Anda di halaman 1dari 13

Portofolio – Medik

Nama Peserta : dr. Herianti Jahidin


Nama Wahana : RSUD Lasinrang Pinrang
Topik : Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
Tanggal (Kasus) :
Nama Pasien: Tn. Anthonius No. RM: 20 73 00
Tanggal Presentasi: Pendamping: dr. Rifai, M.Kes
dr. Agus Salim
Tempat Presentasi: Ruang Pertemuan RSUD Lasinrang Pinrang
Objek Presentasi:
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi:
Seorang laki-laki berusia 48 tahun dating dengan keluhan tidak bisa BAK sejak 1 hari SMRS.
Tujuan: Menegakkan diagnosis kasus medik dan memberikan terapi sesuai kompetensi serta
melakukan rujukan yang tepat
Bahan Tinjauan Riset Kasus Audit
Bahasan: pustaka
Cara Diskusi Presentasi dan E-mail Pos
Membahas: diskusi

Data Pasien: Nama: Tn. PA No. Registrasi:


Nama Klinik: RSUD Lasinrang Pinrang
Data Utama Untuk Bahan Diskusi:
Diagnosis / Gambaran Klinis:
Pasien merasakan BAK yang terasa tidak tuntas walaupun pasien sudah mengedan. Pancaran
melemah, jumlah BAK sedikit-sedikit namun sering. Frekuensi BAK meningkat. Pasien
kesulitan menahan BAK sehingga bila ditahan terlalu lama BAK menetes. Pasien juga sering
terbangun tidur karena ingin BAK. BAK darah (-), nyeri saat BAK (+), BAK berpasir (-)
nyeri pinggang atau perut bawah (-), demam (-), riwayat trauma (-). Pasien tidak berobat.
Sejak 1 hari SMRS pasien mengeluh tidak bisa BAK.
Riwayat Pengobatan:
Pasien belum pernah berobat.
Riwayat Kesehatan / Penyakit:
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal.
– Riwayat trauma pada genital, pinggul, selakangan (straddle) disangkal
– Riwayat pemasangan kateter uretra sebelumnya tidak ada
– Riwayat keluar batu saat BAK disangkal
– Riwayat infeksi saluran kemih disangkal
– Riwayat operasi prostat sebelumnya disangkal
– Riwayat DM disangkal
Riwayat Pekerjaan: (-)
Daftar Pustaka:
1. JEF, GWK. Buku Saku Urologi. 2003. p. 59-66.
2. Macfarlane, M.T. Urology. 4th Edition. Kentucky: Lippincott Williams & Wilkins;
2006. p. 116-122
1
Portofolio – Medik

3. Purnomo BB. Dasar-dasar urologi. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto; 2007. p. 69–85
4. NN. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.urologychannel.com.
5. McAninch, J.; Tanagho E. Smith's General Urology. 16th Edition. San Fransisco:
McGraw-Hill/Appleton & Lange; 2007.
6. Roehrborn, C.; McConnell, J. Etiology, Pathophysiology, Epidemiology, and Natural
History of Benign Prostatic Hyperplasia. In: Campbell's Urology. 8th edition.
Philadelphia: Elsevier; 2002.
7. Reynard, J.; Brewster, S.; Biers, S. Oxford Handbook of Urology. 1st Edition. Oxford:
Oxford University Press; 2006. p. 70-111
8. Gerber, G. Benign Prostatic Hyperplasia. Available from: www.medicinet.com.
Hasil Pembelajaran:
1. Menegakkan diagnosis Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
2. Penatalaksanaan awal Benign Prostate Hyperplasia (BPH)

2
Portofolio – Medik

Rangkuman Hasil Pembelajaran Portofolio


1. Subjektif
Seorang laki-laki, 48 tahun masuk RS dengan keluhan tidak bisa berkemih sejak sehari
sebelumnya. pasien merasakan BAK yang terasa tidak tuntas walaupun pasien sudah
mengedan. Pancaran melemah, jumlah BAK sedikit-sedikit namun sering. Frekuensi BAK
meningkat. Pasien kesulitan menahan BAK sehingga bila ditahan terlalu lama BAK
menetes. Pasien juga sering terbangun tidur karena ingin BAK. BAK darah (-), nyeri saat
BAK (+), BAK berpasir (-) nyeri pinggang atau perut bawah (-), demam (-), riwayat
trauma (-).
2. Objektif
Pemeriksaan Fisik
 Status Generalis
SS / GC / CM
GCS E4M6V5
T : 130/90 mmHg
N : 88 x/menit
P : 20 x/menit
S : 36.5 ˚C
 Kepala: Kelainan (-)
 Mata: Konjungtiva anemis (-), Sklera Ikterik (-)
 Thorax
1) Paru
Inspeksi : Gerakan nafas simetris kiri = kanan,
Palpasi : Fremitus kiri sama dengan kanan
Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru
Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-
2) Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus cordis tidak teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1/S2 reguler, murmur tidak ada
 Abdomen
Inspeksi : Bentuk simetris, ikut gerak napas
Palpasi : Soepel, H/L/R tidak teraba,
Auskultasi : Normoperistaltik
Perkusi : Timpani
 Ekstremitas
Edema : Tidak ada

Status Lokalis:
Regio Suprapubik
Inspeksi : bulging (+)
Palpasi : pain (-)

Regio Genitalia Eksterna

3
Portofolio – Medik

Inspeksi : terpasang kateter uretra no. 16 F, urine jernih, sirkumsisi (+)

Rectal toucher
TSA baik, bulbous cavernous reflex (+), mukosa licin, ampula recti tidak kolaps,
teraba prostat membesar, pole atas prostat tidak teraba, konsistensi kenyal,
permukaan rata, nyeri (-), nodul (-),feses (+) dan darah (-)

Laboratorium
- ( 2017)
Darah rutin
 WBC : 8.3
 RBC : 4.81
 HGB :12.1
 HCT : 26.9
 PLT : 324
 MCV : 57.9
 MCH : 15.8
 MCHC : 32.1

 GDS : 148
 Kolesterol : 156
 SGOT : 16
 SGPT : 17
 Ureum : 20
 Kreatinin : 0,7

Rontgen toraks PA : tidak ada kelainan


EKG tidak ada kelainan
USG : ditemukan kesan Hiperplasia Prostat
3. Assessment

I. PENDAHULUAN
Benign prostatic hyperplasia (BPH), atau yang biasa juga disebut benign prostatic
hypertrophy, adalah suatu neoplasma jinak (hiperplasia) yang mengenai kelenjar prostat.
Prostat adalah suatu organ yang terdiri dari komponen kelenjar, stroma dan muskuler.
Penyakit ini ditandai dengan pembesaran yang progresif dari kelenjar prostat yang berakibat
pada obstruksi pengeluaran kandung kemih dan peningkatan kesulitan berkemih.
Pertumbuhan prostat yang sangat tergantung pada hormon testosteron ini berlangsung di
dalam jaringan yang berbeda-beda, dan menimbulkan dampak pada pria secara beragam.
Sebagai akibat dari perbedaan ini, pengobatan yang diberikan pun berbeda untuk tiap kasus.
Tidak ada penyembuhan untuk BPH dan sekali kelenjar prostat bertumbuh, maka sering
berlanjut terus-menerus, kecuali terapi medikasi di berikan.
II. INSIDEN
Sulit untuk menentukan insidens dan prevalensi BPH karena dari berbagai penelitian
digunakan kriteria yang berbeda untuk menjelaskan kondisi penyakit. Berdasarkan data
National Institutes of Health (NIH), BPH terjadi pada lebih dari 50% pria berumur lebih dari

4
Portofolio – Medik

60 tahun dan sebanyak 90% pada pria berumur 70 tahun.

III. EPIDEMIOLOGI
Faktor resiko perkembangan BPH masih belum diketahui secara jelas. Beberapa studi
menjelaskan adanya hubungan dengan faktor predisposisi genetik, dan yang lainnya
mengatakan adanya kaitan dengan perbedaan ras. Hampir 50% pria berumur kurang dari 60
tahun yang menjalani operasi untuk BPH memeiliki bentuk penyakit yang diwariskan.
Bentuk ini merupakan bentuk autosomal dominant, dan keturunan pertama dari pasien BPH
membawa resiko relatif yang meningkat hampir 4 kali lipat.

