Anda di halaman 1dari 15

Diabetes melitus

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. Informasi dalam artike
Perhatian: Informasi dalam artikel ini bukanlah resep atau nasihat medis. Wikipe
Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional.

Halaman ini belum atau baru diterjemahkan sebagian dari bahasa Inggris.
Bantulah Wikipedia untuk melanjutkannya. Lihat panduan penerjemahan Wikipedia.

Diabetes melitus

Klasifikasi dan rujukan luar

Spesialisasi diabetology[*]

ICD-10 E10.–E14.

ICD-9-CM 250

MedlinePlus 001214

eMedicine med/546 emerg/134

Patient UK Diabetes melitus

MeSH C18.452.394.750

[sunting di Wikidata]

Lingkaran biru, adalah simbol bagi diabetes melitus, sebagaimana pita merah untuk AIDS.[1]

Diabetes melitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa
Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing
manis adalah kelainan metabolikyang disebabkan oleh banyak faktor seperti kurangnya insulin atau
ketidakmampuan tubuh untuk memanfaatkan insulin (Insulin resistance),
dengan simtoma berupa hiperglikemia kronis dan gangguan
metabolisme karbohidrat, lemak dan protein, sebagai akibat dari:
 defisiensi sekresi hormon insulin, aktivitas insulin, atau keduanya.[2]
 defisiensi transporter glukosa.
 atau keduanya.
Glukosa adalah bukan gula biasa yang umum tersedia di toko atau pasar. Glukosa
adalah karbohidrat alamiah yang digunakan tubuh sebagai sumber energi. Yang banyak dijual
adalah sukrosa dan ini sangat berbeda dengan glukosa. Konsentrasi tinggi dari glukosa dapat
ditemukan pada minuman ringan (soft drink) dan buah-buah tertentu. Kadar gula darah hanya
menyiratkan kadar glukosa darah dan tidak menyatakan kadar fruktosa, sukrosa, maltosa dan
laktosa (banyak pada susu).[3] Yang bukan glukosa akan diubah sebagian menjadi glukosa melalui
proses yang bisa panjang tergantung jenisnya, karenanya mungkin tidak cepat menaikkan kadar
gula darah. Buah selain memiliki glukosa juga memiliki fruktosa dengan komposisi yang berbeda-
beda tergantung buahnya. Sukrosa termasuk cepat berubah menjadi glukosa, tetapi gula batu
karena proses pembuatannya berbeda lebih baik dari gula pasir, sedangkan gula aren dan gula
jawa jauh lebih baik bagi penderita diabetes.
Kadar glukosa pada darah dikendalikan oleh beberapa hormon. Hormon adalah zat kimia di dalam
badan yang mengirimkan tanda pada sel-sel ke sel-sel lainya. Insulin adalah hormon yang dibuat
oleh pankreas. Ketika makan, pankreas membuat insulin untuk mengirimkan pesan pada sel-sel
lainnya di tubuh. Insulin ini memerintahkan sel-sel untuk mengambil glukosa dari darah. Glukosa
digunakan oleh sel-sel untuk pembuatan energi. Glukosa yang berlebih disimpan dalam sel-sel
sebagai glikogen. Pada saat kadar gula darah mencapai tingkat rendah tertentu, sel-sel memecah
glikogen menjadi glukosa untuk menciptakan energi.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes melitus, antara
lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington,
kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom
Werner, sindrom
Wolfram,[4] leukoaraiosis, demensia,[5] hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme,[6] dan lain-
lain.
Pada tahun 2013, Indonesia memiliki sekitar 8,5 juta penderita Diabetes yang merupakan jumlah ke-
empat terbanyak di Asia dan nomor-7 di dunia.[7] Dan pada tahun 2020, diperkirakan Indonesia
akan memiliki 12 Juta penderita diabetes, karena yang mulai terkena diabetes semakin muda.

Daftar isi
[sembunyikan]
 1Tanda-tanda dan gejala-gejalanya
 1.1Kedaruratan diabetes
 1.2Komplikasi
 2Klasifikasi
 2.1Diabetes melitus tipe 1
 2.2Diabetes melitus tipe 2
 2.3Diabetes melitus tipe 3
 3Patofisiologi
 3.1Komplikasi
 3.1.1Ketoasidosis diabetikum
 3.1.2Hipoglikemi
 3.1.3Retinopathy diabetes
 4Diagnosis
 4.1Penyaringan penyakit diabetes
 4.2Simtoma klinis
 5Pengendalian penyakit diabetes
 6Hereditas dan Gaya hidup
 7Riset
 8Lihat pula
 9Referensi
 10Pranala luar

Tanda-tanda dan gejala-gejalanya[sunting | sunting sumber]


Tanda-tanda Diabetes
ƒ *Sering berkemih (Frequent urination)
 Haus berlebihan (Excessive thirst)
 Lapar sekali (Increased hunger)
 Kehilangan berat badan (Weight loss)
 Nafas berbau buah (Fruity breath odor)
 Kelelahan (Tiredness)
 Kehilangan perhatian dan konsentrasi (Lack of interest and concentration)
 Muntah dan nyeri lambung, seringkali diduga flu (Vomiting and stomach pain, often mistaken as the flu)
 A tingling sensation or numbness in the hands or feet
 Kaburnya penglihatan (Blurred vision)
 Sering terinfeksi (Frequent infections)
 Penyembuhan luka yang lambat (Slow-healing wounds)
 Mengompol waktu tidur, pada anak-anak maupun dewasa (Bedwetting, in children and adults)
Tanda-tanda klasik dari diabetes yang tidak diobati adalah hilangnya berat badan, polyuria (sering
berkemih), polydipsia (sering haus), dan polyphagia (sering lapar).[8] Gejala-gejalanya dapat
berkembang sangat cepat (beberapa minggu atau bulan saja) pada diabetes type 1, sementara
pada diabetes type 2 biasanya berkembang jauh lebih lambat dan mungkin tanpa gejala sama sekali
atau tidak jelas.
Beberapa tanda-tanda lainnya dan gejala-gejalanya dapat menunjukkan adanya diabetes, meskipun
hal ini tidak spesifik untuk diabetes. Mereka adalah pandangan yang kabur, sakit kepala, fatigue,
penyembuhan luka yang lambat, dan gatal-gatal. Tingginya tingkat glukosa darah yang lama dapat
menyebabkan penyerapan glukosa pada lensa mata, yang menyebabkan perubahan bentuk, dan
perubahan ketajaman penglihatan. Sejumlah gatal-gatal karena diabetes dikenal sebagai diabetic
dermadromes.
Kedaruratan diabetes[sunting | sunting sumber]
Penderita (biasanya diabetes type 1) dapat juga mengalami diabetic ketoacidosis, sebuah masalah
metabolisme yang dicirikan dengan nausea, vomiting dan nyeri abdomen, bau acetone pada
pernapasan, bernapas dalam yang dikenal sebagai Kussmaul breathing, dan pada kasus yang berat
berkurangnya tingkat kesadaran.[9]
Jarang, tetapi berat juga adalah kemungkinan adanya Nonketotic hyperosmolar coma, yang lebih
umum terjadi pada diabetes type 2 dan hal ini terutama disebabkan adanya dehidrasi.[9]
Komplikasi[sunting | sunting sumber]
Diabetic retinopathy, adalah penyakit mata yang terutama disebakan oleh diabetes, merusak retina di kedua
belah mata, menyebabkan masalah penglihatan hingga kebutaan

Ulcers pada kaki adalah komplikasi umum pada diabetes dan dapat mengakibatkan amputasi. Ulcer ini adalah
komplikasi lanjut dari gangrene kering dan/atau basah.

Semua bentuk diabetes meningkatkan risiko komplikasi dalam jangka panjang. Hal ini berkembang
setelah 10-20 tahun, tetapi bisa saja gejala pertama muncul pada mereka yang belum terdiagnosis
selama waktu tersebut.
Komplikasi utama jangka panjang adalah rusaknya pembuluh darah. Penderita diabetes dua kali
lebih berisiko untuk mendapat penyakit kardiovaskular[10] dan sekitar 75 persen kematian akibat
diabetes disebabkan oleh penyakit jantung korner.[11] Penyakit pembuluh besar lainnya
adalah stroke, dan penyakit pembuluh darah tepi (peripheral vascular disease).
Komplikasi pembuluh darah mikro akibat diabetes termasuk kerusakan pada mata, ginjal, dan
syaraf.[12] Kerusakan pada mata dikenal sebagai diabetic retinopathy, yang disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah pada retina, dan dapat mengakibatkan kehilangan penglihatan secara
berangsur dan akhirnya buta.[12] Kerusakan pada ginjal dikenal sebagai diabetic nephropathy,
dapat menimbulkan parut, kehilangan protein, dan kadang-kadang mengalami ginjal kronis, yang
kadang-kadang memerlukan dialisa atau transplantasi ginjal.[12] Kerusakan pada syaraf dikenal
sebagai diabetic neuropathy, yang biasanya merupakan komplikasi utama dari diabetes.[12] Gejala-
gejalnya dapat meliputi numbness, tingling, nyeri, dan sensasi nyeri lainnya, yang bisa
menyebabkan kerusakan pada kulit. Diabetic foot (seperti diabetic foot ulcers) mungkin timbul, dan
sulit untuk ditangani, kadang-kadang memerlukan amputasi. Sebagai tambahan, proximal diabetic
neuropathy menyebabkan nyeri pada muscle wasting dan menjadi lemah.
Terdapat hubungan antara berkurangnya kognitif dengan diabetes. Dibandingkan mereka yang
tanpa diabetes, penderita diabetes mengalami penurunan fungsi kognitif 1,2 hingga 1.6 kali lebih
besar.[13]
Klasifikasi[sunting | sunting sumber]
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes melitus berdasarkan
perawatan dan simtoma:[2]
1. Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di
dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik.
Diabetes melitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria,
tidak termasuk pada penggolongan ini.
2. Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai
dengan sindrom resistansi insulin
3. Diabetes gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance, GIGT
dan gestational diabetes mellitus, GDM.

dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi:


4. Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
5. Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup
untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari
luar tubuh.
6. Not insulin requiring diabetes.
Kelas empat pada tahap klinis serupa dengan klasifikasi IDDM (bahasa Inggris: insulin-dependent
diabetes mellitus), sedang tahap kelima dan keenam merupakan anggota klasifikasi NIDDM (bahasa
Inggris: non insulin-dependent diabetes mellitus). IDDM dan NIDDM merupakan klasifikasi yang
tercantum pada International Nomenclature of Diseases pada tahun 1991 dan revisi ke-
10 International Classification of Diseasespada tahun 1992.
Klasifikasi Malnutrion-related diabetes mellitus, MRDM, tidak lagi digunakan oleh karena,
walaupun malagizi dapat memengaruhi ekspresi beberapa tipe diabetes, hingga saat ini belum
ditemukan bukti bahwa malagizi atau defisiensi protein dapat menyebabkan diabetes. Subtipe
MRDM; Protein-deficient pancreatic diabetes mellitus, PDPDM, PDPD, PDDM, masih dianggap
sebagai bentuk malagizi yang diinduksi oleh diabetes melitus dan memerlukan penelitian lebih
lanjut. Sedangkan subtipe lain, Fibrocalculous pancreatic diabetes, FCPD, diklasifikasikan
sebagai penyakit pankreas eksokrin pada lintasan fibrocalculous pancreatopathy yang menginduksi
diabetes melitus.
Klasifikasi Impaired Glucose Tolerance, IGT, kini didefinisikan sebagai tahap dari cacat regulasi
glukosa, sebagaimana dapat diamati pada seluruh tipe kelainan hiperglisemis. Namun tidak lagi
dianggap sebagai diabetes.
Klasifikasi Impaired Fasting Glycaemia, IFG, diperkenalkan sebagai simtoma rasio gula darah puasa
yang lebih tinggi dari batas atas rentang normalnya, tetapi masih di bawah rasio yang ditetapkan
sebagai dasar diagnosis diabetes.
Diabetes melitus tipe 1[sunting | sunting sumber]
Diabetes melitus tipe 1, diabetes anak-anak (bahasa Inggris: childhood-onset diabetes, juvenile
diabetes, insulin-dependent diabetes mellitus, IDDM) adalah diabetes yang terjadi karena
berkurangnya rasio insulin dalam sirkulasi darah akibat hilangnya sel beta penghasil insulin
pada pulau-pulau Langerhans pankreas. IDDM dapat diderita oleh anak-anak maupun orang
dewasa.
Sampai saat ini IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan
dengan diet maupun olah raga. Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat
badan yang baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun respons tubuh
terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini, terutama pada tahap awal.
Penyebab terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan
reaksi autoimunitas yang menghancurkan sel beta pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat
dipicu oleh adanya infeksi pada tubuh.
Saat ini, diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan pengawasan
yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor pengujian darah. Pengobatan dasar
diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa
insulin, ketosis dan diabetic ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan olahraga.[14] Terlepas
dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan pemberian insulin melalui pump, yang
memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat dosis yang telah
ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus) dari insulin yang dibutuhkan pada saat
makan. Serta dimungkinkan juga untuk pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus. Perawatan tidak akan memengaruhi aktivitas-
aktivitas normal apabila kesadaran yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam
pemeriksaan dan pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1
harus sedekat mungkin ke angka normal (80–120 mg/dl, 4-6 mmol/l).[butuh rujukan] Beberapa
dokter menyarankan sampai ke 140–150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang bermasalah
dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic events".[butuh rujukan] Angka di
atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang
terlalu sering sehingga menyebabkan dehidrasi.[butuh rujukan] Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l)
biasanya membutuhkan perawatan secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis.[butuh
rujukan] Tingkat glukosa darah yang rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan
kehilangan kesadaran. Pada orang yang sudah sepuh, biasanya gula darah sewaktunya dijaga di
bawah 200 mg/dl saja dan tidak lebih rendah, karena dikhawatirkan dapat terjadinya 'hipo' atau gula
darah di bawah 100 mg/dl, karena misalnya telat makan, makan lebih sedikit dari biasanya atau
terlalu senang dengan aktivitas berlebih dari biasanya.
Saat ini mulai banyak dilakukan pemberian insulin kepada penderita diabetes type 2 yang secara
terus menerus gula darah sewaktunya selalu di atas 200 mg/dl, walaupun telah diberikan berbagai
kombinasi obat oral. Insulin yang diberikan adalah yang bersifat 'long acting' atau 24 jam sekali dan
tetap minum obat oral dengan dosis yang lebih rendah tiap kali makan besar.
Diabetes melitus tipe 2[sunting | sunting sumber]
Diabetes melitus tipe 2 (bahasa Inggris: adult-onset diabetes, obesity-related diabetes, non-insulin-
dependent diabetes mellitus, NIDDM) merupakan tipe diabetes melitus yang terjadi bukan
disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan merupakan kelainan metabolisme
yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,[15] termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel
β, gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel terhadap insulin[16] yang disebabkan oleh
disfungsi GLUT10[17] dengan kofaktor hormon resistinyang menyebabkan sel jaringan, terutama
pada hati menjadi kurang peka terhadap insulin[18] serta RBP4 yang menekan penyerapan glukosa
oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula darah oleh hati.[18] Mutasi gen tersebut sering
terjadi pada kromosom 19 yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.[19]
Pada NIDDM ditemukan ekspresi SGLT1 yang tinggi,[20] rasio RBP4 dan hormon resistin yang
tinggi,[18] peningkatan laju
metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,[18] penurunan laju reaksi oksidasi dan
peningkatan laju reaksi esterifikasi pada hati.[21]
NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia[22], lipodistrofi,[18] dan sindrom resistansi insulin.
Pada tahap awal kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.[butuh rujukan] Hiperglisemia dapat
diatasi dengan obat anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin atau
mengurangi produksi glukosa dari hepar, namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun
semakin berkurang, dan terapi dengan insulin kadang dibutuhkan.[butuh rujukan] Ada beberapa
teori yang menyebutkan penyebab pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas
sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi terhadap insulin, dalam kaitan
dengan pengeluaran dari adipokines itu merusak toleransi glukosa.[butuh rujukan] Obesitas
ditemukan di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2 kencing
manis.[butuh rujukan] Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di dekade
yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk memengaruhi anak remaja dan anak-anak.[butuh
rujukan]
Diabetes tipe 2 dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2 biasanya,
awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga),[23] diet (umumnya pengurangan
asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar kembali kepekaan
hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar
5 kg (10 sampai 15 lb), paling terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah
yang berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan antidiabetic drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab]
produksi hormon insulin adalah pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan (sering yang
digunakan di kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (e.g.,
sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang glukosa oleh hati (dan
menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu (e.g., metformin), dan pada hakikatnya
menipis pembalasan hormon insulin (e.g., thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan
hormon insulin akan jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang
normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan dalam banyak
kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin, baru-baru ini diperkenankan
untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes melitus tipe 2.[24] Seperti zat penghambat dipeptidyl
peptidase 4 yang lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun
kanker.[25][26]
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM pada manusia adalah defisiensi metabolisme
oksidatif di dalam mitokondria[27] pada otot lurik.[28][29] Sebaliknya, hormon tri-
iodotironina menginduksi biogenesis di dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase
pada kompleks V, meningkatkan aktivitas sitokrom c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi
oksigen reaktif, menurunkan stres oksidatif,[30] sedang hormon melatonin akan meningkatkan
produksi ATP di dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain, terutama pada
kompleks I, III dan IV.[31] Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus yang
mengatur fosforilasi oksidatif mitokondria di dalam otot lurik.[32] Di sisi lain, metalotionein yang
menghambat aktivitas GSK-3beta akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita
diabetes.[33][34][35]
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan
berat tubuh, setelah dilakukan bedah bypass usus. Hal ini diketahui sebagai akibat dari
peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan apakah metode ini
dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa.[36]
Pada terapi tradisional, flavonoid yang mengandung senyawa hesperidin dan naringin, diketahui
menyebabkan:[37]
 peningkatan mRNA glukokinase,
 peningkatan ekspresi GLUT4 pada hati dan jaringan
 peningkatan pencerap gamma proliferator peroksisom
 peningkatan rasio plasma hormon insulin, protein C dan leptin[38]
 penurunan ekspresi GLUT2 pada hati
 penurunan rasio plasma asam lemak dan kadar trigliserida pada hati
 penurunan rasio plasma dan kadar kolesterol dalam hati, antara lain dengan menekan 3-
hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme reductase, asil-KoA, kolesterol asiltransferase
 penurunan oksidasi asam lemak di dalam hati dan aktivitas karnitina palmitoil, antara lain
dengan mengurangi sintesis glukosa-6 fosfatase dehidrogenase dan fosfatidat fosfohidrolase
 meningkatkan laju lintasan glikolisis dan/atau menurunkan laju lintasan glukoneogenesis
sedang naringin sendiri, menurunkan transkripsi mRNA fosfoenolpiruvat
karboksikinase dan glukosa-6 fosfatase di dalam hati.
Hesperidin merupakan senyawa organik yang banyak ditemukan pada buah jenis jeruk, sedang
naringin banyak ditemukan pada buah jenis anggur.
Diabetes melitus tipe 2 dapat dicegah atau diperlambat munculnya dengan mengembangkan Pola
Hidup Sehat:[39]
 Pola makan sehat dengan memperbanyak konsumsi sayur dan buah
 Olahraga 3 kali dalam seminggu, masing-masing setidaknya 20 menit [40]
 Jaga berat badan ideal
 Menghindari rokok
 Mengurangi asupan alkohol
Pria dengan berat badan normal risikonya 70 persen lebih rendah daripada yang obes, sedangkan
wanita dengan berat badan normal risikonya 78 persen lebih rendah daripada yang obes.
Lakukanlah selalu Tes Gula Darah, karena seseorang yang terdiagnosis mulai Prediabetes, tetapi
segera melakukan Perubahan Gaya Hidupnya, maka ia akan terhindar dari Diabetes melitus tipe 2
atau setidaknya memperlambat munculnya Dibetes melitus tipe 2.
Diabetes melitus tipe 3[sunting | sunting sumber]
Diabetes melitus gestasional (bahasa Inggris: gestational diabetes, insulin-resistant type 1
diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent
autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus
yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-
6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya.[41] GDM mungkin dapat merusak kesehatan
janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.[butuh rujukan]
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat
temporer dan dapat meningkat maupun menghilang setelah melahirkan. GDM dapat disembuhkan,
namun memerlukan pengawasan medis yang cermat selama masa kehamilan.
Meskipun GDM bersifat sementara, bila tidak ditangani dengan baik dapat membahayakan
kesehatan janin maupun sang ibu. Risiko yang dapat dialami oleh bayi meliputi makrosomia (berat
bayi yang tinggi/diatas normal), penyakit jantung bawaan dan kelainan sistem saraf pusat, dan cacat
otot rangka. Peningkatan hormon insulin janin dapat menghambat produksi surfaktan janin dan
mengakibatkan sindrom gangguan pernapasan. Hyperbilirubinemia dapat terjadi akibat kerusakan
sel darah merah. Pada kasus yang parah, kematian sebelum kelahiran dapat terjadi, paling umum
terjadi sebagai akibat dari perfusi plasenta yang buruk karena kerusakan vaskular. Induksi
kehamilan dapat diindikasikan dengan menurunnya fungsi plasenta. Operasi sesar dapat akan
dilakukan bila ada tanda bahwa janin dalam bahaya atau peningkatan risiko luka yang berhubungan
dengan makrosomia, seperti distosia bahu.
Patofisiologi[sunting | sunting sumber]
Kemungkinan induksi diabetes tipe 2 dari berbagai macam kelainan hormonal, seperti
hormon sekresi kelenjar adrenal, hipofisis dan tiroid merupakan studi pengamatan yang sedang laik
daun saat ini. Sebagai contoh, timbulnya IGT dan diabetes melitus sering disebut terkait
oleh akromegali dan hiperkortisolisme atau sindrom Cushing.
Hipersekresi hormon GH pada akromegali dan sindrom Cushing sering berakibat pada resistansi
insulin, baik pada hati dan organ lain, dengan simtoma hiperinsulinemia dan hiperglisemia, yang
berdampak pada penyakit kardiovaskular dan berakibat kematian.[42]
GH memang memiliki peran penting dalam metabolisme glukosa dengan
menstimulasi glukogenesis dan lipolisis, dan meningkatkan kadar glukosa darah dan asam lemak.
Sebaliknya, insulin-like growth factor 1 (IGF-I) meningkatkan kepekaan terhadap insulin, terutama
pada otot lurik. Walaupun demikian, pada akromegali, peningkatan rasio IGF-I tidak dapat
menurunkan resistansi insulin, oleh karena berlebihnya GH.
Terapi dengan somatostatin dapat meredam kelebihan GH pada sebagian banyak orang, tetapi
karena juga menghambat sekresi insulin dari pankreas, terapi ini akan memicu komplikasi
pada toleransi glukosa.
Sedangkan hipersekresi hormon kortisol pada hiperkortisolisme yang menjadi
penyebab obesitas viseral, resistansi insulin, dan dislipidemia, mengarah pada hiperglisemia dan
turunnya toleransi glukosa, terjadinya resistansi insulin,
stimulasi glukoneogenesis dan glikogenolisis. Saat bersinergis dengan
kofaktor hipertensi, hiperkoagulasi, dapat meningkatkan risiko kardiovaskular.
Hipersekresi hormon juga terjadi pada kelenjar tiroid berupa tri-
iodotironina dengan hipertiroidisme yang menyebabkan abnormalnya toleransi glukosa.
Pada penderita tumor neuroendokrin, terjadi perubahan toleransi glukosa yang disebabkan oleh
hiposekresi insulin, seperti yang terjadi pada
pasien bedah pankreas, feokromositoma, glukagonoma dan somatostatinoma.
Hipersekresi hormon ditengarai juga menginduksi diabetes tipe lain, yaitu tipe 1. Sinergi hormon
berbentuk sitokina, interferon-gamma dan TNF-α, dijumpai membawa sinyal apoptosis bagi sel beta,
baik in vitro maupun in vivo.[43] Apoptosis sel beta juga terjadi akibat mekanisme Fas-
FasL,[44][45] dan/atau hipersekresi molekul sitotoksik, seperti granzim dan perforin; selain
hiperaktivitas sel T CD8- dan CD4-.[45]
Komplikasi
Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis
ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta
kerusakan saraf dan pembuluh darah yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan
risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum terjadi, bila kontrol kadar gula darah buruk.
Komplikasi berarti beberapa organ dan fungsi tubuh terganggu sekaligus. Menurut Badan Penelitian
dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kemkes RI, penderita diabetes dapat mengalami
komplikasi sebagai berikut: 50.9 persen mengalami penurunan fungsi seksual, 30.6 persen refleks
tubuhnya terganggu, 29.3 persen retinanya terganggu (retinopati diabetik), 16.3 persen mengalami
katarak awal (lebih cepat terjadi dari umur seharusnya). 50 persen penderita diabetes akan
meninggal, karena penyakit kardiovaskuler.[46]
Ketoasidosis diabetikum
Pada penderita diabetes tipe I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat
ke dalam suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum.
 Kadar gula di dalam darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat
menggunakan gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain.
 Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun yang
bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis).
 Gejala awal dari ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah,
lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak).
 Pernapasan menjadi dalam dan cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman
darah. Bau napas penderita tercium seperti bau aseton.
 Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa berkembang menjadi koma, kadang dalam
waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes
tipe I bisa mengalami ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau
mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita diabetes tipe II
bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun.
 Jika kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering kencing dan
haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat tinggi (sampai lebih dari
1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya infeksi atau obat-obatan), maka penderita
akan mengalami dehidrasi berat, yang bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang
dan suatu keadaan yang disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Hipoglikemi
Retinopathy diabetes
 Retinopathy diabetes adalah terganggunya Retina Mata, karena kaku dan rapuhnya pembuluh
darah retina, karena adanya diabetes.
 Akibatnya pembuluh darah dapat pecah atau sebaliknya menjadi tersumbat dan membentuk
pembuluh darah baru.
 Retinopathy diabetes biasanya tanpa gejala apapun, oleh karenanya penderita diabetes
seharusnya memeriksakan matanya sedikitnya sekali setahun.
 Jika melihat seolah-olah ada benda terbang melayang-layang atau pandangan kabur atau malah
hilang sama sekali (1 mata), segeralah berobat, karena dipastikan terjadi robek atau bahkan
lepasnya sebagian/seluruh retina.
 8 persen dari penderita diabetes type apapun akan mengalami risiko kebutaan pada masa
tuanya.[47][48]

Diagnosis[sunting | sunting sumber]


Penyaringan penyakit diabetes[sunting | sunting sumber]
Jika salah satu faktor risiko diabetes di bawah ini terpenuhi, maka harus dilakukan Penyaringan
penyakit dibetes dengan melakukan Tes Gula Darah Puasa dan Tes Gula Darah 2 jam setelah
makan. Mengingat melakukan 2 Tes di atas di Laboratorium Klinik biayanya sama besar dengan
Tes Toleransi Glukosa, maka sebaiknya langsung saja melakukan Tes Toleransi Glukosa.
Faktor risiko diabetes:[49]
 Kelompok usia dewasa tua (45 tahun ke atas).
 Kegemukan {BB (kg) > 120% BB idaman atau IMT > 27 (kg/m2)} IMT atau Indeks Masa Tubuh
= Berat Badan (Kg) dibagi Tinggi Badan (meter) dibagi lagi dengan Tinggi Badan (cm), misalnya
Berat Badan 86 kg dan Tinggi Badan 1,75meter, maka IMT = 86/1,75/1,75 = 28 > 27, berarti
memiliki faktor risiko diabetes.
 Tekanan darah tinggi (> 140/90 mmHg).
 Riwayat keluarga DM, ayah atau ibu atau saudara kandung ada yang terkena penyakit diabetes.
 Riwayat kehamilan dengan BB lahir bayi > 4000 gram.
 Riwayat DM pada kehamilan.
 Dislipidemia (HDL < 35 mg/dl dan atau Trigliserida > 250 mg/dl.
 Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) atau GDPT (glukosa darah puasa terganggu).
Banyak orang berpendapat, bahwa orang kurus tidak dapat terkena diabetes, hal ini tidak benar,
terutama orang kurus dengan perut buncit yang disebut obesitas sentral. Menurut Public Health
England 2014, seseorang dengan perut buncit apakah kurus apakah gemuk dengan lingkar
pinggang melebihi 80 centimeter bagi wanita dan melebihi 90 centimeter bagi pria memiliki tingkat
risiko 7 kali lebih besar terkena diabetes daripada yang tidak buncit. Buncit berarti kelebihan asupan
makanan dan mengundang terjadinya diabetes.[50]

Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa dengan metode enzimatik Bukan Belum
DM
sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl). [51] DM pasti DM

Kadar glukosa darah sewaktu:


Plasma vena <110 110 - 199 >200
Darah kapiler <90 90 - 199 >200
Kadar glukosa darah puasa:
Plasma vena <110 110 - 125 >126
Darah kapiler <90 90 - 109 >110

Simtoma klinis[sunting | sunting sumber]


Simtoma hiperglisemia lebih lanjut menginduksi tiga gejala klasik lainnya:
 poliuria - sering buang air kecil
 polidipsia - selalu merasa haus
 polifagia - selalu merasa lapar
 penurunan berat badan, seringkali hanya pada diabetes melitus tipe 1
dan setelah jangka panjang tanpa perawatan memadai, dapat memicu berbagai komplikasi kronis,
seperti:
 gangguan pada mata dengan potensi berakibat pada kebutaan,
 gangguan pada ginjal hingga berakibat pada gagal ginjal
 gangguan kardiovaskular, disertai lesi membran basalis yang dapat diketahui dengan
pemeriksaan menggunakan mikroskop elektron,[51]
 gangguan pada sistem saraf hingga disfungsi saraf autonom, foot ulcer, amputasi, charcot
joint dan disfungsi seksual,
dan gejala lain seperti dehidrasi, ketoasidosis, ketonuria dan hiperosmolar non-ketotik yang dapat
berakibat pada stupor dan koma.
 rentan terhadap infeksi.
Kata diabetes melitus itu sendiri mengacu pada simtoma yang disebut glikosuria, atau kencing
manis, yang terjadi jika penderita tidak segera mendapatkan perawatan.

Pengendalian penyakit diabetes[sunting | sunting sumber]


Ada 4 pilar Pengendalian penyakit diabetes:[49]
 Edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan, tetapi bisa
dikendalikan dan pengendalian harus dilakukan seumur hidup
 Makanan, jika input/masukan buruk, maka output/hasil akan buruk, demikian pula bila makan
melebihi diet yang ditentukan, maka kadar gula darah akan meningkat
 Olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang ada dalam darah [40]
 Obat, hanya jika diperlukan, tetapi bila kadar gula darah telah turun dengan meminum obat,
bukan berarti telah sembuh, tetapi harus konsultasi dengan dokter apakah tetap meminum obat
dengan kadar yang tetap atau meminum obat yang sama dengan kadar yang diturunkan atau
minum obat yang lain
Dalam berdiet pasien harus tahu tentang indeks glikemik, yaitu naiknya kadar gula darah setelah
makan makanan tertentu seberat 100 gram dibandingkan dengan minum 100 gram glukosa di mana
kenaikan gula darah akibat minum glukosa tersebut dinilai 100 dan makanan tersebut di bawah 100,
semakin jauh dari 100 dan mendekati nol semakin baik, artinya makanan tersebut memiliki indeks
glikemik rendah dan dicerna (sangat) lambat dan kenaikan kadar gula darahnya tidak cepat. Tetapi
yang terbaik adalah mengetahui muatan glikemik, yakni berapa banyak porsi hidrat arang (zat
tepung) yang terkandung di sejumlah makanan tersebut dikalikan dengan indeks glikemiknya dan
kemudian dibagi 100. Jadi kalau makan makanan dengan indeks glikemik rendah, tetapi dalam porsi
yang besar, maka muatan glikemiknya menjadi tinggi dan tentu tidak baik bagi penderita diabetes.
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau
berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami kesulitan
untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat
hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar
daripada dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan
saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis ganda,
dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.[51]

Hereditas dan Gaya hidup[sunting | sunting sumber]


Diabetes melitus diturunkan, terutama bila kedua orang tuanya penderita diabetes berat, tetapi mulai
munculnya Diabetes melitus tipe 2 lebih dipengaruhi oleh Gaya Hidup yang buruk, bahkan pada
pasangan yang salah satunya adalah penderita Diabetes Melitus tipe 2, maka pasangannya yang
sebelumnya tidak menderita Diabetes melitus tipe 2 pada akhirnya 26 persen dapat juga
mengidapnya, karena mengikuti atau terpengaruh oleh Gaya Hidup pasangannya. Lelaki seringkali
telat terdeteksi menderita penyakit ini, karena setelah Tahap Anak lelaki jarang mendapatkan
Pemeriksaan Laboratorum Klinik, sedangkan wanita setidak-tidaknya pada saat hamil sering
memeriksakan dirinya ke Dokter dan juga Laboratorium Klinik.[52]

Riset[sunting | sunting sumber]


Insulin yang dihirup telah dikembangkan.[53] Produk awal telah ditarik, karena efek-efek
sampingnya.[53] Afrezza, buatan MannKind Corporation, telah disetujui oleh FDA (BPOMnya
Amerika Serikat) untuk dijual secara umum pada bulan Juni 2014[54] Terdapat beberapa
keuntungan dari insulin hirup tersebut: nyaman, mudah digunakan dan sebagai alternatif dari
penderita yang tak dapat menggunakan insulin suntik.[55]

Lihat pula[sunting | sunting sumber]


 Diabetes insipidus
 Fosfatidil inositol-3 kinase
 Atorvastatin
 Lektin
 Asam lipoat

Referensi[sunting | sunting sumber]


1. ^ IDF Chooses Blue Circle to Represent UN Resolution Campaign Unite for Diabetes, 17 March, 2006
2. ^ a b World Health Organization Department of Noncommunicable Disease Surveillance
(1999). "Definition, Diagnosis and Classification of Diabetes Mellitus and its Complications" (PDF).
3. ^ "What is glucose? What does "bG" mean?" (HTML). FAQS.ORG. Diakses tanggal 2009-02-10.
4. ^ "Neurodegenerative disorders associated with diabetes mellitus". Department of Clinical Nutrition,
German Institute for Human Nutrition; Ristow M. Diakses tanggal 2010-06-29.
5. ^ "(Pre)diabetes, brain aging, and cognition". Division of Geriatrics, Department of Internal Medicine,
Faculty of Medicine, University of São Paulo-RP; S Roriz-Filho J, Sá-Roriz TM, Rosset I, Camozzato
AL, Santos AC, Chaves ML, Moriguti JC, Roriz-Cruz M. Diakses tanggal 2010-06-29.
6. ^ "[Endocrine abnormalities and vessels in patients with diabetes]". II. interní klinika Lékarské fakulty
UK a FN Hradec Králové; Cáp J. Diakses tanggal 2010-06-30.
7. ^ "Simple treatment to curb diabetes". January 20, 2014.
8. ^ Cooke DW, Plotnick L (November 2008). "Type 1 diabetes mellitus in pediatrics". Pediatr
Rev 29 (11): 374–84; quiz 385. PMID 18977856. doi:10.1542/pir.29-11-374.
9. ^ a b Kitabchi AE, Umpierrez GE, Miles JM, Fisher JN (July 2009). "Hyperglycemic crises in adult
patients with diabetes". Diabetes Care 32 (7): 1335–
43. PMC 2699725. PMID 19564476. doi:10.2337/dc09-9032.
10. ^ Sarwar N, Gao P, Seshasai SR, Gobin R, Kaptoge S, Di Angelantonio E, Ingelsson E, Lawlor DA,
Selvin E, Stampfer M, Stehouwer CD, Lewington S, Pennells L, Thompson A, Sattar N, White IR, Ray
KK, Danesh J (2010). "Diabetes mellitus, fasting blood glucose concentration, and risk of vascular
disease: A collaborative meta-analysis of 102 prospective studies". The Lancet 375 (9733): 2215–
22. PMC 2904878. PMID 20609967. doi:10.1016/S0140-6736(10)60484-9.
11. ^ O'Gara PT, Kushner FG, Ascheim DD, Casey DE, Chung MK, de Lemos JA, Ettinger SM, Fang JC,
Fesmire FM, Franklin BA, Granger CB, Krumholz HM, Linderbaum JA, Morrow DA, Newby LK, Ornato
JP, Ou N, Radford MJ, Tamis-Holland JE, Tommaso CL, Tracy CM, Woo YJ, Zhao DX, Anderson JL,
Jacobs AK, Halperin JL, Albert NM, Brindis RG, Creager MA, DeMets D, Guyton RA, Hochman JS,
Kovacs RJ, Kushner FG, Ohman EM, Stevenson WG, Yancy CW (29 January 2013). "2013
ACCF/AHA guideline for the management of ST-elevation myocardial infarction: a report of the
American College of Cardiology Foundation/American Heart Association Task Force on Practice
Guidelines.". Circulation 127 (4): e362–425. PMID 23247304. doi:10.1161/CIR.0b013e3182742cf6.
12. ^ a b c d "Diabetes Programme". World Health Organization. Diakses tanggal 22 April 2014.
13. ^ Cukierman, T (8 Nov 2005). "Cognitive decline and dementia in diabetes—systematic overview of
prospective observational studies". Springer-Verlag. Diakses tanggal 28 Apr 2013.
14. ^ "Jenis Olahraga untuk penderita diabetes". 3 Desember 2014.
15. ^ "Insulin Response to Glucose Is Lower in Individuals Homozygous for the Arg 64 Variant of the ß-3-
Adrenergic Receptor". Johns Hopkins University School of Medicine, et al; Jeremy Walston, Kristi
Silver, et al. Diakses tanggal 2010-05-01.
16. ^ "Clinical Characterization of Insulin Secretion as the Basis for Genetic Analyses". Michael Stumvoll,
Andreas Fritsche dan Hans-Ulrich Häring. Diakses tanggal 2010-05-01.
17. ^ "Sequence and functional analysis of GLUT10: a glucose transporter in the Type 2 diabetes-linked
region of chromosome 20q12-13.1". Department of Internal Medicine, Wake Forest University School
of Medicine; Dawson PA, Mychaleckyj JC, Fossey SC, Mihic SJ, Craddock AL, Bowden DW. Diakses
tanggal 2010-05-05.
18. ^ a b c d e "Leptin". John W. Kimball Biology Page. Diakses tanggal 2010-05-07.
19. ^ "The DNA sequence and biology of human chromosome 19.". Stanford Human Genome Center,
Department of Genetics, Stanford University School of Medicine; Grimwood J, Gordon LA, Olsen A,
Terry A, Schmutz J, Lamerdin J, Hellsten U, Goodstein D, Couronne O, Tran-Gyamfi M, Aerts A,
Altherr M, Ashworth L, Bajorek E, Black S, Branscomb E, Caenepeel S, Carrano A, Caoile C, Chan
YM, Christensen M, Cleland CA, Copeland A, Dalin E, Dehal P, Denys M, Detter JC, Escobar J,
Flowers D, Fotopulos D, Garcia C, Georgescu AM, Glavina T, Gomez M, Gonzales E, Groza M,
Hammon N, Hawkins T, Haydu L, Ho I, Huang W, Israni S, Jett J, Kadner K, Kimball H, Kobayashi A,
Larionov V, Leem SH, Lopez F, Lou Y, Lowry S, Malfatti S, Martinez D, McCready P, Medina C,
Morgan J, Nelson K, Nolan M, Ovcharenko I, Pitluck S, Pollard M, Popkie AP, Predki P, Quan G,
Ramirez L, Rash S, Retterer J, Rodriguez A, Rogers S, Salamov A, Salazar A, She X, Smith D,
Slezak T, Solovyev V, Thayer N, Tice H, Tsai M, Ustaszewska A, Vo N, Wagner M, Wheeler J, Wu K,
Xie G, Yang J, Dubchak I, Furey TS, DeJong P, Dickson M, Gordon D, Eichler EE, Pennacchio LA,
Richardson P, Stubbs L, Rokhsar DS, Myers RM, Rubin EM, Lucas SM. Diakses tanggal 2010-05-10.
20. ^ "SGLT1 is a novel cardiac glucose transporter that is perturbed in disease states.". Cardiovascular
Institute, University of Pittsburgh; Banerjee SK, McGaffin KR, Pastor-Soler NM, Ahmad F. Diakses
tanggal 2010-05-07.
21. ^ "Adipose tissue fatty acid metabolism in insulin-resistant men.". Oxford Centre for Diabetes,
Endocrinology and Metabolism, University of Oxford; Bickerton AS, Roberts R, Fielding BA, Tornqvist
H, Blaak EE, Wagenmakers AJ, Gilbert M, Humphreys SM, Karpe F, Frayn KN. Diakses
tanggal 2010-05-08.
22. ^ "High-throughput screening for fatty acid uptake inhibitors in humanized yeast identifies atypical
antipsychotic drugs that cause dyslipidemias". Center for Metabolic Disease, Ordway Research
Institute, Inc., and Center for Cardiovascular Sciences, Albany Medical College; Hong Li, Paul N.
Black, Aalap Chokshi, Angel Sandoval-Alvarez, Ravi Vatsyayan, Whitney Sealls dan Concetta C.
DiRusso. Diakses tanggal 2010-05-04.
23. ^ "Jenis olahraga untuk penderita diabetes". 3 Desember 2014.
24. ^ "Transport of the dipeptidyl peptidase-4 inhibitor sitagliptin by human organic anion transporter 3,
organic anion transporting polypeptide 4C1, and multidrug resistance P-glycoprotein.". Department of
Drug Metabolism, Merck & Co; Chu XY, Bleasby K, Yabut J, Cai X, Chan GH, Hafey MJ, Xu S,
Bergman AJ, Braun MP, Dean DC, Evers R. Diakses tanggal 2010-05-08.
