ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan keadaan yang relatif lebih mandiri ( Sarlito,
2007: 9 )
Remaja merupakan periode yang panjang dan beberapa remaja awal memiliki sedikit
motivasi untuk menempuh tuntutan dari tugas perkembangan untuk usia remaja awal. Berbeda
dengan remaja akhir, dimana remaja akhir telah mempersiapkan diri menuju ke arah kedewasaan
Kenakalan remaja biasa disebut dengan Juvenile; berasal dari bahasa latin yang artinya
anak-anak, anak muda, ciri karakteristik pada masa muda, sifat-sifat khas pada periode remaja,
sedangkan delinquent berasal dari bahasa latin yang berarti terabaikan, mengabaikan, yang
kemudian diperluas artinya menjadi jahat, nakal, anti sosial, kriminal, pelanggar aturan, pembuat
ribut, dan sebagainya. Juvenile delinquency atau kenakalan remaja adalah perilaku jahat atau
kenakalan anak-anak muda, merupakan gejala sakit (patologis) secara sosial pada anak-anak dan
remaja disebaban oleh satu bentuk pengabaian sosial, sehingga mereka mengembangkan bentuk
perilaku yang menyimpang. Istilah kenakalan remaja mengacu pada suatu rentang yang luas, dari
tingkah laku yang tidak dapat diterima sosial sampai pelanggaran status hingga tindak kriminal. (
Kusumanto mendefinisikan juvenile delinquency atau kenakalan anak dan remaja ialah
tingkah laku individu yang bertentangan dengan syarat-syarat dan pendapat umum yang
dianggap sebagai acceptable dan baik oleh suatu lingkungan atau hukum yang berlaku di suatu
Sarlito (2007) mengungkapkan kenakalan remaja sebagai tingkah laku yang menyimpang
dari norma-norma hukum pidana, sedangkan Kartini Kartono (1985) menyebutkan bahwa
16
kenakalan remaja adalah tingkah laku melawan norma yang diperbuat oleh anak yang belum
dewasa.
Menurut John W. Santrock ( 2007 : 255 ) menyatakan bahwa kenakalan remaja adalah
perilaku yang merujuk pada tindakan yang tidak dapat diterima secara sosial arau status
remaja adalah perilaku remaja untuk melakukan tindakan yang melanggar aturan yang dapat
mengakibatkan kerugian dan kerusakan baik terhadap dirinya sendiri maupun orang lain yang
Menurut Kartini Kartono (2008:17), remaja nakal itu mempunyai karakteristik umum
yang sangat berbeda dengan remaja yang tidak nakal. Perbedaan itu mencakup, perbedaan
sturktur intelektual, perbedaan fisik dan psikis, dan ciri karakteristik individual.
Perbedaan sturktur intelektual pada umumnya intelegensi mereka tidak berbeda dengan
intelegensi remaja yang normal, namun jelas terdapat fungsi-fungsi kognitif khusus yang
berbeda. Biasanya remaja nakal ini mendapatkan nilai lebih tinggi untuk tugas-tugas prestasi dari
pada nilai untuk keterampilan verbal ( tes Wechsler ). Mereka kurang toleran terhadap hal-hal
yang ambisius biasanya mereka kurang mampu memperhitungkan tingkah laku orang lainbahkan
tidak menghargai pribadi lain dan menganggap orang lain sebagai cermin dari diri sendiri.
