Anda di halaman 1dari 45

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Lanjut Usia

1. Definisi
Lansia dikatakan sebagai tahap akhir dari perkembangan pada daur

kehidupan manusia. Menurut Undang Undang No. 13 Tahun 1998 tentang

kesejahteraan lanjut usia disebutkan bahwa lansia adalah seseorang yang

telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Dewi, 2014, p.4).


Para ahli membedakan kategori usia lanjut diantaranya (Setiawan :

Tamher & Noorkasiani, 2009, p.1) :


a. Usia kronologis dihitung dengan tahun kalender. Di Indonesia

dengan usia pensiun 56 tahun, barang kali dapat dipandang

sebagai batas seseorang mulai memasuki usia lanjut.


b. Usia biologis adalah usia yang sebenarnya. Dimana biasanya

diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia

biologis.
Selain itu, menurut Departemen Kesehatan RI dikenal pula usia

psikologis, yaitu dikaitkan dengan kemampuan seseorang untuk dapat

mengadakan penyesuaian terhadap setiap situasi yang dihadapi (Tamher &

Noorkasiani, 2009, p.1).


Menua bukanlah suatu penyakit, tetapi merupakan proses yang

berangsur angsur mengakibatkan perubahan yang kumulatif, merupakan

proses menurunnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari

luar dan dalam tubuh yang berakhir dengan kematian (Nugroho, 2008,

p.11).
2. Klasifikasi Lansia
a. Menurut WHO (Nugroho, 2008, p.24), klasifikasi lansia adalah :
6
1) Usia pertengahan (middle age) usia 45-59 tahun
2) Lanjut usia (elderly) usia 60-74 tahun
3) Lanjut usia tua (old) usia 75-90 tahun
4) Usia sangat tua (very old) usia > 90 tahun
b. Menurut Depkes RI , 2003 klasifikasi lansia adalah :
1) Pralansia
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Lansia
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.
3) Lansia resiko tinggi
Seseorang yang serusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang

berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.


4) Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau

kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa.


5) Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya

bergantung pada bantuan orang lain.

3. Perubahan Pada Lansia


Perubahan pada lansia menurut Nugroho (2008) yaitu :
a. Perubahan fisik dan fungsi
1) Sel
Pada lansia mengalami penurunan jumlah sel dan ukuran

selnya akan lebih besar. Jumlah cairan tubuh dan cairan

intraselular berkurang. Proporsi protein di otak, otot, ginjal,

darah dan hati menurun, jumlah sel otak menurun, mekanisme

perbaikan sel terganggu, otak menjadi atrofi, beratnya

berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih dangkal

dan melebar.
2) Sistem persarafan
Sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya, pada

lansia berat otak menurun 10-20%, terjadi penurunan hubungan

persarafan, respons dan waktu bereaksi lambat khususnya

terhadap stres, saraf panca indra mengecil, penglihatan


7
berkurang, pendengaran menghilang, saraf penciuman dan

perasa mengecil, lebih sensitif terhadap perubahan suhu, dan

rendahnya ketahanan terhadap dingin, kurang sensitif terhadap

sentuhan dan terjadi defisit memori.


3) Sistem pendengaran
Gangguan pada pendengaran. Hilangnya daya pendengaran

pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi suara atau nada

yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata,

membran timpani menjadi atrofi menyebabkan otosklerosis,

fungsi pendengaran semakin menurun pada lanjut usia yang

mengalami ketegangan/stres.
4) Sistem penglihatan
Sfingter pupil timbul sklerosis dan respons terhadap sinar

menghilang, kornea lebih berbentuk sferis (bola), lensa lebih

suram, menjadi katarak, meningkatnya ambang, pengamatan

sinar, daya adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat, susah

melihat dalam gelap, hilangnya daya akomodasi, lapang

pandang menurun, luas pandangan berkurang, daya

membedakan warna menurun.


5) Sistem kardiovaskular
Katup jantung menebal dan menjadi kaku, elastisitas aorta

menurun, kemampuan jantung memompa darah menurun 1%

setiap tahun sesudah berumur 20 tahu. Hal ini menyebabkan

kontraksi dan volume menurun. Curah jantung menurun,

pembuluh darah kehilangan elastisitasnya, kinerja jantung lebih

rentan terhadap kondisi dehidrasi dan perdarahan, tekanan

8
darah meningkat akibat resistensi pembuluh darah perifer yang

meningkat.
6) Sistem pengaturan suhu tubuh
Pada pengaturan suhu, hipotalamus dianggap bekerja

sebagai suatu termostat, yaitu menetapkan suatu suhu tertentu.

Kemunduran terjadi karena beberapa faktor yang

mempengaruhi. Yang sering ditemui antara lain :


a. Temperatur tubuh menurun (hipotermia) secara

fisiologis ± 350 C ini akibat metabolisme yang menurun.


b. Pada kondisi ini, lanjut usia akan merasa kedinginan

dan dapat pula menggigil, pucat dan gelisah.


c. Keterbatasan refleks menggigil dan tidak dapat

memproduksi panas yang banyak sehingga terjadi

penurunan aktivitas otot.


7) Sistem pernapasan
Otot pernapasan mengalami kelemahan akibat atrofi,

kehilangan kekuatan, dan menjadi kaku,aktivitas silia menurun,

paru kehilangan elastisitasnya, kapasitas residu meningkat,

menarik napas lebih berat, ukura alveoli melebar, berkurangnya

elastisitas bronkus, oksigen pada arteri menurun menjadi 75

mmHg, refleks dan kemampuan untuk batuk berkurang, sering

terjadi emfisema senilis, kemampuan pegas dinding dada dan

kekuatan otot pernapasan menurun seiring pertambahan usia.


8) Sistem pencernaan
Kehilangan gigi sebagai penyebab utama periodontal

disease yang biasa terjadi setalah umur 30 tahun, indra

pengecap menurun, adanya iritasi selaput lendir yang kronis,

esofagus melebar, rasa lapar menurun, peristaltik lemah, fungsi

9
absorpsi melemah dan hati mengecil serta tempat penyimpanan

menurun dan aliran darah berkurang.


9) Sistem reproduksi
Pada wanita, vagina mengalami kontraktur dan mengecil,

ovari menciut, uterus mengalami atrofi, terhadi atrofi payudara

dan pulva, selaput lendir vagina menurun. Sedangkan pada

pria, testis masih dapat memproduksi spermatozoa, meskipun

ada penurunan secara berangsur angsur, dorongan seksual

menetap sampai usia di atas 70 tahun asal kondisi kesehatannya

baik.
10) Sistem genitourinaria
Ginjal mengecil akibat atrofi pada nefron, aliran darah ke ginjal

menurun sampai 50% sehingga fungsi tubulus berkurang,

akibatnya kemampuan mengonsentrasi urin menurun, berat

jenis urin menurun, proteinuria dan nilai ambang ginjal

terhadap glukosa meningkat. Otot otot kandung kemih lemah,

kapasitasnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan

frekuensi buang air seni meningkat. Pada pria lansia kandung

kemih sulit dikosongkan sehingga mengakibatkan retensi urin

meningkat. Pria usia 65 tahun ke atas sebagian besar

mengalami pembesaran prostat hingga lebih kurang 75% dari

besar normal.

11) Sistem endokrin


Menurunnya produksi ACTH, TSH, FSH, dan LH, aktifitas

tiroid basal metabolis rate (BMR), daya pertukaran gas,

10
produksi aldosterone, serta sekresi hormon kelamin seperti

progesterone, estrogen dan testosteron.


12) Sistem integumen
Kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan

lemak, permukaan kulit cendrung kusam, kasar dan bersisik,

timbul bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang

tidak merata pada permukaan kulit sehingga tampak bintik

bintik atau noda cokelat, terjadi perubahan pada daerah sekitar

mata, kulit kepala dan rambut menipis, kuku jari menjadi keras

dan rapuh.
13) Sistem muskuloskeletal
Tulang kehilangan densitasnya (cairan) dan semakin rapuh,

gangguan tulang terjadi, yakni mudah mengalami

demineralisasi, kekuatan dan stabilitas tulang menurun,

terutama vertebra, pergelangan, dan paha. Insiden osteoporosis

dan fraktur meningkat pada area tulang tersebut, kartilago yang

meliputi permukaan sendi tulang penyangga rusak, mengalami

kifosis, gangguan gaya berjalan, kekakuan jaringan

penghubung, persendian membesar dan menjadi kaku, tendon

mengerut dan mengalami sklerosis, terjadi atrofi serabut oto,

aliran darah ke otot berkurang.


b. Perubahan mental
Faktor yang mempengaruhi terjadinya perubahan mental

adalah perubahan fisik khususnya organ perasa, kesehatan umum,

tingkat pendidikan, keturunan, dan lingkungan. Perubahan

kepribadian yang drastis, keadaan ini jarang terjadi, lebih sering

11
berupa ungkapan yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan

mungkin karena faktor lain misalnya penyakit.


1) Kenangan (memori)
Kenangan jangka panjang, beberapa jam sampai

beberapa hari yang lalu dan mencakup beberapa

perubahan. Kenangan jangka pendek atau seketika (0-

10 menit), kenangan buruk (bisa ke arah demensia).


2) Intelegentia quation (IQ)
IQ tidak berubah dengan informasi matematika dan

perkataan verbal. Penampilan, persepsi, dan

keterampilan psikomotor berkurang, terjadi perubahan

pada daya membayangkan karena tekanan faktor waktu.


c. Perubahan Psikososial
Nilai seseorang sering diukur melalui produktivitasnya dan

identitasnya dikaitkan dengan peranan dalam pekerjaan. Bila

mengalami pensiun (purnatugas, seseorang akan mengalami

kehilangan antara lain :

1) Kehilangan finansial (pendapatan berkurang)


2) Kehilangan status (dulu mempunyai jabatan/posisi yang

cukup tinggi, lengkap dengan semua fasilitas)


3) Kehilangan teman/kenalan atau relasi
4) Kehilangan pekerjaan/kegiatan
5) Merasakan atau sadar akan kematian
4. Tugas Perkembangan Lansia
Menurut Erickson (Dewi, 2014, p.7) kesiapan lansia untuk

beradaptasi terhadap tugas perkembangan lansia dipengaruhi oleh proses

tumbuh kembang pada tahap sebelumnya.


Tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut :

a. Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun.

12
b. Mempersiapkan diri untuk pensiun.

c. Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya.

d. Mempersiapkan kehidupan baru.

e. Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan

sosial/masyarakat secara santai.

f. Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian

pasangan.

Sedangkan tugas perkembangan lansia menurut Burnside et al

(Potter and Perry, 2005, p.732) yaitu :

a. Menyesuaikan terhadap penurunan kekuatan fisik dan

kesehatan
b. Menyesuaikan terhadap masa pensiun dan penurunan atau

penetapan pendapatan
c. Menyesuaikan terhadap kematian pasangan
d. Menerima diri sendiri sebagai individu lansia
e. Mempertahankan kepuasan pengaturan hidup
f. Mendefinisikan ulang hubungan dengan anak yang dewasa
g. Menemukan cara untuk mempertahankan kualitas hidup
B. Diabetes Mellitus
1. Pengertian
Diabetes Melitus (DM) merupakan keadaan hiperglikemia kronik

yang disertai dengan berbagai kelainan metabolik yang diakibatkan

oleh gangguan hormonal yang menimbulkan berbagai macam

komplikasi kronik pada organ mata, ginjal, saraf, pembuluh darah

disertai lesi padda membran basalis dalam dengan menggunakan

pemeriksaan dalam mikroskop (Arief Mansjoer dkk, 2005).


Menurut Arif Mansjoer (2005), klasifikasi pada penyakit diabetes

mellitus ada dua antara lain: Diabetes Tipe I (Insulin Dependent

13
Diabetes Mellitus (IDDM)). Diabetes tipe ini juga jenis diabetes yang

sering disebut DMTI yaitu Diabetes Mellitus Tergantung Pada Insulin.

Pada tipe ini yaitu disebabkan oleh distruksi sel beta pulau langerhans

diakibatkan oleh proses autoimun serta idiopatik. Diabetes Mellitus

Tipe II, diabetes tipe II atau Non Insulin Dependent Diabetes mellitus

(NIDDM) atau jugu DMTTI yaitu Diabetes Mellitus Tak Tergantung

Insulin. Diabetes tipe II ini disebabkan karena adanya kegagalan

relativ sel beta dan resistensi insulin. Resistensi insulinmerupakan

turunnya kemampuan insulin dalam merangsang pengambilan glukosa

oleh jaringan perifer, untuk menghambat produksi glukosa oleh hati.

Sel beta tersebut tidak dapat mengimbangi resistensi insulin ini

seutuhnya, yang dapat diartikan terjadi nya defensiensi insulin, adanya

ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin terhadap

rangsangan glukosa maupun glukosa bersama perangsang sekresi

insulin yang lain, jadi sel beta pancreas tersebut mengalami

desentisisasi terhadap glukosa.


Ulkus diabetik merupakan permasalahan yang sudah sering muncul

sekarang dimana luka pada kaki penderita diabetes melitus yang

diakibatkan karena suatu infeksi yang menyerang sampai ke dalam

jaringan subkutan. Apabila luka ulkus diabetik ini tidak dilakukan

perawatan yang baik maka proses penyembuhan akan lama, dan

faktor-faktor resiko infeksi semakin tinggi bahkan apabila infeksi

sudah terlalu parah seperti terjadi neuropati perifer maka dapat juga

dilakukan amputasi guna mencegah adanya pelebaran infeksi ke

14
jaringan yang lain. adapun tindakan lain seperti debridement, dan

nekrotomi.
Debridemen merupakan sebuah tindakan pembedahan lokal yang

dilakukan pada penderita ulkus diabetik dengan cara pengangkatan

jaringan mati dari suatu luka, jaringan mati tersebut dapat dilihat,

warna lebih terlihat pucat, cokelat muda bahkan berwarna hitam basah

atau kering.
2. Anatomi Fisiologi
Anatomi fisiologi pada pasien dengan post debridement ulkus dm

antara lain dari anatomi fisiologi pankreas dan kulit.


a. Anatomi Fisiologi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya

kira-kira 15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke

limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada

vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung.


Pankreas merupakan kelenjar endokrin terbesar yang

terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian

depan (kepala) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang

dibentuk oleh duodenum dan bagian pilorus dari lambung.

Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini

merentang ke arah limpa dengan bagian ekornya menyentuh

atau terletak pada alat ini.


Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar pankreas

terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang

membentuk usus. Pankreas terdiri dari dua jaringan utama,

yaitu Asini sekresi getah pencernaan ke dalam duodenum,

pulau Langerhans yang tidak tidak mengeluarkan sekretnya

15
keluar, tetapi menyekresi insulin dan glukagon langsung ke

darah. Pulau-pulau Langerhans yang menjadi sistem

endokrinologis dari pamkreas tersebar di seluruh pankreas

dengan berat hanya 1-3 % dari berat total pankreas.Pulau

langerhans berbentuk ovoid dengan besar masing-masing pulau

berbeda. Besar pulau langerhans yang terkecil adalah 50 m,

sedangkan yang terbesar 300 m, terbanyak adalah yang

besarnya 100-225 m. Jumlah semua pulau langerhans di

pankreas diperkirakan antara 1-2 juta.

Gambar 1. 1 anatomi fisiologi pankreas

b. Anatomi Fisiologi Kulit


Kulit merupakan pembungkus yang elastis yang

melindungi tubuh dari pengaruh lingkungan kulit juga

merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya,

2
yaitu 15%dari berat tubuh dan luasnya 1,50-1,75 m . Rata-rata

tebal kulit 1-2 mm. paling tebal (6mm) terdapat di telapak

tangan dan kaki dan yang paling tipis (0,5mm) terdapat di

penis. Bagian-bagian kulit manusia sebagai berikut :


1. Epidermis : Epidermis terbagi dalam empat bagian yaitu

lapisan basal atau stratum germinativium, lapisan malphigi


16
atau stratum spinosum, lapisan glanular atau stratum

gronulosum, lapisan tanduk atau stratum korneum.

Epidermis mengandung juga: kelenjar ekrin, kelenjar

apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar

keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya

mengatur suhu, menyebabkan panas dilepaskan dengan

cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat disemua daerah

kulit, tetapi tidak terdapat diselaput lendir. Seluruhnya

berjulah antara 2 sampai 5 juta yang terbanyak ditelapak

tangan. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar

yang bermuara ke folikel rambut, terdapat diketiak, daerah

anogenital. Puting susu dan areola. Kelenjar sebaseus

terdapat diseluruh tubuh, kecuali di telapak tangan, tapak

kaki dan punggung kaki. Terdapat banyak di kulit kepala,

muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan

mengandung asam lemak, kolesterol dan zat lain.


2. Dermis : dermis atau korium merupakan lapisan bawah

epidermis dan diatas jaringan sukutan. Dermis terdiri dari

jaringan ikat yang dilapisan atas terjalin rapat (pars

papilaris), sedangkan dibagian bawah terjalin lebih longgar

(pars reticularis). Lapisan pars tetucularis mengandung

pembuluh darah, saraf, rambut, kelenjar keringat dan

kelenjar sebaseus.
3. Jaringan subkutan, merupakan lapisan yang langsung

dibawah dermis. Batas antara jaringan subkutan dan dermis


17
tidak tegas. Sel-sel yang terbanyak adalah limposit yang

menghasilkan banyak lemak. Jaringan sebkutan

mengandung saraf, pembuluh darah limfe. Kandungan

rambut dan di lapisan atas jaringan subkutan terdapat

kelenjar keringan. Fungsi dari jaringan subkutan adalah

penyekat panas, bantalan terhadap trauma dan tempat

penumpukan energy.

Gambar 1. 2 Struktur Kulit Manusia

Gambar 1. 3 Ulkus Kaki Diabetik

3. Etiologi
Etiologi atau factor penyebab penyakit Diabetes Melitus bersifat

heterogen, akan tetapi dominan genetik atau keturunan biasanya

18
menjanai peran utama dalam mayoritas Diabetes Melitus (Riyadi,

2011).
Adapun faktor – factor lain sebagai kemungkinan etiologi penyakit

Diabetus Melitus antara lain :


a. Kelainan pada sel B pankreas, berkisar dari hilangnya sel B

sampai dengan terjadinya kegagalan pada sel Bmelepas insulin.


b. Factor lingkungan sekitar yang mampu mengubah fungsi sel b,

antara lain agen yang mampu menimbulkan infeksi, diet

dimana pemasukan karbohidrat serta gula yang diproses secara

berlebih, obesitas dan kehamilan.


c. Adanya gangguan system imunitas pada penderita / gangguan

system imunologi
d. Adanya kelainan insulin
e. Pola hidup yang tidak sehat
4. Patofisiologi
Pada diabetes tipe ini terdapat dua masalah utama yang

berhubungan dengan insulin itu sendiri, antara lain: resisten insulin dan

gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin terikat pada reseptor

khususdi permukaan sel. Akibat dari terikatny ainsulin tersebut maka,

akan terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolism glukosa dalam

sel tersebut. Resisstensi glukosa pada diabetes mellitus tipe II ini dapat

disertai adanya penurunan reaksi intra sel atau dalam sel. Dengan hal –

hal tersebut insulin menjadi tidak efektif untuk pengambilan glukosa

oleh jaringan tersebut. Dalam mengatasai resistensi insulin atau untuk

pencegahan terbentuknya glukosa dalam darah, maka harus terdapat

peningkatan jumlah insulin dalam sel untuk disekresikan .


Pada pasien atau penderita yang toleransi glukosa yang terganggu,

keadaan ini diakibatkan karena sekresi insulin yang berlebihan

19
tersebut, serta kadar glukosa dalam darah akan dipertahankan dalam

angka normal atau sedikit meningkat. Akan tetapi hal-hal berikut jika

sel-sel tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan terhadap

insulin maka, kadar glukosa dalam darah akan otomatis meningkat dan

terjadilah Diabetes Melitus Tipe II ini.


Walaupun sudah terjadi adanya gangguan sekresi insulin yang

merupakan cirri khas dari diabetes mellitus tipe II ini, namun masih

terdapat insulin dalam sel yang adekuat untuk mencegah terjadinya

pemecahan lemak dan produksi pada badan keton yang menyertainya.

Dan kejadian tersebut disebut ketoadosis diabetikum, akan tetapi hal

initidak terjadi pada penderita diabetes melitus tipe II.


5. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada tipe I yaitu IDDM antara lain :
a. Polipagia, poliura, berat badan menurun, polidipsia, lemah, dan

somnolen yang berlangsung agak lama, beberapa hari atau

seminggu.
b. Timbulnya ketoadosis dibetikum dan dapat berakibat

meninggal jika tidak segera mendapat penanganan atau tidak

diobati segera.
c. Pada diabetes mellitus tipe ini memerlukan adnaya terapi

insulin untuk mengontrol karbohidrat di dalam sel.


Sedangkan manifestasi klinis untuk NIDDM atau diabetes tipe II

antara lain :
a. Jarang adanya gejala klinis yamg muncul, diagnosa untuk

NIDDM ini dibuat setelah adanya pemeriksaan darah serta tes

toleransi glukosa di didalam laboratorium, keadaan

hiperglikemi berat
b. kemudian timbulnya gejala polidipsia

20
c. poliuria
d. lemah dan somnolen
e. ketoadosis jarang menyerang pada penderita diabetes mellitus

tipe II ini.

6. Komplikasi
Ulkus diabetik merupakan salah satu komplikasi akut yang terjadi

pada penderita Diabetes Mellitus tapi selain ulkus diabetik antara lain :
1. Komplikasi Akut. Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari

ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa darah.

Hipoglikemik dan ketoadosis diabetik masuk ke dalam

komplikasi akut.
2. Komplikasi kronik. Yang termasuk dalam komplikasi kronik ini

adalah makrovaskuler dimana komplikasi ini menyerang

pembuluh darah besar, kemudian mikrovaskuler yang

menyerang ke pembuuluh darah kecil bisa menyerang mata

(retinopati), dan ginjal. Komplikasi kronik yang ketiga yaitu

neuropati yang mengenai saraf. Dan yang terakhir

menimbulkan gangren.
3. Komplikasi jangka panjang dapat juga terjadi antara lain,

menyebabkan penyakit jantung dan gagal ginjal, impotensi dan

infeksi, gangguan penglihatan (mata kabur bahkan kebutaan),

luka infesi dalam , penyembuhan luka yang jelek.


4. Komplikasi pembedahan, dalam perawatan pasien post

debridement komplikasi dapat terjadi seperti infeksi jika

perawatan luka tidak ditangani dengan prinsip steril.

21
7. Pathway

22
8. Pemeriksaan Penunjang

23
Menurut Smelzer dan Bare (2008), adapun pemeriksaan penunjang

untuk penderita diabetes melitus antara lain :


a. Pemeriksaan fisik
1) Inspeksi : melihat pada daerah kaki bagaimana produksi

keringatnya (menurun atau tidak), kemudian bulu pada jempol

kaki berkurang (-).


2) Palpasi : akral teraba dingin, kulit pecah - -pecah , pucat, kering

yang tidak normal, pada ulkus terbentuk kalus yang tebal atau

bisa jugaterapa lembek.


3) Pemeriksaan pada neuropatik sangat penting untuk mencegah

terjadinya ulkus
b. Pemeriksaan Vaskuler
1) Pemeriksaan Radiologi yang meliputi : gas subkutan, adanya

benda asing, osteomelietus.


2) Pemeriksaan Laboratorium
 Pemeriksaan darah yang meliputi : GDS (Gula Darah

Sewaktu), GDP (Gula Darah Puasa),


 Pemeriksaan urine , dimana urine diperiksa ada atau

tidaknya kandungan glukosa pada urine tersebut.

Biasanya pemeriksaan dilakukan menggunakan cara

Benedict (reduksi). Setelah pemeriksaan selesai hasil

dapat dilihat dari perubahan warna yang ada : hijau (+),

kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).


 Pemeriksaan kultur pus
Bertujuan untuk mengetahui jenis kuman yang terdapat

pada luka dan untuk observasi dilakukan rencana

tindakan selanjutnya.
 Pemeriksaan Jantung meliputi EKG sebelum dilakukan

tindakan pembedahan
9. Penatalaksanaan Medis

24
Untuk penatalaksanaan pada penderita ulkus DM khususnya

penderita setelah menjalani tindakan operasi debridement yaitu

termasuk tindakan perawatan dalam jangka panjang.


a. Medis
Menurut Sugondo (2009 )penatalaksaan secara medis sebagai

berikut :
1) Obat hiperglikemik Oral
2) Insulin
o Ada penurunan BB dengan drastis
o Hiperglikemi berat
o Munculnya ketoadosis diabetikum
o Gangguan pada organ ginjal atau hati.

3) Pembedahan

Pada penderita ulkus DM dapat juga dilakukan

pembedahan yang bertujuan untuk mencegah

penyebaran ulkus ke jaringan yang masih sehat,

tindakannya antara lain :

o Debridement : pengangkatan jaringan mati pada

luka ulkus diabetikum.

o Neucrotomi

o Amputasi

b. Keperawatan

Menurut Sugondo (2009), dalam penatalaksaan medis secara

keperawatan yaitu :
25
1) Diit

Diit harus diperhatikan guna mengontrol peningkatan

glukosa.

2) Latihan

Latihan pada penderita dapat dilakukan seperti olahraga

kecil, jalan – jalan sore, senam diabetik untuk mencegah

adanya ulkus.

3) Pemantauan

Penderita ulkus mampu mengontrol kadar gula darahnya

secara mandiri dan optimal.

4) Terapi insulin

Terapi insulin dapat diberikan setiap hari sebanyak 2 kali

sesudah makan dan pada malamhari.

5) Penyuluhan kesehatan

Penyuluhan kesehatan dilakukan bertujuan sebagai edukasi

bagi penderita ulkus dm supaya penderita mampu

mengetahui tanda gejala komplikasi pada dirinya dan

mampu menghindarinya.

6) Nutrisi

Nutrisi disini berperan penting untuk penyembuhan luka

debridement, karena asupan nutrisi yang cukup mampu

mengontrol energy yang dikeluarkan.

7) Stress Mekanik

26
Untuk meminimalkan BB pada ulkus. Modifikasinya

adalah seperti bedrest, dimana semua pasin beraktifitas di

tempat tidur jika diperlukan. Dan setiap hari tumit kaki

harus selalu dilakukan pemeriksaan dan perawatan

(medikasi) untuk mengetahui perkembangan luka dan

mencegah infeksi luka setelah dilakukan operasi

debridement tersebut. (Smelzer & Bare, 2005)

8) Tindakan pembedahan

Fase pembedahan menurut Wagner ada dua klasifikasi

antara lain :

 Derajat 0 : perawatan local secara khusus tidak

dilakukan atau tidak ada.

 Derajad I – IV : dilakukan bedah minor serta

pengelolaan medis, dan dilakukan perawatan dalam

jangka panjang sampai dengan luka terkontrol dengan

baik (Smelzer & Bare, 2005).

10. Debridement

Debridement merupakan salah satu penatalaksanaan yang

dilakukan pada pasien dengan ulkus kaki diabetik yang sudah

mengalami neuropatik perifer dan luka sudah masuk pada jaringan

subkutan.Operasi debridement merupakan teknik yang dilakukan

untuk pengangkatan jaringan mati pada luka ulkus yang dapat terlihat

dari warna luka tersebut yaitu pucat, bahkan hitam karena jaringan

sudah mati.
27
Tindakan bedah emergensi yang sering dilakukan untuk

mencegah infeksi biasanya yaitu debridement jaringan nekrotik dan

amputasi yang diindikasikan untuk menghentikan atau menghambat

proses infeksi. Terdapat tindakan bedah untuk insisi ulkus yang sudah

terinfeksi yaitu infeksi yang tidak mengancam tungkai (grade 1 – grade

2 ), sedangkan infeksi yang mengancam tungakai (garde 3 – grade 4)

(Dexa Media, 2007).

Setelah dilakukan debridement, luka harus dilakukan irigasi

larutan garam fisiolofis atau larutan lain dan dilakukan dressing atau

juga disebut dengan kompres dan dibalut sampai luka tertutup untuk

mencegah resiko infeksi setelah pembedahan. (Dexa Media, 2007).

Adapun pilihan dalam tindakan untuk debridement tersebut antara lain

yaitu :

a) Debridement Mekanik

Debridement mekanik dilakukan menggunakan irigasi

lukacairan fisiologis, ultrasoniclaser, untuk membersihkan

jaringan nekrotik.

b) Debridement Enzimatik

Pemberian enzim pada permukaan luka guna menghancurkan

residu – residu protein yang terdapat pada luka tersebut

c) Debridement Autolitik

Tindakan debridement ini secara alami apabila terkena luka.

Proses ini melibatkan enzimproteolitik endogen yang secara

alamiakan meliliskan jaringan nekrotik dan memacu granulasi.


28
d) Debridement Biologi

Belatung (Lucilla serricatta) yang disterilkan sering digunakan

pada tindakan debridement biologi.Karena belatung ini

menghasilkan enzim yang mampu menghancurkan jaringan

nekrotik padaluka ulkus tersebut.

e) Debridement Bedah

Debridement bedah ini lebih sering dilakukan karena lebih

cepat dan efisien untuk menghambat infeksi, antara lain

tujuannya, mengevakuasi bakteri kontaminasi, mengangkat

jaringan nekrotik, menghilangkan kalus dan menghilangkan

resiko infeksi lokal.

11. Post Debridement

a. Defenisi

Post debridement merupakan tindakan atau tahapan setelah

dilakukan pembedahan yaitu proses pemulihan pada daerah kaki.

b. Tujuan perawatan post debridement

Tujuan dari dilakukannya perawatan post debridement yaitu :

1) Mempercepat penyembuhan

2) Mengurangi komplikasi akibat pembedahan

3) Mengurangi infeksi akibat pembedahan

4) Mengembalikan fungsi pasien semaksimal mungkin

5) Mempertahankan konsep diri pasien

6) Mempersiapkan pasien pulang

c. Manifestasi klinis
29
Manifestasi klinis yang sering terjadi pada pasien post debridement

yaitu :

 Nyeri pada kaki akibat insisi pembedahan

 Perdarahan kecil akibat pembedahan

 Kelemahan

 Konstipasi

d. Komplikasi

Komplikasi yang dapat muncul pada pasien post debridement

yaitu:

1. Gangguan perfusi jaringan akibat penurunan aliran darah ke

kaki.

 Infeksi

Infeksi bedah merupakan penyulit pembedahan

yang sering dijumpai pada praktek sehari – hari

infeksi dapat terbatas di tempat pembedahan, luka

insisi atau menyebar secara sistematik (sepsis).

Infeksi dapat terjadi apabila dalam perawatanluka

post debrid ulkus tidak dilakukan secara

multidisiplin, dan tidak teliti dalam memberikan

antiseptik maupun penggunaab alat medikasi.

 Kerusakan integritas kulit akibat pembedahan

Kerusakan intergritas kulit akibat dehisiensi

30
luka.Dehisiensi luka merupakan luka yang terbuaka

di bagaian tepi – tepi luka. Factor penyebab

terjadinya infeksi karena penutupan luka tidak rapat

atau tidak benar.

e. Perawatan Pasca Bedah

1) Perawatan post pembedahan

i. Memonitor tanda – tanda vital pasien , kesadaran ,dan

input output pasien.

ii. Observasi balutan post operasi pada tungkai kaki.

iii. Melakukan perawatan luka dengan prinsip steril

iv. Makanan

Setelah dilakukan pembedahan pasien biasanya tidak

diperbolehkan makan terlebih dahulu.Dan setelah

diperbolehkan pasien makan sesuai diit yang telah

diberikan.

2) Mobilisasi

Pasien setelah menjalani operasi biasanya diposisikan untuk

bedrest dan aktivitas di tempat tidur dengan dibantu

keluarga dan perawat.

3) Pemenuhan kebutuhan eliminasi.

31
Untuk kebutuhan BAK diperkenankan untuk di tempat

tidur menggunakan pispot jika tidak menggunakan DC

kateter dan dihitung berapa jumlah keluarannya.Begitu juga

untuk BAB dilakukan di atas tempat tidur menggunakan

pispot.

4) Proses penyembuhan luka

Menurut Sjamsuhijajat & Jong (2005) proses penyembuhan

luka dibagi beberapa fase antara lain :

i. Fase inflamasi

Fase ini dihitung dari waktu terjadinya luka sampai

dengan kira-kira hari ke lima. Sel-sel darah baru

akan berkembang dan menjadi melkaukan proses

penyembuhan.

ii. Fase proliferasi

Fase ini juga disebut fase fibroplasias dimana

berlangsung pada akhir fase pertama / inflamasi

sampai kira-kira akhir minggu ketiga. Pada fase ini

serat akan terbentuk dan dihancurkan kembali

sebagai penyesuaian diri dengan luka dan biasanya

cenderung mengerut. Biasanya luka kemerahan dan

muncul benjolan halus yang disebut jaringan

granulasi.
32
iii. Fase penyudahan

proses pematangan diantaranya penyerapan kembali

jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai gravitasi,

dan jaringan baru mulai terbentuk. Waktu yang

diperlukan pada fase ini bisa berbulan-bulan bahkan

bertahun-tahun.

f. Kriteria Evaluasi

Kriteria evaluasi pada pasien post debridement ulkus ini

diharapkan sebagai berikut :

1. Tidak timbul nyeri selama dilakukan perawatan luka

2. Luka pada insisi tanpa infeksi

3. Tidak timbul komplikasi

4. Kriteria luka bagus

5. Pasien setelah pulang dari rumah sakit diharapkan :

 Mengetahui tentang pengobatan/perawatan lanjutan

yang harus dijalani

 Mengetahui jenis diit yang harus dilakukan

 Mengetahui jenis terapi obat/non obat yang

diberikan.

C. Tinjauan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Menurut NANDA (2013), fase pengkajian merupakan sebuah

komponen utama untuk mengumpulkan informasi, data, menvalidasi

33
data, mengorganisasikan data, dan mendokumentasikan data.

Pengumpulan data antara lain meliputi :

a) Biodata

i. Identitas Pasien (nama, umur, jenis kelamin, agama,

pendidikan, pekerjaan, agama, suku, alamat,status,

tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnose medis)

ii. Identitas penanggung jawab (nama,umur,pekerjaan,

alamat, hubungan dengan pasien)

b) Riwayat kesehatan

i. Keluhan utama , biasanya keluhan utama yang

dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian.

Pada pasien post debridement ulkus kaki

diabetik yaitu nyeri 5 – 6 (skala 0 - 10)

ii. Riwayat kesehatan sekarang

Data diambil saat pengkajian berisi tentang

perjalanan penyakit pasien dari sebelum dibawa

ke IGD sampai dengan mendapatkan perawatan

di bangsal.

iii. Riwayat kesehatan dahulu

Adakah riwayat penyakit terdahulu yang pernah

diderita oleh pasien tersebut, seperti pernah

menjalani operasi berapa kali, dan dirawat di RS

berapa kali.

34
iv. Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat penyakit keluarga , adakah anggota

keluarga dari pasien yang menderita penyakit

Diabetes Mellitus karena DM ini termasuk

penyakit yang menurun.

c) Pola Fungsional Gordon

i. Pola persepsi kesehatan: adakah riwayat infeksi

sebelumnya,persepsi pasien dan keluarga mengenai

pentingnya kesehatan bagi anggota keluarganya.

ii. Pola nutrisi dan cairan : pola makan dan minum sehari –

hari, jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi,

jeni makanan dan minuman, waktu berapa kali sehari,

nafsu makan menurun / tidak, jenis makanan yang

disukai, penurunan berat badan.

iii. Pola eliminasi : mengkaji pola BAB dan BAK sebelum

dan selama sakit , mencatat konsistensi,warna, bau, dan

berapa kali sehari, konstipasi, beser.

iv. Pola aktivitas dan latihan : reaksi setelah beraktivitas

(muncul keringat dingin, kelelahat/ keletihan), perubahan

pola nafas setelah aktifitas, kemampuan pasien dalam

aktivitas secara mandiri.

35
v. Pola tidur dan istirahat : berapa jam sehari, terbiasa tidur

siang, gangguan selama tidur (sering terbangun),

nyenyak, nyaman.

vi. Pola persepsi kognitif : konsentrasi, daya ingat, dan

kemampuan mengetahui tentang penyakitnya

vii. Pola persepsi dan konsep diri : adakah perasaan terisolasi

diri atau perasaan tidak percaya diri karena sakitnya.

viii. Pola reproduksi dan seksual

ix. Pola mekanisme dan koping : emosi, ketakutan terhadap

penyakitnya, kecemasan yang muncul tanpa alasan yang

jelas.

x. Pola hubungan : hubungan antar keluarga harmonis,

interaksi , komunikasi, car berkomunikasi

xi. Pola keyakinan dan spiritual : agama pasien,

gangguan beribadah selama sakit, ketaatan dalam

berdo’a dan beribadah.

d) Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan umum

Penderita post debridement ulkus dm biasanya timbul

nyeri akibat pembedahanskala nyeri (0 - 10), luka

kemungkinan rembes pada balutan. Tanda-tanda vital

pasien (peningkatan suhu, takikardi), kelemahan akibat

sisa reaksi obat anestesi.

2) Sistem pernapasan
36
Ada gangguan dalam pola napas pasien, biasanya pada

pasien post pembedahan pola pernafasannya sedikit

terganggu akibat pengaruh obat anesthesia yang diberikan

di ruang bedah dan pasien diposisikan semi fowler untuk

mengurangi atau menghilangkan sesak napas.

3) Sistem kardiovaskuler

Denyut jantung, pemeriksaan meliputi inspeksi, palpasi,

perkusi dan auskultasi pada permukaan jantung, tekanan

darah dan nadi meningkat.

4) Sistem pencernaan

Pada penderita post pembedahan biasanya ada rasa mual

akibat sisa bius, setelahnya normal dan dilakukan

pengkajian tentang nafsu makan, bising usus, berat badan.

5) Sistem musculoskeletal

Pada penderita ulkus diabetic biasanya ada masalah pada

sistem ini karena pada bagian kaki biasannya jika sudah

mencapai stadium 3 – 4 dapat menyerang sampai otot.

Dan adanya penurunan aktivitas pada bagian kaki yang

terkena ulkus karena nyeri post pembedahan.

6) Sistem intregumen

Turgor kulit biasanya normal atau menurun akibat input

dan output yang tidak seimbang. Pada luka post

37
debridement kulit dikelupas untuk membuka jaringan mati

yang tersembunyi di bawah kulit tersebut.

2. Diagnosa Keperawatan

Menurut Nanda, (2013), diagnosa keperawatan yang muncul antara

lain :

a) Nyeri akut berhubungan dengan insisi pembedahan

b) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka post

operasi debridement

c) Resiko infeksi berhubungan dengan adanya luka post

debridement

d) Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri akut

3. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA TUJAN DAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN KRITERIA HASIL
1 Nyeri akut NOC NIC
Pain Level, Pain Management
Definisi : Pengalaman Pain control  Lakukan
sensori dan emosional Comfort level pengkajian
yang tidak Kriteria Hasil : nyeri secara
menyenangkan yang  Mampu komprehensif
muncul akibat mengontrol nyeri termasuk
kerusakan jaringan (tahu penyebab lokasi,
yang aktual atau nyeri, mampu karakteristik,
potensial atau menggunakan durasi
digambarkan dalam hal tehnik frekuensi,
kerusakan sedemikian nonfarmakologi kualitas dan
rupa (International untuk faktor
Association for the mengurangi presipitasi
study of Pain): awitan nyeri, mencari  Observasi
yang tiba-tiba atau bantuan) reaksi
lambat dan intensitas  Melaporkan nonverbal dan
ringan hingga berat bahwa nyeri ketidaknyama

