Latar belakang
Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai oksigen dan nurtisi ke otot
jantung yang mempunyai kebutuhan metabolisme yang tinggi terhadap kedua hal
tersebut. Jantung mempunyai 70–80 % oksigen yang diangkut melalui arteri
koroner dan suplai tersebut akan berkurang ketika aliran darah terhambat. Ada
beberapa keadaan yang menghambat suplai darah koroner diantaranya
aterosklerosis, spasme arteri koroner dan abnormalitas sirkulasi (Udjianti, 2010).
Menurut WHO, jumlah total kematian akibat penyakit jantung di seluruh dunia
meningkat dari 14.4 juta kematian pada tahun 1990 menjadi 17.5 juta kematian
pada tahun 2005. Berdasarkan jumlah tersebut, sebanyak 7.6 juta kematian
disebabkan oleh CAD (WHO, 2009, dalam Fuster dan Kelly, 2010). Angka
prevalensi penderita penyakit jantung di Indonesia juga semakin meningkat dari
tahun ke tahun.
Aliran darah di sistem koroner yang normal biasanya diatur hampir sebanding
dengan kebutuhan oksigen otot jantung. Sekitar 70 persen oksigen di dalam darah
arteri koroner dipindahkan selagi darah mengalir melalui otot jantung. Suplai
oksigen yang seharusnya seimbang dengan kebutuhan oksigen yang ada, pada
penyakit jantung koroner, terganggu karena adanya sumbatan akut yang dapat
disebabkan oleh berbagai hal. Penatalaksanaan medis yang dapat dilakukan
mencakup pemberian terapi farmakologi dan revaskularisasi arteri (Guyton & Hall,
2006).
Ada dua cara revaskularisasi yang telah terbukti baik pada penyakit jantung
koroner stabil yang disebabkan aterosklerotik koroner yaitu tindakan
revaskularisasi dengan bedah pintas koroner (Coronary artery bypass surgery) dan
tindakan intervensi perkutan (Percutaneous coronary intervention).
Penatalaksanaan secara medis dari penyakit jantung koroner ditujukan untuk
stabilisasi plak dan mencegah perkembangannya, serta mengembalikan aliran
darah koroner yang efektif sehingga mengatasi iskemik miokardial serta gejala-
gejala yang terjadi (Majid, 2008).
Revaskularisasi lebih dipilih untuk pasien yang berisiko tinggi mengalami penyakit
jantung iskemik yang memburuk dan/atau sindrom koroner akut, atau pada pasien
yang dengan penanganan farmakologis gejala iskemiknya tidak dapat terkontrol
atau menyebabkan efek samping yang tidak dapat ditoleransi. Tindakan
Percutaneous coronary intervention memberikan perbaikan yang lebih besar
terhadap gejala angina dan toleransi latihan fisik, dan juga menurunkan kebutuhan
obat-obatan jika dibandingkan terapi farmakologi (Aaronson & Ward, 2010).
Penyakit Jantung Koroner pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak pada
dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner) dan hal ini lama
kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jaringan ikat,
perkapuran, pembekuan darah yang kesemuanya akan mempersempit atau
menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal ini akan mengakibatkan otot jantung di
daerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan
berbagai akibat yang cukup serius.
Tujuan Umum
BAB II
PEMBAHASAN
Menurut Majid (2007), coronary artery disease (CAD) ialah penyakit jantung yang
terutama disebabkan karena penyempitan arteri koronaria akibat proses
aterosklerosis atau spasme atau kombinasi keduanya. Penyakit ini merupakan
sosok penyakit yang sangat menakutkan dan masih menjadi masalah baik di negara
maju maupun negara berkembang.
Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung yang
mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung
mempunyai 70 – 80 % oksigen yang diantarkan melalui arteri koroner, sebagai
pembanding bahwa organ lain hanya menggunakan rata-rata ¼ oksigen yang di
antarkan. Arteri koroner muncul dari aorta dekat pembuluh ventrikel (sering
disebut muara sinus valsava). Dari muara sinus valsava terbagi menjadi Left Mean
Coronary Artery (LMCA), yang kemudian terbagi menjadi dua cabang besar
kedepan (Left Anterior Descenden), dan ke arah belakang sisi kiri jantung (Left
Circumflex).
Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna yaitu sulkus
atrioventrikuler yang melingkari jantung diantara atrium dan ventrikel dan sulkus
interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua lekuk ini
disebut kruks jantung. Dan merupakan salah satu hal terpenting dari jantung.
Nodus AV berlokasi pada titik pertemuan ini dan pembuluh darah yang melewati
kruks ini merupakan pembuluh darah yang memasok nutrisi untuk AV Node.
Arteri koroner kanan memberi nutrisi untuk jantung bagian kanan (atrium kanan,
ventrikel kanan, dan dinding sebelah dalam ventrikel kiri), yang berjalan disisi
kanan pada sulkus atrioventrikuler. Coronary Arteri Disease dibagi menjadi tiga
bagian yaitu:
1. ST Elevasi Myocardial Infarction (STEMI)
2. Nyeri dada yang khas
nyeri dada khas yang dirasakan seperti terbakar, tertidis benda berat sesak dan
berkeringat dingin.
4). Q patologi dengan T inverted (tanda nekrosis miokard) terjadi beberapa hari
kemudian
1). CKMB
2). LDH
3). Troponin
Etiologi
Penyebab lain adalah spasme arteri koroner. Penyempitan dari lumen pembuluh
darah terjadi bila serat otot halus dalam dinding pembuluh darah berkontraksi
(vasokontriksi). Spasme arteri koroner dapat menggiring terjadinya iskemik aktual
atau perluasan dari infark miokard. Penyebab lain di luar ateroskelorik yang dapat
memengaruhi diameter lumen pembuluh darah koroner dapat berhubungan dengan
abnormalitas sirkulasi. Hal ini meliputi hipoperfusi, hipovolemik, polisitemia, dan
masalah-masalah atau gangguan katup jantung (Udjianti, 2010).
Faktor Risiko
Menurut Gray, Dawkins, Morgan & Simpson (2005), ada beberapa faktor risiko
tertentu pada untuk CAD:
Peningkatan kolesterol
Terdapat hubungan langsung antara risiko CAD dan kadar kolesterol darah.
Kolesterol ditraspor dalam darah dalam bentuk lipoprotein, 75% merupakan
lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein/LDL) dan 20% merupakan
lipoprotein densitas tingi (high density lipoprotein/HDL). Kadar kolesterol LDL
yang rendah memiliki peran yang baik pada CAD dan terdapat hubungan terbalik
antara kadar HDL dan insidensi CAD.
Rokok
Sekitar 24% kematian akibat CAD pada laki-laki dan 11% pada perempuan
disebabkan kebiasaan merokok. Orang yang tidak merokok dan tinggal bersama
perokok memiliki peningkatan risiko sebesar 20-30% dibandingkan dengan orang
yang tinggal degan bukan perokok.
Obesitas
Diabetes Melitus
Risiko terjadi CAD pada pasien dengan DM tipe 2 adalah dua hingga empat kali
lebih tinggi daripada populasi umum dan tampaknya tidak terkait dengan derajat
keparahan atau durasi diabetes. Diabetes, meskipun merupakan faktor risiko
indepeden untuk CAD, juga berkaitan dengan adanya abnormalitas metabolisme
lipid, obesitas, hipertensi sistemik, dan peningkatan trombogenesis.
Hipertensi sistemik
Risiko CAD secara langsung berhubungan dengan tekanan darah. untuk setiap
penuruan tekanan darah diastolik sebesar 5 mmHg risiko CAD berkurang sekitar
16%.
Morbiditas akibat CAD pada laki-laki dua kali lebih besar dibandingkan pada
perempuan dan kondisi ini terjadi hampir 10 tahun lebih dini pada laki-laki dari
pada perempuan. Estrogen endogen bersifat protektif pada perempuan, namun
setelah menopause insidensi CAD meningkat dengan cepat dan sebanding dengan
insidensi pada laki-laki.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga CAD pada keluarga yang langsung berhubungan darah yang
berusia kurang dari 70 tahun merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya
CAD, dengan rasio odd dua hingga empat kali lebih besar daripada yang tidak
berhubungan darah.
Kepribadian
Stres, baik fisik maupun mental, merupakan faktor risiko untuk CAD. Perilaku lain
yang rentan terhadap terjadinya CAD antara lain sifat agresif, kompetitif, kasar,
sinis, keinginan untuk dipandang, keinginan untuk mencapai sesuatu, gangguan
tdiur, kemarahan, dan lain-lain.
Aktivitas fisik
Aktivitas aerobik teratur menurunkan risiko CAD dan olahraga yang teratur
berkaitan dengan penurunan insidensi CAD sebesar 20-40%.
Gangguan pembekuan
Elevasi ST segmen lebih dari dari dua lead yang berdekatan dengan onset
gejala > 12 jam
Non ST Elevasi Myocardial Infarction
Unstable Angina Pectoris
Gagal trombolitik
1. Kontraindikasi PCI
Arteri femoralis
Arteri brachialis
Arteri radialis
4. Tim PCI
Operator (dokter)
Perawat (Scrubing, Monitoring, Sirculete)
Radiografer
5. Persiapan Alat Diagnostik
1. Instrument Steril
Kom betadine
Kom cairan Besar dan Kecil
Scalpel No.3 pisau No. 11
Doek klem
Tupper tang
Jas operasi
Doek lubang kecil
Doek kecil tanpa lubang
Doek panjang
Pembungkus tabung
Perlak
Handscoen
Lidocain 2%
Dispo 1 cc, Dispo 3 cc, Dispo 5 cc , Dispo 20
Gaas steril
Betadine 30 %
Aquades 1 liter
NaCl 500 cc yang berisi heparin 2500 unit
Sheath 5 FR, 6 FR, FER
Guide wire diagnostik
Kateter JR, JL, TIG
Zat kontras
Three way
Manometer line
Guiding catheter
Wire PTCA
Ballon dengan berbagai ukuran
Stent dengan berbagai ukuran
Indeftalor
Three way 3 cabang atau 2 cabang
Tourqer
Conector
High pressore
Manometer line
radialis :
8. Komplikasi
Resiko pendarahan
Vasospasme arteri koroner
Resiko infeksi
Tamponade jantung
ALI
Hematoma
Contrast induce nefropathi (CIN)
Reaksi kontras menyebabkan alergi
Diseksi Aorta
Akut Myocar Infark (AMI)
Stroke
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
1. Ansietas b.d rasa takut, kurang pengetahuan tentang prosedur tindakan
PCI.
Intervensi :
Intervensi:
Intervensi :
Intervensi: