Anda di halaman 1dari 25

DAFTAR ISI

Daftar isi …………………………………………………………………………1


Skenario …...……………………………………………………………………..2
Kata Sulit …..………...…………………………………………………………..3
Pertanyaan dan Brainstorming …....……………………………………………...4
Hipotesa …………………………………………………………………………..6
Sasaran Belajar……..……………………………………………………………..7
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati………………………………8
1.1 Definisi
1.2 Etiologi dan Klasifikasi
1.3 Epidemiologi
1.4 Patofisiologi
1.5 Manifestasi Klinis
1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding
1.7 Pemeriksaan
1.8 Tata Laksana
1.9 Komplikasi
1.10 Prognosis
Daftar Pustaka……………………………………………………………………25

1
SKENARIO

PEMBENGKAKAN KELENJAR LEHER

Seorang laki laki berusia 35 tahun datang ke UGD RS dengan keluhan


terdapat benjolan pada leher kanan sejak 1 bulan yang lalu. Benjolan di rasakan
semakin lama bertambah besar. Keluhan disertai dengan demam terutama malam hari,
berat badan menurun dan nyeri pada benjolan tersebut.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan pembengkakan kelenjar getah bening di
region Colli Dextra, satu buah, konsistensi sedikit keras, ukurannya 3x3 cm, tidak
ada tanda inflamasi dan nyeri tekan. Ditemukan juga pembengkakan kelenjar getah
bening di kedua inguinal masing masing 1 buah, ukuran 1x1 cm, konsistensinya
sedikit keras , tidak ada tanda inflamasi dan nyeri tekan.
Dokter meminta pasien untuk melakukan biopsi kelenjar getah bening untuk
menegakkan diagnosis dan pasien menyutujuinya.

2
KATA SULIT

1. Inguinal : Lipat atau Pangkal Paha


2. Biopsi : Pengambilan jaringan tubuh
3. regio Colli Dextra : Daerah leher kanan
4. Kelenjar Getah Bening : Bagian dari sistem pertahanan tubuh yang
berfungsi untuk mengenali dan melawan kuman, infeksi, dan benda asing lain.

3
PERTANYAAN

1. Kenapa ada benjolan ?


2. Mengapa diiringi dengan demam terutama pada malam hari ?
3. Apa yang menyebabkan pembengkakan Kelenjar Getah Bening ?
4. Mengapa berat badan menurun ?
5. Mengapa hanya terjadi pembengkakan pada region Colli Dextra dan inguinal ?
6. Mengapa tidak terjadi tanda tanda inflamasi ?
7. Pemeriksaan penunjang apa yang dapat d lakukan selain biopsi ?
8. Apa diagnosis scenario ?
9. Kenapa pembengkakan nya bisa lebih dari 1 ?
10. Kenapa terdapat nyeri tekan pada benjolan ?
11. Kenapa benjolan nya semakin lama semakin bertambah besar ?

4
BRAINSTORMING

1. Dikarenakan adanya perlawanan sel limfosit untuk melawan benda asing .


2. Karena metabolism tubuh pada malam hari turun sehingga agen infeksi
lebih mudah menyerang dan tubuh mengkompensasinya dengan menaikan
suhu tubuh.
3. Berdasarkan etiologi : infeksi, Keganasan dan pasca imunisasi.
4. Karena sakit pada region Colli Dexra sehingga pasien susah menelan atau
malas makan .
5. Karena letak kelenjar getah bening pada regio Colli Dextra dan inguinal
berada di superficial.
6. Karena di akibatkan keganasan sehingga tidak ada Inflamasi
7. CT scan dan USG.
8. Limfadenopati suspect limfoma Hodgkin atau non Hodgkin untuk lebih
pastinya di butuhkan hasil biopsy kelenjar.
9. Bisa di karenakan pada stadium berapa jika diagnosis limfoma atau
dikarenakan agen infeksi berpindah melewati cairan limfe.
10. Mungkin di karenakan menekan saraf.
11. DIkarenakan adanya perlawanan sel limfosit untuk melawan infeksi atau
benda asing.

5
HIPOTESA

Adanya perlawanan sel limfosit untuk melawan benda asing pada infeksi atau
keganasan dapat menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening yang dapat
terjadi di region Colli Dextra dan inguinal. Pembengkakan dapat di sertai dengan
demam dan nyeri pada benjolan keadaan seperti ini disebut limfadenopati. Untuk
menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang di antaranya biopsy kelenjar
getang bening.

6
SASARAN BELAJAR

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati


1.1 Memahami dan Menjelaskan Definisi Limfadenopati
1.2 Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Klasifikasi Limfadenopati
1.3 Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Limfadenopati
1.4 Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Limfadenopati
1.5 Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Limfadenopati
1.6 Memahami dan Menjelaskan Diagnosis Limfadenopati dan Diagnosis
Banding
1.7 Memahami dan Menjelaskan Pemeriksaan Limfadenopati
1.8 Memahami dan Menjelaskan Tata Laksana Limfadenopati
1.9 Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Limfadenopati
1.10 Memahami dan Menjelaskan Prognosis Limfadenopati

7
1. Memahami dan Menjelaskan Limfadenopati
1.1 Definisi Limfadenopati
Limfadenopati penyakit pada kelenjar limfe, biasanya ditandai dengan
pembengkakan(Dorland ed28).
Limfadenopati adalah kelainan dan pembengkakan kelenjar limfe sebagai
tanda dari infeksi berat dan terlokalisasi. Pembesaran kelenjar getah bening ini
sebagai respons terhadap proliferasi limfosit T atau limfosit B. Limfadenopati
biasanya terjadi setelah infeksi suatu mikroorganisme.
1.2 Etiologi dan Klasifikasi Limfadenopati
1.2.1 Klasifikasi
Limfadenopati terbagi 2 : - Generalisata(2 regio atau lebih region
anatomi yang berbeda)
- Lokaisata (pada 1 regio)
1.2.2 Etiologi
Banyak keadaan yang dapat menimbulkan limfadenopati . keadaan
keadaan tersebut dapat di ingat dengan mnemonic MIAMI:
- Malignancies (keganasan)
Banyak nya kegansan yang sering terjadi adalah Limfoma dan Leukimia
- Infections (infeksi)
Berbagai infeksi yang sering terjadi adalah Campak, Tuberkolosis, Sifilis dan
Toksoplasmosis yang merupakan infeksi yang disebabkan oleh parasit yang
ditularkan kepada manusia dari kucing yang terinfeksi, atau karena
mengkonsumsi daging yang kurang matang.
- Autoimmune Disorders (kelainan autoimun)
Diantaranya adalah HIV , Lupus dan Rheumatoid Athritis
- Miscellanoueus (lain lain)
Contohnya pasca imunisasi yang disebut serum sickness dan obat-obatan
tertentu, seperti fenitoin diresepkan untuk kejang, imunisasi terhadap penyakit
tertentu seperti malaria, sarkoidosis, yang merupakan penyakit kronis yang
lain hasil dalam pembentukan nodul dalam kelenjar getah bening, ludah
kelenjar, paru-paru dan hati, serta penyakit Kawasaki.

Lima kategori etiologi luas mengakibatkan pembesaran simpul getah bening,


sebagai berikut:

 Sebuah respon imun terhadap agen infektif (misalnya, bakteri, virus, jamur)
 Sel inflamasi pada infeksi yang melibatkan kelenjar getah bening
 Infiltrasi sel neoplastik dibawa ke node dengan sirkulasi limfatik atau darah
(metastasis)
 Localized neoplastik proliferasi limfosit atau makrofag (misalnya leukemia,
limfoma)
 Infiltrasi makrofag diisi dengan deposito metabolit (misalnya, gangguan
penyimpanan)

8
 Tabel 1 . Etiologi Limfadenopati

9
1.3 Epidemiologi
Insiden limfadenopati belum diketahui dengan pasti. Sekitar 38% sampai
45% pada anak normal memiliki KGB daerah servikal yang teraba.
Limfadenopati adalah salah satu masalah klinis pada anak-anak. Pada
umumnya limfadenopati pada anak dapat hilang dengan sendirinya apabila
disebabkan infeksi virus.
Studi yang dilakukan di Amerika Serikat, pada umumnya infeksi virus
ataupun bakteri merupakan penyebab utama limfadenopati. Infeksi
mononukeosis dan cytomegalovirus (CMV) merupakan etiologi yang penting,
tetapi kebanyakan disebabkan infeksi saluran pernafasan bagian atas.
Limfadenitis lokalisata lebih banyak disebabkan infeksi Staphilococcus dan
Streptococcus beta-hemoliticus.
Dari studi yang dilakukan di Belanda, ditemukan 2.556 kasus limadenopati
yang tidak diketahui penyebabnya. Sekitar 10% kasus diantaranya dirujuk ke
subspesialis, 3,2% kasus membutuhkan biopsi dan 1.1% merupakan suatu
keganasan. Penderita limfadenopati usia >40 tahun memiliki risiko keganasan
sekitar 4% dibandingkan dengan penderita limfadenopati usia <40 tahun yang
memiliki risiko keganasan hanya sekitar 0,4.

1.4 Patofisiologi

Kelenjar getah bening (KGB) adalah bagian dari sistem pertahanan tubuh
kita. Tubuh kita memiliki kurang lebih sekitar 600 kelenjar getah bening,
namun hanya di daerah sub mandibular (bagian bawah rahang bawah; sub:
bawah; mandibula: rahang bawah), ketiak atau lipat paha yang teraba normal
pada orang sehat. Terbungkus kapsul fibrosa yang berisi kumpulan sel-sel
pembentuk pertahanan tubuh dan merupakan tempat penyaringan antigen
(protein asing) dari pembuluh-pembuluh getah bening yang
melewatinya. Pembuluh-pembuluh limfe akan mengalir ke KGB sehingga dari
lokasi KGB akan diketahui aliran pembuluh limfe yang melewatinya. Oleh
karena dilewati oleh aliran pembuluh getah bening yang dapat membawa
antigen (mikroba, zat asing) dan memiliki sel pertahanan tubuh maka apabila
ada antigen yang menginfeksi maka kelenjar getah bening dapat menghasilkan
sel-sel pertahanan tubuh yang lebih banyak untuk mengatasi antigen tersebut
sehingga kelenjar getah bening membesar. Pembesaran kelenjar getah bening
dapat berasal dari penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari
KBG itu sendiri seperti limfosit, sel plasma, monosit dan histiosit atau karena
datangnya sel-sel peradangan (neutrofil) untuk mengatasi infeksi di kelenjar
getah bening (limfadenitis), infiltrasi (masuknya) sel-sel ganas atau timbunan
dari penyakit metabolite macrophage (gaucher disease).
Bila daerah terkena radang, biasanya terjadi kenaikan yang menyolok pada
aliran limfe dari daerah itu. Telah diketahui bahwa dalam perjalanan
peradangan akut, lapisan pembatas pembuluh limfe yang terkecil agak
meregang, sama seperti yang terjadi pada venula, dengan demikian

10
memungkinkan lebih banyak bahan interstisial yang masuk kedalam
pembuluh limfe. Bagaimanapun juga, selama peradangan akut tidak hanya
aliran limfe yang bertambah, tetapi kandungan protein dan sel dari cairan
limfe juga bertambah dengan cara yang sama.
Sebaliknya, bertambahnya aliran bahan-bahan melalui pembuluh limfe
menguntungkan karena cenderung mengurangi pembengkakan jaringan yang
meradang dengan mengosongkan sebagian dari eksudat, sementara agen-agen
yang dapat menimbulkan cedera dapat dibawa oleh pembuluh limfe dari
tempat peradangan primer ketempat yang jauh dalam tubuh. Dengan cara ini,
misalnya, agen-agen yang menular dapat menyebar. Penyebaran sering
dibatasi oleh penyaringan yang dilakukan oleh kelenjar limfe regional yang
dilalui oleh cairan limfe yang bergerak menuju kedalam tubuh, tetapi agen
atau bahan yang terbawa oleh cairan limfe mungkin masih dapat melewati
kelenjar dan akhirnya mencapai aliran darah. Dengan mengetahui lokasi
pembesaran KGB maka kita dapat mengarahkan kepada lokasi kemungkinan
terjadinya infeksi atau penyebab pembesaran KGB. Benjolan, bisa berupa
tumor baik jinak atau ganas, bisa juga berupa pembesaran kelenjar getah
bening. Kelenjar ini ada banyak sekali di tubuh kita, antara lain di daerah leher,
ketiak, dalam rongga dada dan perut, di sepanjang tulang belakang kiri dan
kanan sampai mata kaki. Kelenjar getah bening berfungsi sebagai penyaring
bila ada infeksi lokal yang disebabkan bakteri atau virus.
Jika tidak terjadi infeksi, kemungkinan adalah tumor. Apalagi bila
pembesaran kelenjar di daerah-daerah tersebut di atas, pertumbuhannya cepat
dan mudah membesar. Bila sudah sebesar biji nangka, misalnya, bila ditekan
tidak sakit, maka perlu diwaspadai. Jalan terbaik, adalah dilakukan biopsy di
kelenjar tersebut. Diperiksa jenis sel-nya untuk memastikan apakah sekedar
infeksi atau keganasan. Jika tumor dan ternyata ganas, pembesaran kelenjar
akan cepat terjadi. Dalam sebulan, misalnya, sudah membesar dan tak terasa
sakit saat ditekan. Beda dengan yang disebabkan infeksi. Umumnya tidak
bertambah besar dan jika daerah di sekitar benjolan ditekan, terasa sakit.

1.5 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis yang sering terjadi pada penderita Limfadenopati :

 Demam berkepanjangan dengan suhu lebih dari 38 oC.


 Sering keringat malam.
 Kehilangan berat badan lebih dari 10% dalam 6 bulan.
 Timbul benjolan di bagian leher.

Gejala-gejala pembengkakan kelenjar getah bening tergantung pada kedua


lokasi dan penyebab pembesaran, seperti:
 Pasien mungkin mengalami gejala infeksi saluran pernapasan atas (pilek,sakit
tenggorokan, demam) dan merasa agak lembut node di bawah kulit di sekitar
telinga, di bawah dagu, atau pada bagian atas dari leher.

11
 Kadang-kadang mungkin ada infeksi kulit, kemerahan, atau sakit tenggorokan,
dan satumungkin merasa node diperbesar dalam pelacakan sekitar menuju
jantung.
 Beberapa infeksi ( mononukleosis atau "mono" HIV, dan jamur atau parasit
infeksi) dapat menyebabkan umum pembengkakan kelenjar getah bening di
seluruh tubuh.
 Beberapa gangguan kekebalan tubuh, seperti lupus atau rheumatoid arthritis,
juga dapat menyebabkan pembengkakan kelenjar getah bening umum.
 Jarang, seseorang mungkin memiliki node atau sekelompok node yang
tumbuh pesat dan menjadi keras dan tidak dapat dengan mudah dipindahkan
sekitar di bawah.

Kelenjar limfoma cenderung teraba kenyal, seperti karet, saling berhubungan,


dan tanpa nyeri. Kelenjar pada karsinoma metastatik biasanya keras, dan terfiksasi
pada jaringan dibawahnya. Pada infeksi akut teraba lunak, membengkak secara
asimetrik, dan saling berhubungan, serta kulit di atasnya tampak erimatosa.

1.6 Diagnosis dan Diagnosis Banding

1.6.1 Diagnosis

Diagnosis limfadenopati memerlukan anamnesis (wawancara), pemeriksaan fisik, dan


pemeriksaan penunjang bila diperlukan.

Anamnesis

1. Lokasi pembesaran kelenjar getah bening

Pembesaran kelenjar getah bening pada dua sisi leher secara mendadak
biasanya disebabkan oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada
infeksi oleh penyakit kawasaki umumnya pembesaran KGB hanya satu sisi
saja. Apabila berlangsung lama (kronik) dapat disebabkan infeksi oleh
mikobakterium, toksoplasma, ebstein barr virus atau citomegalovirus.

2. Gejala-gejala penyerta (symptoms)

Demam, nyeri tenggorok dan batuk mengarahkan kepada penyebab infeksi


saluran pernapasan bagian atas. Demam, keringat malam dan penurunan berat
badan mengarahkan kepada infeksi tuberkulosis atau keganasan. Demam yang
tidak jelas penyebabnya, rasa lelah dan nyeri sendi meningkatkan
kemungkinan oleh penyakit kolagen atau penyakit serum (serum sickness).

3. Umur Penderita

Umur adalah pertimbangan yang paling penting karena dapat membantu


memprediksi kemungkinan proses jinak maupun ganas. Pada pasien yang
lebih muda dari 30 tahun, limfadenopati oleh karena proses jinak didapatkan
sekitar 80 % dari pasien limfadenopati, sedangkan pada orang tua yang dari 50
tahun, limfadenopati oleh karena proses keganasan diperkirakan sekitar 60%.

12
4. Riwayat penyakit

Adanya peradangan tonsil (amandel) sebelumnya mengarahkan kepada infeksi


oleh streptokokus. Adanya infeksi gigi dan gusi dapat mengarahkan kepada
infeksi bakteri anaerob.

5. Riwayat pekerjaan dan perjalanan

Paparan terhadap infeksi / kontak sebelumnya kepada orang dengan infeksi


saluran nafas atas, faringitis oleh Streptococcus, atau tuberculosis turut
membantu mengarahkan penyebab limfadenopati. Riwayat perjalanan atau
pekerjaan, misalnya perjalanan ke daerah-daerah Afrika dapat mengakibatkan
penyakit Tripanosomiasis. Orang yang bekerja di hutan dapat terkena
Tularemia.

6. Penggunan obat-obatan

Limfadenopati dapat timbul setelah pemakaian obat-obatan seperti fenitoin


dan isoniazid. Obat-obatan lainnya seperti allupurinol, atenolol, captopril,
carbamazepine, cefalosporin, emas, hidralazine, penicilin, pirimetamine,
quinidine, sulfonamida, sulindac). Pembesaran karena obat umumnya seluruh
tubuh (generalisata)

1.6.2 Diagnosis Banding


 Limfadenitis
Jenis limfadenitis ada dua yaitu limfadenitis akut dan limfadenitis kronis.
Sedangkan jenis limfadenitis kronis sendiri masih dibagi menjadi menjadi dua
macam yaitu limfadenitis kronis spesifik dan non spesifik.
a. Limfadenitis Akut
Limfadenitis ini bentuknya terbatas pada sekelompok kelenjar getah bening yang
mendrainase suatu fokus infeksi, atau mungkin generalisata apabila terjadi infeksi
bakteri atau virus sistemik. Secara histologis, tampak pusat germinativum besar yang
memperlihatkan banyak gambaran mitotik. Apabila keadaan ini disebabkan oleh
organisme piogenik, disekitar folikel dan di dalam sinus limfoid ditemukan infiltrat
neutrofilik. Pada infeksi yang parah, pusat germinativum mengalami nekrosis
sehingga terbentuk abses. Apabila infeksi terkendali, kelenjar getah bening akan
kembali tampak normal atau terjadi pembentukan jaringan parut apabila dekstruktif.
b. Limfadenitis Kronis
Menimbulkan tiga pola, bergantung pada agen penyebabnya: hiperplasia folikel,
hiperplasia limfoid parakorteks, atau histiositosis sinus. Hiperplasia folikel berkaitan
dengan infeksi atau proses proses peradangan yang mengaktifkan sel B. Sel B dalam
berbagai tahap diferensiasi berkumpul di dalam pusat germinativum besar yang bulat
atau oblong (folikel sekunder). Hiperplasia limfoid parakorteks ditandai dengan
perubahan reaktif di dalam regio sel T kelenjar getah bening. Sel T parafolikel

13
mengalami proliferasi dan transformasi menjadi imunoblas yang mungkin
menyebabkan lenyapnya folikel germinativum.
Disebabkan oleh infeksi kronis. Infeksi kronis nonspesifik misalnya pada keadaan
seseorang dengan faringitis kronis akan ditemukan pembesaran kelenjar getah bening
leher ( limfadenitis ). Pembesaran di sini ditandai oleh tanda radang yang sangat
minimal dan tidak nyeri.
Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah akibat
tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah
benng, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula
sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunakseperti abses
tetapi tidak nyeri seperti abses banal. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sukar
sembuh oleh karena keluar secret terus menerus sehingga seperti fistula.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa,
besar dan konglomerasi sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck.
Pada keadaan seperti ini kadang – kadang sukar dibedakan dengan limfoma malignum.
Limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi,
terutama yang tidak disertai oleh tuberkulosa paru. Pada gambaran histopologi yang
spesifik adalah perkijuan dan sel datia Langhan ‘s.
Pembesaran kronis yang spesifik dan masih banyak di Indonesia adalah akibat
tuberkulosa. Limfadenitis tuberkulosa ini ditandai oleh pembesaran kelenjar getah
benng, padat / keras, multiple dan dapat berkonglomerasi satu sama lain. Dapat pula
sudah terjadi perkijuan seluruh kelenjar, sehingga kelenjar itu melunakseperti abses
tetapi tidak nyeri seperti abses banal. Apabila abses ini pecah ke kulit, lukanya sukar
sembuh oleh karena keluar secret terus menerus sehingga seperti fistula.
Limfadenitis tuberculosa pada kelenjar getah bening dapat terjadi sedemikian rupa,
besar dan konglomerasi sehingga leher penderita itu disebut seperti bull neck.
Pada keadaan seperti ini kadang – kadang sukar dibedakan dengan limfoma malignum.
Limfadenitis tuberkulosa diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan histopatologi,
terutama yang tidak disertai oleh tuberkulosa paru. Pada gambaran histopologi yang
spesifik adalah perkijuan dan sel datia Langhan ‘s.
Dosis Obat Anti Tuberkulosis
Obat Dosis harian Dosis 2x/minggu Dosis 3x/minggu
(mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari) (mg/kgbb/hari)
15-40 (maks. 900
INH 5-15 (maks 300 mg) 15-40 (maks. 900 mg)
mg)
15-20 (maks. 600
Rifampisin 10-20 (maks. 600 mg) 10-20 (maks. 600 mg)
mg)
Pirazinamid 15-40 (maks. 2 g) 50-70 (maks. 4 g) 15-30 (maks. 3 g)
15-25 (maks. 2,5
Etambutol 15-25 (maks. 2,5 g) 50 (maks. 2,5 g)
g)
25-40 (maks. 1,5
Streptomisin 15-40 (maks. 1 g) 25-40 (maks. 1,5 g)
g)