38
dengan akhir yang berkurang dengan nan
dapat diantisipasi atau menggunakan  Gunakan
diprediksi manajemen nyeri teknik
 Mampu komunikasi
Batasan Karakteristik mengenali nyeri terapeutik
: (skala, intensitas, untuk
 Perubahan frekuensi dan mengetahui
selera makan tanda nyeri) pengalaman
 Perubahan  Menyatakan rasa nyeri pasien
tekanan darah nyaman setelah  Kaji kultur
 Perubahan nyeri berkurang yang
frekwensi mempengaruh
jantung i respon nyeri
 Perubahan  Evaluasi
frekwensi pengalaman
pernapasan nyeri masa
 Laporan isyarat lampau
 Diaforesis  Evaluasi
 Perilaku bersama
distraksi pasien dan tim
(mis,berjaIan kesehatan lain
mondar-mandir tentang
mencari orang ketidakefektif
lain dan atau an kontrol
aktivitas lain, nyeri masa
aktivitas yang Iampa
berulang)  Bantu pasierl
 Mengekspresika dan keluarga
n perilaku (mis, untuk mencari
gelisah, dan
merengek, menemukan
menangis) dukungan
 Masker wajah  Kontrol
(mis, mata lingkungan
kurang yang dapat
bercahaya, mempengaruh
tampak kacau, i nyeri seperti
gerakan mata suhu ruangan,
berpencar atau pencahayaan
tetap pada satu dan
fokus meringis) kebisingan
 Sikap  Kurangi
39
melindungi area faktor
nyeri presipitasi
 Fokus nyeri
menyempit  Pilih dan
(mis, gangguan lakukan
persepsi nyeri, penanganan
hambatan nyeri
proses berfikir, (farmakologi,
penurunan non
interaksi farmakologi
dengan orang dan inter
dan lingkungan) personal)
 Indikasi nyeri  Kaji tipe dan
yang dapat sumber nyeri
diamati untuk
 Perubahan menentukan
posisi untuk intervensi
menghindari  Ajarkan
nyeri tentang teknik
 Sikap tubuh non
melindungi farmakologi
 Dilatasi pupil  Berikan
 Melaporkan anaIgetik
nyeri secara untuk
verbal mengurangi
 Gangguan tidur
nyeri
 Evaluasi
keefektifan
kontrol nyeri
 Tingkatkan
istirahat
 Kolaborasikan
dengan dokter
jika ada
keluhan dan
tindakan nyeri
tidak berhasil
 Monitor
penerimaan
pasien tentang
manajemen
nyeri
40
Analgesic
Administration
 Tentukan
lokasi,
karakteristik,
kualitas, dan
derajat nyeri
sebelum
pemberian
obat
 Cek instruksi
dokter tentang
jenis obat,
dosis, dan
frekuensi
 Cek riwayat
alergi
 Pilih
analgesik
yang
diperlukan
atau
kombinasi
dari analgesik
ketika
pemberian
lebih dari satu
 Tentukan
pilihan
analgesik
tergantung
tipe dan
beratnya nyeri
 Tentukan
analgesik
pilihan, rute
pemberian,
dan dosis
optimal
 Pilih rute
pemberian
secara IV, IM
41
untuk
pengobatan
nyeri secara
teratur
 Monitor vital
sign sebelum
dan sesudah
pemberian
analgesik
pertama kali
 Berikan
analgesik
tepat waktu
terutama saat
nyeri hebat
 Evaluasi
efektivitas
analgesik,
tanda dan
gejala

2 Kerusakan Intergritas NOC NIC


Kulit  Tissue Integrity : Pressure
Skin and Mucous Management
Definisi : Perubahan / Membranes  Anjurkan
gangguan epidermis  Hemodyalis pasien untuk
dan / atau dermis akses menggunakan
pakaian yang
Batasan Karakteristik Kriteria Hasil : longgar
:  Integritas kulit  Hindari
 Kerusakan yang baik bisa kerutan pada
lapisan kulit dipertahankan tempat tidur
(dermis) (sensasi,  Jaga
 Gangguan elastisitas, kebersihan
permukaan kulit temperatur, kulit agar
(epidermis) hidrasi, tetap bersih
 Invasi struktur pigmentasi) dan kering
tubuh  Tidak ada  Mobilisasi
luka/lesi pada pasien (ubah
Faktor Yang kulit posisi pasien)
Berhubungan :  Perfusi jaringan setiap dua jam
Eksternal : baik sekali
 Zat kimia,  Menunjukkan  Monitor kulit
Radiasi pemahaman akan adanya

42
 Usia yang dalam proses kemerahan
ekstrim perbaikan kulit  Oleskan lotion
 Kelembapan dan mencegah atau
 Hipertermia, terjadinya cedera minyak/baby
Hipotermia berulang oil pada
 Faktor mekanik  Mampu daerah yang
(mis..gaya melindungi kulit tertekan
gunting dan  Monitor
[shearing mempertahankan aktivitas dan
forces]) kelembaban kulit mobilisasi
 Medikasi dan perawatan pasien
 Lembab alami  Monitor status
 Imobilitasi fisik nutrisi pasien
Internal:  Memandikan
 Perubahan pasien dengan
status cairan sabun dan air
 Perubahan hangat
pigmentasi Insision site care
 Perubahan  Membersihka
turgor n, memantau
 Faktor dan
perkembangan meningkatkan
 Kondisi proses
ketidakseimban penyembuhan
gan nutrisi pada luka
(mis.obesitas, yang ditutup
emasiasi) dengan
 Penurunan jahitan, klip
imunologis atau straples
 Penurunan  Monitor
sirkulasi proses
 Kondisi kesembuhan
gangguan area insisi
metabolik  Monitor tanda
 Gangguan dan gejala
sensasi infeksi pada
 Tonjolan tulang area insisi
 Bersihkan
area sekitar
jahitan atau
staples,
menggunakan
lidi kapas
steril
 Gunakan
preparat
antiseptic,
43
sesuai
program
 Ganti balutan
pada interval
waktu yang
sesuai atau
biarkan luka
tetap terbuka
(tidak dibalut)
sesuai
program
Dialysis Acces
Maintenance

3 Resiko infeksi NOC NIC


 Immune Status Infection Control
Definisi : Mengalami  Knowledge : (Kontrol infeksi)
peningkatan resiko Infection control  Bersihkan
terserang organisme  Risk control lingkungan
patogenik Kriteria Hasil: setelah
 Klien bebas dari dipakai pasien
Faktor Resiko : tanda dan gejala lain
Penyakit kronis. infeksi  Pertahankan
 Diabetes  Mendeskripsikan teknik isolasi
melitus proses penularan  Batasi
 Obesitas penyakit, faktor pengunjung
Pengetahuan yang yang bila perlu
tidak cukup untuk mempengaruhi  Instruksikan
menghindari penularan serta pada
pemanjanan patogen. penatalaksanaann pengunjung
Pertahanan tubuh ya untuk
primer yang tidak  Menunjukkan mencuci
adekuat. kemampuan tangan saat
 Gangguan untuk mencegah berkunjung
peritalsis timbulnya infeksi dan setelah
 Kerusakan  Jumlah leukosit berkunjung
integritas kulit dalam batas meninggalkan
(pemasangan normal pasien
kateter  Menunjukkan  Gunakan
intravena, perilaku hidup sabun
prosedur sehat antimikrobia
invasif) untuk cuci
 Perubahan tangan
sekresi pH  Cuci tangan
 Penurunan kerja setiap
siliaris sebelum dan
 Pecah ketuban sesudah
44
dini tindakan
 Pecah ketuban keperawatan
lama  Gunakan baju,
 Merokok sarung tangan
 Stasis cairan sebagai alat
tubuh pelindung
 Trauma  Pertahankan
jaringan (mis, lingkungan
trauma aseptik selama
destruksi pemasangan
jaringan) alat
Ketidakadekuatan  Ganti letak IV
pertahanan sekunder perifer dan
 Penurunan line central
hemoglobin dan dressing
 Imunosupresi sesuai dengan
(mis, imunitas petunjuk
didapat tidak umum
adekuat, agen  Gunakan
farmaseutikal kateter
termasuk intermiten
imunosupresan, untuk
steroid, menurunkan
antibodi infeksi
monoklonal, kandung
imunomudulato kencing
r)  Tingktkan
 Supresi respon intake nutrisi
inflamasi  Berikan terapi
Vaksinasi tidak antibiotik bila
adekuat perlu
Pemajanan terhadap  Infection
patogen lingkungan Protection
meningkat (proteksi
 Wabah terhadap
Prosedur invasif infeksi)
Malnutrisi  Monitor tanda
dan gejala
infeksi
sistemik dan
lokal
 Monitor
hitung
granulosit,
WBC
 Monitor
kerentangan
45
terhadap
infeksi
 Batasi
pengunjung
 Sering
pengunjung
terhadap
penyakit
menular
 Pertahankan
teknik aspesis
pada pasien
yang beresiko
 Pertahankan
teknik isolasi
k/p
 Berikan
perawatan
kulit pada area
epidema
 Inspeksi kulit
dan membran
mukosa
terhadap
kemerahan,
panas,
drainase
 Inspeksi
kondisi luka /
insisi bedah
 Dorong
masukkan
nutrisi yang
cukup
 Dorong
masukan
cairanDorong
istirahat
 Instruksikan
pasien untuk
minum
antibiotik
sesuai resep
 Ajarkan
pasien dan
keluarga tanda
dan gejala
46
infeksi
 Ajarkan cara
menghindari
infeksi
 Laporkan
kecurigaan
infeksi
 4Laporkan
kultur positif

4 Gangguan Mobilitas NOC NIC


fisik  Joint Movement : Exercise therapy :
Active ambulation
Hambatan mobilitas  Mobility level  Monitoring
fisik  Self care : ADLs vital sign
 Transfer sebelum/sesud
Definisi : Keterbatasan performance ah latihan dan
pada pergerakan fisik Kriteria Hasil: lihat respon
tubuh atau satu atau  Klien meningkat pasien saat
lebih dalam aktivitas latihan
ekstremitas secara fisik  Konsultasikan
mandiri dan terarah.  Mengerti tujuan dengan terapi
Batasan Karakteristik dan peningkatan fisik tentang
: mobilitas rencana
 Penurunan  Memverbalisasik ambulasi
waktu reaksi an perasaan sesuai dengan
 Kesulitan dalam kebutuhan
membolak-balik meningkatkan  Bantu klien
posisi kekuatan dan untuk
 Melakukan kemampuan menggunakan
aktivitas lain berpindah tongkat saat
sebagai  Memperagakan berjalan dan
pengganti penggunaan alat cegah
pergerakan  Bantu untuk terhadap
(mis.,meningkat mobilisasi cedera
kan perhatian (walker)  Ajarkan
pada aktivitas pasien atau
orang lain, tenaga
mengendalikan kesehatan lain
perilaku, focus tentang teknik
pada ambulasi
ketunadayaan/a  Kaji
ktivitas sebelum kemampuan
sakit) pasien dalam
 Dispnea setelah mobilisasi
beraktivitas  Latih pasien
 Perubahan cara dalam
47
berjalan pemenuhan
 Gerakan kebutuhan
bergetar ADLs secara
 Keterbatasan mandiri sesuai
kemampuan kemampuan
melakukan  Dampingi dan
keterampilan Bantu pasien
motorik halus saat
 Keterbatasan mobilisasi dan
kemampuan bantu penuhi
melakukan kebutuhan
keterampilan ADLs pasien.
motorik kasar  Berikan alat
 Keterbatasan bantu jika
rentang klien
pergerakan memerlukan.
sendi  Ajarkan
 Tremor akibat pasien
pergerakan bagaimana
 Ketidakstabilan merubah
postur posisi dan
 Pergerakan berikan
lambat bantuan jika
 Pergerakan diperlukan.
tidak
terkoordinasi
Faktor Yang
Berhubungan :
 Intoleransi
aktivitas
 Perubahan
metabolisme
selular
 Ansietas
 Indeks masa
tubuh diatas
perentil ke 75
sesuai usia
 Gangguan
kognitif
 Konstraktur
 Kepercayaan
budaya tentang
aktivitas sesuai
usia
 Fisik tidak
bugar
48
 Penurunan
ketahanan
tubuh
 Penurunan
kendali otot
 Penurunan
massa otot
 Malnutrisi
 Gangguan
muskuloskeletal
 Gangguan
neuromuskular,
Nyeri
 Agens obat
 Penurunan
kekuatan otot
 Kurang
pengetahuan
tentang aktvitas
fisik
 Keadaan mood
depresif
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan merupakan serangkaian tindakan yang

dilakukan oleh perawat maupun tenaga medis lain untuk membantu

pasien dalam proses penyembuhan dan perawatan serta masalah

kesehatan yang dihadapi pasien yang sebelumnya disusun dalam

rencana keperawatan (Nursallam, 2011).


5. Evaluasi
Menurut Nursalam, 2011 , evaluasi keperawatan terdiri dari dua

jenis yaitu :
a) Evaluasi formatif. Evaluasi ini disebut juga evaluasi berjalan

dimana evaluasi dilakukan sampai dengan tujuan tercapai


b) Evaluasi somatif , merupakan evaluasi akhir dimana dalam

metode evaluasi ini menggunakan SOAP.

49
50

Anda mungkin juga menyukai