Anda di halaman 1dari 27

PORTOFOLIO KASUS

CKR

Penyusun
dr. Tomi Eko Prasetyo

Pembimbing
dr. I Nyoman Yustra Karna
dr. Ni Made Handayani
dr. I Made Widyana

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


PERIODE FEBRUARI 2017-2018
RSU Surya Husadha Nusa Dua
Januari 2018

1
1. Latar Belakang
Cedera kepala traumatis adalah masalah medis dan sosial - ekonomi
utama.1 Cedera kepala traumatis umumnya didefinisikan sebagai gangguan
terhadap otak dari kekuatan eksternal yang menyebabkan kerusakan sementara
atau permanen terhadap fungsional , psikososial , atau kemampuan fisik. Ini
adalah penyebab signifikan morbiditas dan mortalitas , dan penyebab utama
kematian dan cacat pada anak-anak dan orang dewasa muda .1,2
Secara umum , cedera kepala dibagi menjadi dua periode diskrit : cedera
kepala primer dan sekunder . Cedera kepala primer adalah kerusakan fisik
parenkim ( jaringan, pembuluh ) yang terjadi selama peristiwa traumatik ,
sehingga menggeser dan mengkompresi jaringan otak di sekitarnya . Cedera
kepala sekunder merupakan hasil dari proses kompleks, mengikuti dan
komplikasi cedera kepala primer di jam dan hari berikutnya .1
Berdasarkan berat ringannya, cedera kepala dibagi menjadi cedera kepala
ringan , sedang dan berat. Cedera kepala berat didefinisikan sebagai trauma
kepala terkait dengan Glasgow Coma Scale ( GCS ) skor 3 sampai 8 , adalah
masalah besar dan menantang dalam kedokteran perawatan kritis.1
Penyebab umum dari TBI termasuk kecelakaan kendaraan bermotor , jatuh ,
cedera olahraga , dan kekerasan . Di AS , sekitar 2 juta orang akan mendapat TBI
setiap tahun, satu- seperempat dari mereka akan me
Manajemen perawatan kritis dari TBI berat bertujuan mencegah dan
mengobati hipertensi intrakranial dan kerusakanotak sekunder , penjagaan
tekanan perfusi serebral ( CPP ) , dan optimalisasi oksigenasi otak .1

2. Epidemiologi
Cedera kepala berat dengan kematian di lokasi kecelakaan atau selama
transportasi ke rumah sakit tidak dapat dipertanggungjawabkan sepenuhnya dalam
pengumpulan data untuk studi epidemiologi cedera kepala traumatik. Cedera
kepala menyumbang sekitar 40 % dari semua kematian akibat cedera akut di
Amerika Serikat . Setiap tahun , 200.000 korban cedera kepala perlu rawat inap .
Sekitar 52.000 kematian AS per tahun dari cedera kepala. Dalam sebuah studi
cedera kepala berat , angka kematian di cedera kepala berat sekitar 33 % ; dalam

2
penelitian lain , di Virginia Tengah , angka kematian di cedera kepala sedang
ditemukan 2,5 % .3
Angka kematian pria -wanita untuk cedera kepala adalah 3,4 : 1. Risiko
puncak cedera kepala ketika individu berusia 15-30 tahun . Risiko tertinggi untuk
individu berusia 15-24 tahun . Usia puncak adalah sama untuk pria dan wanita .
Angka kematian tertinggi ( 32,8 kasus per 100.000 orang ) ditemukan pada orang
berusia 15-24 tahun . Angka kematian pada pasien yang sudah lanjut usia ( 65
tahun atau lebih tua ) adalah sekitar 31,4 individu per 100.000 orang . Dua puluh
persen dari cedera kepala terjadi pada kelompok usia anak . Angka yang lebih
tinggi pada anak-anak usia 0-4 tahun.3

3. Etiologi
Penyebab umum dari cedera kepala berat bervariasi sesuai dengan jenis
kelamin, usia , ras , dan lokasi geografis . Penyebab tersebut adalah sebagai
berikut :

kecelakaan kendaraan bermotor adalah penyebab utama dari cedera kepala
pada populasi umum , terutama di kalangan orang kulit putih di Amerika
Serikat . Kecelakaan kendaraan bermotor menyumbang sekitar 50 % dari
semua cedera kepala . Di Inggris , kecelakaan kendaraan bermotor adalah
penyebab paling umum ketiga cedera kepala , setelah jatuh dan serangan .

Jatuh adalah penyebab utama kedua cedera kepala . Jatuh menyumbang
20-30 % dari semua cedera kepala . Dalam individu yang berusia 75 tahun
atau lebih tua , jatuh adalah penyebab paling umum dari cedera kepala .
Orang yang sangat muda juga sering mendapat cedera kepala karena jatuh.

Senjata api adalah penyebab utama ketiga dari cedera kepala ( 12 % dari
semua cedera kepala ) dan merupakan penyebab utama cedera kepala
pada orang berusia 25-34 tahun . Cedera kepala berat lebih tinggi pada
pria dibanding wanita dan lebih umum di kalangan Afrika Amerika
daripada mereka orang kulit putih .

Cedera kepala yang berhubungan dengan pekerjaan merupakan sekitar 45-
50 % dari semua cedera kepala . Insiden bervariasi dari 37 kasus per
100.000 orang untuk karyawan militer ( 57 % terkait dengan transportasi )

3
sampai 15 kasus per 100.000 orang warga sipil ( 50 % adalah karena
jatuh).3

4. Anatomi dan embriologi


Anatomi
Kulit kepala terdiri dari lima lapisan :
• Kulit ( A1 )
• jaringan ikat padat ( A1 )
• aponeurosis epikranial dan otot occipitofrontalis ( A2 , 3 dan 4 )
• jaringan ikat longgar ( A7 )
• perikranium ( periosteum dari kubah tengkorak , A7 )
Duramater ( A12 ) adalah lapisan terluar dan tebal dari meningen.
Arachnoidmater ( A13 ) terletak di dalam duramater , dipisahkan oleh ruang
subdural yang hanya interval kapiler.
Piamater ( A14 ) melekat erat ke permukaan otak dan sumsum tulang belakang .
Ini membentuk ligamen denticulate di sisi sumsum tulang belakang, dan
subarachnoid septum di bagian belakang sumsum tulang
Gambar 1 . Diseksi Kulit Kepala dan Tengkorak 4

4
Embriologi
Jaringan saraf , termasuk otak dan sumsum tulang belakang , muncul dari
lapisan ektodermal , yang diidentifikasi dalam diskus embrionik pada minggu
kedua setelah pembuahan . Jaringan ectodermal itu segera menebal untuk
membentuk lempeng saraf simetris piring , yang merupakan cikal bakal dari otak
dan sumsum tulang belakang .5
Tiga divisi embrio otak (prosencephalon , mesencephalon dan
rhombencephalon ) dapat dikenali sebelum penutupan tabung saraf dimulai .
ketiga bagian dari otak yang disebut vesikel otak primer. Segera setelah penutupan
tabung saraf , menjadi bengkok oleh tiga lipatan :
( i ) fleksura mesensefalik di tingkat otak tengah
( ii) flexura serviks di persimpangan antara rhombencephalon dan sumsum tulang
belakang ,
( iii ) fleksura pontine di otak belakang.5

5
Otak depan segera membagi menjadi telencephalon dan diencephalon
dari mana vesikel optik muncul secara bilateral. Otak belakang (rhombencephalon
) juga membagi menjadi bagian rostral , metencephalon , dan medulla oblongata .
Persimpangan antara otak tengah dan otak belakang sempit dan dikenal sebagai
isthmus rhombencephalon. Hemisfer otak depan dapat diakui dalam
trelencephalon tersebut. Hemisfer otak membesar cepat dan benar-benar menutupi
diencephalon pada akhir periode embrio. Selama periode sembilan minggu dan
kemudian, hemisfer otak terus berkembang , karena pembentukan aktif dan
diferensiasi neuron dan glia – glia , dan membentuk lobus otak , sulci dan gyri .
Selain itu , pembentukan koneksi commissural , korpus callosum khususnya , dan
pengembangan otak kecil adalah peristiwa perkembangan penting yang terjadi
selama periode .5

Gambar 2. Gambar Lateral Otak Janin di Bulan Keempat ( A ) , Keenam ( B )


Kedelapan ( C ) Kehamilan , dan Neonatus ( D ) 5
5. Patofisiologi
Pada umumnya cedera kepala merupakan akibat salah satu atau
kombinasi dari dua mekanisme dasar yaitu kontak bentur dan guncangan lanjut.
Cedera kontak bentur terjadi bila kepala membentur atau menabrak suatu objek
atau sebaliknya, sedangkan cedera guncangan lanjut yang sering kali dikenal
sebagai cedera akselerasi – deselerasi , merupakan akibat dari peristiwa
guncangan kepala yang hebat, baik yang disebabkan oleh pukulan maupun bukan
karena pukulan.6
Cedera kontak bentur
Suatu benturan pada kepala dapat mengakibatkan dua macam jejas. Yaitu
jejas lokal yang terjadi di tempat atau dekat benturan, dan jejas yang terjadi di
tempat lain. Cedera kontak bentur tidak menyebabkan jejak otak difus.6
Lesi lokal akibat benturan meliputi fraktur linier dan depresi tulang
tengkorak, hematom epidural, kontusi kup (coup contussion), intra serebral

6
hematom yang merupakan perkembangan kontusi kup, subdural hematom yang
merupakan tumpahan intraserebral hematom ke dalam rongga subdural dan
beberapa fraktur basis cranii.6
Bila kepala terbentur suatu objek cenderung akan menimbulkan suatu
efek lokal berupa lekukan ke dalam yang selanjutnya akan menyebabkan
kompresi pada tabula eksterna dan cedera regangan pada tabula interna. Benturan
pada basis cranii bisa terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Benturan
langsung biasanya terjadi di daerah oksipital atau mastoid, sedangkan tidak
langsung biasanya terjadi pada wajah yang selanjutnya kekuatan tenaganya
ddihantarkan melalui tulang – tulang wajah agtau rahang bawah untuk
menimbulkan fraktur dasar tengkorak.6
Fenomena kontak juga dapat menimbulkan jejas bukan di lokasi
benturan. Hal ini bisa melalui dua mekanisme yaitu distorsi otak dan gelombang
kejut. Kedua hal inilah yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur tengkorak di
tempat yang jauh dari lokasi benturan, fraktur basis cranii serta kontusi konterkup
dan intermediate coup.6

Cedera akselerasi deselerasi


Guncangan pada kepala , baik yang disebabkan oleh benturan atau bukan
, akan menyebabkan gerakan yang cepat dari kepala , dan cedera yang terjadi
tergantung dari gerakan kepala tersebut. Gearakan kepala yang dimanifestasikan
sebagai cedera kompresi, regangan dan robekan, mengakibatkan kerusakan
struktural dari dua mekanisme. Mekanisme pertama adalah akibat adanya
perbedaan relatif arah gerakan antara otak terhadap fenomena yang didasari oleh
keadaan berikut : otak dapat bergerak bebas dalam batas – batas tertentu di dalam
roingga tengkorak dan pada saat dimulai gerakan, otak tertinggal di belakang
gerakan tengkorak untuk beberapa waktu singkat. Sehingga akibatnya otak akan
relatif bergeser terhadap tulang tengkorak dan duramater kemudian terjadi cedera
pada permukaannya, terutama vena – vena jembatan. Mekanisme cedera
kaselerasi yang kedua adalah jejas yang terjadi di dalam otak sendiri yaitu cedera
otak difus sindrom konkusi dan cedera aksonal difusa, perdarahan akibat
robekan, dan sebagian besar dari kontusi intermediate coup. Cedera akselerasi
dikelompokkan menjadi tiga tipe yaitu tranlasi, rotasi , dan angular. 6

7
6. Gejala klinis
Tanda-tanda cedera kepala berat dapat mencakup :

pingsan , baik sebentar atau untuk jangka waktu yang lama

kesulitan untuk tetap terjaga atau masih mengantuk beberapa jam setelah
cedera

cairan bening keluar dari hidung atau telinga ( ini bisa menjadi cairan
serebrospinal , yang biasanya mengelilingi otak )

perdarahan dari satu atau kedua telinga

memar di belakang salah satu atau kedua telinga

tanda kerusakan tengkorak atau cedera kepala penetrasi

kesulitan berbicara , seperti bicara cadel

kesulitan memahami apa yang dikatakan orang

bermasalah dalam membaca atau menulis

bermasalahdengan keseimbangan atau kesulitan berjalan

hilangnya kekuasaan atau sensasi di bagian tubuh , seperti kelemahan atau
hilangnya rasa di tangan atau kaki

kelemahan umum

bermasalah dengan penglihatan , seperti penglihatan kabur atau ganda

mengalami kejang

kehilangan memori ( amnesia ) , seperti tidak mampu mengingat apa yang
terjadi sebelum atau setelah cedera

sakit kepala terus-menerus

muntah karena cedera

lekas marah atau perilaku yang tidak biasa7

7. Pemeriksaan Fisik
Pada kasus cedera kepala berat, di dalam evaluasi klinisnya perlu
diperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a) Cedera daerah kepala ekstrakranial : laserasi, perdarahan, otorre, rinorre,
racoon’s eyes ( ekhimosis periorbital), atau battle’s sign ( ekhimosis
retroaurikuler)
Gambar 3. Racoon eye 6

8
Gambar 4. Battle sign 6

b) Cedera daerah
spinal. Trauma kepala dan spinal khususnya daerah servikal dapat terjadi
bersamaan dan cedera kombinasi ini harus selalu dipikirkan (walaupun
jarang, 2-5 %), pada semua penderita cedera kepala harus diasumsikan
disertai cedera serrvikal sampai terbukti baik secara klinis atau radiologis
bahwa tidak ada cedera servikal.
c) Cedera daerah thoraks : fraktur iga, pneumothoraks, hematothoraks,
tamponade jantung, ( bunyi jantung melemah, distensi vena jugularis dan
hipotensia0, aspirasi atau ARDS ( Acute Respiratoty Distress Syndrome)
d) Cedera daerah abdomen : khususnya laserasi hepar, limpa, ginjal.
e) Cedera daerah pelvis : cedera pada penderita nonkomaatous. Cedera pelvis
sering kali berkaitan dengan kehilangan darah yang okult.
f) Cedera ekstrimitas yang dapat melibatkan jaringan tulang atau jaringan
lunak (otot, saraf , pembuluh darah) 6
Pemeriksaan pada penderita cedera kepala yang masih memiliki
kesadaran yang bagus meliputi pemeriksaan neurologis lengkap, sedangkan pada
penderita yang kesadarannya menurun pemeriksaan yang diutamakan adalah yang
dapat memberikan pedoman dalam penanganan di UGD , yaitu :
a) Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran dinilai dengan GCS ( Glasgow Coma Scale) .6

Tabel 1. Reaksi mata dalam GCS


Membuka mata Skor
Spontan 4
Terhadap suara 3
Dengan rangsang nyeri 2

9
Tidak ada reaksi 1

Tabel 2. Respon verbal dalam GCS

Respon verbal Skor


Baik, tidak ada disorientasi 5
Kacau 4
Tidak tepat 3
Mengrang 2
Tidak ada jawaban 1

Tabel 3. Respon Motorik dalam GCS

Respon motorik Skor


Menurut perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi / dekortikasi 3
Reaksi ekstensi / deseberasi 2
Tidak ada reaksi 1

Tabel 4. Reaksi mata dalam GCS untuk anak – anak8

Membuka mata Skor


Spontan 4
Terhadap suara 3
Dengan rangsang nyeri 2
Tidak ada reaksi 1

Tabel 5. Respon verbal dalam GCS untuk anak – anak8

Respon verbal Skor


Baik, tidak ada disorientasi 5
Kacau 4
Tidak tepat 3
Mengerang 2
Tidak ada jawaban 1

Komunikasi dengan anak atau perawat anak diperlukan untuk


menentukan respon verbal verbal anal tersebut. Sebagai alternatif dari respon
verbal, dapat digunakan respon menyeringai.8

Tabel 6. Respon menyeringai dalam GCS untuk anak – anak8

Respon menyeringai Skor


Aktivitas spontan fasial / oro motorik 5

10
yang normal
Reaksi spontan normal berkurang atau 4
hanya bereaksi terhadap sentuhan
Reaksi menyeringai yang hebat 3
terhadap nyeri
Reaksi menyeringai yang ringan 2
terhadap nyeri
Tidak ada reaksi 1

Tabel 7. Respon motorik dalam GCS untuk anak – anak8

Respon motorik Skor


Menurut perintah 6
Melokalisasi nyeri 5
Reaksi menghindar 4
Reaksi fleksi / dekortikasi 3
Reaksi ekstensi / deseberasi 2
Tidak ada reaksi 1

b) Kekuatan fungsi motorik


Fungsi motorik biasanya hanya merupakan pelengkap saja mengingat kadang sulit
mendapatkan penilaian akurat dari penderita – penderita dengan kesadaran
menurun. Masing – masing ekstrimitas digradasi kekuatannya dengan skala
berikut6 :
5 = normal
4 = menurun tapi masih mampu melawan tahanan pemeriksa
3 = mampu melawan gravitasi
2 = mampu menggeser ekstrimitas
1 = mampu bergerak tapi tidak mampu menggeser
0 = tidak ada gerakan sama sekali

c) Ukuran pupil, membandingan antara kanan dan kiri dan responnya


terhadap cahaya
Salah satu gejala dini dari herniassi lobus temporal adalah dilatasi dan
perlambatan respon cahaya pupil. Dalam hal ini adanya kompresi maupun distorsi
saraf okulomototius sewaktu kejadian herniasi tentorial – unkal akan mengganggu
fungsi aksoin parasimpatis yang menghantarkan sinyal eferen untuk kontriksi

11
pupil. Pupil yang dilatasi bilateral dan menetap pada penderita cedera kepala
merupakan akibat dari perfusi cerebral yang tidak adekuat seperti hipotensi akibat
kehilangan darah atau gangguan aliran darah cerebral karena peningkatan telkanan
intrakranial.6
d) Gerakan bola mata ( refleks okulosefalik dan vestibuler)
Gerakan bola mata merupakan indeks penting untuk penilaian aktivitas fungsional
batang otak ( formasio retikularis). Penderita yang sadar penuh dan mempunyai
gerakan bola mata yang baik menandakan bahwa sistem motorik di batang
otaknya intak. Pada keadaan kesadran yang menurun , gerakan bola mata volunter
menghilang, sehingga untuk menilai gerakannya ditentukan dari refleks
okulosefalik dan okulovestibular.6
8. Pemeriksaan penunjang
a) Foto polos kepala
Foto polos kepala / otak memiliki sensitivitas dan spesifitas yang rendah dalam
mendeteksi perdarahan intrakranial.8
Informasi yang bisa didapatkan dari foto polos tengkorak :

Fraktur tulang kepala

Adanya benda assing

Pneumocephalus

Brain shift, kalau kebetulan ada kelenjar pineal.6
b) Angigorafi cerebral
Meskipun merupakan prosedur yang invasif, pemeriksaan ini cenderung
bermanfaat untuk memperkirakan adanya dignosis adanya suatu hematom /
perdarahan intrakranial beserta penanganannya, khususnya di mana belum
tersedianya CT Scan otak. Pada prinsipnya ditujukan untuk menunjukan adanya
pergeseran pembuluh – pembuluh darah cerebral besar dan lokasi zona
( avaskuler) suatu hematom.6
c) CT Scan kepala
CT Scan kepala merupakan standar baku untuk mendeteksi perdarahan
intrakranial. Semua pasien dengan GCS < 15 sebaiknya menjalani pemeriksaaan
CT Scan, sedangkan pada pasien dengan GCS 15, CT Scan dilakukan hanya
dengan indikasi tertentu seperti :

12
 nyeri kepala hebat

Adanya tanda – tanda fraktur basis kranii

Adanya riwayat cedera yang berat

Muntah lebih dari 1 kali

Penderita lansia (usia > 65 tahun) dengan penurunan kesadaran atau
amnesia

Kejang

Riwayat gangguan vaskuler atau menggunakan obat – obat antikoagulan

Amnesia, gangguan orientasi, berbicara, membaca, dan menulis

Rasa baal pada tubuh

Gangguan keseimbanganatau berjalan 8

Gambar 5. Intraserebral hematom pada CT Scan


d) MRI kepala
MRI adalah teknik pencitraan yang lebih sensitif dibandingkan CT Scan; kelainan
yang tidak tampak pada CT Scan dapat dilihat oleh MRI. 8

13
Gambar 6. Subdural hematom kronis ( panah putih) dan higroma ( putih abu-
abu) pada MRI T2

Gambar 7. Subdural hematom subakut pada MRI T2

e) PET dan SPECT


Possitron Emmision Tomography (PET) dan Single Poton Emmision Computer
Tomography (SPECT) mungkin dapat memperlihatkan abnormalitas pada fase
akut danm kronis meskipun CT Scan atau MRI dan pemeriksaan neurologis tidak
memperlihatkan kerusakan. Namun, spesifitas penemuan abnormalitas tersebut
masih dipertanyakan. 8
9. Diagnosis
Pada kasus cedera kepala berat, ditemukan gejala klinis : pingsan,
mengantuk beberapa jam setelah cedera, cairan bening keluar dari hidung atau
telinga perdarahan dari telinga, memar di belakang telinga, tanda kerusakan
tengkorak atau cedera kepala penetrasi, kesulitan dalam berbicara , memahami

14
apa yang dikatakan orang, membaca atau menulis, melihat, keseimbangan atau
kesulitan berjalan, hilangnya kekuasaan atau sensasi di bagian tubuh , kelemahan
umum , kejang , amnesia, sakit kepala terus-menerus, muntah karena cedera,
perubahan emosi atau perilaku yang tidak biasa7
Dalam evaluasi klinis cedera kepala berat, perlu diperhatikan hal – hal
sebagai berikut : cedera daerah kepala ekstrakranial , daerah spinal, thoraks ,
abdomen , pelvis , ekstrimitas yang menyertai.6
Pemeriksaan pada penderita cedera kepala yang masih memiliki
kesadaran yang bagus meliputi pemeriksaan neurologis lengkap, sedangkan pada
penderita yang kesadarannya menurun pemeriksaan yang diutamakan adalah yang
dapat memberikan pedoman dalam penanganan di UGD , yaitu tingkat kesadaran
dinilai dengan GCS ( Glasgow Coma Scale) , kekuatan fungsi motorik, ukuran
pupil, dan gerakan bola mata.6
Pemeriksaan penunjang dapat berupa : foto polos kepala, angigorafi
cerebral, CT Scan kepala, MRI kepala, PET dan SPECT. 8

10. Penatalaksanaan Darurat


Pemeriksaan dan pengobatan cedera awal
 Survei utama untuk mengamankan stabilitas kondisi umum. Jika skor GCS
adalah 8 atau kurang , adalah tepat untuk mengamankan jalan napas
dengan intubasi endotrakeal , dll. Sangat tepat untuk melindungi tulang
belakang leher selama prosedur .
 Pada evaluasi utama , adalah tepat untuk memeriksa tanda-tanda
neurologis berikut , khususnya ; GCS , temuan pupil , dan hemiparesis .
 Evaluasi sekunder untuk pemeriksaan dekat cedera.
 Jika gangguan kesadaran parah dengan skor GCS 8 atau kurang ,
penurunan cepat dalam tingkat kesadaran , atau tanda-tanda hernia otak
diamati , CT dilakukan pada awal evaluasi sekunder .Sangat tepat untuk
memeriksa hal - hal berikut selama penilaian sekunder kepala :
( a) Cedera dan fraktur depresi tersembunyi di bawah rambut
( b ) Mata hitam Atau tanda Battle karena fraktur dasar tengkorak
( c ) luka Okular atau orbital

15
( d )Kebocoran cairan serebrospinal melalui meatus auditori eksternal
atau lubang hidung .9

11. Penatalaksanaan definitif


a) Sedasi , manajemen nyeri , imobilisasi
 midazolam
Karena midazolam mengurangi aliran darah otak dan konsumsi oksigen otak , itu
cenderung digunakan secara aman dan efektif untuk anestesi dan sedasi pasien
dengan peningkatan ICP.
 propofol
Propofol memberikan sedasi memuaskan dengan cedera kepala berat di bawah
respirasi yang dikendalikan . Selain itu , memungkinkan evaluasi neurologis awal
karena munculnya cepat . Hal ini umumnya kontraindikasi dalam perawatan
intensif anak .9
 Dexamedetomidine
Hal ini memungkinkan pemeriksaan tingkat kesadaran dan juga diharapkan
memiliki efek perlindungan pada otak .
 relaksan otot : Vancuronium
Karena vacaronium memiliki durasi aksi yang lebih singkat dari dari
pancuranium , memfasilitasi diagnosis neurologis dan cenderung digunakan secara
luas . 9
b) Peningkatan kepala
Elevasi kepala berguna untuk kontrol ICP , dan sudut kepala sering disesuaikan
dengan 15-30 derajat . 9
c) Terapi Hiperventilasi
Jika tidak ada peningkatan ICP ( < 20 mmHg ) , adalah tepat untuk
mempertahankan PaCO2 pada 25 mmHg atau lebih dengan intubasi endotrakeal
dan respirasi dikendalikan . 9
Jika ICP tidak dapat dikendalikan pada 20 mmHg atau kurang bahkan dengan
mengurangi PaCO2 30-35 mmHg , PaCO2 dapat dikurangi menjadi 25-30 mmHg ,
tetapi tepat untuk menghentikan hiperventilasi pada tingkat ini secepat mungkin . 9

16
d) Mannitol , gliserol , diuretik
Pemberian manitol atau gliserol berguna untuk kontrol ICP . Hal ini sesuai untuk
osmolaritas serum sebelum pemberian menjadi 310 mOsm atau kurang . Dosis
efektif biasanya 0,25-1,0 g / kg . 9
e) Terapi barbiturat
Terapi barbiturat mungkin efektif bila hipertensi intrakranial tidak bisa
dikendalikan dengan l perawatan standar maksimal . Umumnya , 2-5 mg / kg
pentobarbital atau 2-10 mg / kg thiopental bolus , dilanjutkan dengan infus kontinu
dari 0,5-3 mg / kg / jam / pentobarbital atau 1-6 mg / kg / jam thiopental ,
dianjurkan di bawah pengawasan EEG . 9
f) Steroid
Sedangkan pandangan negatif bahwa glukokortikoid tidak efektif untuk
pengobatan cedera kepala dilaporkan , prednisolon atau bethamethasone mungkin ,
dalam prakteknya , diberikan secara intravena . 9
g) Hipotermia ( hipotermia otak )
Meskipun hipotermia mengurangi tekanan intrakranial , tidak meningkatkan
hasilnya. Mengenai hipotermia , tidak ada konsensus telah dicapai mengenai target
suhu tubuh , durasi , metode pemulihan suhu , pemilihan pasien ( kecuali usia ) ,
dll9
h) Prosedur Terapi untuk peningkatan tekanan intrakranial
Jika ICP tetap di 15-25 mmHg atau kurang , kepala elevasi , pemberian diuretik
osmotik dan hiperventilasi ( PaCO2 30-35 mmHg ) yang direkomendasikan .
Dalam kasus elevasi ICP refraktori lebih 20-25 mmHg , barbiturat , hipotermia dan
/ atau dekompresi bedah ( internal atau eksternal ) dapat dilakukan . 9
i) Antikonvulsan
Antikonvulsan dapat diberikan kepada pasien sebagai berikut:
 Pasien menunjukkan CT normal dengan lesi parenkim
 Pasien dengan epilepsi awal
 pasien muda
Fenitoin , karbamazepin , zonisamide , dan fenobarbital sering digunakan. Sejak
awal epilepsi memburuk pada pasien cedera otak , adalah tepat untuk
mencegahnya dengan menggunakan antikonvulsan. 9

17
j) Nutrisi
Nutrisi enteral atau parenteral harus dimulai lebih awal untuk mencapai
penggantian kalori penuh hari 7 setelah cedera .Tingkat glukosa darah harus
dikontrol dalam kisaran 100-200 mg / dl . 9
k) Indikasi Bedah dan Prosedur
 fraktur depresi tertutup
Indikasi untuk operasi
( 1 ) Depresi lebih 1 cm , atau yang mendasari memar otak
( 2 ) Deformitas kosmetik ( di dahi )
( 3 ) Kompresi sinus vena dural9
 Fraktur depresi terbuka
Jika ada robekan dural , penting untuk melakukan penutupan segera dural .
Indikasi debridement dengan duroplasti
( 1 ) Sebuah luka yang terkontaminasi nyata
( 2 ) Memar parah atau fraktur comminuted
( 3 ) Paparan parenkim otak atau kebocoran cairan serebrospinal
( 4 ) Fragmen tulang intraserebral
( 5 ) Perdarahan yang tidak terkontrol terkait dengan fragmen tulang
( kerusakan sinus vena , dll )
( 6 ) 1 - cm atau depresi besar atau laserasi otak parah
( 7 ) deformitas kosmetik
Pemilihan waktu bedah adalah dalam waktu 24 jam. Penundaan operasi lebih dari
48 jam dari cedera secara dramatis meningkatkan tingkat infeksi . 9
 luka tembus
Indikasi untuk operasi: semua luka tembus diindikasikan untuk operasi , tapi luka
tembak , yang menyebabkan kerusakan otak yang luas , seringkali tidak dianggap
sebagai indikasi . Operasi harus dilakukan sesegera mungkin .
Metode:
( 1 )Pembuangan objek yang menembus otak sebelum masuk ke ruang
operasi harus dihindari .
( 2 ) Sangat tepat untuk melakukan kraniotomi di daerah sekitar objek
menembus dan hati-hati membuang fragmen tulang .

18
( 3 ) Sangat tepat untuk melakukan penutupan ketat dura menggunakan
tengkorak atau fasia . 9
 Epidural hematoma akut
Indikasi untuk operasi
( 1 ) Sebuah ketebalan hematoma lebih besar dari 1 - 2 cm .
( 2 ) Sebuah volume hematoma lebih dari 20 - 30 ml . ( fossa posterior
Volume hematoma lebih besar dari 15 - 20 ml )
( 3 ) Tindak lanjut CT scan diperlukan dalam waktu 24 jam dari cedera .
Bedah dilakukan sesegera mungkin sesuai . 9
 hematoma subdural akut
Indikasi untuk operasi
( 1 ) Sebuah hematoma dengan ketebalan lebih besar dari 1 cm .
( 2 ) Sebuah hematoma dengan efek massa tertentu atau defisit neurologis
( 3 ) Kerusakan neurologis progresif cepat .
Bedah dilakukan sesegera mungkin .
Metode :
( 1 ) Kraniotomi besar dengan evakuasi hematoma adalah prinsip .
( 2 )Hematoma irigasi dengan trepinasi adalah pilihan pengobatan .
( 3 ) Tidak ada konsensus mengenai efektivitas dekompresi eksternal . 9
 hematoma intraserebral , memar otak
Indikasi untuk operasi
( 1 ) Sebuah hematoma (area hiperdens pada CT ) dengan diameter 3 cm
atau lebih .
( 2 ) memar difus yang disebabkan edema .
( 3 ) Hilangnya basal atau sisterna perimesensefalika .
( 4 ) Kerusakan neurologis progresif cepat .
( 5 ) Kenaikan tak terkendali di ICP ( ≥30mmHg )
Sangat tepat untuk mempertimbangkan operasi di awal . Pada pasien dengan
hematoma daerah sementara atau temporoparietal , operasi mungkin
dipertimbangkan sebelum kerusakan neurologis . 9
Metode:
( 1 ) Kraniotomi dengan pembuangan hematoma yang tepat.

19
( 2 ) Indikasi untuk kraniektomi dekompresi luas sendiri atau dalam
kombinasi dengan pembuangan hematoma dan dekompresi internal dapat
dievaluasi . Namun, tidak ada konsensus mengenai efektivitas dekompresi
eksternal . 9
 cedera otak difus
Cedera otak difus seperti pada pasien yang koma segera setelah cedera meskipun
tidak adanya lesi desak ruang pada CT harus diperlakukan secara konservatif . 9
 gangguan trauma serebrovaskular
Gangguan trauma serebrovaskular sering disertai dengan lesi intrakranial dan
beberapa luka-luka , dan manajemen mereka seringkali sulit .
Indikasi untuk pengobatan : lesi vaskular kepala dan leher Hemoragik ( pecah
pembuluh darah , fistula arteriovenosa , pseudoaneurisma , dll ) atau non -
hemoragik (ketidakteraturan dinding , penyempitan atau penyumbatan pembuluh ,
dll ). Sangat tepat untuk memulai pengobatan sesegera mungkin .
Metode :
( 1 ) Karena pendarahan yang mengancam jiwa dapat terjadi dari lesi
hemoragik , pengobatan dini harus dipertimbangkan . Operasi langsung atau
pengobatan endovascular yang dipilih tergantung pada situasi , kombinasi mereka
sering efektif .
( 2 ) Dalam lesi non - hemoragik , adalah tepat untuk memulai
administrasi heparin untuk mencegah infark serebral baru . Pada tahap subakut ,
pemberian obat antiplatelet harus dipertimbangkan9
 Trauma kebocoran cairan serebrospinal
Indikasi perbaikan kebocoran CSF
( 1 ) kebocoran CSF yang tidak dapat dihentikan dengan pengobatan
konservatif dalam 1-3 minggu .
( 2 ) Berulang atau tertunda kebocoran CSF .
Pembedahan umumnya dilakukan setelah pengobatan konservatif . Operasi harus
direncanakan segera untuk kasus berulang atau tertunda . Sangat tepat untuk
mempertimbangkan operasi awal .
Metode : duroplasti dilakukan oleh kraniotomi . Pendekatan intradural umumnya
prosedur pilihan . 9

20
 Fraktur kanal optik , cedera saraf optik
Indikasi untuk operasi ( dekompresi kanal optik )
( 1 ) Pembedahan sering diindikasikan untuk pasien dengan persepsi
cahaya , bukti fraktur yang jelas, dan gangguan penglihatan .
( 2 ) Pasien awalnya hanya menderita gangguan penglihatan ringan
namun sering dilakukan pembedahan jika mereka menunjukkan penurunan
progresif terkait dengan fraktur .
( 3 ) Pasien benar-benar buta segera setelah cedera biasanya dianggap
tidak memiliki indikasi bedah .
Operasi awal dapat dipertimbangkan dengan pemantauan ketat pemulihan
ketajaman visual .Dekompresi saraf Optik dalam waktu 1-2 minggu
( 4 ) Bedah 30 hari atau lebih setelah cedera tidak efektif dan tidak
diinginkan. 9
12. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan derajat kesadaran saat tiba di rumah sakit10

GCS saat tiba Mortalitas


15 1%
8-12 5%
<8 40 %

21
I. Identitas Pasien

Nama : Tn. R

Jenis kelamin : Pria

Umur : 31 tahun

Pekerjaan : Pegawai Swasta

Alamat : Jalan Bulakan Sari

Masuk RS Tanggal: 20 Maret 2017

Pulang RS tanggal : 20 Maret 2017

RM : 10.35.13

II. Anamnesis

Dilakukan secara Autoanamnesis

Keluhan Utama :
Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien datang post kecelakaan lalu lintas ±30 menit sebelum masuk
rumah sakit, pasien mengendarai motor¸ awalnya hendak melewati mobil
kemudian menabrak motor dari arah berlawanan dengan kecepatan cukup tinggi¸
pasien jatuh ke arah kiri dengan posisi kepala sisi kiri dan dada kiri mengenai aspal
jalanan, pingsan (-) mual (-) muntah (-) nyeri kepala (+) keluar cairan dari telinga
(-) mimisan (-) nyeri saat menggerakkan leher (-) nyeri dada (-) sesak (-) sakit di
daerah paha (-) sakit perut (-) pasien menggunakan helm saat mengendarai motor.

22
Riwayat Pengobatan :

Tidak ada

Riwayat Penyakit Dahulu :

Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga :

III. Pemeriksaan Fisik

 Airway: Bersih dan Paten

 Breathing: Normal, adekuat, RR 20x/menit, Saturasi O2 98%, gerak dada


simetris, pernafasan dalam

 Circulation: Stabil, normal, TD 120/80, N 80x/menit reguler, akral hangat,


capillary refill normal, Temp 36,5oC

 Disability: GCS 15, E4 V5 M6, pupil isokor, reflek +/+, kaku kuduk –

 Nyeri: Numeric Rating Scale: 6, kategori nyeri sedang

 Risiko jatuh: Morse, rendah

 Kepala dan leher :

- Kepala : normocephali

 Status lokalis regio parietali sinistra :

L : tampak luka terbuka 3x1x1 cm,


perdarahan (-), edema (-)

F : nyeri tekan (+)

M : ROM baik

- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, mata


cekung -/-

- Telinga : hiperemis-/-, sekret -/-, bleeding -/-

- Hidung : septum nasi di tengah, hiperemis -/-, secret-/-,


bleeding -/-

23
- Mulut : palatum dan mukosa normal

- Leher : L: hematom (-), jejas (-)

F: nyeri tekan (-), krepitasi (-)

 Thoraks :

o Cor dan Pulmo


o Inspeksi : Simetris kanan dan kiri

o Palpasi : VF kanan = kiri

o Perkusi : sonor

o Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler, ronki -/- basal, wheezing


-/-,

BJ I & II reguler, murmur (-) , gallop (-)

 Abdomen :

o Inspeksi : Rata

o Palpasi : supel, nyeri tekan -

o Perkusi : timpani

o Auskultasi : Bising usus (+) normal

 Ekstremitas : Edema -/-/-/-, sianosis (-)

 Kulit : Turgor baik

Status Neurologis

Sikap Tubuh : Simetris

Pemeriksaan Motorik :

Kekuatan otot : 5555 5555

5555 5555

Pemeriksaan Sensibilitas: dalam batas normal

Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:

 Miksi : BAK normal, inkontinentia urine (-), retensio urine (-), anuria (-)

24
 Defekasi : BAB normal, inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-)

Pemeriksaan Rangsang Meningeal :

Kaku kuduk : (-)

Kernig sign : (-)

Brudzinsky I : (-)

Brudzinsky II : (-)

IV. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium

- Tidak ada
Pemeriksaan Radiologi

Foto schaedel : tidak ada kelainan, sistema tulang yang tervisualisasi intak

V. Diagnosis kerja

Cedera kepala ringan GCS 15

VI. PENATALAKSANAAN

Wound toilet + Hecting

TERAPI PULANG :

Mefinal 3 x 500 mg

Cefixime 2x100 mg

Edukasi: Segera kembali ke UGD jika terdapat tanda dan gejala sbb:

1. Muntah makin sering

2. Nyeri kepala menetap atau bertambah berat

3. Gelisah atau kesadaran menurun

4. Kejang

II. PROGNOSIS

25
AD VITAM : DUBIA AD BONAM

AD FUNGSIONAM : DUBIA AD BONAM

AD SANATIONAM : DUBIA AD BONAM

DAFTAR PUSTAKA

1. American College of Surgeon Committee on Trauma. Cedera Kepala.


Dalam :Advanced Trauma Life Support fo Doctors. Ikatan Ahli Bedah
Indonesia. Komisitrauma IKABI, 2004.
2. American college of Surgeons, 1997. Advance Trauma Life Suport .
United States of America: Firs Impression
3. Arif Mansjoer dkk Editor, Trauma Susunan Saraf dalam Kapita Selekta
Kedokteran edisi Ketiga jilid 2, Media Aesculapius, Jakarta, 2000
4. Chusid JG., Neuroanatomi Korelatif & Neurologi Fungsional, Gadjah
Mada University Press, Yogyakarta, 1990
5. Harsono, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada Universiti Press,
Yogyakarta, 2005
6. Hasan Sjahrir, Ilmu Penyakit Saraf Neurologi Khusus, Dian Rakyat,
Jakarta, 2004
7. http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t28211.pdf
8. http://www.kalbemed.com/Portals/6/05_193Penatalaksanaan
%20Kedaruratan.pdf
9. Japardi iskandar. 2004. Penatalaksanaan Cedera Kepala secara Operatif .
SumatraUtara: USU Press.
10. Mardjono M., Sidharta P., Neurologi Klinis Dasar, Dian Rakyat, Jakarta,
2000
11. PERDOSSI cabang Pekanbaru. Simposium trauma kranio-serebral tanggal
3 November2007. Pekanbaru
12. Turner DA. Neurological evaluation of a patient with head trauma.
Dalam :Neurosurgery 2ndedition. New York: McGraw Hill, 1996.

26
13. Wahjoepramono, Eka. (2005). Cedera Kepala. Lippokarawaci: Universitas
Pelita Harapan

27

Anda mungkin juga menyukai