IV. ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya BPH, tetapi
beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dihidrotestosteron (DHT) dan proses aging. Secara histopatologis, BPH ditandai dengan
peningkatan jumlah sel epitel dan sel stroma di area periuretra dari prostat. Berdasarkan
pengamatan dari pembentukan formasi glandula epitel baru, yang dimana secara normal
hanya terdapat pada janin dan mencetuskan konsep embryonic reawakening dari sel stroma
potensial. Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya BPH, baik secara
tunggal atau kombinasi, yaitu: (1) teori dihidrotestosteron, (2) adanya ketidakseimbangan
antara estrogen-testosteron, (3) interaksi antara sel stroma dan sel epitel prostate, (4)
berkurangnya kematian sel (apoptosis), dan (5) teori stem sel.

Teori dihidrotestosteron
Dihidrotestosteron atau DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Dibentuk dari testosteron di dalam sel prostat oleh
enzim 5α-reduktase dengan bantuan koenzim NADPH. DHT yang telah berikatan dengan
reseptor androgen (RA) membentuk kompleks DHT-RA pada inti sel dan selanjutnya terjadi
sintesis protein growth factor yang menstimulasi pertumbuhan sel prostat.
Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada BPH tidak jauh berbeda
dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH, aktivitas enzim 5α-reduktase
dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat
pada BPH lebih sensitive terhadap DHT sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi
dibandingkan dengan prostat normal.

Ketidaseimbangan antara estrogen-testosteron


Pada usia yang semakin tua, kadar testosteron menurun, sedangakn kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan antara estrogen dan testosteron relatif meningkat. Telah
diketahui bahwa estrogen didalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel prostat
dangan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan hormon androgen,
meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah kematian sel-sel prostat
(apoptosis). Hasil akhir dari semua keadaan ini adalah, meskipun rangsangan terbentuknya
sel-sel baru akibat rangsangan testosteron menurun, tetapi sel-sel prostat yang telah ada
mempunyai umur yang lebih panjang sehingga massa prostat jadi lebih besar.

Interaksi stroma-epitel
5
Portofolio – Medik

Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan sel epitel prostat
secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator (growth factor)
teetentu. Setelah sel-sel stroma mendapatkan stimulasi dari DHT dan estradiol, sel-sel stroma
mensintesis suatu growth factor yang selanjutnya mempengaruhi sel-sel stroma itu sendiri
secara intrakrin atau autokrin, serta mempengaruhi sel-sel epitel secara parakrin. Stimulasi itu
menyababkan terjadinya proliferasi sel-sel epitel maupun sel stroma.

Berkurangnya kematian sel prostat


Program kematian sel (apoptosis) pada sel prostat adalah mekanisme fisiologik untuk
mempertahankan homeostasis kelenjar prostat. Pada apoptosis terjadi kondensasi dan
fragmentasi sel yang selanjutnya sel-sel yang mengalami apoptosis akan difagositosisoleh
sel-sel disekitarnya kemudian didegradasi oleh enzim lisosom.
Pada jaringan normal, terdapat kesimbangan antara laju proliferasi sel dengan
kematian sel. Pada saat terjadi pertumbuhan prostat sampai pada prostat dewasa, penambahan
jumlah sel-sel prostat baru dengan yang mati dalam keadaan seimbang. Berkurangnya jumlah
sel-sel prostat yang mengalami apoptosis menyebabkan jumlah sel-sel prostat secara
keseluruhan menjadi meningkar sehingga menyebabkan pertambahan massa prostat.
Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti faktor-faktor yang
menghambat proses apoptosis. Diduga hormon androgen berperan dalam menghambat proses
kematian sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas kematian sel
kelenjar prostat. Estrogen diduga mampu memperpanjang usia sel-sel prostat, sedangkan
faktor pertumbuhan TGFß berperan dalam proses apoptosis.

Teori sel stem


Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalmi apoptosis, selalu dibentuk sel-sel baru.
Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai kemampuan
berproliferasi sangat ekstensif. Kehidupan sel ini sangat tergantung pada keberadaan hormon
androgen, sehingga jika hormon ini kadarnya menurun seperti yang terjadi pada kastrasi,
menyebabkan terjadinya apoptosis. Terjadinya proliferasi sel-sel pada BPH dipostulasikan
sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi yang berlebihan sel
stroma maupun sel epitel.

VI. PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan
menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikel. Untuk
dapat mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tahanan itu.
Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli-buli berupa
hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli.
Perubahan struktur pada buli-buli tersebut, oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinar tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal
dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi diteruskan ke seluruh bagian buli-buli tidak
terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkn
aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika
berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat
6
Portofolio – Medik

jatuh ke dalam gagal ginjal.


Obstruksi yang diakibatkan oleh hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan
oleh adanya massa prostat yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh
tonus otot polos yang ada pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-
buli. Otot polos itu dipersarafi oleh serabut ssimpatis yang berasal dari nervus pudendus.
Pada BPH terjadi rasio peningkatan komponen stroma terhadap epitel. Kalau pada
orang normal rasio stroma dibanding dengan epitel adalah 2:1, pada BPH, rasionya
meningkat menjadi 4:1. Hal ini menyebabkan pada BPH terjadi peningkatan tonus otot polos
prostat dibandingkan dengan prostat normal. Dalam hal ini massa prostat yang menyebabkan
obstruksi komponen statik sedangkan tonus otot polos yang merupakan komponen dinamik
sebagai penyebab obstruksi prostat.

VII. DIAGNOSIS
GAMBARAN KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan di
luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah


Keluhan pada saluran kemih bagian bawah (LUTS) terdiri atas gejala obstruksi dan gejala
iritatif.
Obstruksi Iritasi
Hesitansi Frekuensi
Pancaran miksi lemah Nokturi
Intermitensi Urgensi
Miksi tidak puas Disuri
Menetes setelah miksi
Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan pada saluran kemih sebelah bawah,
beberapa ahli/organisasi urologi membuat sistem skoring yang secara subyektif dapat diisi
dan dihitung sendiri oleh pasien. sistem skoring yang duanjurkan oleh WHO adalah Skor
Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International Prostatic Symptom Score).
Sistem skoring I-PSS terdiri dari tujuh pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan
miksi (LUTS) dan satu pertanyaan yang berhubungan dengan kualitas hidup pasien. Setiap
pertanyaan yang berhubungan dengan keluhan miksi diberi nilai dari 0-5, sedangkan keluhan
menyangkut kualitas hidup diberi nilai 1-7.
Dari skor I-PSS dapat dikelompokkan gejala LUTS dalam 3 derajat, yaitu (1) ringan: skor
0-7, (2) sedang: skor 8-19, dan (3) berat: skor 20-35.

SKOR INTERNASIONAL GEJALA PROSTAT (I-PSS)


Untuk pertanyaan 1-6, jawaban dapat diberikan skor sebagai berikut:
0=Tidak pernah
3=Kurang lebih separuh dari kejaidan
1=Kurang dari sekali dari 5 kejadian
4=Lebih dari separuh dari kejadian
2=Kurang dari separuh kejadian
5=Hampir selalu
7
Portofolio – Medik

Timbulnya gejala LUTS merupakan manifestasi kompensasi otot buli-buli untuk


mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot buli-buli mengalami kepayahan (fatique) sehingga
jatuh ke dalam fase dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urin akut.

Timbulnya dekompensasi buli-buli biasanya di dahului oleh beberapa faktor pencetus, antara
lain: (1) volume buli-buli tiba-tiba terisi penuh yaitu pada cuaca dingin, menahan kencing
terlalu lama, mengkonsumsi obat-obatan atau minuman yang mengandung diuretikum
(alkohol, kopi), dan minum air dalam jumlah berlebihan, (2) massa prostat tiba-tiba
membesar, yaitu setelah aktivitas seksual atau mengalami infeksi prostat akut, dan (3) setelah
mengkonsumsi obat-obatn yang dapat menurunkan kontraksi otot detrusor atau yang dapat
mempersempit leher buli-buli, antara lain: golongan antikolinergik atau adrenergik alfa.

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat penyulit BPH pada saluran kemih bagian atas berupa gejala obstruksi
antara lain nyeri pinggang, benjolan di pinggang (yang merupakan tanda dari hidronefrosis),
atau demam yang merupakan tanda dari infeksi atau urosepsis.

3. Gejala di luar saluran kemih


Tidak jarang pasien berobat ke dokter karena mengeluh adanya hernia inguinalis atau
hemoroid. Timbulnya kedua penyakit ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan intra abdominal.
Pada pemeriksaan fisis mungkin didapatkan buli-buli yang terisi penuh dan teraba massa
kistus di daerah supra simfisis akibat retensi urine. Kadang-kadang didapatkan urine yang
selalu menetes tanpa disadari oleh pasien yaitu merupakan pertanda dari inkontinensia
paradoksa. Pada colok dubur diperhatikan: (1) tonus sfingter ani/refleks bulbo-
kevernosusuntuk menyingkirkan adanya kelainan buli-buli neurogenik, (2) mukosa rektum,
(3) keadaan prostat, antara lain: kemungkinan adanya nodul, krepitasi, konsistensi prostat,
simetri antar lobus dan batas prostat.

