Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN

A. Definisi
Tuberkulosis tulang belakang atau dikenal juga dengan Spondilitis
Tuberkulosa merupakan perandangan granulomatosa yang bersifat kronis
destruktif oleh mycobacterium tuberculosis yang mengenai tulang
vertebra. Tuberkulosis tulang belakang selalu merupakan infeksi sekunder
dari fokus di tempat lain dalam tubuh. Pecivall Pott (1793) adalah penulis
pertama tentang penyakit ini dan menyatakan bahwa terdapat hubungan
antara penyakit ini dan deformitas tulang belakang sehingga penyakit ini
disebut sebagai penyakit Pott.
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan kronik dan
destruktif yang disebabkan basil tuberkulosa yang menyebar secara
hematogen dari focus jauh, dan hampir selalu berasal dari paru-paru.
Penyebaran basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi primer.

B. Anatomi Fisiologi
Kolumna vertebra atau rangkaian tulang belakang adalah pilar
mobile melengkung yang kuat sebagai penahan tengkorak, rongga thoraks,
anggota gerak atas, membagi berat badan ke anggota gerak bawah dan
melindungi medula spinalis.
Kolumna vertebra terdiri dari beberapa tulang vertabra yang di
hubungkan oleh diskus Intervertebra dan beberapa ligamen. Masing -
masing vertabra di bentuk oleh tulang Spongiosa yang diisi oleh sumsum
merah dan ditutupi oleh selaput tipis tulang kompakta.
Kolumna vertebra terdiri atas 33 ruas tulang yang terdiri dari :
a. 7 ruas tulang cervikal
b. 12 ruas tulang thorakal
c. 5 ruas tulang lumbal
d. 5 ruas tulang sakral (sacrum)
e. 4 ruas tulang ekor (coccygis)

1
1. Vertebra dan persendiannya.
Vertebra memiliki perbedaan yang khas yang memperlihatkan seperti
korpus yaitu lempeng tulang yang tebal, dengan permukaan yang agak
melengkung di atas dan bawah.
Arkus vertebra terdiri dari :
a. Pedikulus di sebelah depan : Tulang berbentuk batang memanjang
kebelakang dari korpus, dengan takik pada perbatasan vertebra
membentuk foramen intervertebralis.
b. Lamina di sebelah belakang : lempeng tulang datar memanjang ke
belakang dan ke samping bergabung satu sama lain pada sisi yang
berbeda.
c. Foramen vertebra : Suatu lubang besar dibatasi oleh korpus pada
bagian depan, pedikulus di samping dan di belakang.
d. Foremen Transversarium : lubang disamping , diantara dua batasan
vertebra , di dalamnya terdapat saraf spinal yang bersesuaian.
e. Processus articularis posterior dan inferior ; berarti kulasi dengan
processus yang serupa pada vertebra diatas dan dibawah.
f. Processus tranversus : memproyeksikan batang tulang secara
tranversal.
g. Spina : Suatu processus yang mengarah ke belakang dan ke bawah.
h. Diskus intervertebra adalah diskus yang melekatkan kepermukaan
korpus dari dua takik vertebra : Diskus tersebut terbentuk dari
anulus fibrosus,jaringan fibrokartilago yang berbentuk cincin pada
bagian luar, dan nukreus pulposus, substansi semi-cair yang
mengandung beberapa sarat dan terbungkus di dalam anulus
fibrosus.
2. Ligamentum.
Beberapa ligamentum yang menghubungkan vertebra :
a. Dari Ligamentum longitudinalis anterior melebar ke bawah pada
bagian depan korpus vertebra.