Sedangkan perbedaan fisik dan psikis pada anak remaja yang nakal ini lebih “idiot secara
moral” dan memiliki perbedaan cirri karakteristik yang jasmaniah sejak lahir jika dibandingkan
17
dengan remaja normal. Bentuk tubuh mereka lebih kekar, berotot, kuat, dan pada umumnya
bersikap lebih agresif. Hasil penelitian juga menunjukkan ditemukannya fungsi fisiologis dan
neurologis yang khas pada remaja nakal ini, yaitu: mereka kurang bereaksi terhadap stimulus
Ciri karakteristik individual remaja nakal mempunyai sifat kepribadian kusus yang
menyimpang, seperti (a) rata-rata remaja nakal ini hanya berorientasi pada masa sekarang,
bersenang-senang dan puas pada hari ini tanpa memikirkan masa depan, (b) kebanyakan dari
mereka tergantung secara emosional, (c) mereka kurang bersosialisasi dengan masyarakat
normal, sehingga tidak mampu mengenal norma-norma kesusilaan, dan tidak bertanggung jawab
secara sosial, (d) mereka senang menceburkan diri dalam kegiatan tanpa berpikir yang
merangsang rasa kejantanan, walaupun mereka menyadari besarnya resiko dan bahaya yang
terkandung di dalamnya, (e) pada umumnya mereka sangat impulsive dan suka tantangan dan
bahaya, (f) hati nurani tidak atau kurang lancer fungsinya, (g) kurang memiliki disiplin diri dan
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa remaja nakal biasanya berbeda dengan
remaja yang tidak nakal. Remaja nakal biasanya lebih ambivalen terhadap otoritas, percaya diri,
pemberontak, mempunyai kontrol diri yang kurang, tidak mempunyai orientasi pada masa depan
dan kurangnya kemasakan sosial, sehingga sulit bagi mereka untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungan sosial.
Faktor-faktor kenakalan remaja menurut santrock (1996) lebih rinci dijelaskan sebagai
berikut :
18
a. Identitas
Menurut teori yang dikemukakan oleh Erickson (dalam Santrock, 1996 ) masa remaja ada
pada tahap dimana krisis indenitas versus difusi identitas harus diatas. Perubahan biologis dan
nila-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peran yang
Erickson percaya bahwa delinkuensi pada remaja ditandai dengan kegagalan remaja
untuk mencapai integrasi yang kedua, yang melibatkan aspek-aspek peran identitas. Ia
mengatakan bahwa remaja yang memiliki masa balita, masa kanak-kanak atau masa remaja yang
membatasi mereka dari berbagai peranan sosial yang dapat diterima atau yang membuat mereka
merasa tidak mampu memenuhi tuntutan yang dibebankan pada mereka, mungkin akan memiliki
perkembangan identitas yang negatif. Beberapa dari remaja mungkin akan mengambil bagian
dalam tindak kenakalan, oleh karena itu bagi Erickson, kenakalan adalah suatu upaya untuk
b. Kontrol diri
kontrol diri yang cukup dalam hal tingkah laku. Beberapa anak gagal dalam mengembangkan
kontrol diri yang esensial yang sudah dimiliki orang lain selama proses pertumbuhan.
Kebanyakan remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan
19
tingkah laku yang tidak dapat diterima, namun remaja yang melakukan kenakalan tidak
mengenali hal ini. Mereka mungkin gagal membedakan tingkah laku yang dapat diterima dan
tingkah laku yang tidak dapat diterima, atau mungkin mereka sebenarnya sudah mengetahui
perbedaan antara keduanya namun gagal mengembangkan kontrol yang memadai dalam
menggunakan perbedaan itu untuk membimbing tingkah laku mereka. Hasil penelitian yang
dilakukan Santrock (1996) menunjukkan bahwa ternyata kontrol diri mempunyai peranan
penting dalam kenakalan remaja. Pola asuh orangtua yang efektif di masa kanak-kanak
(penerapan strategi yang konsisten, berpusat pada anak dan tidak aversif) berhubungan dengan
dicapainya pengaturan diri oleh anak. Selanjutnya, dengan memiliki ketrampilan ini sebagai
c. Usia
serius nantinya di masa remaja, namun demikian tidak semua anak yang bertingkah laku seperti
ini nantinya akan menjadi pelaku kenakalan, seperti hasil penelitian da McCord (dalam Kartini
Kartono, 2008) yang menunjukkan bahwa pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal tipe terisolir
meninggalkan tingkah laku kriminalnya. Paling sedikit 60% dari mereka menghentikan
d. Jenis kelamin
Remaja laki-laki lebih banyak melakukan tingkah laku anti-sosial daripada perempuan.
Menurut catatan kepolisian pada umumnya jumlah remaja laki-laki yang melakukan kejahatan
dalam kelompok diperkirakan 50 kali lipat daripada reng remaja perempuan (Kartini Kartono,
2008).
20
Remaja yang menjadi pelaku kenakalan seringkali memiliki harapan yang rendah
terhadap pendidikan di sekolah. Mereka merasa bahwa sekolah tidak begitu bermanfaat untuk
kehidupannya sehingga biasanya nilai-nilai mereka terhadap sekolah cenderung rendah. Mereka
tidak mempunyai motivasi untuk sekolah. Riset yang dilakukan oleh Janet Chang dan Thao N.
Lee (2005) mengenai pengaruh orangtua, kenakalan teman sebaya, dan sikap sekolah terhadap
prestasi akademik siswa di Cina, Kamboja, Laos dan remaja Vietnam menunjukkan bahwa faktor
yang berkenaan dengan orangtua secara umum tidak mendukung banyak, sedangkan sikap
sekolah ternyata dapat menjembatani hubungan antara kenakalan teman sebaya dan prestasi
akademik.
f. Proses keluarga
Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktivitas anak,
kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi
pemicu timbulnya kenakalan remaja. Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-
rekannya ( dalam Santrock, 1996 ) menunjukkan bahwa pengawasan orangtua yang tidak
memadai terhadap keberadaan remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai
merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya kenakalan remaja.
Perselisihan dalam keluarga atau stress yang dialami keluarga juga berhubungan dengan
kenakalan. Faktor genetik juga termasuk pemicu timbulnya kenakalan remaja, meskipun
remaja untuk nakal. Pada sebuah penelitian Santrock (1996) terhadap 500 pelaku kenakalan dan
500 remaja yang tidak melakukan kenakalan di Boston, ditemukan persentase kenakalan yang
lebih tinggi pada remaja yang memiliki hubungan regular dengan teman sebaya yang melakukan
kenakalan.
Ada kecenderungan bahwa pelaku kenakalan lebih banyak berasal dari kelas sosial
ekonomi yang lebih rendah dengan perbandingan jumlah remaja nakal di antara daerah
perkampungan miskin yang rawan dengan daerah yang memiliki banyak privilege diperkirakan
50 : 1 ( Kartini Kartono, 2008 ). Hal ini disebabkan kurangnya kesempatan remaja dari kelas
sosial rendah untuk mengembangkan keterampilan yang diterima oleh masyarakat. Mereka
mungkin saja merasa bahwa mereka akan mendapatkan perhatian dan status dengan cara
melakukan tindakan anti-sosial. Menjadi “tangguh” dan “maskulin” adalah contoh status yang
tinggi bagi remaja dari kelas sosial yang lebih rendah, dan status seperti ini sering ditentukan
oleh keberhasilan remaja dalam melakukan kenakalan dan berhasil meloloskan diri setelah
melakukan kenakalan.
model yang melakukan aktivitas kriminal mereka. Masyarakat seperti ini sering ditandai dengan
kemiskinan, pengangguran, dan perasaan tersisih dari kaum kelas menengah. Kualitas sekolah,
22
pendanaan pendidikan, dan aktivitas lingkungan yang terorganisir adalah faktor-faktor lain dalam
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor yang paling berperan
menyebabkan timbulnya kecenderungan kenakalan remaja adalah faktor keluarga yang kurang
harmonis dan faktor lingkungan lingkungan terutama teman sebaya yang kurang baik, karena
pada masa ini remaja mulai bergerak meninggalkan rumah dan menuju teman sebaya, sehingga
minat, nilai, dan norma yang ditanamkan oleh kelompok lebih menentukan perilaku remaja
dibandingkan dengan norma, nilai yang ada dalam keluarga dan masyarakat.
Kelompok ini merupakan jumlah terbesar dari remaja nakal. Pada umumnya mereka tidak
menderita kerusakan psikologis. Perubahan nakal mereka didorong oleh faktor-faktor berikut :
1) Keinginan meniru dan ingin menyatu dengan gengnya, jadi tidak ada motivasi,
subkultur kriminal, sampai kemudian dia ikut bergabung. Remaja merasa diterima,
banyak frustasi. Sebagai jalan keluarnya, remaja memusakan semua kebutuhan dasarnya
23
di tengah lingkungan kriminal. Geng remaja nakal memberikan alternative hidup yang
menyenangkan.
4) Remaja dibesarkan dalam keluarga tanpa atau sedikit sekali mendapatkan supervise dan
terhadap tekanan dari lingkungan sosial, mereka mencari panutan dan rasa aman dari
kelompok gengnya, namun pada usia dewasa, mayoritas remaja nakal ini meninggalkan
perilaku kriminalnya, paling sedikit 60% dari mereka menghentikan perilakunya pada
usia 21 – 23 tahun. Hal ini disebabkan oleh proses pendewasaan dirinya sehingga remaja
menyadari adanya tanggung jawab sebagai orang dewasa yang mulai memasuki peran
Pada umumnya, remaja nakal tipe ini menderita gangguan kejiwaan yang cukup serius,
antara lain berupa kecemasan, merasa selalu tidak aman, merasa bersalah dan berdosa, dan lain
1) Perilaku nakalnya bersumber dari sebab-sebab psikologis yang sangat dalam, dan bukan
hanya berupa adaptasi pasif menerima norma dan nilai subkultur geng yang kriminal itu
saja.
2) Perilaku kriminal mereka merupakan ekspresi dari konflik batin yang belum
4) Remaja nakal ini yang berasal dari kelangan menengah, namun pada umumnya keluarga
mereka mengalami banyak ketegangan emosional yang parah, dan orangtuanya biasanya
c. Kenakalan psikotik
Delinkuensi psikopatik ini sedikit jumlahnya, akan tetapi dilihat dari kepentingan umum
dan segi keamanan, mereka merupakan oknum kriminal yang paling berbahaya. Ciri tingkah laku
mereka adalah :
1) Hampir seluruh remaja delinkuen psikopatik ini berasal dan dibesarkan dalam lingkungan
keluarga yang ekstrim, brutal, diliputi banyak pertikaian keluarga, berdisiplin keras
namun tidak konsisten, dan orangtuanya selalu menyia-nyiakan mereka, sehingga mereka
tidak mempunyai kapasitas untuk menumbuhkan afeksi dan tidak mampu menjalin
dapat diduga. Mereka pada umumnya sangat agresif dan impulsif, biasanya mereka
residivis yang berulang kali keluar masuk penjara, dan sulit sekali diperbaiki.
4) Mereka selalu gagal dalam menyadari dan menginternalisasikan norma-norma sosial
yang umum berlaku, juga tidak perduli terhadap norma subkultur gengnya sendiri.
5) Kebanyakan dari mereka juga menderita gangguan neurologis, sehingga mengurangi
integrasi diri, ornagnya tidak pernah bertanggung jawab secara moral, selalu mempunyai
konflik dengan norma sosial dan hokum. Mereka sangat egoistis, anti-sosial dan selalu
25
menentang apa dan siapapun. Sikapnya kasar, kurang ajar, dan sadis terhadap siapapun
tanpa sebab.
Defek (defect, defectus) artinya rusak, tidak lengkap, salah, cedera, cacat, atau kurang.
Delinkuensi defek moral mempunyai ciri-ciri : selalu melakukan tindakan anti-sosial, walaupun
pada dirinya tidak terdapat penyimpangan, namun ada disfungsi pada intelegensinya. Kelemahan
para remaja delinkuensi tipe ini adalah mereka tidak mampu mengenal dan memahami tingkah
lakunya yang jahat, juga tidak mampu mengendalikan dan mengaturnya, mereka selalu ingin
terganggu, sikapnya sangat dingin tanpa afeksi, jadi ada kemiskinan afektif dan sterilitas
emosional. Terdapat kelemahan pada dorongan instinktif yang primer, sehingga pembentukan
super egonya sangat lemah. Impulsnya tetap pada tarif primitif sehingga sukar dikontrol dan
dikendalikan. Mereka merasa cepat puas dengan prestasinya, namun perbuatan mereka sering
disertai agresivitas yang meledak. Remaja yang defek moralnya biasanya menjadi penjahat yang
sukar diperbaiki. Mereka adalah para residivis yang melakukan kejahatan karena di dorong oleh
naluri rendah, implus, dan kebiasaan primitive, di antara para penjahat residivis remaja, kurang
lebih 80% mengalami kerusakan psikis, berupa disposisi dan perkembangan mentalnya yang
salah, jadi mereka menderita defek mental. Hanya kurang dari 20% yang menjadi penjahat
Jensen (dalam Sarlito, 2007:207) membagi kenakalan remaja menjadi empat bentuk
yaitu:
26
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain : perkelahian, perkosaan,
Hurlock (1973) berpendapat bahwa kenakalan yang dilakukan remaja terbagi dalam
mencopet.
