Makalah Terjemah Tafsir Dan Tawil Stain
Makalah Terjemah Tafsir Dan Tawil Stain
DOSEN PEMBIMBING :
DR. TOBIBATUS SA'ADAH M.Ag
2
PEMBAHASAN
TERJEMAH, TAFSIR DAN TA’WIL
A. TERJEMAH
1. Pengertian Terjemah
Secara lafazh tarjamah dalam bahasa Arab memiliki arti mengalihkan
pembicaraan (kalam) dari satu bahasa ke bahasa lain. Hal ini sebagaimana diungkapkan
dalam Kamus Lisan Al Arab :
Yang dimaksud dengan turjuman (dengan menggunakan dhammah) atau
tarjuman (dengan fathah) adalah yang menterjemahkan kalam (pembicaraan),
yaitu memindahkannya dari satu bahasa ke bahasa yang lain.1
Sedangkan pengertian tarjamah secara terminologis, sebagaimana didefinisikan
oleh Muhammad ‘Abd al-’Azhim al Zarqani sebagai berikut:
Tarjamah ialah mengungkapkan makna kalam (pembicaraan) yang terkandung
dalam suatu bahasa dengan kalam yang lain dan dengan menggunakan bahasa
yang lain (bukan bahasa pertama), lengkap dengan semua makna-maknanya dan
maksud-maksudnya.2
Terjemah dibedakan menjadi dua macam yaitu : Terjemah Harfiyah dan
Terjemah Tafsiriyah,
a. Terjemah Harfiyah
Terjemah ini mustahil dilakukan dalam Al-Quran apabila dilakukan maka
penggantian huruf atau kalimat dari bahasanya akan menghilangkan kemukjizatnya,
sehingga tidak lagi bisa disebut Qur’an. Perlu digaris bawahi bahwa bahasa mempunyai
dua makna, pertama ialah makna asli yang tidak ada satu bahasa pun yang berbeda,
makna kedua ialah makna yang berbeda dengan perbedaan bahasa dan banyak manusia
yang salah memahami dan berbeda derajat kehalusannya. Seperti misalnya
menterjemahkan ayat :
Ÿw w w w w w w w w w w w w w‰w ƒ »w w !w w =ww ww w ’w <w ) ww w )w w ww Ÿwww w ww w w w w ww ww
¨ww . w w w wwwww w # w‰www)ww ww ww www=ww #w ‘wwwww ¤w
”Dan janganlah kamu jadikan tanganmu terbelenggu pada lehermu dan janganlah kamu
terlalu mengulurkannya Karena itu kamu menjadi tercela dan menyesal.” (Al-Isra :29)
Kalau kita menerjemahkan ayat diatas secara harfiyah maka kita tidak akan
memahami maksudnya, karena hanya berpatokan kepada makna harfiyahnya saja. Oleh
karena itu para ulama menetapkan mustahilnya terjemah secara harfiyah dan tidk boleh
disebut dengan terjemah Al-Qur’an.
b. Terjemah Tafsiriyah/ Ma'nawiyah
Terjemah Tafsiriyah adalah terjemah dengan bahasa selain bahasa Al-Qur’an
dengan bahasa arab maupun bahaa lainnya. Terjemah semacam ini tetap mencantumkan
bahasa aslinya dan menggunakan pemisah antara Al-Qur’an dengan terjemahannya.
1
Muhammad Abdul Adhim Al Zarqani, Manahilul Irfan fii Ulumil Qur'an, Dar Al Fikr Beirut, tth, Juz.2
hal. 109
2
Ibid. hal. 110
3
Terjemah sebenarnya tidah hanya memindahkan Al-Quran dari bahasa slinya
kedalam bahasa selain Al-Qur’an, tetapi berarti juga penafsiran terhadap Al-Quran.
Penterjemahan Al-Qur’an dengan bahasa selain bahasa arab saat ini disyaratkan dengan
memadankan bahasa asli dengan bahasa terjemahannya. Apa bila terjemahan Al-Qur’an
tersebut tidak dibarengi dengan ayat Al-Qur’an aslinya di khawatirkan akan
menimbulkan keresaham masyarakat dan menimbulkan kesesatan.
Mereka yang mempunyai pengetahuan tentang bahasa-bahasa tentu mengetahui
bahwa terjemah harfiyah dengan pengertian sebagaimana di atas tidak mungkin dapat
dicapai dengan baik jika konteks bahasa asli dan cakupan semua maknanya tetap
dipertahankan. Sebab karakteristik setiap bahasa berbeda satu dengan yang lain dalam
hal tertib bagian-bagian kalimatnya.3
2. Syarat-syarat terjemah
Secara umum, syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam tarjamah, baik tarjamah
harfiyah maupun tarjamah tafsiriyah adalah:
1. Penerjemah memahami tema yang terdapat dalam kedua bahasa, baik bahasa
pertama maupun bahasa terjemahnya;
2. Penerjemah memahami gaya bahasa (uslub) dan ciri-ciri khusus atau
karakteristik dari kedua bahasa tersebut;
3. Hendaknya dalam terjemahan terpenuhi semua makna dan maksud yang
dikehendaki oleh bahasa pertama;
4. Hendaknya bentuk (sighat) terjemahan lepas dari bahasa pertama (ashl). Seolah-
olah tidak ada lagi bahasa pertama melekat dalam bahasa terjemah tersebut.4
B. TAFSIR
1 Pengertian Tafsir
Tafsir menurut bahasa diambil dari kata fassara-yufassiru yang berarti
menjelaskan, atau dari kata fasrun yang berarti membuka, membedah sesuatu yang
rumit, secara linguistic tafsir dapat diartiakan usaha membedah problem yang rumit
untuk bisa dimengerti oleh orang lain. Pada dasrnya penertian tafsir menurut bahasa
tidak lepas dari kandungan makna al-idhah (menjelaskan), al-bayan ( menerangkan),
al-kasyf ( mangungkapkan).5
3
Manna’ Khalil Qaththan, Mabahits Fii Ulumil Qur'an, Al Ma'had Aly Lil Qodlo,Riyadh,tth. Hal. 313
4
Dr. Ismail Lubis, MA., Falsifikasi Terjemahan Al-Qur’an Departemen Agama Edisi 1990, Jogja: Tiara
Wacana, 2001, hal. 60
5
Manna’ Khalil Qaththan, Mabahits Fii Ulumil Qur'an, Op.cit Hal. 313
4
Sedangkan Menurut istilah:
1) Menurut al-Jurjani, tafsir adalah menjelaskan makna ayat keaaannya, kisahnya, dan
sebab yang karenanya ayat diturunkan, dengan lafat yang menunjukkan kepadanya
dengan jelas sekali.
2) Menurut az-Zarkazyi, ialah suatu pengetahuan yang dengan pengetahuan itu dapat
dipahamkan kibullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW menjelaskan
maksud-maksudnya mengeluarkan hukum-hukumnya dan hikmahnya.
3) Menurut al-Kilbyi ialah mensyarahkan al-qur’an, menerangkan maknanya dan
menjelaskan apa yang dikehendakinya dengan nashnya atau dengan isyaratnya
ataupun dengan najwahnya.
4) Menurut Syeikh Thorir, ialah mensyarahkan lafad yang sukar difahamkan oleh
pendengan dengan uraian yang menjelaskan maksud dengan menyebut
muradhifnya atau yang mendekatinya atau ia mempunyai petunjuk kepadanya
melalui suatu jalan (petunjuk).6
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para Ulama diatas, disa
disimpulkan tafsir berarti keterangan mengenai makna yang dimaksudkan dalam
alqur’an baik dalam kerangka pemikirnya masing-masing atau berpatokan pada riwayat
dan pengetahuan seseorang. Ilmu tafsir di definisikan sebagai ilmu yang membahas
tentang cara mengungkapkan lafadz-lafadz al-Qur’an, dalil-dalil yang
dikemukakannaya, hukum-hukumnya baik yang bersifat spesifik maupun sistematik
serta makna-maknanya yang diungkapakn dengan bahasa yang mudah dimengerti.
2 Pembagian Tafsir
Secara umum para ulama telah membagi tafsir menjadi dua bagian yaitu: Tafsir bi
al-riwayah, atau disebut juga dengan tafsir bi al-ma’tsur, dan tafsir bi al-dirayah atau
disebut juga dengan tafsir bi al-ra’y.
