LAPORAN PENDAHULUAN
A. Pengertian
Febris typhoid adalah merupakan salah satu penyakit infeksi akut usus halus yang menyerang
saluran pencernaan disebabkan oleh kuman salmonella typhi dari terkontaminasinya air /
makanan yang biasa menyebabkan enteritis akut disertai gangguan kesadaran (Suriadi dan
Yuliani, R., 2001).
Demam typhoid adalah penyakit sistemik akut akibat infeksi salmonella typhi yang ditandai
dengan malaise (Corwin, 2000).
B. Etiologi
Menurut Ngastiyah (2005)
Penyebab utama dari penyakit ini adalah kumanSalmonella typhosa, Salmonella typhi, A, B,
dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia, dan makanan atau minuman
yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya sumber utama dari penyakit ini
adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti virus yang dapat beterbangan di
udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti lingkungan kumuh, makanan, dan
minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O,antigen somatik
yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida,antigen Vi (kapsul) yang
meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H
(flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukkan tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).
C. Patofisiologi
Corwin (2000)
Mengemukakan bahwa kuman salmonella typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui
mulut dengan makanan dan air yang tercemar. Sebagian kuman dimusnahkan oleh asam
lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus dan mencapai jaringan limfoid plaque pleyeri
di liteum terminalis yang mengalami hipertropi. Ditempat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi intestinal dapat terjadi. Kuman salmonella typhi kemudian menembus ke dalam
lamina profia, masuk aliran limfe dan mencapai kelenjar limfe mesentrial yang juga
mengalami hipertropi.
Setelah melewati kelenjar-kelenjar limfe ini, salmonella typhi masuk aliran darah melalui
duktus toracicus. Kuman-kuman salmonella typhi mencapai hati melalui sirkulasi portal dari
usus. Salmonella typhi bersarang di plaque pleyeri, limfe, hati dan bagian-bagian lain dari
sistem retikulo endotelial. Semula disangka demam dan gejala-gejala syoksemia pada demam
typhoid disebabkan oleh endotoksemia, tetapi kemudian berdasarkan penelitian
eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan penyebab utama demam dan gejala-
gejala toksemia pada demam typhoid. Endotoksin salmonella typhi salmonella typhi berperan
dalam patogenesis demam typhoid, karena membantu proses terjadinya inflamasi lokal pada
jaringan tempat salmonella typhi berkembang biak. Demam pada typhoid disebabkan
karena salmonella typhi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan pelepasan septi pirogen
oleh leukosit pada jaringan yang meradang.
E. Manifestasi Klinik
Menurut Corwin (2000),
Proses bekerjanya bakteri ini ke dalam tubuh manusia cukup cepat, yaitu 24-72 jam setelah
masuk, meski belum menimbulkan gejala, tetapi bakteri telah mencapai organ-organ hati,
kandung empedu, limpa, sumsum tulang, dan ginjal. Rentang waktu antara masuknya kuman
sampai dengan timbulnya gejala penyakit, sekitar 7 hari. Gejalanya sendiri baru muncul
setelah 3 sampai 60 hari. Pada masa-masa itulah kuman akan menyebar dan berkembang
biak.
Soedarto (2007) mengemukakan bahwa manifestasi klinis klasik yang umum ditemui pada
penderita demam typhoid biasanya disebut febris remitter atau demam yang bertahap naiknya
dan berubah-ubah sesuai dengan keadaan lingkungan dengan perincian :
§ Minggu pertama, demam lebih dari 40°C, nadi yang lemah bersifat dikrotik, dengan denyut
nadi 80-100 per menit.
§ Minggu kedua, suhu tetap tinggi, penderita mengalami delirium, lidah tampak kering
mengkilat, denyut nadi cepat. Tekanan darah menurun dan limpa dapat diraba.
§ Minggu ketiga,
§ Jika keadaan membaik : suhu tubuh turun, gejala dan keluhan berkurang.
