Anda di halaman 1dari 6

Asam karboksilat dapat diubah menjadi turunan-turunannya, yaitu dengan mengganti bagian hidroksil

dari gugus karboksil dengan macam-macam gugus. Salah satu turunan dari asam karboksilat yang
dibahas dalam percobaan ini adalah ester yaitu senyawa yang diturunkan dari asam dengan mengganti
gugus OH dengan gugus OR. Dalam percobaan ini, senyawa ester yaitu etil asetat disintesis dengan
berdasarkan reaksi esterifikasi. Reaksi ini merupakan reaksi substitusi nukleofilik bimolekuler (SN2) yaitu
suatu reaksi yang serentak karena reaksi pemutusan ikatan yang lama dan pembentukkan ikatan yang
baru terjadi secara bersamaan.

Senyawa etil asetat yang dibuat dalam percobaan ini adalah ester dari etanol dan asam asetat, dengan
wujud berupa cairan tak berwarna dan memiliki aroma khas. Esterifikasi pada dasarnya adalah reaksi
yang bersifat reversibel (dapat balik) karena ketika asam karboksilat yaitu asam asetat dan alkohol yaitu
etanol dipanaskan untuk bereaksi maka akan terjadi reaksi kesetimbangan antara ester dan air. Artinya
bahwa ester dan air yang terbentuk dapat kembali menghasilkan reaktan-reaktannya yaitu asam asetat
maupun etanol. Oleh karena itu, untuk memperoleh hasil reaksi yang banyak maka diusahakan agar
reaksi cenderung bergeser ke arah produk yaitu dengan cara reaktan dibuat berlebih yang dalam
percobaan ini etanol dibuat berlebih ketika direaksikan dengan asam asetat.

Pada percobaan pembuatan etil etanoat ini, mula-mula gugus karbonil asam asetat diprotonasi oleh
katalis asam (gugus H+). Dimana pada percobaan ini di gunakan H2SO4 pekat sebagai katalis. Tampak
bahwa penambahan katalis dilakukan secara perlahan-lahan sambil didinginkan dan dikocok.
Penambahan perlahan-lahan asam ini bertujuan agar campuran cepat homogen dan untuk menghindari
terjadinya degradasi campuran beraksi (asam asetat dengan etanol), kemudian juga bertujuan untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (misalnya H2SO4 menguap), mengingat bahwa sifat reaksi
H2SO4 yang eksoterm.
Proses protonasi sangat dibutuhkan dalam reaksi ini, karena dapat menaikan muatan positif pada atom
karbon karbonil. Karena tanpa adanya H+, oksigen yang terikat pada C karbonil memiliki
keelektornegatifan yang besar sehingga adanya efek imbas indeks dapat menyebabkan C karbonil
berkurang keelektronegatifannya karena O akan cenderung memberikan elektoronegatifan. Akan tetapi
dengan adanya prtonasi pada oksigen karbonil menyebabkan oksigen lebih cenderung memberikan
elektron pada H+ sehingga muatan positif dari karbon karbonil meningkat dan menyebabkan keadaan
yang baik penyerangan nukleofilik. Dimana yang bertindak sebagai gugus nukleofilik di sini adalah gugus
OH dari etanol. Gugus OH merupakan gugus masuk yang baik sehingga akan menyerang karbon karbonil
pada asam asetat yang telah terprotonasi.

Pada tahap ini terjadi adisi nukloefilik, yakni gugus OH (pada etanol) kemudian terjadi ikatan C-O yang
baru atau ikatan ester baru. Setelah adisi nukleofilik maka reaksi dilanjutkan dengan
deprotonasi/penghilangan gugus H+ pada ikatan ekster yang baru. Deprotonasi ini dilakukan dengan
tujuan untuk membentuk ikatan C-O yang stabil
Karena digunakan katalis asam dari reaksi akan terbentuk kembali H+. hal ini memberikan peluang untuk
terjadinya protonasi. Protonasi ini sangat di butuhkan karena melihat bahwa OH pada gugus asam
asetat merupakan gugus pergi yang jelek karna OH memiliki keelektonegatifan sehingga kemampuan
untuk terikat pada C yang parsial (+) sangat besar (karena adanya perbedaan momen dipol
menyebabkan OH enggan pergi). Untuk itu dibutuhkan protonasi hingga terbentuk +OH2 yang
merupakan gugus pergi yang baik.

Pada tahap akhir dari reaksi ini adalah lepasnya air dan putusnya ikatan C-O. akan tetapi karena reaksi
ini merupakan kesetimbangan maka air yang dilepaskan akan menyerang kembali gugus karbonil yang
terprotonasi. Ester yang dihasilkan (yang berprotonasi) akan melepaskan protonnya dan membentuk etil
asetat/etil etanoat sebagai produk akhir.
Reaksi di atas merupakan reaksi reversibel atau reaksi kesetimbangan. Sehingga untuk mendapatkan
produk yang besar maka kesetimbangan harus digeser ke kanan, dengan menambahkan alkohol
berlebihan. Akan tetapi, ada efek dari penambahan alkohol berlebih karena reaksi akan mengalami
trans-esterifikasi yakni akan menghasilkan hasil samping selain produk induk.