c. Perilaku yang tidak terkendali, yaitu perilaku yang tidak mematuhi orangtua dan guru
seperti membolos, mengendarai kendaraan tanpa surat izin, dan kabur dari rumah.
d. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan orang lain, seperti mengendarai motor
Dari beberapa bentuk kenakalan pada remaja dapat disimpulkan bahwa semuanya
menimbulkan dampak negatif yang tidak baik bagi dirinya sendiri dan orang lain, serta
lingkungan sekitarnya. Adapun aspek-aspeknya diambil dari pendapat Jensen (dalam Sarlito,
2007). Terdiri dari aspek perilaku yang melanggar aturan dan status, perilaku membahayakan diri
sendiri dan orang lain, perilaku yang mengakibatkan korban materi, dan perilaku yang
B. Keharmonisan Keluarga
1. Pengertian Keluarga
27
Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksankan proses sosialisasi dan
sivilisasi pribadi anak. Di tengah keluarga anak belajar mengenal makna cinta-kasih, simpati,
loyalitas, ideologi, bimbingan dan pendidikan (Kartini Kartono, 2008 : 120). Simanjuntak
keluarga dari pihak ayah dan ibu yang masih hidup, adik dan kakak dari ayah dan ibu, istri dan
anak, orang tua ayah dan ibu, orang tua istri atau suami adik atau kakak ayah dan ibu, paman dan
bibi dari ayah dan ibu, sampai pada nenek-kakek dari ayah dan ibu, sepanjang mereka masih
b. Keluarga modern
Keluarga di dunia modern terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keinginan untuk berdiri
sendiri dilapangan ekonomi menyebabkan jumlah anggota keluarga semakin kecil, ikatan
ekonomi yang dirasakan hanya ada diantara orang tua dan anak-anak yang belum dewasa,
mereka yang sudah dewasa dan mempunyai pencaharian sendiri, sudah menikah tidak lagi
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian keluarga adalah suatu kelompok
orang yang terkait dan hidup bersama yang dilakukan oleh ikatan perkawinan dan mempunyai
Keharmoisan keluarga adalah keluarga yang mempunyai hubungan selaras antara anggota
keluarga. Seperti yang diungkapkan Sarlito (1992 : 42) bahwa keluarga yang harmonis adalah
keluarga yang bahagia, dimana setiap anggota keluarganya mempunyai kepuasan batin dan
bahagia.
Setiap individu dalam keluarga yang harmonis mempunyai kepribadian yang utuh, tidak
mudah kecewa, putus asa, dan tidak banyak terlibat konflik-konflik yang dapat menebabkan
gangguan kejiwaan.
Keluarga harmonis adalah keluarga yang tenang dan tentram serta rukun dan damai
(Hasan Basri, 1996 : 16). Dalam kamus umum Bahasa Indonesia, kata harmonis apabila dilihat
dari etimologinya dapat berarti serasi, selaras (WJS Poerwadarminto, 1996 : 374). Suatu keadaan
yang sifatnya memiliki hubungan yang baik. Apabila dikaitkan dengan kata keluarga yang di
depannya maka merupakan suatu gambaran dari keadaan keluarga tersebut. Dengan kata lain
Menurut Singgih D. Gunarsa (2001 : 210) keluarga harmonis adalah keadaan bahagia
yang dirasakan oleh sebuah keluarga yang dipengaruhi oleh interaksi antar keluarga, selain hal
tersebut keharmonisan keluarga juga melibatkan emosional dan perasaan yang dirasakan oleh
29
para anggota keluarga untuk dapat lebih merasakan penderitaan ataupun kebahagiaan yang
dirasakan.
Keharmonisan keluarga dapat tercipta bila orang tua dapat menciptakan kehangatan dan
memenuhi kebutuhan fisik, mental, dan sosial, bagi semua anggota keluarga. Keharmonisan
keluarga timbul dalam proses interaksi sosial, dimana peran ayah, ibu, dan anak serta peran
orang tua lain seperti kakek, nenek, paman, dan bibi sangat mendukung tercapainya
keharmonisan keluarga. Jadi pengertian keharmonisan itu sendiri tidak terlepas dari cinta, karena
dalam keluarga yang harmonis sudah pasti memiliki hubungan keluarga yang harmonis, seperti
antar pribadi,
Pendapat lain dikemukakan oleh CH. Hartini (1993 : 4) yang mendefinisikann bahwa
keharmonisan keluarga adalah suatu kondisi keseharian keluarga di dalam rumah tangga; suami,
istri, dan anak-anak saling pengertian, saling menghormati, dan menyayangi tanpa ada rasa
curiga-mencurigai.