GAMBARAN RADIOLOGI
a. Konvensional
Gambaran radiologi pada IVP/IVU pada BPH adalah adanya indentasi buli-buli (pendesakan
buli-buli oleh kelenjar prostat) dan ureter di sebelah distal berbentuk seperti mata kail atau
fish hooked appearance (Gambar 4).
Selain IVP/IVU, pencitraan konvensional yang lain adalah sistouretrogram, yaitu suatu tipe
urogram yang memberikan gambaran radiologi pada buli-buli dan uretra. Gambaran radiologi
pada sistouretrogram retr ograde posisi frontal (Gambar 5) dan posisi oblique (Gambar 6)
ditunjukkan dengan adanya stenosis (penyempitan) uretra yang disebabkan oleh adanya
tekanan dari benign prostatic hyperplasia (middle lobe hyperplasia).

USG
Pemeriksaan USG dapat memberikan gambaran kelenjar prostat pada pria dan jaringan
disekitarnya. Gambaran USG normal ditunjukkan pada gambar 7. Pemeriksaan USG prostat
dilakukan dengan 2 cara, yaitu transabdominal ultrasound (TAUS) dan transrectal ultrasound
8
Portofolio – Medik

(TRUS). TAUS dilakukan dengan melekatkan transducer di permukaan abdomen di atas


buli-buli dan prostat. TAUS dapat memperlihatkan adanya pembesaran intravesika akibat
pembesaran lobus medial prostat. TRUS dilakukan dengan memasukkan transducer kedalam
rectum pasien. transducer tersebut mengirim dan menerima gelombang suara melalui dinding
rectum sampai ke prostat yang terletak tepat di depan rectum. TRUS setelah berkemih dapat
menggambarkan: 1) besar volume residul urine (303 cc) (lebih dari 40 cc adalah abnormal),
2) pembesaran prostat yang terutama melibatkan zona transisional, 3) pembesaran intravesika
yang melibatkan lobus median, 4) kista kecil pada inner gland, 5) zona perifer yang terdesak
oleh pembesaran zona transisional.

CT SCAN
CT SCAN digunakan dalam staging dan follow up dari tumor traktus urogenital. Pada gambar
12 (pot. axial) dan gambar 13 (pot. coronal) tampak pambesaran dari prostat yang
mengakibatkan penekanan pada buli-buli.

MRI
MRI merupakan pemeriksaan medis noninvasif yang dapat membantu diagnosis dan
perawatan. MRI memberikan detail dari anatomi lokal yang lebih baik dan oleh karena itu
lebih baik pula dalam menentukan local staging.
PATOLOGI ANATOMI
Perubahan paling awal pada BPH adalah di kelenjar periuretra sekitar verumontanum.
Perubahan hiperplasia pada stroma berupa nodul fibromuskuler, nodul asinar atau nodul
campuran fibroadenomatosa.
Hiperplasia glandular terjadi berupa nodul asinar atau campuran dengan hiperplasia stroma.
Kelenjar-kelenjar biasanya besar dan terdiri atas tall columnar cells. Inti sel-sel kelenjar tidak
menunjukkan proses keganasan

VIII. DIAGNOSIS BANDING


KARSINOMA PROSTAT
Karsinoma prostat dapat dibedakan dengan BPH berdasarkan gambaran patologisnya
dan screening untuk karsinoma prostat. Screening karsinoma prostat dilakukan dengan
pemeriksaan Prostat Spesific Antigen (PSA) dan Rectal Touche (RT). Pada pemeriksaan IVU
ditemukan gambaran filling defect dengan tepi yang ireguler dan terbentuknya kurvatura pada
buli-buli akibat penekanan dari massa.
Pada pemeriksaan USG diketahui adanya area hipo-ekoik (60%) yang merupakan
salah satu tanda adanya kanker prostat dan sekaligus mengetahui kemungkinan adanya
ekstensi tumor ke ekstrakapsuler. Selain itu dengan bimbingan USG dapat diambil contoh
jaringan pada area yang dicurigai keanasan melalui biopsi aspirasi dengan jarum halus
(BAJAH).

KARSINOMA BULI-BULI
Karsinoma buli-buli dapat dibedakan dengan BPH berdasarkan gejala klinis dan
gambaran patologisnya. Gejala klinis yang khas pada karsinoma buli-buli adalah gross
hematuria tanpa rasa nyeri (>80%). Gejala ini bisa atau tanpa disertai gejala iritatif seperti
9
Portofolio – Medik

frekuensi, urgensi, dan disuria. Cara pemeriksaan radilogik untuk diagnosis adalah: tiap
pasien dengan hematuria di sarankan pemeriksaan sistoskopi. Sebelum sistoskopi , urin yang
baru dikeluarkan diperiksa secara sitologik untuk melihat sel tumor. Kemudian dilakukan
pemeriksaan IVU. Pemeriksaan IVU dapat mendeteksi adanya tumor buli-buli berupa filling
defect dengan permukaan yang ireguler dan mendeteksi adanya tumor sel transisional yang
berada di ureter atau pielum. Didapatkannya hidroureter atau hidtronefrosis merupakan salah
satu tanda adanya infiltrasi tumor ke ureter atau muara ureter. CT scan atau MRI berguna
untuk menetukan ekstensi tumor ke organ sekitarnya.

IX. PENGOBATAN
Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka
yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau
hanya dengan nasehat dan konsultasi saja. Namun di antara mereka akhirnya ada yang
membutuhkan terapi medika mentosa atau tindakan medik yang lain karena keluhannya
semakin parah.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2)
meningkatkan kualitas hidup, (3) mengurangi obstruksi intravesika, (4) mengembalikan
fungsi ginjal jika terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urine setelah miksi, dan
(6) mengurangi progesifitas penyakit. Hal ini dapat dicapaidengan cara medikamentosa,
pembedahan, atau tindakan endourologi yang kurang invasif.

Watchfull waiting
Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS dibawah7, yaitu
keluhan ringan yang tidak menggangu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi
apapun dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya (1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2)
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau coklat), (3)
batasi penggunaan obat-obat influenza yangmengandung fenilpropanolamin, (4) kurangi
makanan pedas dan asin, dan (5) jangan menahan kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya
apakah menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urine, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi lain.

Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk: (1) mengurangi resistensi otot
polos prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obat-obatan
penghambat adrenergik alfa (adrenergik alfa bloker) dan (2) mengurangi volume prostat
sebagai komponen statik dengan cara menurunkan kadar hormon
terstosteron/dihidrotestosteron (DHT) melalui penghambat 5α-reduktase. Selain kedua cara di
atas, sekarang banyak dipakai terapi menggunakan fitofarmaka yang mekanisme kerjanya
masih belum jelas.

Penghambat reseptor adrenergik-α


Prostat terdiri atas otot polos yang di kontrol oleh α-adrenoreseptor, dan blokade dari reseptor
10
Portofolio – Medik

ini dapat mengurangi keluhan oleh penghambat adrenergik-α1. ditemukannya obat


penghambat adrenergik-α1 dapat mengurangi penyulit sistemik yang ditimbulkan oleh obat
generasi seblumnya seperti fenoksibenzamin. Beberapa golongan obat penghambat
adrenergik-α1 adalah: prazosin yang diberikan dua kali sehari, terazosin, afluzosin,
doksazosin yang diberikan sekali sehari. Obat-obatan golongan ini dilaporkan dapat
memperbaiki keluhan miksi dan laju pancuran urine.

Penghambat 5α-reduktase
Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT) dari
testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel-sel prostat. Menurunnya
kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel-sel prostat menurun.
Dilaporkan bahwa pemberian obat ini (finasteride) 5 mg sehari yang diberikan sekali setelah
enam bulan mampu menyebabkan penurunan prostat hingga 28%; hal ini memperbaiki
keluhan miksi dan pancaran miksi.

Fitofarmaka
Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala akibat
obstruksi prostat, tetapi data-data farmakologik tentang kandungan zat aktif yang mendukung
mekanisme kerja obat fitoterapi sampai saat ini belum diketahui dengan pasti. Kemungkinan
fitoterapi bekerja sebagai : anti-estrogen, anti-androgen, menurunkan kadar sex hormone
binding globulin (shbg), inhibisi basic fibroblast growth factor (bFGF) dan epidermal growth
factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostalglandin, efek antiinflamasi, menurunkan
outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara fitoterapi yang banyak
dipasarkan adalah: Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis rooperi, Radix urtica dan
masih banyak lagi.

Pembedahan
Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah
pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non invasif lainnya membutuhkan
jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapinya.
Desobstruksi kelenjar prostat akan menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang
tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan dengan cara operasi terbuka, reseksi prostat
transuretra (TURP), atau insisi prostat transuretra (TUIP).
Indikasi operasi BPH : (1) Retensio urine, (2) BPH dgn penulit : ISK, batu , hernia,
hidronefrosis, uremia, hematuria berulang, (3) Residual urine > 100 cc, (4) Flow metri : pola
obstruktif ( < 10 cc/ det, kurva datar/multifasik, waktu miksi memanjang), (5) Sindroma
prostatism yg progresif, mengganggu & iritatif, dan (6) Terapi medikamentosa tidak berhasil.

Tindakan invasif minimal


Selain tindakan invasif seperti yang telah disebutkan diatas, saat ini sedang
dikembangkan tindakan invasif minimal yang terutama ditujukan untuk pasien yang
mempunyai risiko tinggi terhadap pembedahan. Tindakan invasif minimal itu
diantaranya adalah: (1) thermoterapi, (2) TUNA (Transurethral Needle Ablation of the
Prostat), (3) pemasangan stent (prostacath), (4) HIFU (High Intensity Focused Ultrasound),
(5) dilatasi dengan balon (transurethral balloon dilatation).
11
Portofolio – Medik

X. PROGNOSIS
Prognosis untuk BPH berubah-ubah dan tidak dapat diprediksi pada tiap individu walaupun
gejalanya cenderung meningkat. Namun BPH yang tidak segera ditindak memiliki prognosis
yang buruk karena dapat berkembang menjadi kanker prostat. Menurut penelitian, kanker
prostat merupakan kanker pembunuh nomer 2 pada pria setelah kanker paru-paru. BPH yang
telah diterapi juga menunjukkan berbagai efek samping yang cukup merugikan bagi
penderita.

4. Plan
( 14/05/2017)
S : BAK tertahan, Nyeri saat BAK
O : TD : 130/90 mmHG P: 20 x/menit
Nadi : 88 x/menit
A : Retensi urine e.c. susp. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
P : Rawat inap
IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 vial/12 jam (skin test)
Ranitidin 1 amp/12 jam
Santagesic 1 amp/8 jam
Neuro Sanbe 1 amp/hari
Cek darah lengkap, GDS, Kolesterol, Fungsi Hati, Fungsi Ginjal
Pasang kateter urin
USG

(15/05/2017) Post Op
S : Nyeri saat BAK
O : TD : 150/90 mmHG P: 20 x/menit
Nadi : 92 x/menit
A : Retensi urine e.c.Susp. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
P : IVFD Ringer Laktat 20 tpm
Inj. Ceftriaxon 1 vial/12 jam (skin test)
Ranitidin 1 amp/12 jam
Santagesic 1 amp/8 jam
Neuro Sanbe 1 amp/hari
Alprazolam 0,5 mg 1x1

(16/05/2017)
S : Nyeri BAK berkurang
O : TD : 130/90 mmHG P: 20 x/menit
Nadi : 84 x/menit
A : Retensi urine e.c susp. Benign Prostate Hyperplasia (BPH)
P : Cefadroxyl 500 mg 3x1
As. Mefenamat 3x1
Ranitidin 150 mg 2x1
Alprazolam 0,5 mg 1x1
Pasien pulang

Prognosis: Bonam.
12
Portofolio – Medik

Rujukan: Kasus ini bukan kompetensi dokter umum, sehingga harus dirujuk ke spesialis
Bedah Urologi.
Kontrol dan Konseling: Menjelaskan kepada keluarga bahwa pasien memerlukan
perawatan dan operasi di rumah sakit mengingat kondisi pasien membutuhkan pengobatan
intensif dan observasi. Apabila kondisi pasien membaik, pasien boleh pulang berobat jalan
dan kontrol luka post operasi serta kateter di poliklinik.
Masalah: Masalah pada kasus ini adalah tidak adanya spesialis bedah urologi sehingga
pasien dioperasi oleh spesialis bedah umum.

Pinrang, 2017

Peserta, Pendamping,

dr. Herianti Jahidin dr. Rifai, M.Kes,MARS dr. Agus Salim

13

Anda mungkin juga menyukai