Hal yang sama juga terjadi pada pembuatan etil etanoat karena kita menggunakan alkohol berlebih
maka kemungkinan untuk bereaksi dengan katalis asam sangat besar. Akibatnya, etanol akan bereaksi
dengan katalis asam sangat besar. Akibatnya, etanol akan bereaksi dengan H2SO4 (sebagai katalis)
membentuk hasil samping berupa dietil eter.

Pada pembuatan etil asetat ini, campuran (etanol + asam asetat + H2SO4) terlebih dahulu direfluks.
Refluks ini adalah proses penambahan panas pada suatu larutan sehingga dapat meningkatkan energi
aktivitas. Proses refluks ini bertujuan menghomogenkan larutan. Selain itu refluks juga berfungsi untuk
memutuskan ikatan rangkap dari karbon karbonil dengan oksigen (C–O) sehingga akan memudahkan
gugus OH (sebagai Nu-) untuk menyerang karbon karbonil. Dengan kata lain produk etil asetat yang
diinginkan dapat diperoleh dalam jumlah besar. Setelah direfluks maka dilanjutkan dengan destilasi
hingga diperoleh 2/3 dari volume sebelumnya. Proses destilasi ini bertujuan memisahkan etil etanoat
(etil asetat) dengan air atau dengan kata lain untuk mendapatkan etil asetat murni. Karena produk lain
dari reaksi esterifikasi adalah H2O yang dapat dipisahkan dengan destilat karena antara air dan etil
asetat memiliki perbedaan titik didih (air : 1000C sedangkan etil asetat : 770C). Sehingga destilat
(memiliki titik didih rendah akan keluar terlebih dahulu) adalah etil etanoat (etil asetat).

Destilat, kemudian ditambahkan natrium karbonat 30% (Na2CO3). Penambahan ini dimaksudkan untuk
mengekstraksi asam sisa dalam larutan etil asetat karena Na2CO3 memiliki kemampuan untuk
mengekstrak asam sisa menghasilkan garam natrium yang larut dalam air. Dari hasil percobaan terlihat
bahwa garam natrium yang larut dalam air ini berada pada lapisan bawah sedangkan senyawa-senyawa
organik berada pada lapisan atas. Pembentukan 2 lapisan ini disebabkan oleh adanya perbedaan massa
jenis, dimana garam natrium yang larut dalam air memiliki massa jenis yang lebih besar daripada
senyawa organik yang terbentuk. Selain itu, kepolaran juga sangat mempengaruhi terjadinya pemisahan
lapisan ini, dimana garam natrium dalam air ini bersifat polar sedangkan senyawa-senyawa organik yang
dihasilkan (etil asetat dan dietil eter) bersifat non polar. Berdasarkan sifat kelarutannya, senyawa polar
tidak akan larut dalam pelarut non polar dan begitu pula sebaliknya, pelarut polar tidak dapat
melarutkan senyawa non polar.

Perlakuan selanjutnya adalah penambahan larutan kalsium klorida (CaCl2) ke dalam larutan yang
diperoleh. Penambahan larutan ini bertujuan agar ion Ca2+ dapat menarik ion-ion karbonat yang
ditambahkan sebelumnya, sehingga membentuk garam CaCl2 dan CaCO3, yang juga dapat dengan
mudah dipisahkan dengan produk yang diinginkan karena CaCl2 dan CaCO3 membentuk endapan yang
berada di dasar wadah karena memiliki massa jenis yang lebih besar dari produk yang diinginkan.
Kemudian setelah lapisan atas dipisahkan, maka ditambahkan kalsium klorida anhidrous. Penambahan
ini bertujuan agar ion-ion karbonat yang masih ada dalam larutan dapat ditarik oleh adanya ion Ca2+.
Sehingga diharapkan dengan penambahan CaCl2 anhidrous dapat diperoleh larutan yang benar-benar
murni. Setelah penambahan kalsium klorida anhidrous maka dilanjutkan dengan penutupan larutan. Hal
ini dilakukan agar larutan yang kita peroleh tidak banyak menguap, mengingat bahwa sifat dari etil
asetat adalah mudah menguap. Sedangkan untuk perlakuan, dimana larutan didiamkan dengan tujuan
agar mempercepat terbentuknya endapan CaCl2.

Proses destilasi ini menghasilkan etil asetat murni yang ditampung pada erlenmeyer sedangkan air tetap
tertinggal dalam labu alas bulat. Untuk itu, dalam percobaan ini proses destilasi digunakan untuk
memisahkan dietil eter (sebagai hasil samping) dengan etil asetat yang diinginkan, berdasarkan
perbedaan titik didih kedua senyawa tersebut. Karena titik didih dietil eter lebih kecil yakni 350C – 400C
sedangkan titik didih etil asetat adalah 740C – 770C, sehingga yang keluar sebagai destilat yang
ditampung sebagai produk yang diinginkan ditampung pada suhu 740C – 770C, yakni destilat etil asetat
(etil etanoat). Pada percobaan ini, destilat yang diperoleh setelah destilasi adalah sebanyak 20 mL dari
46 mL volume sebelum destilasi. Sehingga diperoleh rendemen sebesar 43,5 %. Rendemen ini diperoleh
dengan membandingkan volume destilat dengan volume sampel

Anda mungkin juga menyukai