus

mengembangkan aturan-aturan bagi anak dan mencurahkan

kasih sayang kepada anak. Orang tua melakukan penyesuaian

perilaku mereka terhadap anak, yang didasarkan atas

perkembangan anak karena setiap anak memiliki kebutuhan dan

mempunyai kemampuan yang berbeda-beda. (Papalia, 2008).


a. Dimensi pola asuh

Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006) pola

asuh terbagi menjadi 2 dimensi, yaitu:

a. Parental responsiveness

Orang tua bersikap hangat dan memberikan kasih

sayang kepada anak. Orang tua dan anak terlibat

secara emosi dan menghabiskan waktu bersama

dengan anak.

b. Parental demanding

Orangtua memberikan kontrol terhadap anak mereka.

Orang tua menggunakan hukuman untuk dengan

tujuan untuk mengontrol anak mereka. Orang tua

bersikap menuntut dan memaksa anak dan orang tua

akan memberikan aturan kepada anak ketika anak

tidak memenuhi tuntutan dari orang tua.

b. Aspek – aspek pola asuh

Menurut Baumrind (dalam Damon & Lerner, 2006) pola

asuh terbagi beberapa aspek, yaitu:

a. Warmth

Orang tua menunjukkan kasih sayang kepada anak,

adanya keterlibatan emosi antara orang tua dan anak

serta menyediakan waktu bersama anak. Orang tua

membantu anak untuk mengidentifikasi dan


membedakan situasi ketika memberikan atau

mengajarkan perilaku yang tepat

b. Control

Orang tua menerapkan cara berdisiplin kepada anak,

memberikan beberapa tuntutan atau aturan serta

mengontrol aktifitas anak, menyediakan beberapa

standar yang dijalankan atau dilakukan secara

konsisten, berkomunikasi satu arah dan percaya

bahwa perilaku anak dipengaruhi oleh kedisiplinan.

c. Communication

Orang tua menjelaskan kepada anak mengenai standar

atau aturan serta pemberian reward atau punish

yang dilakukan kepada anak. Orang tua juga

mendorong anak untuk bertanya jika anak tidak

memahami atau setuju dengan standar atau aturan

tersebut

B. Tinjauan umum Ibu bekerja

1. Pengertian Ibu bekerja

Ibu bekerja adalah ibu yang melakukan suatu kegiatan di

luar rumah dengan tujuan untuk mencari nafkah untuk keluarga.

Selain itu salah satu tujuan ibu bekerja adalah suatu bentuk

aktualisasi diri guna menerapkan ilmu yang telah dimiliki ibu dan

menjalin hubungan sosial dengan orang lain dalam bidang


pekerjaan yang dipilihnya, Beberapa alasan yang mendukung

tujuan ibu bekerja menurut dipilihnya (Santrock, 2007).

1. karena keharusan ekonomi, untuk meningkatkan ekonomi

keluarga. Hal ini terjadi karena ekonomi keluarga yang

menuntut ibu untuk bekerja.Misalnya saja bila kehidupan

ekonomi keluarganya kurang, penghasilan suami kurang untuk

mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga sehingga ibu harus

bekerja,

2. karena ingin mempunyai atau membina pekerjaan. Hal ini

terjadi sebagai wujud aktualisasi diri ibu, misalnya bila ibu

seorang sarjana akan lebih memilih bekerja untuk membina

pekerjaan

3. proses untuk mengembangkan hubungan sosial yang lebih luas

dengan orang lain dan menambah pengalaman hidup dalam

lingkungan pekerjaan

4. karena kesadaran bahwa pembangunan memerlukan tenaga

kerja baik tenaga kerja pria maupun wanita. Hal ini terjadi

karena ibu mempunyai kesadaran nasional yang tinggi bahwa

negaranya memerlukan tenaga kerja demi melancarkan

pembangunan.

5. pihak orang tua dari ibu yang menginginkan ibu untuk bekerja
6. karena ingin memiliki kebebasan finansial, dengan alasan tidak

harus bergantung sepenuhnya pada suami kebutuhan sendiri,

misalnya membantu keluarga tanpa harus meminta dari suami

7. bekerja merupakan suatu bentuk penghargaan bagi ibu

8. bekerja dapat menambah wawasan, yang pada akhirnya akan

meningkatkan kualitas pola asuh anak-anak.

Alasan-alasan diatas menjadi dasar terjadinya pergeseran

nilai peran seorang ibu.Ibu harus menjalankan peran ganda

dalam melaksanakan perannya sebagai sosok seorang

ibu.Peran ganda ini berpengaruh posotif maupun negatif

terhadap kondisi keluarga terutama terhadap anak.

Pengaruh ibu yang bekerja pada hubungan anak dan

ibu, sebagian besar bergantung pada usia anak pada waktu ibu

mulai bekerja. Jika ibu mulai bekerja sebelum anak telah

terbiasa selalu bersamanya, yaitu sebelum suatu hubungan

tertentu terbentuk, maka pengaruhnya akan minimal. Tetapi

jika hubungan yang baik telah terbentuk, anak itu akan

menderita akibat deprivasi maternal, kecuali jika seorang

pengganti ibu yang memuaskan tersedia, yaitu seorang

pengganti yang disukai anak dan yang mendidik anak dengan

cara yang tidak akan menyebabkan kebingungan atau

kemarahan di pihak anak (Hurlock, 2007).


5. Ibu tidak bekerjaIbu yang tidak bekerja memiliki tanggung

jawab untuk mengatur rumah tangga.Dalam konteks inilah

peran seorang tangga, sebagai pengasuh (Santrock, 2007).

Ibu yang tidak bekerja dapat lebih memahami

bagaimana sifat dari anak-anaknya.Karena sebagian besar

waktu yang dimiliki ibu yang tidak bekerja dihabiskan di

rumah sehingga bisa memantau kondisi perkembangan

anak.Kebanyakan pekerjaan yang dilakukan ibu di rumah

meliputi membersihkan, memasak, merawat anak, berbelanja,

mencuci pakaian, dan mendisiplinkan.Dan kebanyakan ibu

yang tidak bekerja seringkali harus mengerjakan beberapa

pekerjaan rumah sekaligus (Santrock, 2007).Namun, karena

ikatan kasih sayang dan melekat dalam hubungan keluarga

pekerjaan rumah tangga yang dilakukan oleh ibu memiliki arti

yang kompleks dan juga berlawanan (Villiani, 1997 dalam

Santrock, 2007).Banyak perempuan merasa pekerjaan rumah

tangga itu tidak cerdas namun penting.Mereka biasanya senang

memenuhi kebutuhan orang-orang yang mereka kasihi dan

mempertahankan kehidupan keluarga, karena mereka merasa

aktivitas tersebut menyenangkan dan memuaskan.

Pekerjaan keluarga bersifat positif dan negatif bagi

perempuan.Mereka tidak diawasi dan jarang dikritik, mereka

merencanakan dan mengontrol pekerjaan mereka sendiri, dan


mereka hanya perlu memenuhi standart mereka sendiri.Namun,

pekerjaan rumah tangga perempuan sering kali menyebalkan,

melelahkan, kasar, berulang-ulang, mengisolasi, tidak

terselesaikan, tidak bisa dihindari, dan sering kali tidak

dihargai (Santrock, 2007).

Namun, semua perempuan secara kodrat harus

menerima peran yang harus dijalankan, yaitu sebagai istri

sekaligus ibu dari anak-anaknya dan menjalankan perannya

sebagai ibu dalam keluarga yang memiliki tanggung jawab

penuh untuk megatur rumah tangga.

2. Peran Ibu dalam keluarga

Menjadi seorang ibu adalah hal yang sangat membanggakan.

Peran seseorang ibu dalam rumahtangga sangat penting. Bukan

sekedar macak ( dandan ), masak ( di dapur ) dan manak

(melahirkan). Apalagi di era sekarang inin menjadi seorang ibu

di tuntut untuk bisa menguasai berbagai macam hal / ilmu.

a. Kesehatan

Ketika melahirkan seorang bayi, ibu dituntut untuk

memahami seluk beluk kesehatan bayi, mengetahui

berbagai macam jenis penyakit, cara mengantisipasi dan

mengobati ( pertolongan pertama ) demi menjaga kesehatan

keluarganya.
b. Kebersihan

Dapat menjaga kebersihan dilingkingan rumahnya. Bersih

artinya terhindaar dari segala macam kotoran, termasuk di

antaranya dari debu, sampah dan bau. Agar lingkungan

terhindar dari segala macam bibit penyakit.

c. Ahli Gizi

Dapat memilah dan memilih bahan makanan dan

pengolahann makanan yang tepat. Agar bisa memberikan

asupan gizi yang baik dan seimbang bagi keluarganya.

Hinggga dapat membentuk anak-anak yang sehat dan

cerdas.

d. Keuangan

Keuangan rumah tangga bukan hanya menopoli para suami.

Ibu di tuntut untuk dapat mengatur arus keluar masuknya

keuangan keluarga. Dapat menguasai manajemen keuangan

keluarganya dengan baik. Bahkan dapat pula menghasilkan

uang bagi keluarganya.

e. Manajemen waktu

Hal ini sangat penting dalam keluarga, ibu di tuntut dapat

memenej waktunya seefektif dan seefisien mungkin.

Memberikan contoh disiplin bagi seisi rumahnya.


f. Guru

Menjadi ibu juga harus berwawasan luas, sehingga dapat

menjadi teman berdiskusi bagi anak-anaknya dikala mereka

sedang mengajarkan pendidik agama kepada anak-anaknya.

g. Psikologi

Ibu harus bisa memahami dan mengontrol keinginan anak,

emosi anak, tingkah laku anak dan cara mengatasi dan

menghadapi perilaku anaknya tersebut.

c. Prestasi Belajar

1. Pengertian prestasi Belajar Belajar

Presasi belajar terkadang disama artikan dengan dengan

hasil belajar. Berdasarkan suku kata, Presati dan belajar memiliki

makna yang berbeda dan saling berkaitan erat. Pada umumnya

prestasi akan muncul setelah melakukan sebuah pembelajaran.

Setia proses pemebalajaran akan menghasilkan presati belajar

hanya saja sangat berberda dari segi kualitas dan quantitas untuk

setiap individu yang melakukan kegiatan belajar. Prestasi sendiri

memiliki makna hasil dari suatu kegiatan yang memiliki makna,

kegiatan yang dilakukan dapat beruapa usaha. upaya, menciptakan

baik dilakukan sendiri-sendiri maupun dilakukan secara

berkelompok.https://www.eurekapendidikan.com/2015/03/definisi-

prestasi.
Sementara Belajar merupakan suatu proses yang

berlangsung sepanjang hayat. Hampir semua kecakapan,

keterampilan, pengetahuan, kebiasaan, kegemaran dan sikap

manusia terbentuk, di modifikasi dan berkembang karena belajar (

Suryabrata, 2002). ( Nyayu Khodijah, 2017 ) Dengan demikian,

belajar merupakan proses penting yang terjadi dalam kehidupan

setiap orang. Karenanya, pemahaman yag benar tentang konsep

belajar sangat di perlukan, terutama bagi kalangan pendidik yang

terlibat langsung dalam proses pembelajaran.

Dalam kehidupan sehari-hari, istilah belajar di gunakan

secsr luas. Hal ini di sebabkan karena aktifitas yang di sebut belajar

itu muncul dalam berbagai bentuk. Membaca buku, menghafal ayat

Al-Qur’an, mencatat pelajaran, hingga menirukan perilaku tokoh

dalam televise, sesuai di sebut belajar. Oleh karena itu, para ahli

memberikan definisi yang berbeda-beda tentang belajar. Beberapa

definisi yang akan di kemukakan di sini adalah :

1. Harold Spears ( 1995 ) menyatakan bahwa learning is to

observe, to read, to imiate, to tray something themselves, to

listen, to follow direction ( belajar adalah mengamati,

membaca, mengimitasi, mencoba sesuatu sendiri,

mendengarkan, mengikuti petunjuk ).Definisi ini

lebihmenekankan pada aktifitas-aktifitas yang akan di laukan

ketika orang belajar. ( Nyayu Khodijah, 2017 )


2. Lester D. Crow dan Alice Crow ( 1958 )

Berdasarkan pendapat para ahli di atas dapat

disimpulkan bahwa belajar adalah interaksi antara stimulus

dan respon dalam proses perubahan tingkah laku dalam diri

seseorang yang dilakukan melalui latihan atau pengalaman.

Dalam dunia pendidikan, belajar merupakan proses siswa

yang tidak tahu menjadi tahu, dari tidak mengerti menjadi

mengerti dan sebagainya. ( Nyayu Khodijah, 2017 )

3. Cronbach ( 1960 )dalam bukunya yang berjudul

educational psychology menyatakan bahwa learning is

shown by a change in behavior as a result of experience (

belajar di tunjukan oleh perubahan perilaku sebagai hasil

pengalaman ). Definisi ini juga menekankan pada

perubahan, akan tetapi di jelaskan juga bahwa perubahan

yang di maksud adalah perubahan perilaku. ( Nyayu

Khodijah, 2017 )

4. Hilgard dan Bower ( dalam Snelbecker, 1974 ) dalam buku

mereka yang berjudul Theories of Learning berpendapat

bahwa belajar adalah suatu proses di mana sebuah aktifitas

di bentuk atau di ubah melaalui reaksi terhadap situasi yang

di hadapai, yang di mana karakteristik perubahan tersebut

bukan di seababkan oleh kecenderungan respons alami,

kematangan, atau perubahan, obat-obatan dan sebaginya.


( Nyayu Khodijah, 2017 )

5. Gagne dan Briggs ( 1979 ) dalam buku yang berjudul

principles of instructional Design mendefinisikan belajar

sebagai serangkaian proses kognitif yang mentransformasi

stimulasi dari lingkungan ke dalam dari beberapa fase

pemrosesan informasi yang di butuhkan untuk

memeperoleh kapabilitas yang baru. ( Nyayu Khodijah,

2017 )

6. Bell-Gredler ( 1986 ) menyatakan belajar sebagai proses

perolehan baebagai kompetensi, keterampilan dan sikap.

7. Catherine Twomey Fosnotu dkk. ( 1996 ) dalam buku

mereka yang bejrudul Contructisim: theory, persective, and

practice mengatakan bahwa belajar adalah suatu proses

pengaturan dalam diri seseorang yang berjuang dengan

konflik antara model pribadi yang telah ada dan hasil

pemahaman yang baru tentang dunia ini sebagai hasil

konstruksinya. ( Nyayu Khodijah, 2017 )

8. Paul Eggen dan Doucational Kauchak ( 1997 ) dalam

buku mereka yang berjudul Edcational Psychology

Windows on Classrooms mengemukakan definisi belajar

berdasarkan perspektif kognitif, yaitu : belajar adalah

perubahan struktur mental individual yang memeberikan


kapasitas untuk menunjukan perubahan perilaku. ( Nyayu

Khodijah, 2017 )

2. . Ciri-ciri Perubahan Sebagai Hasil Belajar

Dilihat dari definissi belajar di atas, maka tidak semua

perubahan perilaku yant terjadi pada individu dapat di katakan

sebagai hasil belajar :

1. Terjadi secara sadar

Perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar itu

sendiri.artinya individu yang mengalami perubahan itu

menyadari akan perubahan yang terjadi pada dirirnya.

2. Bersifat fungsional

Perubahan yang timbul karena proses belajar juga bersifat

fungsional.Artinya perubahan tersebut memberikan manfaat

yang luas. Setidaknya bermanfaat ketika siswa akan

menempuh ujian.

3. Bersifat aktif dan positif

Perubahan yang terjadi sebagai hasil belajar bersifat aktif dan

positif.

4. Bukan bersifat sementara

Perubahan yang terjadi seagai hasil belajar itu bukan bersifat

sementara, akan tetapi bersifat relative permanen

5. Bertujuan dan terarah


Perubahan yang terjadi karena belajar juga pasti bertujuan

dan terarah, artinya perubahan tersebut tidak terjadi tanpa

unsure kesengajaan dari individuyang bersangkutan untuk

mengubah perilakunya.

6. Mencakup seluruh aspek perilaku

Perubahan yang timbul karena proses belajar itu pada

umumnya mencakup seluruh aspek perilaku ( kpgnitif,

efektif, dan psikomotorik ). Ketiga aspek tersebjt saling

berkaitan satu sama lain, karena itu perubahan pada aspek

biasanya juga akan memengaruhi perubahanpada aspek

lainnya.

3. Bentuk-bentuk belajar

Bentuk-bentuk belajar yang umum di jumpai dalam proses

pembelajaran antara alain adalah :

1. Belajar abstrak

Belajar abstrak ialah belajar yang menggunakan cara-cara

berfikor abstrak. Tujuannya adalah untuk memperoleh

pemahaman dan pemecahan masalah yang tidak nyata.

2. Belajar keterampilan

Belajar keterampilan adalah belajar dengan menggunakan

gerakan-gerakan motorik yakni yang berhubungan dengan


urat-urat syaraf. Tujuannya adalah memperoleh dan menguasai

keterampilan jasmaniah tertentu.

3. Belajar social

4. Belajar social pada dasarnya adalah belajar memahami

masalah-masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan

masalah tersebut. ( Nyayu Khodijah, 2017 )

5. Tahapan-tahapan dalam belajar

Sebagai suatu proses perubahan, aktifitas belajar mengandung

tahapan-tahapan yang satu sama lain secara berurutan. Menurut

Albert Bandura ( dalam Syah, 2005 ). ( Nyayu Khodijah, 2017 )

1. Tahap perhatian

2. Tahap penyimpanan dalam ingatan

3. Tahap reproduksi

4. Tahap motivasi.

4. Prinsip-prinsip Belajar.

Beberapa prinsip umum belajar yang dikemukan beberapa ahli

(Sukmadinata, 2011:165-167 dan Hanaifah dan Suhana, 2010:18-

19) adalah sebagai berikut :

1. Belajar merupakan bagian dari perkembangan.

2. Belajar berlangsung seumur hidup

3. Keberhasilan belajar dipengaruhi oleh faktor bawaan

(heredity), faktor lingkungan (environment), kematangan (time


or maturation), serta usaha keras peserta didik sendiri

(endeavor).

4. Belajar mencangkup semua aspek kehidupan.

5. Kegiatan belajar berlangsung pada setiap tempat dan waktu,

baik dalam lingkungan keluarga (home schooling), sebagai

pendidikan awal (tarbiyatul ula) bagi lingkungan masyarakat

(nonformal education), dan di lingkungan sekolahnya (formal

education).

6. Belajar berlangsung dengan guru ataupun tanpa guru.

7. Belajar yang berencana dan disengaja menuntut motivasi yang

tinggi.

8. Dalam belajar dapat terjadi hambatan-hambatan lingkungan

internal seperti hambatan psikis dan fisik (psikosomatis), dan

eksternal, seperti lingkungan yang kurang mendukung, baik

sosial, budaya, ekonomi, keamanan, dan sebagainya.

9. Untuk kegiatan belajar tertentu diperlukan adanya bimbingan

dari orang lain, mengingat tidak semua bahan ajar dapat

dipelajari sendiri.

5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Prestasi Belajar

Syah (2010) menjelaskan bahwa “faktor-faktor yang

mempengaruhi prestasi belajar dapat dibedakan menjadi tiga

macam, yakni:
1. Faktor internal (faktor dari dalam siswa), keadaan jasmani dan

rohani dalam diri siswa.

2. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), kondisi lingkungan

disekitar siswa

3. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), jenis upaya

belajar siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan

siswa untuk melakukan kegiatan dan mempelajari materi pelajaran

yang berbeda.

6. Pengaruh ibu terhadap prestasi belajar anak

1. Ibu sebagai pendidik

Dalam mendidik anak peran ibu dibedakan menjadi tiga:

a. ibu sebagai pemenuh kebutuhan anak.

b. ibu sebagai suri tauladan anak.

c. ibu sebagai pemberi motivasi bagi kelangsungan kehidupan

anak. Peranan ibu sebagai pemenuh kebutuhan bagi anak ini

sangat penting terutama ketika dalam kebergantungan total

terhadap ibunya.seperti pada saat anak di usia sekolah yaitu

pada saat anak berusia 6 - 12 tahun. Ibu perlu menyediakan

waktu bukan saja untuk selalu bersama tapi juga berinteraksi

maupun berkomunikasi secara terbuka dan timbal balik

dengan anaknya.Selain itu ibu memiliki fungsi dalam

hidupnya yang salah satunya adalah bidang

pendidikan.Artinya bahwa tanggung jawab pendidikan secara


fitrah menyatu pada keberadaan perempuan sebagai

ibu.Karena sebagai fungsi, maka ibu tidak memiliki alasan

apapun untuk menolak tanggung jawabnya di bidang

pendidikan, terutama bagi anak-anaknya.Alasan karir, tugas

kemasayarakatan, dan tugas dakwah sekalipun belum cukup

menjadi alasan bagi ibu meninggalkan tugas mendidik

anaknya.Yang dipertanggungjawabkan bukan hanya hal-hal

yang bersifat fisik melainkan yang jauh lebih penting adalah

hal-hal yan bersifat non fisik, yaitu mengasuh dan mendidik

anak-anaknya, sehingga dapat tumbuh dan berkembang

sesuai dengan fitrahnya.

2. Peran mendidik anak bagi ibu bekerja

Untuk dapat menjadi ibu yang bermartabat dan terpuji, maka

ibu harus lebih mengutamakan tanggung jawabnya dalam

mendidik, kendatipun harus sibuk dalam karirnya.Karena ibu

adalah pendidik pertama dan utama. Namun demikian, suatu

keluarga yang ibunya aktif bekerja,kiranya keutuhan keluarga

akan tetap terjaga, jika suami mampu sharing dalam

mengemban tugas dengan istri, sehingga tanggung jawab

yang sangat berat dalam mendidik anak dapat diatasi (Wahab,

2012). Agar menjadikan anak sebagai individu yang

berperilaku baik dan terpuji, ibu harus memanfaatkan masa-

masa awal pertumbuhan dan perkembangan anaknya dengan


pengkondisian diri.Apapun kesibukan ibu dan selengkap

apapun pembantu ibu dalam suatu keluarga (karena kaya atau

tingginya derajat status sosialnya) pendampingan terhadap

anak perlu diupayakan secara optimal.Sentuhan kasih sayang

ibu secara langsung sangat berarti bagi anak (Wahab, 2012).

3. Pengaruh ibu terhadap prestasi belajar anak

Efek dari keterlibatan ibu dalam pendidikan belajar

anak yaitu secara umum anak menjadi sukses dalam

pembelajaran di sekolah karena ibu mendukung dan terlibat

pada pendidikan anak mereka.Kegiatan belajar anak di

sekolah cukup terbatas, sedangkan sisa waktunya terbanyak

merupakan tanggung jawab orang tua di rumah. Keterlibatan

ibu di rumah berupa bimbingan belajar dan dukungan lain

agar anak dapat mencapai prestasinya di sekolah.

4. Cara Menentukan Prestasi Belajar

Cara yang paling sesuai untuk melihat perkembangan

siswa atau prestasi belajar siswa dalam proses belajar

mengajar yakni dengan mengadakan evaluasi. Evaluasi

adalah pengumpulan data/informasi secara sistematis untuk

menetapkan apakah dalam kenyataan terjadi perubahan

dalam diri siswa. Evaluasi atau penilaian merupakan salah

satu bagian dari pendidikan, yang memusatkan perhatian

kepada program-program pendidikan untuk anak didik.


Lingkup evaluasi program pendidikan mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan, pembinaan dan pengembangan

program. Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa

pengukuran adalah suatu proses penentuan kecakapan,

penentuan penguasaan seseorang dengan membandingkan

dengan norma-norma tertentu sehingga muatan belajar dapat

diketahui.

Pada garis besarnya teknik evaluasi dapat dibedakan

menjadi dua macam, yaitu:

1) Teknik Tes

Perubahan yang ada dalam diri siswa baik

dalam pengetahuan, keterampilan dan sikapnya

menunjukkan bahwa anak tersebut mempunyai prestasi

belajar. Perubahan ini dapat dilihat secara langsung,

ataupun tidak langsung. Perubahan yang tidak dapat

dilihat secara langsung sebelumnya dapat diketahui

dengan cara pemberian tes.

Berdasarkan pendapat ini bahwa tes merupakan

alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui

atau mengukur keberhasilan siswa dalam kegiatan

belajar mengajar. Jadi tes yang digunakan dalam ujian

adalah untuk mengetahui sejauh mana siswa mencapai

keberhasilan atau prestasi belajar siswa setelah


mengetahui suatu mata pelajaran atau bidang studi

tertentu. Tes pada umumnya dipergunakan untuk

mengadakan penilaian terhadap intelegensi,

kemampuan dan kecakapan siswa di sekolah. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa tes adalah suatu

alat pengukur berhasil tidaknya suatu pengajaran yang

telah diterima anak didik di sekolah/Madrasah.

2) Teknik Non Tes

Teknik non tes pada umumnya dipergunakan

untuk menilai kemampuan siswa yang berhubungan

dengan kepribadian dan sikap sosialnya dalam proses

belajar mengajar di madrasah.

Anda mungkin juga menyukai