25. ^ "Dipeptidyl peptidase inhibits malignant phenotype of prostate cancer cells by blocking basic
fibroblast growth factor signaling pathway.". Department of Microbiology and Molecular Genetics,
Vermont Cancer Center, University of Vermont; Wesley UV, McGroarty M, Homoyouni A. Diakses
tanggal 2010-05-08.
26. ^ "CD26/dipeptidyl peptidase IV and its role in cancer". Department of Lymphoma/Myeloma, Unit 429,
M.D. Anderson Cancer Center; B. Pro dan N.H. Dang. Diakses tanggal 2010-05-08.
27. ^ "Skeletal muscle mitochondrial protein metabolism and function in ageing and type 2
diabetes". Department of Clinical Morphological and Technological Sciences, Institute of Clinical
Medicine, University of Trieste; Barazzoni R. Diakses tanggal 2010-07-22.
28. ^ "Links between thyroid hormone action, oxidative metabolism, and diabetes risk?". Research
Division, Joslin Diabetes Center; Crunkhorn S, Patti ME. Diakses tanggal 2010-07-22.
29. ^ "Skeletal muscle mitochondrial dysfunction & diabetes". Endocrinology Division, Mayo Clinic;
Sreekumar R, Nair KS. Diakses tanggal 2010-07-22.
30. ^ "Effect of thyroid hormone on mitochondrial properties and oxidative stress in cells from patients
with mtDNA defects.". School of Kinesiology and Health Science; Menzies KJ, Robinson BH, Hood
DA. Diakses tanggal 2010-07-22.
31. ^ "Melatonin protects the mitochondria from oxidative damage reducing oxygen consumption,
membrane potential, and superoxide anion production". Centro de Investigación Biomédica, Parque
Tecnológico de Ciencias de la Salud, Universidad de Granada; López A, García JA, Escames G,
Venegas C, Ortiz F, López LC, Acuña-Castroviejo D. Diakses tanggal 2010-07-22.
32. ^ "Insulin regulation of mitochondrial proteins and oxidative phosphorylation in human
muscle". Protein Energy Metabolism Unit, University of Auvergne/ Institut National de la Recherche
Agronomique, Human Nutrition Research Center, Human Nutrition Laboratory; Boirie Y. Diakses
tanggal 2010-07-22.
33. ^ "Metallothionein suppresses angiotensin II-induced nicotinamide adenine dinucleotide phosphate
oxidase activation, nitrosative stress, apoptosis, and pathological remodeling in the diabetic
heart". Department of Medicine, University of Louisville School of Medicine; Zhou G, Li X, Hein DW,
Xiang X, Marshall JP, Prabhu SD, Cai L. Diakses tanggal 2010-07-22.
34. ^ "Inactivation of GSK-3beta by metallothionein prevents diabetes-related changes in cardiac energy
metabolism, inflammation, nitrosative damage, and remodeling". Chinese-American Research
Institute for Diabetic Complications, Wenzhou Medical College; Wang Y, Feng W, Xue W, Tan Y, Hein
DW, Li XK, Cai L. Diakses tanggal 2010-07-22.
35. ^ "Thyroid hormone-regulated cardiac gene expression and cardiovascular disease". Division of
Endocrinology and the Department of Medicine, North Shore University Hospital/NYU School of
Medicine; Danzi S, Klein I. Diakses tanggal 2010-07-22.
36. ^ "Do Incretins play a role in the remission of type 2 diabetes after gastric bypass surgery: What are
the evidence?". New York Obesity Research Center, St. Luke's Roosevelt Hospital Center, Columbia
University College of Physicians and Surgeons; Bose M, Oliván B, Teixeira J, Pi-Sunyer FX, Laferrère
B. Diakses tanggal 2010-08-07.
37. ^ "Effect of citrus flavonoids on lipid metabolism and glucose-regulating enzyme mRNA levels in type-
2 diabetic mice". Department of Food Science and Nutrition, Kyungpook National University; Jung UJ,
Lee MK, Park YB, Kang MA, Choi MS. Diakses tanggal 2010-08-07.
38. ^ "The hypoglycemic effects of hesperidin and naringin are partly mediated by hepatic glucose-
regulating enzymes in C57BL/KsJ-db/db mice.". Department of Food Science and Nutrition,
Kyungpook National University; Jung UJ, Lee MK, Jeong KS, Choi MS. Diakses tanggal 2010-08-07.
39. ^ "Sebelum Terlambat, Cegahlah Diabetes". April 28, 2014.
40. ^ a b "Jenis Olahraga Untuk Penderita Diabetes". Desember 03, 2014.
41. ^ "Association of serum interleukin-6 and high-sensitivity C-reactive protein levels with insulin
resistance in gestational diabetes mellitus". Department of Endocrinology, Nangfang Hospital,
Southern Medical University; Yu F, Xue YM, Li CZ, Shen J, Gao F, Yu YH, Fu XJ. Diakses
tanggal 2010-07-28.
42. ^ "Secondary diabetes associated with principal endocrinopathies: the impact of new treatment
modalities". Department of Endocrinology and Medical Sciences, Center of Excellence for Biomedical
Research, University of Genoa; Resmini E, Minuto F, Colao A, Ferone D. Diakses tanggal 2010-06-
29.
43. ^ "Cytokine synergism in apoptosis: its role in diabetes and cancer". Department of Medicine,
Samsung Medical Center, Sungkyunkwan University School of Medicine and National Research
Laboratory of Cell Death and Diabetes Research; Lee MS. Diakses tanggal 2010-06-30.
44. ^ "The role of Fas ligand in beta cell destruction in autoimmune diabetes of NOD mice". Autoimmunity
Research Unit, Canberra Clinical School, University of Sydney; Petrovsky N, Silva D, Socha L,
Slattery R, Charlton B. Diakses tanggal 2010-06-30.
45. ^ a b "Prevention of type 1 diabetes: from the view point of beta cell damage.". Department of
Metabolism/Diabetes and Clinical Nutrition, Nagasaki University Hospital of Medicine and Dentistry;
Kawasaki E, Abiru N, Eguchi K. Diakses tanggal 2010-06-30.
46. ^ Herman (14 November 2014). "Komplikasi Penyakit yang Mengintai Penderita Diabetes".
47. ^ Uyung Pramudiarja. "Diabetes Bisa Langsung Butakan Mata Tanpa Didahului Gejala". Diakses
tanggal 20 April 2014.
48. ^ "Retina". Diakses tanggal 20 April 2014.
49. ^ a b "Diagnosis dan Penatalaksanaan Diabetes melitus". Diakses tanggal 22 Januari 2014.
50. ^ Rustam Aji (23 November 2014). "Cara Mudah Cek Risiko Diabetes dengan Empat Jengkal di
Pinggang".
51. ^ a b c Tim FK UI, Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1, Media Aesculapius, Jakarta: 1999. ISBN 979-
95607-0-5
52. ^ "Inilah Risiko Menikahi Pasangan Penderita Diabetes". January 28, 2014.
53. ^ a b Maria Rotella C, Pala L, Mannucci E (Summer 2013). "Role of Insulin in the Type 2 Diabetes
Therapy: Past, Present and Future.". International journal of endocrinology and metabolism11 (3):
137–144. PMC 3860110. PMID 24348585. doi:10.5812/ijem.7551.
54. ^http://www.fda.gov/NewsEvents/Newsroom/PressAnnouncements/ucm403122.htm
55. ^ "Inhaled Insulin Clears Hurdle Toward F.D.A. Approval". New York Times. Diakses tanggal 12
April 2014.

Pranala luar

Anda mungkin juga menyukai