Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN AKHIR

CARA PEMBERIAN OBAT


PRAKTIKUM FARMAKOLOGI II

Percobaan : III
Hari/tanggal : Senin, 28 Maret 2016
Daftar Nama :
1. Meri Andani (PO.71.39.0.14.064)
2. Mustika (PO.71.39.0.14.066)
3. Nova Maulidiana (PO.71.39.0.14.068)
4. Nyimas Firdha Hafizah (PO.71.39.0.14.070)
Kelas : Reguler IIB
Grup : Ganjil
Subgrup : IV

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PALEMBANG

TAHUN AKADEMIK 2015-2016


TUJUAN PECOBAAN
Mahasiswa mampu melakukan cara pemberian obat yang tepat dan benar.
TEORI SINGKAT

Absorbsi merupakan proses masuknya obat dari tempat pemberian kedalam darah.
Bergantung pada cara pemberiannya, tempat pemberian obat adalah saluran cerna (mulut
sampai dengan rectum), kulit, paru, otot, dan lain-lain.

Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier absorbsi adalah
membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua membran sel epitel saluran cerna ,
yang seperti halnya semua membran sel ditubuh kita, merupakan lipid bilayer. Dengan
demikian , agar dapat melintasi membran sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan
lemak (setelah terlebih dulu larut dalam air). (Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5, 2008).

Cara memegang hewan serta cara penentuan jenis kelaminnya perlu pula diketahui. Cara
memegang hewan dari masing-masing jenis hewan adalah berbeda-beda dan ditentukan oleh
sifat hewan, keadaan fisik (besar atau kecil) serta tujuannya. Kesalahan dalam caranya akan
dapat menyebabkan kecelakaan atau hips ataupun rasa sakit bagi hewan (ini akan menyulitkan
dalam melakukan penyuntikan atau pengambilan darah, misalnya) dan juga bagi orang yang
memegangnya. (Katzung, B.G, 1989).

Cara pemberian obat melalui oral (mulut), sublingual (bawah lidah), rektal (dubur) dan
parenteral tertentu, seperti melalui intradermal, intramuskular, subkutan, dan intraperitonial,
melibatkan proses penyerapan obat yang berbeda-beda. Pemberian secara parenteral yang
lain, seperti melalui intravena, intra-arteri, intraspinal dan intraseberal, tidak melibatkan proses
penyerapan, obat langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menuju sisi reseptor
(receptor site) cara pemberian yang lain adalah inhalasi melalui hidung dan secara setempat
melalui kulit atau mata. Proses penyerapan dasar penting dalam menentukan aktifitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses penyerapan akan
memperngaruhi aktifitas obat dan menyebabkan kegagalan pengobatan. ( Siswandono dan
Soekardjo, B., 1995).

Pada literature dijelaskan bahwa onset paling cepat adalah intraperitonial, intramuscular,
subkutan, peroral. Hal ini terjadi karena :

– Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke


dalam pembuluh darah.

– Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat akan
terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi.

– Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.

– Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor karena
melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat seperti protein plasma.

Dan durasi paling cepat adalah peroral, intraperitonial, intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi
karena :
– Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan banyak
factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat lebih
cepat.

– Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang
dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme
serempak sehingga durasinya agak cepat.

– Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat akan konstan
dan lebih tahan lama.

– Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama
disbanding intramuscular.

Jenis-jenis obat menurut cara pemberiannya :

Efek obat Cara pemberian Jenis sediaan Alat yang digunakan


Sistemik Oral (enteral) 1. Tablet
2. Kapsul
3. Pil
4. Kaplet
5. Sirup
6. Suspense
7. Puyer

Injeksi (parenteral) 1. Ampul Disp. Spuit


2. Vial
3. Cairan Disp. Spuit
infuse
4. Obat KB
Infuse set
5. ovula
Tracor

Alat khusus (apparatus)


Lokal Topical 1. salep/krim
2. obat
tetes;hidun
g,telinga,
mata
3. suppositoria
4. aerosol

CARA KERJA
Obat dan alat yang akan digunakan disiapkan terlebih dahulu, instruktur memberikan
contoh, kemudian masing-masing mahasiswa mencobanya.
1) Dengan probandus (peragaan)
2) Dengan hewan coba (tikus albino)
Ad1. Dengan probandus dilakukan dengan peragaan.
Sediakan alat : spit injeksi, kapas, etanol, sendok takar, gelas ukur, sonde, gelas beker.

Ad2. Dengan hewan coba:


Masing-masing kelompok dengan satu 2 ekor tikus(mencit). Timbang hewan coba.
Untuk topical. Lakukan pencukuran bulu area tertentu, hitung luas persegi dalam cm2.
Misalkan : 1x2 cm atau 2x2 cm dst.
Selanjutnya dapat dilakukan CPO : IM,IP atau sub kutan, gunakan NaCL 0,9% 0,1 Ml
setiap kali penyuntikan.
Catatan :
Hewan coba harus diperlakukan dengan baik sedemikian rupa sehingga tidak
gelisa, takut ataupun kaget dst.