§ Jika keadaan memburuk : penderita mengalami delirium, stupor, otot-otot bergerak terus,
terjadi inkontinensia alvi dan urine. Selain itu terjadi meteorisme dan timpani, dan tekanan
perut meningkat, disertai nyeri perut. Penderita kemudian kolaps, dan akhirnya meninggal
dunia akibat terjadinya degenerasi mikardial toksik.
§ Minggu keempat, bila keadaan membaik, penderita akan mengalami penyembuhan meskipun
pada awal minggu ini dapat dijumpai adanya pneumonia lobar atau tromboflebitis vena
femoralis.
F. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Corwin (2000)
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid antara lain :
§ Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi
pada berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada
komplikasi berguna untuk febris typhoid.
§ Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan
SGOT dan SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
§ Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris
typhoid. Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
§ Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
§ Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
§ Laksinasi di masa lampau.
§ Pengobatan dengan obat anti mikroba.
§ Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi
dalam serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella
typhi dan pada orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk
menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid.
Hasil pemeriksaan widal, titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau
peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut dan konvalesens mengarah pada demam typhoid,
meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif palsu akibat adanya reaksi silang antara
spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik.Kultur darah dan
sum-sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan
keempat kultur tinja dan kultur urin positif (Wong, 2003).
G. Penatalaksanaan
(Soedarto, 2007)
1. Secara Fisik
a. Mengawasi kondisi klien dengan : Pengukuran suhu secara berkala setiap 4-6 jam.
Perhatikan apakah anak tidur gelisah, sering terkejut, atau mengigau. Perhatikan pula
apakah mata anak cenderung melirik ke atas atau apakah anak mengalami kejang-kejang.
Demam yang disertai kejang yang terlalu lama akan berbahaya bagi perkembangan otak,
karena oksigen tidak mampu mencapai otak. Terputusnya suplai oksigen ke otak akan
berakibat rusaknya sel-sel otak. Dalam keadaan demikian, cacat seumur hidup dapat terjadi
berupa rusaknya fungsi intelektual tertentu.
b. Bukalah pakaian dan selimut yang berlebihan
c. Memperhatikan aliran udara di dalam ruangan
d. Jalan nafas harus terbuka untuk mencegah terputusnya suplai oksigen ke otak yang akan
berakibat rusaknya sel – sel otak.
e. Berikan cairan melalui mulut, minum sebanyak –banyaknya
Minuman yang diberikan dapat berupa air putih, susu (anak diare menyesuaikan), air buah
atau air teh. Tujuannnya adalah agar cairan tubuh yang menguap akibat naiknya suhu tubuh
memperoleh gantinya.
f. Tidur yang cukup agar metabolisme berkurang
g. Kompres dengan air biasa pada dahi, ketiak,lipat paha. Tujuannya untuk menurunkan
suhu tubuh dipermukaan tubuh anak. Turunnya suhu tubuh dipermukaan tubuh ini dapat
terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Jangan
menggunakan air es karena justru akan membuat pembuluh darah menyempit dan panas
tidak dapat keluar. Menggunakan alkohol dapat menyebabkan iritasi dan intoksikasi
(keracunan).
h. Saat ini yang lazim digunakan adalah dengan kompres hangat suam-suam kuku.
Kompres air hangat atau suam-suam kuku maka suhu di luar terasa hangat dan tubuh akan
menginterpretasikan bahwa suhu diluar cukup panas. Dengan demikian tubuh akan
menurunkan kontrol pengatur suhu di otak supaya tidak meningkatkan pengatur suhu tubuh
lagi. Di samping itu lingkungan luar yang hangat akan membuat pembuluh darah tepi di
kulit melebar atau mengalami vasodilatasi, juga akan membuat pori-pori kulit terbuka
sehingga akan mempermudah pengeluaran panas dari tubuh.
2. Obat-obatan Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan suhu di pusat pengatur suhu di hipotalamus.
Antipiretik berguna untuk mencegah pembentukan prostaglandin dengan jalan menghambat
enzim cyclooxygenase sehinga set point hipotalamus direndahkan kembali menjadi normal
yang mana diperintah memproduksi panas diatas normal dan mengurangi pengeluaran
panas tidak ada lagi.
Penderita tifus perlu dirawat dirumah sakit untuk isolasi (agar penyakit ini tidak menular ke
orang lain). Penderita harus istirahat total minimal 7 hari bebas panas. Istirahat total ini untuk
mencegah terjadinya komplikasi di usus. Makanan yang dikonsumsi adalah makanan lunak
dan tidak banyak berserat. Sayuran dengan serat kasar seperti daun singkong harus dihindari,
jadi harus benar-benar dijaga makanannya untuk memberi kesempatan kepada usus menjalani
upaya penyembuhan.
Dan untuk pencegahan agar tidak terjangkit penyakit febris typoid perlu memperhatikan
beberpa hal sebagai berikut :
§ Harus menyediakan air yang memenuhi syarat. Misalnya, diambil dari tempat yang higienis,
seperti sumur dan produk minuman yang terjamin. Jangan gunakan air yang sudah tercemar.
Apabila menggunakan air yang harus dimasak terlebih dahulu maka dimasaknya harus
1000C.
§ Menjaga kebersihan tempat pembuangan sampah.
§ Upayakan tinja dibuang pada tempatnya dan jangan pernah membuangnya secara sembarangan
sehingga mengundang lalat karena lalat akan membawa bakteri Salmonella typhi.
§ Bila di rumah banyak lalat, basmilah hingga tuntas.
§ Daya tahan tubuh juga harus ditingkatkan ( gizi yang cukup, tidur cukup dan teratur, olah raga
secara teratur 3-4 kali seminggu). Hindarilah makanan yang tidak bersih. Belilah makanan
yang masih panas sehingga menjamin kebersihannya. Jangan banyak jajan
makanan/minuman di luar rumah.
H. Komplikasi
Menurut Corwin (2000)
· Takikardi
· Insufisiensi jantung
· Insufisiensi pulmonal
· Kejang demam
J. Diagnosa Keperawatan
Doenges (2002)
1. Hyperthermia berhubungan dengan proses infeksi.
2. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan intake yang kurang.
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuan tubuh berhubungan dengan
nafsu makan yang menurun.
4. Kurang pengetahuan tentang kondisi penyakit, kebutuhan pengobatan dan
prognosis
berhubungan dengan kurang informasi atau informasi yang tidak adekuat.
K. Intervensi Keperawatan
Doenges (2002)
Diagnosa Keperawatan 1 : Hypertermi berhubungan dengan proses
infeksi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan menujukan temperatur dalan
batas
normal
Kriteria hasil :
1. Bebas dari kedinginan
2. Suhu tubuh stabil 36-37 C
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh minimal tiap 2 jam.
Rasional: Mengetahui perubahan suhu, suhu 38,9-41,1C menunjukkan proses inflamasi.
2) Jelaskan upaya untuk mengatasi hipertermi dan bantu klien/ keluarga dalam
melaksanakan
upaya tersebut, seperti: dengan memberikan kompres dingin pada daerah frontal, lipat
paha
dan aksila, selimuti pasien untuk mencegah hilangnya kehangatan tubuh, tingkatkan
intake
cairan dengan perbanyak minum.
Rasional: Membantu mengurangi demam.
3) Observasi tanda-tanda vital (Tekanan darah, Suhu, Nadi dan Respirasi) setiap 2-3 jam.
Rasional: Tanda-tanda vital dapat memberikan gambaran keadaan umum klien.
6) Kolaborasi dengan tim medis lain untuk pemberian obat antipiretik dan antibiotik.
Rasional: Obat antiperitik untuk menurunkan panas dan antibiotik mengobati infeksi
basil
salmonella typhi.
8) Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan
pasien.
Rasional: Membantu dalam proses penyembuhan.
Intervensi:
1) Kaji sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.
Rasional: Mengetahui pengetahuan ibu tentang penyakit demam typoid.
3) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum dimengerti.
Rasional: Supaya keluarga lebih memahami tentang penyakit tersebut
DAFTAR PUSTAKA