Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik adalah suatu bidang
spesialisasi praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai
ilmunya dan penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya ( ANA ).
Semuanya didasarkan pada diagnosis dan intervensi dari adanya respons individu
akan masalah kesehatan mental yang actual maupun potensial. Ada empat
karakteristik keperawatan:
1. Fenomena yaitu rentang respons-respons yang berkaitan dengan kesehatan
yang teramati pada orang sakit dan sehat yang menjadi focus diagnosa dan
penanganan keperawatan.
2. Teori yaitu konsep-konsep, prinsip-prinsip dan proses yang memandu
intervensi keperawatan dan pemahaman tentang respons yang berhubungan
dengan kesehatann.
3. Tindakan-tindakan yaitu intervensi untuk mencegah kesehatan.
Pengaruh yaitu evaluasi tindakan keperawatan yang berhubungan dengan
respon kesehatan yang teridentifikasi dan hasil asuhan keperawatan yang
diantisipasi. Pelayanan yang menyeluruh difokuskan pada pencegahan penyakit
mental, menjaga kesehatan, pengelolaan atau merujuk dari masalah kesehatan
phisik dan mental, diagnosis dan intervensi dari gangguan mental dan akibatnya,
dan rehabilitasi (Haber & Billing, 1993).

Keperawatan jiwa / mental diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif,


menggunakan ketrampilan memecahkan masalah secara efektif dengan
pengambilan keputusan klinik yang komplek (advokasi), melakukan kolaborasi
dengan profesi lain, peka terhadap issue yang mencakup dilema etik, pekerjaan
yang menyenangkan, tanggung jawab fiskal. Jadi peran keperawatan jiwa
profesional telah berkembang secara komplek dari elemen-elemen sejarah
aslinya. Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa Dalam sejarah evolusi
keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model keperawatan yang

1
menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode. Pada
awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas
kesehatan (Custodial Care). Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka
ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang menjadi
Primary Consistend of Custodial Care.

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi
tantangan hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta
mempunyai sikap positif terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa
meliputi:

1. Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri


2. Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain
3. Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari - hari.

Keperawatan jiwa dimulai antara tahun 1770 dan 1880 seiring dengan kejadian
penanganan pada seorang penyakit mental. Sebelumnya, pada masa peradaban
dimana roh-roh dipercaya sebagai penyebab gangguan dan mengusirnya agar
sembuh. Para leluhur Yunani, Romawi dan Arab percaya bahwa gangguan
emosional diakibatkan tidak berfungsinya organ pada otak. Mereka menggunakan
berbagai pendekatan tindakan seperti : ketenangan, gizi yang baik, kebersihan
badan yang baik, musik dan aktivitas rekreasi.Selama abad 7 sebelum masehi,
Hippocrates menjelaskan perubahan perilaku atau watak dan gangguan mental
disebabkan oleh perubahan 4 cairan tubuh atauhormon, yang dapat menghasilkan
panas, dingin, kering dan kelembaban. Aristotle melengkapi dengan hati, dan
Seorang Dokter Yunani, Galen :menyatakan emosi atau kerusakan mental
dihubungkan dengan otak. Orang Yunani menggunakan kuil sebagai rumah sakit
dan memberikan lingkungan udara bersih, sinar matahari dan air bersih untuk
menyembuhkan penyakit jiwa/mental. Bersepeda, Jalan-jalan, dan mendengarkan
suara air terjun ini sebagai contoh penyembuhan. Falsafah biasanya diartikan
sebagai suatu pandangan dan pengetahuan yang mendasar, yang selanjutnya
digunakan untuk mengembangkan dan membangun suatu persepsi atau asumsi
tertentu tentang kehidupan. Falsafah memberikan suatu gambaran atau pandangan
terhadap suatu sistem nilai dan keyakinan. Bagi setiap individu, falsafah berperan

2
dalam membantu seseorang memahami makna dari pengalaman hidup yang
dijalaninya serta berfungsi sebagai penuntun dalam bersikap dan berperilaku.
Falsafah hidup seseorang berkembang melalui dari hasil belajar, hubungan
interpersonal, pendidikan formal maupun informal, agam, dan dipengaruhi oleh
latar belakang budaya serta lingkungan

B. Rumusan Masalah
1. Apa peran perawat perawat jiwa ?
2. Bagaimana Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa
C. Tujuan
1. Mengetahui peran perawat jiwa
2. Mengetahui pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa

D. Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut ini:
1. Dosen
Bagi dosen, makalah ini dapat digunakan sebagai bahan masukan penilaian
2. Mahasiswa
Bagi mahasiswa, makalah ini dapat digunakan sebagai referensi dan literatur
2. Masyarakat
Bagi Masyarakat, makalah ini dapat digunakan sebagai bacaan yang dapat
menambah ilmu pengetahuan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Perawat Jiwa


Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan
dan mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi.
Sistem pasien atau klien dapat berupa induvidu, keluarga, kelompok, organisasi
atau komunitas. ANA mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu
bidang spesialisasi praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia
sebagai ilmunya dan penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik
kontemporer keperawatan jiwa terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Peran
keperawatan jiwa profesional berkembang secara kompleks dari elemen historis
aslinya. Peran tersebut kini mencakup dimensi kompentensi klinis, advokasi
pasien keluarga, tanggung jawab fiskal, olaborasi antardisiplin, akuntabilitas
sosial, dan parameter legal-etik. Adapun peran perawat kesehatan jiwa
masyarakat ini adalah sebagai berikut:

1. Peran perawat dalam prevensi primer.


a. Memberikan penyuluhan tentang prinsip sehat jiwa.
b. Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan,tingkat kemiskinan
dan pendidikan
c. Memberikan pendidikan dalam kondisi normal,pertumbuhan dan
perkembangan dan Pendidikan seks.
d. Melakukan rujukan yang sesuai sebelum terjadi gangguan jiwa.
e. Membantu klien di rumah sakit umum untuk menghindari masalah
psikiatri.
f.Bersama keluarga untuk memberikan dukungan pada anggotanya untuk
meningkatkan fungsi kelompok.
g. Aktif dalam kegiatan masyarakat atau politik yang berkaitan dengan
kesehatan jiwa.

4
2. Peran perawat dalam prevensi sekunder.
a. Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.
b. Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di rumah.
c. Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di rumah sakit umum.
d. Menciptakan lingkungan terapeutik.
e. Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan.
f. Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri.
g. Memberi konsultasi.
h. Melaksanakan intervensi krisis.
i. Memberikan psikoterapi pada individu,keluarga dan kelompok pada
semua usia.
j. Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yan teridentifikasi
masalah.
3. Peran perawat dalam prevensi tertier.
a. Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi.
b. Mengorganisasi pelayanan perawatan pasien yang sudah pulang dari
rumah sakit jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit ke
komunitas.
c. Memberikan pilihan perawatan rawat siang pada klien.

B. Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa


1. Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa
Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan
pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan
profesional (perawat, dokter, tim kesehatan lainnya maupun pasien dan
keluarga pasien sakit jiwa) yang mempunyai hubungan yang jelas, dengan
tujuan menentukan diagnosa, tindakan-tindakan medis, dorongan moral dan
kepedulian khususnya kepada pasien sakit jiwa. Pelayanan akan berfungsi
baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam memberikan
pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien sakit jiwa. Anggota tim kesehatan
meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi,
manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin hendaknya

5
memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai
antar sesama anggota tim.
Secara integral, pasien adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien
dalam pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana
menjadi efektif. Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya
dapat dicapai jika pasien sebagai pusat anggota tim. Karena dalam hal ini
pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir dengan nalar dan pikiran yang rasional,
maka keluarga pasienlah yang dapat dijadikan pusat dari anggota tim. Disana
anggota tim dapat berkolaborasi dalam menentukan tindakan-tindakan yang
telah ditentukan. Apabila pasien sakit jiwa tidak memiliki keluarga terdekat,
maka disinilah peran perawat dibutuhkan sebagai pusat anggota tim. Karena
perawatlah yang paling sering berkomunikasi dan kontak langsung dengan
pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping pasien selam 24 jam sehingga
perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan banyak kesempatan
untuk memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik.
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam
interdisiplin tim. Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan dari praktek profesi kesehatan lain.
Perawat berperan sebagai penghubung penting antara pasien dan pemberi
pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan
mencegah penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas
pengobatan seperti pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering
berkonsultasi dengan anggota tim lainnya sebagaimana membuat referal
pemberian pengobatan.

2. Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja
dengan kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai
kolaborasi interdisiplin yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung
jawab, komunikasi, kewenangan dan kordinasi, seperti yang di jelaskan
dibawah ini :

6
a. Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk
memeriksa beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
b. Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-
benar didengar dan konsensus untuk dicapai.
c. Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari
hasil konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
d. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk
membagi informasi penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu
yang relevan untuk membuat keputusan klinis.
e. Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan
tindakan pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah
disepakati.
f. Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas
kompetensinya.
g. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan
pasien sakit jiwa, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang
berkualifikasi dalam menyelesaikan permasalahan.
h. Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan
memiliki tujuan untuk kesehatan pasien sakit jiwa. Kolaborasi dapat
berjalan dengan baik jika :
1) Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
2) Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
3) Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
4) Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang
tergabung dalam tim.

3. Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa


Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada
pasien. Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan

7
profesional untuk masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan
seseorang atau atau menghindari tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan
jiwa antara lain :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan
menggabungkan keahlian unik profesional untuk pasien sakit jiwa
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
f. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang
lain.

4. Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan


Jiwa
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah.
Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :
a. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
b. Struktur organisasi yang konvensional
c. Konflik peran dan tujuan
d. Kompetisi interpersonal
e. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan perawatan pasien sakit jiwa yang efektif maka
keluarga, perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya harus berkolaborasi satu
dengan yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa
diatas yang lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional
yang berbeda sehingga ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk
mencapai tujuan yang diharapkan. Kolaborasi yang efektif antara anggota tim
kesehatan memfasilitasi terselenggaranya pelayanan keperawatan jiwa yang
berkualitas.
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah
dalam keperawatan jiwa. Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin,
meliputi ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim, struktur organisasi
yg konvensional, konflik peran dan tujuan, kompetisi interpersonal, status dan
kekuasaan, dan individu itu sendiri

B. Saran
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk
maupun materi yang kami uraikan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan
kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk perbaikan makalah
selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating for


Optimal Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA

Dochterman , Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN. 2001 Current Issue in Nursing. 6th
Editian . Mosby Inc.USA

Sitorus, Ratna, DR, S.Kp, M.App.Sc. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di
Rumah Sakit : Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan
Keperawatan di Ruang Rawat. EGC. Jakarta

Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih bahasa Indraty
Secillia, 2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ; Perawatan Orang Dewasa dan Lansia,
EGC. Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai