Anda di halaman 1dari 6

Jenis-Jenis Tanah Longsor

Ada 6 jenis tanah longsor, yakni : longsoran translasi, longsoran rotasi,


pergerakan blok, runtuhan batuan, rayapan tanah, dan aliran bahan
rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia.
Sedangkan longsoran yanng paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran
bahan rombakan (Nandi, 2007).
1. Longsoran Translasi
Longsoran translasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk merata atau menggelombang landai.

2. Longsoran Rotasi
Longsoran rotasi adalah bergeraknya massa tanah dan batuan pada
bidang gelincir berbentuk cekung.

3. Pergerakan Blok
Pergerakan blok adalah perpindahan batuan yang bergerak pada
bidang gelincir berbentuk rata. Longsoran ini disebut juga longsoran translasi
blok batu.
4. Runtuhan Batuan
Runtuhan batu terjadi ketika sejumlah besar batuan atau material lain
bergerak ke bawah dengan cara jatuh bebas. Umunya terjadi pada lereng
yang terjal hingga menggantung terutama didaerah pantai. Batu-batu besar
yang jatuh dapat menyebabkan kerusakan yang parah.

5. Rayapan Tanah
Rayapan tanah adalah jenis tanah longsor yang bergerak lambat. Jenis
tanahnya berupa butiran kasar dan halus. Jenis tanah longsor ini hampir
tidak dapat dikenal. Setelah waktu yang cukup lama longsor jenis rayapan
ini bisa menyebabkan tiang-tiang telepon, pohon, atau rumah miring ke bawah.

6. Aliran Bahan Rombakan


Jenis tanah longsor ini terjadi ketika massa tanah bergerak didorong
oleh air. Kecepatan aliran tergantung pada kemiringan lereng, volume dan
tekanan air, dan jenis materialnya.
Gerakannya terjadi di sepanjang lembah
dan mampu mencapai ratusan meter jauhnya. Di beberapa tempat bisa
sampai ribuan meter seperti di daerah aliran sungai di sekitar gunung api.
Aliran tanah ini dapat menelan korban cukup banyak.

Daftar rujuksn
http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/1979010120050
11-
NANDI/geologi%20lingkungan/BUKU_LONGSOR.pdf__Pengayaan_Geologi
_Lingkungan.pdf
Manajemen pra bencana:
Mitigasi bencana tanah longsor
Mitigasi bencana longsor lahan adalah suatu usaha memperkecil jatuhnya
korban manusia dan atau kerugian harta benda akibat peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia, dan oleh keduanya yang
mengakibatkan jatuhnya korban, penderitaan manusia, kerugian harta benda,
kerusakan sarana dan prasarana, dan fasilitas umum serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat (Somantri, 2008).
Mitigasi merupakan sebuah langkah yang diambil secara independen dari
situasi darurat. Coppola (dalam Kusumasari, 2014: 23) menjelaskan bahwa ada dua
jenis mitigasi yaitu:
1. Mitigasi struktural, didefinisikan sebagai usaha pengurangan risiko yang
dilakukan melalui pembangunan. Upaya ini mencakup ketahanan konstruksi,
sistem pendeteksi, relokasi, dan penanggulangan infrasturuktur untuk
keselamatan hidup.
2. Mitigasi non struktural, meliputi pengurangan kemugkinann atau konsekuensi
rrisiko melalui modifikasi perilaku mannusia atau alam. Di dalam teknik ini
terdapat program pendidikan, dan kesadaran masyarakat, serta pengendalian
lingkungan.
Mitigasi struktural ditujukan dalam rangka pembuatan infrastruktur sebagai upaya
minimalisasi dampak dari bencana tanah longsor. Upaya mitigasi struktural yang
telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Banjarnegara, dalam hal ini melalui
BPBD Kabupaten Banjarnegara diantaranya (Rahman, 2015):
1. Penyusunan data base daerah potensi bahaya
Data base daerah potensi bencana merupakan koleksi data-data yang saling
berhubungan mengenai suatu potensi kerawanan. Melalui penyusunan data
base daerah potensi bahaya longsor. Pada tahun 2015, sebanyak 46
desa/dusun/dukuh dengan total 803 rumah masuk dalam ketegori rawan
longsor. Selain itu, terdapat beberapa peta wilayah Kabupaten
Banjarnegara dengan fokus wilayah rawan longsor. Peta tersebut termasuk
dalam data base yang telah disusun oleh BAPPEDA Kabupaten
Banjarnegara. Peta merupakan salah satu bagian terpenting dalam upaya
mitigasi struktural. Melihat kondisi Kabupaten Banjarnegara yang
sebagian besar wilayahnya rawan terhadap bencana, memang perlu data
base yang akurat sehingga masyarakat mengerti dan memahami kondisi
lingkungan yang ditinggali. Peta lainnya yang diperlukan sebagai bagian
data base penting dalam upaya mitigasi bencana struktural ini adalah peta
curah hujan dan peta daerah rawan bencana. Melalui peta ini, BPBD
Kabupaten Banjarnegara melakukan upaya mitigasi struktural lainnya,
yaitu dengan adanya pemasangan alat pendeteksi dini bencana longsor.
2. Pemasangan Early Warning System (EWS)
Pemasangan alat peringatan dini (early warning system/EWS) harus
terpasang di semua zona yang diindikasikan memiliki kerentanan terhadap
bencana alam. Melalui alat ini, warga disekitar lokasi rawan akan
mendapat peringatan ketika terjadi pergeseran tanah.
Selain EWS sederhana ini, terdapat pula EWS canggih Extensometer yang
merupkaan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Cara kerja
Extensometer sedikit berbeda dengan alat canggih EWS yang sebelum ini
ada karena hasil pelaporan alat canggih ini dikirimkan dalam bentuk Short
Message Sevice (SMS) kepada sejumlah nomor tertentu. Melalui alat ini,
begitu terdapat gerakan atau tanda-tanda gerakan tanah, extensometer
secara otomatis akan mengirimkannya kepada nomor penting yang telah
dipilih seperti Kepala RT, Kadus, Satgas SAR desa, Camat, kepala BPBD,
Komandan SAR Kabupaten, dan Bupati.
Mitigasi Non Struktural Bencana Tanah Longsor:
1. Pemberian Informasi
Pemberian informasi yang sudah dilakukan oleh BPBD Kab.
Banjarnegara adalah dengan pemasangan poster bahaya longsor serta
tanda daerah rawan longsor. Hal ini dimaksudkan agar setiap
masyarakat menyadari bahaya tanah longsor yang sering terjadi.
2. Sosialisasi
Sosialisasi secara aktif telah dilakukan oleh BPBD Kabupaten
Banjarnegar dibeberapa lokasi tertentu. Diantaranya adalah di wilayah
rawan bencana serta di sekolahsekolah. Hal ini bermaksud untuk dapat
memberikan kesadaran secara dini kepada masyarakat tentang
pentingnya mitigasi bencana. Materi sosialisasi yang diberikan
diantaranya adalah pengenalan mengenai bencana, upaya mitigasi
bencana, dan apa yang dilakukan oleh masyarakat sebelum terjadi
bencana, saat terjadi bencana maupun pasca bencana.
3. Pelatihan dan Simulasi Bencana
Pelatihan kepada masyarakat diperlukan agar masyarakat mengerti
dan memahami apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana.
Pelatihan yang dilakukan tidak hanya melibatkan masyarakat, namun
juga SKPD terkait beserta relawan. Kegiatan utama pada pelatihan
yang dilakukan oleh BPBD Kab. Banjarnegara adalah gladi evakuasi
atau simulasi bencana.
Gladi evakuasi atau simulasi bencana dibuat untuk lebih
mempersiapkan masyarakat kepada kondisi nyata apabila terjadi
bencana tanah longsor yang sesungguhnya. Apa yang akan dilakukan,
barang-barang apa saja yang akan dibawa dan ke arah mana harus
menyelamatkan diri serta siapa yang diselamatkan terlebih dahulu dan
lain sebagainya. Simulasi bencana dilakukan untuk lebih kepada
mempersiapkan kondisi masyarakat dalam menghadapi bencana dan
mengurangi situasi panik sebagai dampak ikutan dari bencana yang
dapat menambah jatuhnya korban.
Daftar rujukan:

Somantri,Lili. 2008. Kajian mitigasi bencana longsor lahan. (Online),


(http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._GEOGRAFI/132314
541-LILI_SOMANTRI/mitigasi_bencana.pdf), diakses 7 April 2018.
Puri, D.P.,& Khaerani, T.R. 2017. Strategi mitigasi tanah longsor di
Kabupaten Purworejo. (Online),
(https://ejournal3.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/15567/1505
9), diakses 7 April 2018.

Anda mungkin juga menyukai