BAHAN DAN ALAT

1. Bahan

1) Diazepam 0,5 ml

2) Dekstrosa 5%

3) Kapas dan Etanol

1. Alat

1) Spuit injeksi 1 buah untuk setiap kelompok

2) Jarum berujung tumpul (sonde)

3) Beker gelas

Hewan Uji : Tikus albino

PEMBAHASAN
1) Adaptasi Hewan
Sebelum dilakukan pemberian obat secara oral, im, ip, iv hewan harus diperlakukan
dengan lembut agar tenag, ketika sudah tenang cengkram dengan kuat bagian
tengkuk tikus hingga badan tidak bergerak lagi dengan tangan kiri dan tangan kanan
memegang buntutnya.
2) Pemberian Obat
1) Oral

 Dilakukan menggunakan sonde, cairan yang dimasukkan adalah


dekstrosa 5 % sebanyak 0,5 ml 2 kali tiap tikus
 Sonde dimasukkan melalui mu1lut hingga masuk kerongkongan
 Tanda jika cairan masuk sempurna adalah tikus tidak memuntahkan
cairannya
2) Intra Peritonial
 Dilakukan dengan spuit dan prinsip untuk menahan bagian kulit.
Permukaan yang akan diinjeksikan dibersihkan terlebih dahulu dengan
etanol sebagai antiseptic
 Cairan di1berikan berupa volisanbe1 5 mg/ 2 ml sebanyak 0,1 ml 2 kali
 Cara pemberiannya, tikus dalam kondisis siap diinjeksi, tarik bagian kulit
dengan pingset dikiri dan dikanan perut, injeksikan cairan dibagian
tersebut tanpa menembus sisinya.
3) Injeksi Intra Muscular(IM)
Pemberian obat secara intra muscular ditunjukkan untuk memberikan obat dalam
jumlah yang besar dibandingkan obat yang diberikan secara sub cutan. absorbsi
juga lebih cepat dibanding sub cutan karena lebih banyak suplai darah diotot
tubuh. beberapa lokasi yang lazim digunakan untuk injeksi intra muscular adalah
deltoid,dorso gluteal,vastus lateralis,dan rektus femoralis. area-area tersebut
digunakan karena massa otot yang besar,vaskularisasi baik dan jauh dari saraf.
Cairan yang dimasukkan berupa valisanbe 0,5 ml (1x) dengan cara :
 Olesi terlebih dahulu permukaan tikus dengan etanol
 Tikus dalam keadaan siap di injeksi
 Tarik kaki,tangan,injeksikan pada bagian paha tikus tersebut

4) Injiksi Intra Vena(IV)


Pemberian obat dengan cara memasukkan obat ke dalam pembuluh darah vena
dengan menggunakan spuit.Pemberian obat secara intra vena ditujukan untuk
mempercepat reaksi obat, sehingga obat langsung masuk ke sistem sirkulasi
darah. pemberian obat ini dapat dilakukan langsung pada vena atau pada pasien
yang dipasang infus, obat dapat diberikan melalui botol infus atau melalui karet
pada selang infus tempat penyuntikan yaitu pada vena yang dangkal dan dekat
dengan tulang, misalnya :
 Pada lengan(vena mediana cubiti/vena cephalica)
 Pada tungkai(vena saphenosus)
 Pada leher(vena jugularis) khusus pada anak
 Pada kepala (vena frontalis,atau vena temporalis) khusus pada anak

 Kadar yang diinjeksikan/ dioralkan


a. Oral (dekstrosa 5%)
5% dalam 100 ml = 5/100 x 100 = 5 gram
5 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥
100 𝑚𝑙
= 1𝑥2+1𝑥2

100 ml x = 20 gram
20
x=
100

= 0,2 gram ~ 200 mg


b. IM ( Valisanbe 5 mg/ 2 mL)
5 𝑚𝑔 𝑥
2 𝑚𝑙
= 0,5𝑥1

2,5 mg = 2 ml x
x = 1,25 ml
 Efek pemberian obat
Efek muncul 3 menit setelah diinjeksikan dengan kondisi tikus
tenang lemas dan tidak banyak bergerak.
-Waktu Penyuntikan = 14.30 WIB
-Waktu Tenang = 14.33 WIB
-Bangun Kembali = 15.05 WIB

KESIMPULAN

1. Dua metode yang digunakan dalam percobaan yaitu, per oral dan intraperitoneal.
2. Hewan tikus sangat cocok untuk dijadikan sebagai objek pengamatan karena
metabolisme tubuh tikus yang berlangsung cepat.
3. Rute yang dicapai pada pemberiaan secara intraperitoneal yaitu 5 menit.
4. Hal yang menyebabkan pemberian intraperitoneal lebih cepat dari pemberian per oral
adalah intraperitoneal tidak mengalami fase absorpsi seperti pemberian per oral.

DAFTAR PUSTAKA
Katzung, B.G, 1989
Farmakologi dan Terapi edisi revisi 5, 2008
Siswandono dan Soekardjo, B., 1995)

Ambarwati, Eny Retna dan Tri Sunarsih. 2009. KDPK Kebidanan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Nuha Medika.

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai