Salah satu
buktinya dalam hal membentuk undang-undang dimana sebelum adanya perubahan, undang-undang
dibentuk oleh Presiden, namun setelah adanya perubahan, undang-undang dibentuk oleh DPR.
Undang-undang diubah satu kali dalam empat tahap. Saat ini Presiden dapat mengajukan rancangan
undang-undang.
Undang-undang Dasar 1945 menganut ajaran Trias Politica karena memang dalam UUD 1945 kekuasaan negara
dipisah-pisahkan, dan masing-masing kekuasaan negara terdiri dari Badan legislatif, yaitu badan yang bertugas
membentuk Undang-undang, Badan eksekutif yaitu badan yang bertugas melaksanakan undang-undang, Badan
judikatif, yaitu badan yang bertugas mengawasi pelaksanaan Undang-undang, memeriksa dan megadilinya
Sistem pemerintahan presidensial baik kepala negara maupun kepala pemerintahannya dijabat oleh seorang
presiden sehingga tidak ada pemisahan diantara keduanya. Dengan demikian presiden berwenang dalam
mengatur jalannya pemerintahan sekaligus berfungsi secara simbolis.
Sistem pemerintahan parlementer memiliki presiden / sultan / raja sebagai kepala negara yang fungsinya hanya
secara simbolis sehingga berperan secara seremonial dalam melantik, mengesahkan, maupun mengukuhkan
UU (Undang-Undang) dan kabinet. Untuk membantu menjalankan pemerintahannya, presiden dibantu oleh
perdana menteri yang berperan sebagai kepala pemerintahan. Dengan kata lain, terdapat pemisahan yang
tegas antara kepala negara dan kepala pemerintahan. (Baca juga: Ciri-ciri Demokrasi Parlementer)
Pada sistem pemerintahan presidensial kepala negara yang sekaligus menjabat sebagai kepala pemerintahan
dipilih secara langsung oleh rakyat melalui pemilu dimana pelaksanaan pemilu ini diselenggarakan menjelang
habisnya masa jabatan presiden dan wakil presiden periode sebelumnya. (Baca juga: Jenis-Jenis Pemilu)
Pada sistem pemerintahan parlementer, perdana menteri dipilih oleh parlemen melalui penunjukan secara
langsung untuk menjalankan fungsi eksekutif. Dalam sistem pemerintahan ini, pemilu oleh rakyat dilakukan
hanya untuk memilih anggota parlemen.
Pada sistem pemerintahan presidensial tidak ada istilah lembaga supremasi tertinggi atau lembaga tertinggi
negara, yang ada adalah supremasi konstitusi dimana kedaulatan rakyatlah yang dijunjung tinggi. Meskipun
demikian, antar lembaga negara masih dapat saling mengawasi guna menghindari penyebab terjadinya
tindakan penyalahgunaan wewenang dan menghindari dampak korupsi bagi negara.
Pada sistem pemerintahan parlementer, masih terdapat lembaga supremasi tertinggi yaitu parlemen dimana
parlemen memiliki kekuasaan besar dalam negara baik sebagai badan perwakilan maupun badan legislatif.
Sistem pemerintahan presidensial mengijinkan kekuasaan eksekutif dan legislatif berjalan sejajar artinya
kekuasaan keduanya sama-sama kuat sehingga tidak dapat saling menjatuhkan. (Baca juga: Tugas Lembaga
Negara)
Sistem pemerintahan parlementer tidak mengijinkan kesetaraan kedudukan antara eksekutif dan legislatif
seperti dalam sistem pemerintahan presidensial. Dalam sistem tersebut, kabinet dalam hal ini perdana menteri
beserta menteri dapat dijatuhkan oleh parlemen melalui mosi tidak percaya. Namun, jika perselisihan antara
kabinet dan parlemen menunjukkan kabinetlah yang berada pada pihak yang benar, maka kepala negara
berhak membubarkan parlemen.
Terdapat pembagian kekuasaan yang jelas antara eksekutif dan legislatif dalam sistem pemerintahan
presidensial baik secara kelembagaan maupun secara kepersonalan anggota. Hal ini dikarenakan
ditetapkannya aturan perundang-undangan tentang larangan merangkap jabatan eksekutif dan legislatif.
Pembagian kekuasaan antara eksekutif dan legislatif dalam sistem pemerintahan parlementer tidak begitu jelas
karena eksekutif dipilih dari anggota legislatif atau bisa dikatakan kabinet dipilih dari anggota parlemen.
Pada sistem pemerintahan presidensial, kepala negara dan kepala pemerintahan yakni presiden dipilih secara
langsung oleh rakyat sehingga ia bertanggung jawab terhadap kedaulatan rakyat. Selain itu, seluruh
tindakannya harus dipertanggungjawabkan terhadap konstitusi negara. Sistem seperti ini dapat membuat
pertangungjawaban presiden kurang jelas. Untuk mengontrol tindakan pemerintah diperlukan pengawasan dari
berbagai pihak untuk selalu kritis dan tanggap. (Baca juga: Hubungan Dasar Negara dengan Konstitusi)
Pemilihan kepala pemerintahan pada sistem pemerintahan parlementer oleh parlemen, membuat sistem
pertanggungjawaban kabinet yakni perdana menteri dan para menteri dilakukan secara langsung kepada
parlemen. Kabinet berada di bawah pengawasan parlemen secara langsung maka pertanggungjawabannya
menjadi jelas karena dapat dilakukan pengawasan secara intens.
Masa jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan pada negara dengan sistem pemerintahan presidensial
jelas karena sudah diatur di dalam UU misalnya setiap 5 (lima) tahun atau 6 (enam) tahun sekali. Untuk di
Indonesia sendiri dilaksanakan setiap lima tahun sekali yang mana presiden terpilih hanya dapat menduduki
jabatannya maksimal 2 (dua) kali periode pemilihan berturut-turut.
Presiden pada sistem pemerintahan parlementer dipilih secara langsung oleh parlemen atau suatu badan
pemilihan umum. Adapun masa jabatan perdana menteri pada sistem pemerintahan parlementer tidaklah
menentu karena semua tergantung dari parlemen. Dengan demikian, bisa saja dalam 1 (satu) tahun dilakukan
penggantian perdana menteri secara berulang-ulang.
8. Pembentukan Kabinet
Pembentukan kabinet beserta mekanisme tanggung jawabnya berbeda antara sistem pemerintahan presidensial
dan sistem pemerintahan parlementer, adapun yang membedakannya adalah:
Pada sistem pemerintahan presidensial, kabinet dipilih dan dilantik sendiri oleh presiden. Mekanisme
pemilihannya pun merupakan hak prerogatif yang dimiliki presiden karena tidak adanya UU yang mengaturnya
secara khusus. Karena kabinet yang terdiri para menteri dibentuk sendiri oleh presiden maka sistem
pertanggungjawabannya langsung kepada presiden bukan kepada parlemen.
Pada sistem pemerintahan parlementer, kabinet dibentuk oleh parlemen yang mana setiap anggota kabinet
merupakan anggota terpilih dari parlemen sehingga bertanggung jawab langsung kepada parlemen. Kabinet ini
berada dalam lingkup tanggung jawab perdana menteri dan bukanlah presiden seperti pada sistem
pemerinatahan presidensial.
Dalam sistem pemerintahan presidensial partai politik berperan menjadi fasilitator yang mengusung calon
presiden dan wakil presiden. Partai politik tidak memiliki wewenang dalam memasukkan ideologi politik kepada
calon yang diusung. Presiden dan wakil presiden hanya bertanggung jawab secara personal kepada partai
politik tersebut. (Baca juga: Tipe-Tipe Budaya Politik di Indonesia)
Dalam sistem pemerintahan parlementer, partai politik dapat memasukkan ideologi politik sehingga
mempengaruhi kepemimpinan presiden dan wakil presiden terpilih. Anggotanya juga terdiri dari orang partai
politik yang menang dalam pemilu. (Baca juga: Fungsi Partai Politik)
10. Legitimasi
Proses pemilihan kepala negara dan kepala pemerintahan yang berbeda pada sistem pemerintahan yang
berbeda membuat legitimasi yang berbeda pula, yakni:
Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat dalam sistem pemerintahan presidensial sehingga legitimasinya
didapatkan dari rakyat. Hal ini dapat memperkuat posisi presiden yang mana telah mendapatkan suara dari
sebagian besar warga negaranya.
Pada sistem pemerintahan parlementer, legitimasi didapatkan dari parlemen sehingga posisi perdana menteri
dalam memerintah negara dinilai kurang kuat karena tidak mendapat dukungan dari rakyat secara langsung.
Pada sistem pemerintahan presidensial, masa jabatan presiden sebagai kepala pemerintahan sudah diatu di
dalam UU sehingga dalam membuat program kerjanya pemerintah telah memikirkan dengan baik alokasi waktu
pelaksanaan program kerja yang disusunnya. Dengan kata lain dalam sistem pemerintahan presidensial proses
penyesuaian program kerja dari periode lama ke periode yang baru lebih mudah.
Pada sistem pemerintahan parlementer, masa jabatan pemerintah sangat bergantung pada parlemen sehingga
tidak dapat dipastikan kapan kabinet akan turun dari jabatannya. Dengan demikian melesetnya alokasi waktu
pelaksanaan program kerja akan sering terjadi dan proses penyesuaian program kerja dari kabinet yang lama
kepada kabinet yang baru lebih sulit.
Pada sistem pemerintahan presidensial, masa jabatan yang jelas dalam UU dan kekuasaan eksekutif yang
sejajar dengan legislatif membuat posisi eksekutif dalam sistem pemerintahan ini lebih stabil.
Pada sistem pemerintahan parlementer kekuasaan eksekutif cenderung tidak stabil karena sangat tergantung
oleh parlemen.
Pada sistem pemerintahan presidensial pemilu diadakan untuk memilih presiden beserta wakil presiden dan
anggota legislatif baik untuk kabupaten/kota, propinsi, maupun pusat. Mengikuti pemilu dengan baik merupakan
contoh sikap nasionalisme dan patriotisme.
Pada sistem pemerintahan parlementer pemilu diakan semata-mata hanya untuk memilih anggota parlemen dan
bukannya memilih presiden beserta wakil presiden karena keduanya dipilih dari anggota parlemen.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan memiliki pengertian sebagai sistem nilai acuan,
kerangka acuan berpikir, pola acuan berpikir atau jelasnya sebagai sistem nilai yang dijadikan sebagai
kerangka landasan, kerangka cara, dan sekaligus sebagai kerangka dalam menentukan arah atau
tujuan bagi yang menyandangnya.
Dalam hal ini Pancasila sebagai paradigma pembangunan artinya nilai-nilai dasar Pancasila secara
normatif menjadi dasar, kerangka acuan, dan tolok ukur dalam segenap aspek pembangunan
nasional yang dijalankan di Indonesia yang merupakan akibat atas pengakuan dan penerimaan
bangsa Indonesia atas Pancasila sebagai dasar negara serta ideologi nasional.