1. Tafsir bi al-Ma’tsur
Tafsir bi al-ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat-ayat al-Qur’an yang bersumber
dari nash-nash, baik nash al-Qur’an, sunnah Rasulullah saw, pendapat (aqwal) sahabat,
ataupun perkataan (aqwal) tabi’in. Dengan kata lain yang dimaksud dengan tafsir bi al-
ma’tsur adalah cara menafsirkan ayat al-Qur’an dengan ayat al-Qur’an, menafsirkan
ayat Al Qur’an dengan sunnah, menafsirkan ayat al-Qur’an dengan pendapat para
sahabat, atau menafsirkan ayat al-Qur’an dengan perkataan para tabi’in.
Tafsir bi Al ma'tsur secara umum terbagi menjadi 3 yaitu :
a. Tafsir Al-Qur’an dengan Al-Qur’an:
Misalnya dalam surat Al-Hajj: 30
wwwwwwwwww wwwwww wwwwwwwwwww wwww www wwwwwwww wwwwwwwwww w wwwwwwwwwwwwwww
wwwwwwwwww wwww wwwwwwwwwww wwwwwwwwwwwwwww wwwwww wwwwwwww
“Dan telah dihalalkan bagi kamu semua binatang ternak, terkecuali yang diterangkan
kepadamu keharamannya…”.
Kalimat ‘diterangkan kepadamu’ (كن ن نمم ) إق لditafsirkan dengan surat al-
ل ْنم ن نناَيت منتننلىَ ْنعلنميِ ت
Maidah:3
6
Drs. Mashuri Sirojuddin Iqbal, Pengantar Ilmu Tafsir. Angkasa, Bandung. 1989.hal . 86
5
wwwwwwwww wwwwwwwwww wwwwwwwwwwww wwwwwwwww wwwwwwww wwwwwwwwwwww wwwwww wwwwww
wwwwwwww wwww wwwww
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang
disembelih atas nama selain Allah.. “
Kata “al-zulm” dalam ayat tersebut, dijelaskan oleh Rasul Allah saw dengan pengertian
“al-syirk” (kemusyrikan) dengan mengkaitkannya dengan firman Alloh dalam Surat
Luqman : ْ م ق ( ْإقلنِ ْال مsesungguhnya Syirik adalah kedloliman yang besar )7
شمرنك ْلنظتملمم ْنعظيِ م
7
Al Zarqani, Manahilul Irfan ……, Op.cit, Juz.2 hal. 12
6
Cara penafsiran bil ma’qul atau lebih populer lagi bir ra`yi menambahkan fungsi
ijtihad dalam proses penafsirannya, di samping menggunakan apa yang digunakan oleh
tafsir bil ma`tsuur. Penjelasan-penjelasannya bersendikan kepada ijtihad dan akal dan
berpegang teguh kepada prinsip-prinsip bahasa Arab dan adat-istiadat orang Arab dalam
mempergunakan bahasanya.
Husayn al Dhahaby menyatakan bahwa yang dimaksud dengan tafsir bir ra`yi
adalah penafsiran al Qur`an atas dasar ijtihadnya yang berlandaskan pengetahuannya
tentang penuturan bangsa Arab dan arah pembicaraan mereka serta pengetahuannya
tentang lafal bahas Arab dan makna yang ditunjukkannya dengan menjadikan syair
jahily sebagai acuan dan panduannya. Meskipun demikian, lanjut al Dhahaby, asbaabun
nuzuul, naasikh wa mansuukh, dan alat bantu lainnya merupakan pengetahuan-
pengetahuan yang tetap harus dikuasai dan digunakan dalam penafsiran ini.
Menurut Manna’ Khalil Qaththan menafsirkan al qur`an dengan akal dan ijtihad
semata tanpa ada dasar yang sahih adalah haram, tidak boleh dilakukan. Menurutnya,
cara penafsiran seperti ini dilakukan oleh mayoritas ahli bid’ah dan madzhab batil
dalam rangka melegitimasi golongannya dengan memelintir ayat-ayat al Qur`an agar
sesuai dengan kehendak hawa nafsunya.
Corak Tafsir dengan ra’yi (pikiran) dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Tafsir dengan pikiran yang tercela (madzum / mardud).
Ialah bila mufassir dalam memahami pengertian kalimat yang khas dan
ministimbatkan hukum hanya dengan menggunakan pikirannya saja dan tidak sesuai
dengan ruh syari’at. Yang banyak menggunakan penafsiran bentuk ini ialah tokoh-tokoh
bid’ah yang menurut pikiran mereka saja. Umpamanya tafsir Jabba’i, Rummani, Qadhi
Abdul Jabbar, Zamakh Syari, dan Abdul Rahman bin Kisan Ashmi.
2. Tafsir dengan menggunakan pikiran yang terpuji (mahmudah / maqbul)
a) Ialah bila tidak bertentangan dengan tafsir maktsuur
b) Ia berbentuk ijtihad muqayyad atau yang dikaitkan dengan satu kait berpikir
mengenai kitab Allah menurut hidayah sunnah Rasul yang mulia.
Para Ulama bersepakat bahwa persyaratan yang harus dipenuhi bagi seorang
mufassir adalah sebagai berikut:
a. Ilmu Bahasa; untuk mengetahui kosa kata dan maknanya
b. Ilmu Nahwu; untuk mengetahui perubahan suatu kata
c. Ilmu Tashrif; untuk mengetahui perubahan bentuk kata dan maknanya.
d. Ilmu Isytiqaq; untuk mengetahui dasar pembentukan akar kata
e. Ilmu Balaghah; untuk mengetahui keistimewaan susunan kalimat
f. Ilmu Qira’ah untuk menentukan qiraat yang lebih sesuai dengan arti
g. Ilmu Ushuluddin ; untuk mengetahui dalil-dalil sebagai pembuktian dari al-Qur’an
h. Ushul Fiqh; untuk mengistimbathkan hukum dari dalil-dalilnya.
i. Asbabun an-Nuzul; untuk mengetahui maksud ayat dalam sejarah turunnya
j. Ilmu Nasikh Mansukh; untuk mengetahui ayat-ayat yang muhkam
k. Ilmu Fiqh; untuk mengetahui pandangan-pandangan para fuqaha
l. Ilmu Hadits; agar tidak mudah terbawa oleh arus cerita Israliyat
3. TA'WIL
7
1. Pengertian Ta’wil
Menurut bahasa Ta’wil di ambil dari kata Awwala – Yuawwilu – Ta’wilan :
kembali kepada asalnya.8 Ada pula yang mengatakan bahwa ta’wil berasal dari akar
kata “Al ‘Aulu” yang berarti “Ar Ruyu”, yaitu “kembali”. Dikatakan pula bahwa ia
diambil dari kata “Al-Ayalah”, yang berarti “As-Siya sah”, yakni mengatur, seakan-
akan mengatur-atur kalimat, menimbang-nimbangnya, membolak-balikannya untuk
memperoleh arti dan maksudnya.
Adapun Ta’wil menurut istilah ulama salaf yaitu menegaskan yang dimaksud
ada dua macam, yaitu:
1. Ta’wil adalah menafsirkan kalimat dan menerangkan artinya, baik arti tersebut
sama dengan bunyi lahiriah kalimat tersebut ataupun berlawanan.
2. Ta’wil adalah Esensi dari apa yang dikehendaki oleh suatu kalimat. Maka
apabila kalimat itu berupa tuntutan, maka ta’wilnya adalah esensi dari perbuatan
yang dituntut, dan jika berupa rangkaian kalimat berita maka ta’wilnya adalah
esensi dari suatu yang diberitakan.9
Dalam definisi lain ta’wil secara bahasa berasal dari kata ”aul” yang berarti
kembali keasal, atas dasar ini maka ta’wil secara istilah diartikan menjadi dua makna
yaitu
Pertama , ta’wil dengan pengertian suatu makna kalam yang kepadanya
mutakallim (pembicara, orang pertama) mengembalikan perkataannya, atau suatu
makna yang yang kepadanya suatau kalam dikembalikan . dan kalam itu kembali dan
merujuk kepada makna hakikinya yang merupakan esensi sebenarnya yang dimaksud.
Kalam ada dua macam, insya dan ikhbar, salah satu yang termasuk insya adalah amr
(kalimat perintah ). Maka ta’wil amr adalah esensi perbuatan yang diperintahkan.
Misalnya hadist yang diriwayatkan dari Aisyah r.a. Ia berkata : ”adalah Rasulullah
membaca di dalam ruku’ dan sujudnya subhanallah wabi hamdika Allahummagfir li.
Beliau menta’wilkan (menjalankan perintah) alqur’an . maksudnya firman Allah : maka
bertasbihlah memuji tuhanmu dan mohonlah ampun kepadanya. Sesungguhnya Dia
Maha penerima taubat. (An-Nasr :3).
Kedua, ta’wil kalam dalam arti menafsirkan dan menjelaskan maknanya.
Pengertian inilah yang dimaksudkan Ibn Jabir At-Tabrani dalam tafsir-nya dengan kata-
kata, pendapat tentang ta’wil firman Allah ini ...Begini dan begitu...dalam hal ini ahli
ta’wil menganggap bahwa yang dimaksud dengan ta’wil adalah tafsir. Akan tetapi
diantar para ulama ada yang membedakan antara tafsir dan ta’wil karena walaupun
maknanya agak berdekatan akan tetapi tetap memiliki perbedaan.
Singkatnya, ta’wil menurut istilah adalah suatu usaha untuk memahami lafadz
(ayat-ayat) melalui proses pendekatan pemahaman arti yang dikandung oleh lafadz itu.
Dengan kata lain berarti menerangkan lafadz dengan alternatif kandungan makna yang
bukan merupakan makna lahirnya.
8
Kahar Masykur, Pokok-Pokok Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rineka cipta, 1992), hlm 160
9
Ahmad Syadali dan Ahmad Rofi’i, Ulumul Qur’an II, (Bandung: Pustaka Setya, 1997), hlm 51
8
Persamaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
Ketiganya menerangkan makna ayat-ayat al-Qur’an
Ketiganya sebagai sarana untuk memahami al-Qur’an
Perbedaan Tafsir, Ta’wil dan Terjemah
Tafsir: menjelaskan makna ayat yang kadang-kadang dengan panjang lebar,
lengkap dengan penjelasan hokum-hukum dan hikmah yang dapat diambil dari
ayat itu dan seringkali disertai dengan kesimpulan kandungan ayat-ayat tersebut.
Ta’wil: mengalihkan lafadz-lafadz ayat al-Qur’an dari arti yang lahir dan rajih
kepada arti lain yang samar dan marjuh.
Terjemah: hanya mengubah kata-kata dari bahasa arab kedalam bahasa lain
tanpa memberikan penjelasan arti kiandungan secara panjang lebar dan tidak
menyimpulkan dari isi kandungannya.
TERJEMAH TAFSIR
1. Memakai bahasa lain 1. memakai bahasa arab yang
2. Jelas diterangkan dalam al-qur’an dan mempunyai keterkaitan dengan lafadz
hadits-hadits shahih 2. Kebanyakan di istinbath oleh para
3. Banyak berhubungan dengan riwayat ulama
4. Digunakan dalam ayat - ayat 3. Banyak berhubungan dengan rirayat
mukhkamat (jelas) 4. Digunakan dalam ayat-ayat
5. Bersifat menerangkan petunjuk yang mutasyabihat
dikehendaki 5. Menerangkan hakikat yang
dikehendaki
TAFSIR TA’WIL
6. Pemakaiannya banyak dalam lafadz- 6. Pemakaian lebih banyak pada makna-
lafadz dan mufradat makna dan susunan kalimat
7. Jelas diterangkan dalam al-qur’an dan 7. Kebanyakan di istinbath oleh para
hadits-hadits shahih ulama
8. Banyak berhubungan dengan riwayat 8. Banyak berhubungan dengan rirayat
9. Digunakan dalam ayat - ayat 9. Digunakan dalam ayat-ayat
mukhkamat (jelas) mutasyabihat
10. Bersifat menerangkan petunjuk 10. Menerangkan hakikat yang
yang dikehendaki dikehendaki
9
KESIMPULAN DAN PENUTUP
1.
10