Anda di halaman 1dari 13

Skizofrenia Pada Pemuda Usia 25 Tahun

Sulau Jalung

102013480

D9

Mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

Jalan Arjuna Utara No. 6 Jakarta Barat 11510

sulau_j@yahoo.com

Pendahuluan

Dalam keadaan normal tubuh kita diatur oleh sistem saraf pusat yang dapat
mengkoordinir seluruh aktifitas sensoris maupun motorik, apabila ada gangguan maka dapat
terjadi kelainan baik dari kesalahan indera maupun kelainan dari gerakan motorik. Selain itu,
kelainan juga dapat timbul dengan atau tanpa gangguan trauma otak serta sering berpikiran
atau suka berpikir negatif tentang suatu hal sehingga sering terjadi depresi dan apabila
depresi lanjut bisa mengakibatkan kelainan yang lebih parah yang bisa mengganggu fungsi
kerja dan orang yang ada disekitarnya.

Pada skenario, seorang pemuda berusia 25 tahun dibawa ke puskesmas oleh


orangtuanya karena tidak bisa tidur dan sering bicara ngelantur. Dari sini kita dapat
mempelajari lebih dalam lagi apa masalah dari pemuda tersebut baik dari penyebabnya,
perjalanan penyakitnya, penanganan, hingga prognosis dari sakit tersebut. Kita dapat
mempelajarinya agar ini dapat bermanfaat bagi kita dalam kehidupan sehari-sehari sebagai
seorang tenaga medis.

Sasaran Pembelajaran
Sasaran pembelajaran dari skenario yang diperoleh antara lain: Untuk mengetahui dan
memahami tentang etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis, diagnosis (anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang), penatalaksaan, pencegahan dan prognosis dari
kasus yang ada.

Definisi

Skizofrenia adalah psikotik, tapi tidak semua psikotik disebut skizofrenia. Psikotik
ditandai dengan terdapatnya gangguan pada daya nilai realita, yang dapat dibuktikan dengan
adanya tingkah laku yang kacau, persepsi yang salah, proses berpikir yang terganggu, disertai
alam perasaan yang terganggu. Skizofrenia merupakan sekelompok gangguan psikotik
dengan gangguan dasar pada kepribadian, distorsi khas pada proses pikir, kadang-kadang
merasa dirinya dikendalikan oleh kekuatan dari luar, terdapatnya waham, gangguan persepsi,
afek abnormal dan autisme. Kesadaran yang jernih dan kapasitas intelektual biasanya tidak
terganggu. Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam masyarakat,
dan sering dikonotasikan dengan keadaan gila. 1

Klasifikasi

Adapun klasifikasi pasien skizofrenia yang digolongkan dalam salah satu dari subtipe
yang didasari atas gejala prilaku yang paling menonjol.

o Tipe paranoid

Tipe ini paling stabil dan paling sering. Awitan subtipe ini biasanya terjadi lebih
belakangan bila dibandingkan dengan bentuk-bentuk skizofrenia lain. Gejala terlihat sangat
konsisten, sering paranoid, pasien dapat atau tidak bertindak sesuai dengan wahamnya.
Pasien sering tak kooperatif dan sulit untuk mengadakan kerjasama, dan mungkin agresif,
marah, atau ketakutan, tetapi pasien jarang sekali memperlihatkan perilaku inkoheren atau
disorganisasi. Waham dan halusinasi menonjol sedangkan afek dan pembicaran hampir tidak
terpengaruh. Beberapa contoh gejala paranoid yang sering ditemui, antara lain:

1. Waham kejar, rujukan, kebesaran, waham dikendalikan, dipengaruhi, dan cemburu.


2. Halusinasi akustik berupa ancaman, perintah, atau menghina. 2

o Tipe Katatonik
Pasien mempunyai paling sedikit satu dari beberapa bentuk katatonia, yaitu stupor
katatonik atau mutisme yaitu pasien tidak berespons terhadap lingkungan atau orang. Pasien
menyadari hal-hal yang sedang berlangsung di sekitarnya.Negativisme katatonik yaitu pasien
melawan semua perintah-perintah atau usaha-usaha untuk menggerakkan fisiknya.Rigiditas
katatonik yaitu pasien secara fisik sangat kaku atau rigit. Postur katatonik yaitu pasien
mempertahankan posisi yang tak biasa atau aneh. Kegembiraan katatonik yaitu pasien sangat
aktif dan gembira. Mungkin dapat mengancam jiwanya, misalnya, karena kelelahan. 2

o Skizofrenia Hebefrenik (Tak Terorganisasi)

Onsetnya dini dan memiliki prognosis buruk. Perilaku yang tidak bertanggung jawab
dan tidak dapat ditebak, mood yang tidak sesuai, dan afek yang tidak wajar, mungkin dengan
tertawa cekikikan, mannerisme, dan kelakar yang tidak pantas, pikiran yang tidak selaras dan
waham dan halusinasi yang tidak menonjol dapat muncul. 2

o Tipe Tak Terinci

Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-gejala psikosis aktif yang menonjol,
misalnya, kebingungan, inkoheren, atau memenuhi kriteria skizofrenia tetapi tidak dapat
digolongkan pada tipe paranoid, katatonik, hebefrenik, residual, dan depresi pasca
skizofrenia.

o Tipe Residual

Pasien dalam keadaan remisi dari keadaan akut tetapi masih memperlihatkan gejala-
gejala residual seperti penarikan diri secara sosial, afek datar atau tak serasi, perilaku
eksentrik, asosiasi melonggar, atau pikiran tak logis.

o Depresi Pasca Skizofrenia

Suatu episode depresif yang mungkin berlangsung lama dan timbul sesudah suatu
serangan penyakit skizofrenia. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada tetapi tidak
mendominasi gambaran klinisnya. Gejala-gejala yang menetap tersebut dapat berupa gejala
positif (tingkah laku katatonik, inkoherensi, waham, halusinasi disertai gangguan afek) atau
negatif (seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang, dan respon emosional yang menumpul
atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan
mennurunnya kinerja sosial), biasanya lebih sering gejala negatif. Sebagai pedoman
diagnostik adalah:

a. Pasien telah menderita skizofrenia selama 12 bulan terakhir.


b. Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada.
c. Gejala-gejala depresif menonjol dan mengganggu, memenuhi sedikitnya kriteria
untuk suatu episode depresif dan telah ada paling sedikit dua minggu. 2

Etiologi

o Genetik/keturunan

Dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. potensi untuk mendapatkan
skizofrenia diturunkan (bukan penyakit itu sendiri) melalui gene yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan individu
itu apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak. 3

o Biokimia

Etiologi biokimia skizofrenia belum diketahui. Tetapi ada beberapa hipotesis yang
sangat kuat untuk menjadikan etiologi bagi skizofrenia ini.

 Hipotesis dopamine
Gejala skizofren sebagian disebabkan oleh aktivitas hiperdopaminergik yang
disebabkan oleh hipersensitifnya reseptor dopamin atau naiknya aktivitas dopamin.
 Hipotesis norepinefrin
Aktivitas naik pada skizofren, menyebabkan naiknya sensitisasi terhadap input
sensorik.
 Hipotesis serotonin
Metabolisme serotonin abnormal tampak terjadi pada sebagian pasien skizofren
kronik, hiper-maupun hiposerotoninemia pernah dilaporkan.4

o Psikososial
Skizofrenia juga berhubungan dengan penurunan sosio-ekonomi dan kejadian hidup
yang berlebihan pada tiga minggu sebelum onset gejala akut. Penderita skizofrenia pada
keluarga dengan ekspresi emosi tinggi memiliki peluang lebih besar untuk kambuh. 1

Epidemiologi

Skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang banyak terdapat dalam masyarakat, dan
sering dikonotasikan dengan keadaan gila. Frekuensi di Indonesia adalah 1-3 orang setiap
1000 orang, dan pada negara maju terdapat 1 orang skizofrenia pada setiap 100 orang. Hal ini
bersebab pada penelitian yang dilakukan di Indonesia masih kurang. Diagnosis skizofrenia
lebih banyak ditemukan di kalangan golongan dengan sosio-ekonomi rendah. Beberapa pola
interaksi keluarga dan faktor genetik diduga merupakan salah satu faktor penyebab terjadinya
skizofrenia. 4

Patofisiologi

Pada skizofrenia melibatkan sistem dopaminergik dan serotonergik. Skizofrenia


terjadi akibat dari peningkatan aktifitas neurotransmiter dopaminergik. Peningkatan ini
mungkin merupakan akibat dari meningkatnya pelepasan dopamin, terlalu banyak reseptor
dopamine, turunnya nilai ambang, atau hipersensitifitas reseptor dopamine, atau kombinasi
dari faktor-faktor tersebut. Terjadinya skizofrenia ini terdiri dari 3 fase:

 Premorbid (sebelum sakit) : semua fungsi masih normal


 Prodromal ( masa awal) : simptom psikotik mulai nyata (gangguan tidur, curiga dan
sebagainya). Pada fase ini pasien mengalami kemunduran dalam fungsi-fungsi
mendasar (pekerjaan dan rekreasi) dan muncul simptom nonspesifik seperti gangguan
tidur, konsentrasi berkurang, dan perubahan prilaku. Simptom positif seperti curiga
mulai berkembang diakhir fase prodromal berarti sudah mendekati fase psikosis.
 Psikosis : dijumpai gambaran psikotik yang jelas, misalnya waham, halusinasi,
gangguan proses pikir, pikiran kacau. 2,5

Gejala klinis

Untuk menentukan diagnosis skizofrenia, banyak kriteria yang harus dipenuhi karena
skizofrenia terdiri dari gejala-gejala psikotik, sedangkan psikotik tidak hanya skizofrenia.
Kriteria diagnosis skizofrenia pada saat ini:
 Gejala karateristik
Dua (atau lebih) berikut ini masing-masing ditemukan selama periode 1 bulan (atau
kurang)

 waham
 halusinasi
 bicara terdisorganisasi (misalnya: sering menyimpang atau inkoheren)
 perilaku terdisorganisasi atau katatonik yang jelas
 gejala negatif yaitu pendataran afektif, alogia atau tidak ada kemauan (avolition)
Catatan : hanya satu gejala kriteria diatas yang diperlukan jika terdapat waham yang kacau
atau halusinasi terdiri dari suara yang terus-menerus mengomentari perilaku dan pikiran
pasien, atau dua atau lebih suara yang bercakap satu sama lainnya.

 Disfungsi sosial / pekerjaan


Untuk waktu yang bermakna sejak onset gangguan terjadi disfungsi sosial / pekerjaan
untuk satu atau lebih fungsi utama, seperti pekerjaan, hubungan interpersonal, atau
perawatan diri. Keadaan ini jelas dibawah tingkat yang dipakai sebelum onset (atau jika
onset pada masa kanak-kanak atau remaja, kegagalan untuk mencapai tingkat pencapaian
interpersonal, akademik atau pekerjaan yang diharapkan.
 Durasi
Tanda gangguan terus-menerus menetap selama sekurangnya 6 bulan. Periode 6 bulan
ini harus termasuk sekurang-kurangnya satu bulan gejala (atau kurang jika diobati dengan
berhasil) yang memenuhi kriteria A (yaitu gejala fase aktif) dan mungkin termasuk
periode gejala prodomal atau residual. Selama periode prodomal atau residual, tanda
gangguan mungkin dimanifestasikan hanya oleh gejala negatif dua atau lebih gejala yang
dituliskan dalam kriteria A (misalnya keyakinan yang aneh, pengalaman persepsi yang
tidak lazim).
 Penyingkiran zat / kondisi medis umum
Gangguan tidak disebabkan oleh afek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya
obat yang disalahgunakan, atau suatu medikasi) dan karena suatu kondisi medis umum. 3,4

Diagnosis

Anamnesis
Mulai dengan berbicara pada pasien tentang keadaan sebelum sakit daripada tentang
masalah gejalanya sekarang, agar menempatkan pasien dalam keadaan santai serta untuk
mengetahui keadaan dasar pasien dibandingkan dengan keadaan berfungsinya saat ini.
Tindak lanjut dalam pendekatan kronologik terhadap riwayat pasien ialah menentukan
manifestasi paling dini yang mengarah pada suatu awal-mula penyakitnya (podroma),
kemudian diikuti oleh gejala fase aktif. Gangguan pikir, tiadanya motivasi, pikiran paranoid,
dan tidak mempunyai daya tilik ke dalam diri-sendiri, semua dapat mengarah pada kesulitan
menunjukkan riwayat. Orang terdekat yang memberikan keterangan tentang pasien mungkin
lebih jelas memberinya daripada pasien itu sendiri.
Tanyakan secara detail tentang pengalaman yang aneh dan ajaib dan segala sesuatu
yang pernah dirasakan pasien. Bila pasien tidak dapat melukiskan gejalanya, tanyakan
tentang adanya pengalaman yang amat spesifik, dimulai dengan pengalaman pra-psikotiknya,
seperti dejavu, rasa baal, derealisasi, dan depersonalisasi berbagai masalah yang tidak segera
mengidentifikasikan kearah kondisi psikotik. Halusinasi yang berbunga-bunga dapat ditanya
kemudian. Bila pasien ternyata memprotes pertanyaan itu, netralkan masalah itu dengan
menyatakan bahwa pertanyaan itu hanya suatu urutan yang rutin pada pemeriksaan. Bila
perlu, tunda dahulu pertanyaan yang menyangkut gejala psikotik, dan alihkan pada
pertanyaan yang menyangkut afek dan fungsi kognitif, yang kurang mengancam bagi pasien.3
Tanyakan tentang gagasan bunuh diri, 10% dari pasien skizofrenik mati karena bunuh
diri, biasanya pada masa dini dari perjalanan penyakitnya. Pemeriksaan tentang fungsi
kongnitif juga penting, karena berbagai kondisi medik dapat menampilkan tanda seperti
skizofrenia, sedikitnya pada awal gangguan, tetapi biasanya tidak menyangkut hendaya
kognitif.
Pada pasien yang mengalami gangguan jiwa/ mental, cara yang tepat untuk mendapat
informasi mengenai status medisnya dapat dilakukan dengan wawancara psikatrik. Pasien
yang mengalami gangguan jiwa dapat datang ke klinik bersama orang lain (alloanamnesis)
atau datang sendiri (autoanamnesis). Oleh karena itu, informasi dapat juga di dapat dari
saudara atau rekan pasien. Hal-hal yang dapat ditanyakan dapat berupa.

1. Identitas pasien ? (nama, umur, pekerjaan, pendidikan, dan sebagainya)


2. Menanyakan permasalahannya/keluhan utama pasien ?
3. Menanyakan perjalanan permasalahannya (gejala-gejalanya), keluhan yang terlebih
dahulu dan hubungan antara keluhan fisik dan keluhan kejiwaan ? (sejak kapan gejala
muncul, sifat gejalanya seperti apa? )
4. Menanyakan stresornya (stresor organobiologik dan stresor psikososial) ? (sebelumnya
pernah mengalami trauma, atau ada masalah keluarga, pendidikan)
5. Menanyakan ada/tidaknya gangguan fungsi :
- fungsi pekerjaan/akademik/sekolah
- fungsi sosial
- fungsi sehari-hari
6. Menanyakan riwayat perjalanan penyakit sebelumnya
- penyakit fisik
- penyakit mental dan penggunaan zat psikoaktif (napza)
- hubungan penyakit sebelumnya dengan gangguan sekarang (menanyakan keadaan
pasien sebelum sakit ?)
7. Menanyakan riwayat kehidupan pribadinya
- riwayat perkembangan fisik
- riwayat perkembangan kepribadian
- riwayat pendidikan dan pekerjaan
- riwayat kehidupan beragama
- riwayat perkawinan dan kehidupan psikoseksual
8. Menanyakan riwayat keluarga (menyusun pohon keluarga dan identitasnya)
9. Menanyakan kehidupan sosial sekarang (kondisi tempat tinggal pasien, jumlah
penghuni, pencari nafkah)
10.Penutup (menyusun rencana pertemuan berikutnya). 4

Diagnosis banding

 Psikotik akut

Gejala berlangsung kurang dari 1 bulan atau kurang dari 2 minggu sebagai akibat
stress psikosial, biasanya stresor yang jelas tapi sebagian besar di jumpai pada pasien dengan
gangguan kepribadian mungkin memiliki kerentanan biologis atau psikologis terhadap
perkembangan gejala psikotik. Satu atau lebih faktor stres berat, seperti peristiwa traumatis,
konflik keluarga, masalah pekerjaan, kecelakaan, sakit parah, kematian orang yang dicintai,
dan status imigrasi tidak pasti, dapat memicu psikosis reaktif singkat.

Gambaran utama perilaku yang pasien rasakan atau perilaku yang diperlihatkan oleh
pasien yaitu :
• Mendengar suara-suara yang tidak ada sumbernya
• Keyakinan atau ketakutan yang aneh/tidak masuk akal
• Kebingungan atau disorientasi
• Perubahan perilaku; menjadi aneh atau menakutkan seperti menyendiri,
kecurigaan berlebihan, mengancam diri sendiri, orang lain atau lingkungan, bicara
dan tertawa serta marah-marah atau memukul tanpa alasan.

Gejala gangguan psikotik singkat selalu termasuk sekurang kurangnya satu gejala
psikosis utama, biasanya dengan onset yang tiba-tiba, tetapi tidak selalu memasukkan
keseluruhan pola gejala yang ditemukan pada skizofrenia. Beberapa klinisi telah mengamati
bahwa gejala afektif, konfusi, dan gangguan pemusatan perhatian mungkin lebih sering
ditemukan pada gangguan psikotik singkat daripada gangguan psikotik kronis. Gejala
karakteristik untuk gangguan psikotik singkat adalah perubahan emosional, pakaian atau
perilaku yang aneh, berteriak teriak atau diam membisu dan gangguan daya ingat untuk
peristiwa yang belum lama terjadi.

Seperti pada pasien psikiatrik akut, riwayat yang diperlukan untuk membuat diagnosis
mungkin tidak dapat diperoleh hanya dari pasien. Walaupun adanya gejala psikotik mungkin
jelas, informasi mengenai gejala prodromal, episode suatu gangguan mood sebelumnya, dan
riwayat ingesti zat psikotomimetik yang belum lama mungkin tidak dapat diperoleh dari
wawancara klinis saja. Disamping itu, klinis mungkin tidak mampu memperoleh informasi
yang akurat tentang ada atau tidaknya stressor pencetus. 1,5

 Gangguan waham

Gangguan waham merupakan salah satu gangguan psikiatri yang didominasi oleh
gejala-gejala waham. Waham pada gangguan waham bisa berbentuk: kebesaran,
penganiayaan, cemburu, somatic, atau campuran. Waham merupakan suatu keyakinan atau
pikiran yang salah karena bertentangan dengan kenyataan (dunia realitas), serta dibangun atas
unsur-unsur yang tak berdasarkan logika, namun individu tidak mau melepaskan wahamnya
walaupun ada bukti tentang ketidakbenaran atas keyakinan itu. Keyakinan dalam bidang
agama dan budaya tidak dianggap sebagai waham.

Pedoman untuk melakukan diagnosis pada gangguan waham adalah sebagai berikut:
 Waham merupakan satu-satunya ciri khas klinik atau gejala yang paling mencolok.
Waham tersebut bisa tunggal maupun sebagai suatu sistem waham,sekurangnya sudah
3 bulan lamanya,dan harus bersifat khas pribadi dan bukan budaya setempat.
 Gejala-gejala depresif atau bahkan suatu episode depresif yang lengkap mungkin
terjadi secara intermitten,dengan syarat bahwa waham-waham tersebut menetap pada
saat-saat tidak terdapat gangguan afektif itu.
 Tidak boleh ada bukti-bukti tentang adanya penyakit otak.
 Tidak boleh ada halusinasi auditorik atau hanya kadang-kadang saja ada dan bersifat
sementata.
 Tidak ada riwayat gejala-gejala skizofrenia (waham dikendalikan,siaran
pikiran,penumpulan afektif,dan sebagainya.

 Gangguan afektif

Merupakan gangguan pada afeksi (emosi) atau mood (suasana hati) seseorang.
Penderita juga dapat mengalami depresi atau manik (kegirangan yang tidak wajar) atau dapat
bergantian antara manik dan depresif.

Ada beberapa jenis gangguan afektif:

 Gangguan afektif ringan

Gangguan dalam kategori ini adalah depresi normal seperti dukacita akibat kehilangan.
Ciri-cirinya seperti tidak beraksi atau berespon terhadap peristiwa diluar, tapi lama-lama
akan kembali seperti normalnya dengan perlahan.

 Gangguan afektif neurotik

Adalah gangguan emosi atau mood yang mengakibatkan fungsi dan aktifitas penderita
sangat terhambat, namun tidak sampai mengalami putus kontak dengan realitas.

 Psikosis afektif

Gangguan ini mempengaruhi keseluruhan kepribadian penderita dan penderita kehilangan


kontak realitas. 1,2

Penatalaksanaan
Pengobatan harus secepat mungkin, karena keadaan psikotik yang menimbulkan
kemungkinan yang lebih besar bahwa penderita menuju ke kemunduran mental. Terapist
jangan melihat kepada penderita skizofrenia sebgai yang tidak dapat disembuhkan lagi atau
sebagai suatu makhluk yang aneh dan inferior. Bila sudah dapat diadakan kontak, maka
dilakukan bimbingan tentang hal-hal yang praktis.

 Non Farmako (psikoterapi dan rehabilitasi)

Yang dapat membantu penderita ialah psikoterapi suportif individual atau kelompok,
serta bimbingan yang praktis dengan maksud untuk mengembalikan penderita ke masyarakat.
Terapi kerja baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita
lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi, karena bila ia
menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik. Dianjurkan untuk mengadakan
permainan atau latihan bersama. Pemikiran masalah falsafat atau kesenian bebas dalam
bentuk melukis bebas atau bermain musik bebas, tidak dianjurkan sebab dapat menambah
otisme. Bila dilakukan juga, maka harus ada pemimpin dan ada tujuan yang lebih dahulu
sudah ditentukan.
Perlu juga diperhatikan lingkungan penderita. Bila mungkin diatur sedemikian rupa
sehingga ia tidak mengalami stress terlalu banyak. Bila mungkin sebaiknya ia dikembalikan
ke pekerjaan sebelum sakit, dan tergantung pada kesembuhannya apakah tanggung jawabnya
dalam pekerjaan itu akan penuh atau tidak.
Biarpun peenderita mungkin tidak sempurna sembuh, tetapi dengan pengobatan dan
bimbingan yang baik penderita dapat ditolong untuk berfungsi terus, bekerja sederhana di
rumah ataupun di luar rumah. Keluarga atau orang lain di lingkungan penderita diberi
penerangan (manipulasi lingkungan) agar mereka lebih sabar menghadapinya. 5,6

 Farmakoterapi

Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan
skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat. Pada penderita paranoid trifluoperazin rupanya lebih
berhasil. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2-3 minggu.
Bila tetap masih ada waham dan halusinasi, maka penderita tidak begitu terpengaruh lagi dan
menjadi lebih kooperatif, mau ikut serta dengan kegiatan lingkungannya dan mau turut terapi
bekerja.
Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan
lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari
satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun.
Kepada pasien dengan skizofrenia menahun, neroleptika diberi dalam jangka waktu yang
tidak ditentukan lamanya dengan dosis yang naik-turun sesuai dengan keadaan pasien (seperti
juga pemberian obat kepada pasien dengan penyakit badaniah yang menahun, umpamanya
diabetes melitus, hipertensi, payah jantung, dan sebagainya). Senantiasa kita harus awas
terhadap gejala sampingan. Hasilnya lebih baik bila neroleptika mulai diberi dalam dua tahun
pertama dari penyakit. Tidak ada dosis standart untuk obat ini, tetapi dosis ditetapkan secara
individual. 5

Prognosis

Sebanyak 90% pasien yang mengalami episode psikotik yang pertama akan sembuh
dalam waktu 1 tahun, tetapi sekitar 80% akan mengalami episode berikutnya dalam 5 tahun.
Pada pasien yang menghentikan pengobatannya dalam waktu 18 bulan pertama, memiliki
peluang 5 kali lebih besar untuk kambuh.

prognosis yang baik mencakup onset yang akut, gejala positif, komponen afektif
yang kuat (misalnya tertekan), subtipe paranoid, kepribadian pramorbid yang baik, trauma
lahir, kecerdasan lebih tinggi. 3

Pencegahan

Selalu berpikir positif dan hindari perasaan cemas dan takut karena bisa mencetus
terjadinya depresi dan semakin parah menjadi psikosis. Selain itu menghindari penggunaan
zat terlarang khususnya ganja dan stres yang berlebihan karena dapat mengurangi risiko
kambuh. 4,5

Kesimpulan

Skizofrenia adalah suatu gangguan dengan etiologi yang belum dietahui secara pasti,
ditandai oleh gejala psikotik yang secara berarti menggangu fungsi dan menyangkut
gangguan dalam perasaan, berpikir dan perilaku. Seperti pada kasus skenario seorang pemuda
berusia 25 tahun dengan gangguan tidak bisa tidur dan suka ngelantur, berdasarkan dari
anamnesis dan gejala klinis maka didiagnosis skizofrenia. Panatalaksanaan untuk pemuda ini
bisa dilakukan psikoterapi dan terapi farmako.
Daftar pustaka

1. Silvia, Hadisukanto Gitayanti. Buku ajar psikiatri. Jakarta:FKUI. 2010. 138-196


2. Ibrahim AS. Skizofrenia Spliting Personality. Jelajah Nusa. Jakarta; 2011
3. Maharatih Ayu, Nuhriawangsa Ibrahim, Sudianto Aris. Psikiatri komprehensif.
Jakarta: EGC. 2008.11-54.
4. Hibber Aison, Godwin Alice, Dear Frances. Rujukan Cepat Psikiatri. Dalam: Husny
Muttagin. Jakarta: EGC; 2008. h.3-9;94-101.
5. Maramis WF. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. Surabaya; 2008; p.215-234
6. Wiria MSS. Farmakologi dan Terapi .Departemen Farmakologi dan Terapeutik
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta; 2009; p.139-160

Anda mungkin juga menyukai