Maka dapat dikatakan keluarga sebagai kelompok yang tinggal bersama dan memiliki
suatu hubungan dimana adanya pengertian, saling menghormati dan menyayangi akan timbul
anak, dan menjadi unit sosial terkecil memberikan fondasi primer bagi perkembangan anak.
Baik-buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik atau buruknya perkembangan jiwa
dikatakan harmonis apabila dalam rumah tangga tersebut anggota keluarga mempunyai kepuasan
batin, tidak banyak terlibat konflik, adanya rasa pengertian, menghormati, dan saling
Keharmonisan keluarga tidak dapat dirasakan begitu saja setelah berdirinya bangunan
keluarga, karena bagaimanapun dalam sebuah keluarga ditemukan persoalan-persoalan baik itu
antara suami-istri atau orang tua dan anak-anaknya. Seperti yang banyak terjadi di kota-kota
besar, tidak jarang ditemukan orang tua yang bekerja sampai larut malam meninggalkan anak-
anaknya dirumah, hal ini dapat menyebabkan hubungan antara anggota keluarga tersebut
semakin sempit. Tapi bagaimanapun juga yang terpenting disini adalah mutu hubungan itu
Menurut Chamin Zarkasyi (1998 : 50) kondisi harmonis mempunyai criteria sebagai
berikut :
melainkan psikologis
31
Nick Stimmet dan John DeFrain (1987) dalam studinya yang berjudul “ The National
Study on Family Strength “ (dalam Dadang Hawari, 1996 : 22 ) keluarga yang harmonis dapat
terlihat adanya :
keluarga sebagai ikatan kelompok yang kuat, tidak longgar, dan tidak rapuh
f. Dalam mengatasi krisis yang mungkin timbul, para anggota keluarga sepakat untuk
Berkaitan dengan pengukuran keharmonisan keluarga maka skala yang akan digunakan
disusun berdasarkan criteria dapat disimpulkan ciri-ciri yang memiliki keharmonisan keluarga
adalah kehidupan beragama, waktu bersama, komunikasi yang baik, saling menghargai, masing-
masing anggota keluarga memiliki keterkaitan dalam mengatasi krisis yang mungkin timbul/
Dalam bab ini yang diajukan sebagai Blue Print untuk alat ukur mengacu pada teori Nick
Keharmonisan keluarga tidak begitu banyak saja terbentuk setelah berdirinya bangunan
antara suami-istri atau orang tua dan anak-anaknya. Seperti di zaman sekarang terutama di kota
besar tidak jarang ditemukan orang tua yang bekerja sampai larut malam meninggalkan anak-
32
anaknya dirumah, hal ini menyebabkan hubungan antara anggota keluarga semakin sempit. Tapi
bagaimanapun juga yang terpenting disini adalah mutu hubungan itu sendiri dan bukan diatur
Menurut Price (dalam Perlmuter & Hall, 1992 : 195) hubungan orang tua dengan anak
juga dapat mempengaruhi keharmonisan keluarga. Artinya apabila hubungan orang tua dengan
anak dapat terjalin dengan baik maka dapat meningkatkan keharmonisan keluarga.
Gunarsa (1990 : 42) mengatakan “suatu keluarga harmonis sejahtera haruslah dipupuk
hubungan yang baik antara anggota keluarga“. Dalam hal ini ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan, yaitu :
a. Perhatian
Perhatian dapat diartikan sebagai menaruh hati pada seluruh anggota keluarga. Orang tua
dan keluarga harus mengarah perhatian untuk mencari lebih mendalam seab-sebab
b. Pengertian
Usaha mencari tahu mengenai anggota keluarga yang “dekat” yakni seluruh anggota
keluarga mengetahui sikap perubahan di dalam anggota keluarga dan perubahan anggota-
pengenalan diri yang baik antara anggota keluarga. Jika ini tercapai maka masalah yang
timbul akan cepat terungkap dan teratasi. Dengan demikian dapat mengurangi masalah di
dalam keluarga.
c. Sikap Menerima
Sikap menerima berarti menerima kelebihan dan kekurangan. Ini perlu agar tidak
perkembangan lainnya.
d. Peningkatan Usaha
Setelah setiap anggota keluarga diterima dengan segala kekurangannya, yang lemah
menduduki tempatnya masing-masing dalam keluarga perlu peningkatan usaha. Ini dapat
dilakukan dengan mengembangkan setiap aspek dari anggota secara optimal yang
disesuaikan dengan kemampuan setiap individu dengan dukungan dari sleuruh anggota
keluarga.
e. Penyesuaian
Meliputi perubahan terhadap diri sendiri, anggota keluarga lainnya dan perubahan di luar
keluarga, seorang anak atau remaja yang dibesarkan dalam kondisi keluarga harmonis,
maka resiko untuk berperilaku anti-sosial maupun menyimpang lebih kecil dibandingkan
Sedangkan menurut Pasurdi Suparlan (1996 : 32) untuk dapat tercapainya kehidupan
keluarga yang harmonis jalan terbaik adalah menghindari konflik diantara sesama anggota
34
keluarga. Adapun cara-cara yang dapat dilakukan antara lain misalnya : menhindari sumber-
sumber yang dapat memungkinkan terjadinya konflik, menhindarkan kawin campur dengan lain
suku bangsa bila masing-masing pelaku tidak mempunyai kesiapan pengetahuan untuk hidup
serba berbeda dengan cara hidup yang biasa dijalani, membagi hak-hak dan kewajiban di antara
amggota keluarga secara consensus dan terakhir adalah pemberian fasilitas oleh suami-istri
terhadap anak-anak secara adil dan merata sesuai kedudukan dan peranan mereka masing-masing
dalam keluarga.
Sebuah keluarga dikatakan harmonis apabila struktur keluarga itu utuh dan interaksi
diantara anggota keluarga berjalan dengan baik, artinya hubungan psikologis diantara mereka
cukup memuaskan cukup memuaskan dirasakan oleh setiap anggota keluarga (Sofyan. S, 2007 :
105)
Untuk menciptakan suasana rumah tangga yang harmonis harus disertai dengan adanya
komunikasi efektif, dapat mengatasi permasalahan dalam keluarga, dan adanya sikap saling
percaya dan tidak ada saling curiga di antara suami-istri dan anak-anak, sehingga dengan
Berdasarkan uraian diatas maka akan dapat disimpulkan ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi keharmonisan keluarga menjadi empat faktor. Keempat faktor dapat diuraikan di
bawah ini :
a. Perhatian
Meliputi menaruh hati pada seluruh anggota keluarga terhadap suatu kejadian atau
permasalahan, mencari tahu tentang perubahan sikap di dalam keluarga juga menerima
memperkembangkan setiap aspek dari anggota keluarga secara optimal, dan adanya
Meliputi penyesuaian terhadap diri sendiri juga anggota keluarga lainnya, adanya sikap
kontrol orang tua yang konsisten, komunikasi yang baik antar anggota yang terjalin baik,
adanya komunikasi sesama anggota kleuarga, dan saling menghargai sesama anggota
keluarga.
c. Tanggung jawab
Meliputi kehidupan beragama yang terdapat dalam keluarga, adanya keterikatan antara
masing-masing anggota keluarga sebagai ikatan keluarga yang kuat serta mampu
d. Waktu bersama
Meliputi adanya kebersamaan orang tua dan anak di rumah, dan adanya waktu yang
Dadang Hawari (1996 : 238) mengemukakan kondisi keluarga yang tidak sehat yang
rumah
c. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-inu-anak) yang tidak baik (buruk)
d. Ungkapan kasih sayang orang tua kepada anak, dalam bentuk materi dari pada kejiwaan
(psikologis)
ketidakharmonisan atas keluarga tersebut, dapat dilakukan dengan menekankan hal-hal yang
Remaja
Suatu perubahan merupakan siklus kehidupan yang harus dilewati setiap individu.
Perubahan ini meliputi berbagai aspek kehidupan dan member dampak pada perilaku individu
tersebut. Usia remaja merupakan usia yang rentan terhadap berbagai perubahan sebagai akibat
dari pertumbuhan fisik dan kelenjar. Kemampuan remaja untuk menanggapi setiap perubahan
Ketidaksiapan dan ketidakmampuan remaja untuk menghadapi tekanan sosial dan situasi
yang baru akan mendatangkan konflik dalam dirinya. Kemudian mengarahkan remaja
kedudukan yang primer dan fundamental, oleh sebab itu keluarga mempunyai peranan yang
besar dan vital dalam mempengaruhi kehidupan seorang anak, terutama pada tahap awal maupun
tahap-tahap kritisnya. Keluarga yang gagal member cinta kasih dan perhatian akan memupuk
kebencian, rasa tidak aman dan tindak kekerasan kepada anak-anaknya. Demikian pula jika
keluarga tidak dapat menciptakan suasana pendidikan, maka hal ini akan menyebabkan anak-
Dalam proses tumbuh kembang anak, pengaruh lingkungan keluarga ikut member warna
dan bentuk pada kepribadian anak. Keterasingan para remaja dari kasih sayang dan perhatian
orang tua sebagai akibat kesibukan orang tua bekerja untuk mengejar materi, menimbulkan
perasaan benci dan frustasi pada diri remaja sehingga menjadi bingung dan risau.
Menurut Singgih D Gunarsa (2004 : 29) bahwa keluarga yang harmonis ialah bilamana
anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai oleh berkurangnya ketegangan, kekecewaan, dan
adanya kepuasan terhadap seluruh keadaan dan keberadaan dirinya (eksistensi atau aktualisasi
Salah satu faktor kenakalan remaja menurut Santrock (1996) adalah faktor keluarga yang
sangat berpengaruh terhadap timbulnya kenakalan remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti
kurangnya perhatian orang tua terhadap aktivitas anak, kurangnya penerapan disiplin yang
efektif, kurangnya kasih sayang orang tua dapat menjadi pemicu timbulnya kenakalan remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Gerald Patterson dan rekan-rekannya (dalam Santrock, 1996)
menunjukkan bahwa pengawasan orang tua yang tidak memadai terhadap keberadaan remaja dan
penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting
38
dalam menentukan munculnya kenakalan remaja. Perselisihan dalam keluarga atau stress yang
Keadaan keluarga yang tidak normal bukan hanya terjadi pada broken home. Akan tetapi
dalam masyarakat modern sering pula terjadi suatu gejala adanya “broken homesemu”, (quasi
broken home) ialah kedua orang tuanya masih utuh, tetapi karena masing-masing anggota
keluarga (Ayah dan Ibu) mempunyai kehidupan masing-masing sehingga orang tua tidak sempat
(dalam sudarsono, 2004 : 126) menjabarkan lebih jelas lagi bahwa, tidak jarang orang tua tidak
dapat bertemu dengan anak-anaknya. Coba bayangkan orang tua kembali dari kerja, anak-anak
sudah bermain diluar, anak pulang orang tua sudah pergi lagi, orang tua datang anak-anak sudah
tidur dan seterusnya. Keadaan yang semacam ini jelas tidak menguntungkan perkembangan
anak. Dalam situasi keluarga yang demikian anak muda mengalami frustasi, mengalami konflik-
konflik psikologis, sehingga keadaan ini juga dapat mudah mendorong anak menjadi delinkuen.
sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya anak remaja. Secara ideal perkembangan anak
akan optimal apabila mereka bersama keluarganya yang harmonis, dan adanya kerjasama yang
baik antar anggota keluarga akan member rasa aman, keadaan ini akan membentuk
perkembangan kepribadian yang tumbuh secara optimal, dan akan menjadi pedoman bagi
pergaulan ke dunia luar sehingga dapat mengurangi perilaku negatif atau kenakalan remaja.
Keharmonisan keluarga dalam hal ini menjadi penentu dalam kecenderungan berperilaku
pada remaja di masyarakat. Dalam keluarga yang harmonis anak akan dapat merasakan limpahan
39
kasih sayang, merasa bahagia serta adanya ketergantungan emosi dan menciptakan kemampuan
D. Hipotesis Penelitian
berdasarkan hal-hal yang telah dikemukakan dalam tinjauan pustaka, maka dapat dirumuskan
sebagai berikut :