2
b. Ligamentum longitudinalis posterior melebar ke bawah pada
bagian belakang dari korpus vertebra (yaitu didalam kanalis
vertebra).
c. Ligamen pendek menghubungkan processus tranversus dan spinalis
dan mengelilingi persendian processus artikuler.
3. Vertebra cervicalis atau ruas tulang leher:
Vertebra cervucalis bentuknya kecil, mempunyai korpus yang tipis,
dan processus tranversus yang di tandai dengan jelas karena
mempunyai foramen ( di dalamnya terdapat arteri vertebralis ) dan
berakhir dalam dua tuberkolosis.
4. Vertebra torakalis atau ruas tulang punggung
Vertebra torakalis bentuknya lebih besar daripada yang cervikal dan
disebelah bawah menjadi lebih besar. Ciri khas vertebra torakalis
adalah sebagai berikut :
Badannya berbentuk lebar lonjong ( bentuk jantung ) dengan faset
atau lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya
agak kecil, prosesus panjang dan mengarah kebawah, sedangkan
prosesus tranversus , yang membantu faset persendian untuk iga.
5. Vertebra lumbalis atau ruas tulang pinggang
Vertebra lumbalis bentuknya adalah yang terbesar, badannya sangat
besar dibandingkan dengan badab vertebra yang lainnya dan
berbentuk seperti ginjal, prosesus spinosusnya lebar dan berbentuk
seperti kapak kecil, prosesus tranversusnya panjang dan langsing, ruas
kelima membentuk sendi dengan sakrum pada sendi lumbo sakral.
6. Sakrum atau tulang kelangkangan.
Tulang sakram berbentuk segitiga dan terletak padambagian bawah
kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata (tulang
koxa) dan membentuk bagian belakabg rongga pelvis (panggul).
Dasar dari sakrum terletak diatas dan bersendi dengan vertebra
lumbalis kelima dan membentuk sendi intervetebra yang khas,tepi
anterior dari basis saklrum ,membentuk promontorium sakralis.
Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebralis (saluran tulang

3
belakang) dan lanjuan dari padanya. Dinding kanalis sakralis
berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Prosesus spinosus yang
indemeter dapat dilihat pada pandangan posterior dari sakrum.
Permukaan anterior sakrum adalah lekung dan memperlihatkan empat
gili-gili melintang, yang menandakan tempat penggabungan kelima
vertebra sakralis pada ujung gili-gili ini disetiap sisi terdapat lubang -
lubang kecil untuk dilewati urat-urat saraf. Lubang - lubang ini di
sebut foramina. Apex dari sakrum bersendi,dengan tulang koksigius.
Disisinya, sakrum bersendi dengan tulang ileum dan membentuk sendi
sakroiliaka kanan dan kiri.
7. Koksigeus atau tulang ekor.
Koksigeus terdiri atas empat atau lima vertebra yang rudimater yang
bergabung menjadi satu, di atasnya ia bersendi dengan sakrum.

C. Etiologi
Penyebab Tuberculosis adalah Micobacterium Tuberculosa. Kuman
ini dapat menginfeksi manusia, seperti M. bovis, M. kansasii, M.
intracellular. Pada manusia paru-paru merupakan pintu gerbang utama
masuknya infeksi pada organ lain, bahkan bisa sampai menginfeksi tulang.
Faktorresiko :udaralembab, imunodefisiensi, social ekonomi, HIV.

D. Manifestasi Klinik
a. Tidak dapat menggerakkan kedua kakinya
b. Sakit pada punggung
c. Anoreksia
d. Demam pada malam hari
e. Deformitas

E. Komplikasi
1. Paraplegia(kelumpuhan tulang)
2. Meningitis(peradangan selaput otak)
3. Kifosis

4
F. Patofisiologi
Basil TB masuk ke dalam tubuh sebagian besar melalui traktus
respiratorius. Pada saat terjadi infeksi primer, karena keadaan umum yang
buruk maka dapat terjadi basilemia. Penyebaran terjadi secara hematogen.
Basil TB dapat tersangkut di paru, hati limpa, ginjal dan tulang. 6 hingga 8
minggu kemudian, respons imunologik timbul dan fokus tadi dapat
mengalami reaksi selular yang kemudian menjadi tidak aktif atau mungkin
sembuh sempurna. Vertebra merupakan tempat yang sering terjangkit
tuberkulosis tulang. Penyakit ini paling sering menyerang korpus vertebra.
Penyakit ini pada umumnya mengenai lebih dari satu vertebra. Infeksi
berawal dari bagian sentral, bagian depan, atau daerah epifisial korpus
vertebra. Kemudian terjadi hiperemi dan eksudasi yang menyebabkan
osteoporosis dan perlunakan korpus. Selanjutnya terjadi kerusakan pada
korteks epifise, discus intervertebralis dan vertebra sekitarnya. Kerusakan
pada bagian depan korpus ini akan menyebabkan terjadinya kifosis yang
dikenal sebagai gibbus. Berbeda dengan infeksi lain yang cenderung
menetap pada vertebra yang bersangkutan, tuberkulosis akan terus
menghancurkan vertebra di dekatnya.
Kemudian eksudat (yang terdiri atas serum, leukosit, kaseosa, tulang
yang fibrosis serta basil tuberkulosa) menyebar ke depan, di bawah
ligamentum longitudinal anterior dan mendesak aliran darah vertebra di
dekatnya. Eksudat ini dapat menembus ligamentum dan berekspansi ke
berbagai arah di sepanjang garis ligament yang lemah.
Pada daerah servikal, eksudat terkumpul di belakang fasia
paravertebralis dan menyebar ke lateral di belakang muskulus
sternokleidomastoideus. Eksudat dapat mengalami protrusi ke depan dan
menonjol ke dalam faring yang dikenal sebagai abses faringeal. Abses
dapat berjalan ke mediastinum mengisi tempat trakea, esophagus, atau
kavum pleura. Abses pada vertebra torakalis biasanya tetap tinggal pada
daerah toraks setempat menempati daerah paravertebral, berbentuk massa
yang menonjol dan fusiform. Abses pada daerah ini dapat menekan
medulla spinalis sehingga timbul paraplegia. Abses pada daerah lumbal

5
dapat menyebar masuk mengikuti muskulus psoas dan muncul di bawah
ligamentum inguinal pada bagian medial paha. Eksudat juga dapat
menyebar ke daerah krista iliaka dan mungkin dapat mengikuti pembuluh
darah femoralis pada trigonum skarpei atau regio glutea.
Menurut Gilroy dan Meyer (1979), abses tuberkulosis biasanya
terdapat pada daerah vertebra torakalis atas dan tengah, tetapi menurut
Bedbrook (1981) paling sering pada vertebra torakalis 12 dan bila
dipisahkan antara yang menderita paraplegia dan nonparaplegia maka
paraplegia biasanya pada vertebra torakalis10 sedang yang non paraplegia
pada vertebra lumbalis. Penjelasan mengenai hal ini sebagai berikut : arteri
induk yang mempengaruhi medulla spinalis segmen torakal paling sering
terdapat pada vertebra torakal 8-lumbal 1 sisi kiri. Trombosis arteri yang
vital ini akan menyebabkan paraplegia. Faktor lain yang perlu
diperhitungkan adalah diameter relatif antara medulla spinalis dengan
kanalis vertebralisnya. Intumesensia lumbalis mulai melebar kira-kira
setinggi vertebra torakalis 10, sedang kanalis vertebralis di daerah tersebut
relative kecil. Pada vertebra lumbalis 1, kanalis vertebralisnya jelas lebih
besar oleh karena itu lebih memberikan ruang gerak bila ada kompresi dari
bagian anterior. Hal ini mungkin dapat menjelaskan mengapa paraplegia
lebih sering terjadi pada lesi setinggi vertebra torakal. Kerusakan medulla
spinalis akibat penyakit Pott terjadi melalui kombinasi 4 faktor yaitu :
1. Penekanan oleh abses dingin
2. Iskemia akibat penekanan pada arteri spinalis
3. Terjadinya endarteritis tuberkulosa setinggi blokade spinalnya
4. Penyempitan kanalis spinalis akibat angulasi korpus vertebra yang
rusak
Kumar membagi perjalanan penyakit ini dalam 5 stadium yaitu :
1. Stadium implantasi.
Setelah bakteri berada dalam tulang, maka bila daya tahan tubuh
penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang
berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada

6
daerah paradiskus dan pada anak- anak umumnya pada daerah sentral
vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Setelah stadium implantasi, selanjutnya terjadi destruksi korpus
vertebra serta penyempitan yang ringan pada discus. Proses ini
berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra
dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses
(abses dingin), yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal.
Selanjutnya dapat terbentuk sekuestrum serta kerusakan diskus
intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di sebelah
depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus vertebra, yang
menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologist
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis
yang terjadi, tetapi terutama ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis
spinalis. Gangguan ini ditemukan 10% dari seluruh komplikasi
spondilitis tuberkulosa. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis
yang lebih kecil sehingga gangguan neurologis lebih mudah terjadi
pada daerah ini. Bila terjadi gangguan neurologis, maka perlu dicatat
derajat kerusakan paraplegia, yaitu :
a. Derajat I :
Kelemahan pada anggota gerak bawah terjadi setelah
melakukanaktivitas atau setelah berjalan jauh. Pada tahap ini
belum terjadigangguan saraf sensoris.
b. Derajat II :
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah tapi penderita
masih dapat melakukan pekerjaannya.
c. Derajat III :
Terdapat kelemahan pada anggota gerak bawah yang
membatasigerak/aktivitas penderita serta hipoestesia/anesthesia.

7
d. Derajat IV :
Terjadi gangguan saraf sensoris dan motoris disertai
gangguandefekasi dan miksi. Tuberkulosis paraplegia atau Pott
paraplegiadapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari
keadaanpenyakitnya.
Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi oleh karena
tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau akibat kerusakan
langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.
Paraplegia pada penyakit yang sudah tidak aktif/sembuh terjadi
oleh karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau
oleh pembentukan jaringan fibrosis yang progresif dari jaringan
granulasi tuberkulosa. Tuberkulosis paraplegia terjadi secara
perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai angulasi dan
gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah timbulnya
stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen oleh karena
kerusakan vertebra yang massif di sebelah depan.

G. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan radiologi
1) Pemeriksaan rontgen
a) Pemeriksaan foto toraks untuk melihat adanya tuberkulosis
paru.
b) Pada foto polos vertebra, ditemukan osteoporosis, osteolitik,
dan destruksi korpus vertebra, disertai penyempitan diskus
invertebralis yang berada diantara korpus tersebut, dan
mungkin dapat ditemukan adanya massa abses paravertebral.
c) Pada foto AP, abses paravertebral di daerah servikal berbentuk
sarang burung (bird’s nets), di daerah torakal berbentuk
bulbus, dan pada daerah lumbal abses terlihat berbentuk

8
fusiform. Pada stadium lanjut, terjadi destruksi vertebra yang
hebat sehingga timbul kifosis.
d) Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi. Pemeriksaan
mielografi dilakukan bila terdapat gejalt sehingga timbul
kifosis.
e) Pemeriksaan CT-scan dengan mielografi. Pemeriksaan
mielografi dilakukan bila terdapat gejala-gejala penekanan
sumsum tulang.
f) Pemeriksaan MRI ta-gejala penekanan sumsum tulang.
g) Pemeriksaan MRI terutama untuk melihat jaringan lunak yaitu
diskus invertebralis dan ligamentum serta lesi dalam sumsum
tulang belakang.
2) Pemeriksaan laboratorium
a) Peningkatan laju endap darah dan mungkin disertai
leukositosis.
b) Uji Mantoux positif.
c) Pada pemeriksaan biakan kuman, mungkin ditemukan
Mycobacterium
d) Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional
e) Pada pemeriksaan histopatologis, dapat ditemukan tuberkel.

H. Penatalaksanaan Medik
1. Terapi konservatif ( tirah baring, memperbaiki keadaan umum klien,
pemasangan brace pada klien yang di operasi ataupun yang tidak
dioperasi, pemberian obat anti tuberculosis). Obat-obatan yang
diberikan terdiri atas :
a. INH dengan dosis oral 5mg/kg BB/hari dengan dosis maksimal
300mg. Dosis oral pada anak-anak 10mg/kgBB.
b. Asam para-amino salisilat, dosis oral 8-12mg/kgBB.
c. Etambutol, dosis oral 15-25mg/BB/hari.
d. Rifampisin, dosis oral 10mg/kgBB untuk anak-anak dan pada
orang dewasa 300-400mg/hari

9
e. Streptomisin.
2. Terapi operatif.
Indikasi penatalaksanaan operasi yang perlu diketahui oleh perawat
sebagai bahan untuk melakukan kolaborasi, meliputi :
a. Bila dengan terapi konservatif tidak ada perbaikan paraplegia atau
kondisi tersebut bertambah berat
b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan sistem drainase abses
secara terbuka, penatalaksanaan debridemen, dan bone graft
c. Pada pemeriksaan radiologi (foto polos, mielografi, CT-scan dan
MRI),didapatkan adanya penekanan langsung pada medula spinalis.
d. Koreksi deformitas pada spondilitis tuberculosa yang telah
mengalami penyembuhan.
I. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama :
b. Umur :
c. Agama :
d. Pekerjaan :
e. Alamat :
2. Pengkajian 11 pola gordon
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
a. Keadaan Sebelum sakit : pasien mengatakan bisa beraktivitas
dengan baik
b. Keluhan utama : sakit pada punggung.
c. Riwayat keluhan utama : pasien mengatakan sering merasa
nyeri pada area punggung dan untuk mengurangi nyeri, pasien
hanya beristirahat.
d. Riwayat penyakit dahulu :pasien mengatakan pernah menderita
penyakit TBC.
e. Riwayat kesehatan keluarga : Pasien mengatakan orang tuanya
meninggal karena penyakit TBC.

10
2) Pola nutrisi dan metabolisme.
Akibat proses penyakitnya klien merasakan tubuhnya menjadi
lemah dan anoreksia, sedangkan kebutuhan metabolisme tubuh
semakin meningkat sehingga klien akan mengalami gangguan pada
status nutrisinya. Dan penumpukan secret pada saluran pernapasan.
3) Pola eliminasi
Dimana klien akan mengalami perubahan dalam cara eliminasi
yang semula bias kekamar mandi, karna lemah dan sakit pada
punggung.
4) Pola aktifitas.
Sehubungan dengan adanya kelemahan fisik nyeri pada punggung
menyebabkan klien membatasi aktifitas fisik dan berkurangnya
kemampuan dalam melaksanakan aktifitas fisik tersebut.
5) Pola tidur dan istirahat.
Adanya nyeri pada punggung dan perubahan lingkungan atau
dampak hospitalisasi akan menyebabkan masalah dalam
pemenuhan tidur dan istirahat.
6) Pola hubungan dan peran
Dengan penyakit yang dialami oleh klien maka pola peran akan
berubah dimana klien akan tidak mampu dalam melaksanakan
perannya yang bagai mana semestinya. Baik dalam keluarga
maupun dalam lingkungan kerja dan sekitarnya.
7) Pola persepsi dan konsep diri.
Klien dengan Spondilitis teberkulosa seringkali merasa malu
terhadap bentuk tubuhnya dan kadang - kadang mengisolasi diri.
8) Pola reproduksi dan seksualitas
Dengan keadaan ini maka kebutuhan seksual klien akan terganggu.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum. Pada keadaan spondilitis tuberkulosa, klien umumnya
tidak mengalami penurunan kesadaran.
2. B1 (Breathing). Hasil pemeriksaan fisik sistem ini pada klien
spondilitis tuberkulosa dengan fase penurunan aktivitas yang parah

11
adalah pada infeksi didapatkan bahwa klien batuk, ada peningkatan
sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas, dan peningkatan
frekuensi pernapasan. Pada palpasi, ditemukan taktil fremitus
seimbang kanan dan kiri. Pada perkusi, ditemukan adanya resonan
pada seluruh lapang paru. Pada auskultasi, didapatkan suara napas
tambahan, seperti ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi
sekret, dan kemampuan batuk yang menurun yang sering ditemukan
pada klien spondilitis tuberkulosa dengan penurunan tingkat
kesadaran. Pad klien spondilitis tuberkulosa fase awal, biasanya tidak
didapatkan kelainan pada sistem pernafasan.
3. B2 ( Blood). Pada keadaan spondilitis tuberkulosa dengan komplikasi
paraplegia yang lama diderita, biasanya akan didapatkan adanya
hipotensi ortostatik (penurunan tekanan darah sistolik ≤25mmHg dan
diastolik ≤ 10mmHg ketika klien bangun dari posisi berbaring ke
posisi duduk) . pada klien spondilitis tuberkulosa tanpa paraplegia,
biasanya tidak didapatkan kelainan pada sistem kardiovaskuler.
4. B3 (Brain). Tingkat kesadaran biasanya kompos mentis.
5. B4 (Bladder). Pada spondilitis tuberkulosa daerah torakal dan servikal,
tidak ada kelainan pada sistem ini. Pada spondilitis tuberkulosa daerah
lumbal, sering didapatkan keluhan inkontinensia urine,
ketidakmampuan mengomunasikan kebutuhan eliminasi urine.
6. B5 ( Bowel ). Inspeksi abdomen:bentuk datar, simetris, tidak ada
hernia. Palpasi: turgor baik, tidak ada kejang otot abdomen akibat
adanya abses pada lumbal, hepar tidak teraba. Perkusi : suara timpani,
ada pantulan gelombang cairan. Auskultasi : peristaltik usus normal
±20x/menit. Inguinal-genetalia-anus : tidak ada hernia, tidak ada
pembesaran limfe, tidak ada kesulitan BAB. Pola nutrisi dan
metabolisme : pada klien spondilitis tuberkulosa, sering ditemukan
penurunan nafsu makn dan gangguan menelan karena adsanya
stimulus nyeri menelan dari abses faring sehingga pemenuhan nutrisi
berkurang.
7. B6 ( Bone )

12
a. Look. Kurvatura tulang belakang mengalami deformitas (kifosis)
terutama pada spondilitis tuberkulosa daerah torakal. Pada
spondilitis tuberkulosa daerah vertebra lumbalis, hampir tidak
terlihat deformitas, tetapi terlihat adanya abses pada daerah
bokong dan pinggang. Pada spondilitis tuberkulosa daerah
servikal, terdapat kekakuan leher.
b. Feel. Kaji adanya nyeri tekan pad daerah spondilitis.
c. Move. Terjadi kelemahan anggota gerak (paraplegia dan
gangguan pergerakan tulang belakang

C. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas b/d sputum berlebih
2. Nyeri akut b/d agens-agens penyebab cedera (penekanan saraf pada
medula spinalis)
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penyakit
kronis (abses faringeal)
4. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal (paraplegia,
paralisis ekstremitas bawah)
5. Ansietas b/d konsep diri

D. Intervensi
1. Ketidakefektifan pembersihan jalan nafas b/d sputum berlebih
NOC : Menunjukkan pembersihan jalan nafas yang efektif
NIC :
a. Catat jenis dan jumlah sekret yang di kumpulkan
b. Ajarkan teknik batuk efektif
c. Informasikan kepada pasien mengenai larangan merokok didalam
ruang perawatan, serta beri penyuluhan tentang pentingnya
berhenti merokok
d. Konsultasi dengan dokter tentang kebutuhan untuk perkusi atau
peralatan pendukung

13
2. Nyeri akut b/d agen - agen penyebab cedera (penekanan saraf pada
medula spinalis)
NOC : nyeri berkurang
NIC :
a. Kaji skala nyeri
b. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
b. Informasikan kepada pasien tentang prosedur yang dapat
meningkatkan nyeri
c. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian analgesik
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d penyakit
kronis (abses faringeal)
NOC : memperlihatkan status nutrisi yang baik
NIC :
a. Kaji dan dokumentasikan derajad kesulitan mengunyah dan
menelan.
b. Ketika membantu memberikan makan pasien gunakan spoit jika
perlu untuk memudahkan menelan
c. Berikan informasi yang tepat tentang kebutuhan nutrisi dan
bagaimana memenuhinya.
d. Kolaborasikan dengan dokter untuk menentukan penyebab
gangguan nutrisi
4. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal ( paraplegia,
paralisis ekstremitas bawah)
NOC : Dapat mengembalikan mobilitas pasien
NIC :
a. Kaji kebutuhan belajar pasien
b. Anjurkan dan bantu pasien dalam proses berpindah
c. Instruksikan pasien untuk memerhatikan kesejajaran tubuh yang
benar
d. Kolaborasi dnegan dokter untuk rujukan ke ahli terapi fisik untuk
program latihan

14
5. Ansietas b/d konsep diri
NOC : menunjukan pengendalian diri terhadap ansietas
NIC :
a. Kaji dan dokumentasikan tingkat kecemasan pasien
b. Beri dorongan kepada pasien untuk mengungkapkan secara verbal
pikiran dan perasaan.
c. Informasikan kepada keluarga pasien tentang gejala ansietas
d. Kolaborasi dengan dokter mengenai pemberian obat untuk
menurunkan ansietas

E. Discharge Planning
1. Hindari kontak langsung dengan penderita penyakit menular seperti
TBC.
2. Periksakan secepatnya apabila mengalami keluhan seperti diatas
3. Berikan obat secara teratur dan sesuai dosis.

15
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer. Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner


& Suddarth. Edisi 8. Volume 3. Jakarta : EGC.
Doenges, Marilyn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta: EGC.
Zairin noor helmi.2012.buku gagguaan muskuloskeletal.salemba
medika.jakarta.
John crofton.norman horne.fred miller.I. 2002.tuberkolosis klinis.edisi
2.jakarta.
http://www.kennethsternchiropractic.com/anatomy-of-spine.htm
http://www.emedicine.medscape.com.

16

Anda mungkin juga menyukai