14
Pengobatan TBC pada orang dewasa

• Kategori 1 : 2HRZE/4H3R3
Selama 2 bulan minum obat INH, rifampisin,


pirazinamid, dan etambutol setiap hari (tahap intensif), dan 4 bulan
selanjutnya minum obat INH dan rifampisin tiga kali dalam seminggu (tahap
lanjutan).
Diberikan kepada:
◦ Penderita baru TBC paru BTA positif.
◦ Penderita TBC ekstra paru (TBC di luar paru-paru) berat.
• Kategori 2 : HRZE/5H3R3E3
Diberikan kepada:
◦ Penderita kambuh.
◦ Penderita gagal terapi.
◦ Penderita dengan pengobatan setelah lalai minum obat.
• Kategori 3 : 2HRZ/4H3R3
Diberikan kepada:
◦ Penderita BTA (+) dan rontgen paru mendukung aktif.

Pengobatan TBC pada anak

Adapun dosis untuk pengobatan TBC jangka pendek selama 6 atau 9 bulan, yaitu:

1. 2HR/7H2R2 : INH+Rifampisin setiap hari selama 2 bulan pertama, kemudian INH


+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 7 bulan (ditambahkan
Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
2. 2HRZ/4H2R2 : INH+Rifampisin+Pirazinamid: setiap hari selama 2 bulan pertama,
kemudian INH+Rifampisin setiap hari atau 2 kali seminggu selama 4 bulan
(ditambahkan Etambutol bila diduga ada resistensi terhadap INH).
Pengobatan TBC pada anak-anak jika INH dan rifampisin diberikan bersamaan, dosis
maksimal perhari INH 10 mg/kgbb dan rifampisin 15 mg/kgbb.

Dosis anak INH dan rifampisin yang diberikan untuk kasus:

TB tidak berat

INH : 5 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 10 mg/kgbb/hari
TB berat (milier dan meningitis TBC)

INH : 10 mg/kgbb/hari
Rifampisin : 15 mg/kgbb/hari
: 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)
Dosis prednisone : 1-2 mg/kgbb/hari (maks. 60 mg)

15
 Limfoma
Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik
menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe terdapat
di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat dimulai dari organ
apapun.
Berdasarkan gambaran histopatologisnya, limfoma dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu:
a. Limfoma Hodgkin (LH)
Limfoma jenis ini memiliki dua tipe. yaitu tipe klasik dan tipe nodular predominan
limfosit, di mana limfoma hodgkin tipe klasik memiliki empat subtipe menurut
Rye, antara lain:
 Nodular Sclerosis
 Lymphocyte Predominance
 Lymphocyte Depletion
 Mixed Cellularity
b. Limfoma Non-Hodgkin (LNH)

GEJALA-GEJALA
Limfoma Non-Hodgkin dapat menimbulkan serangkaian gejala, namun gejala-gejala
yang paling umum terjadi adalah:
 Demam terus menerus dan berulang
 Hilangnya berat badan tanpa alas an
 Membengkaknya kelenjar getah bening
 Keringat yang timbul di malam hari
 Hilangnya selera makan

Saat diagnose NHL telah dipastikan, penilaian stadium kanker harus dilakukan.
Penahapan mengacu pada tingkat penyebaran limfoma dalam tubuh. Hal ini dapat
memberikan hasil prognosis yang signifikan dan sangat berguna untuk menentukan
rencana pengobatan terbaik untuk pasien. Terdapat 4 stadium yang terbagi atas 2
kategori A dan B. Stadium-stadium tersebut meliputi:

 Stadium I: Terdapat satu kelompok kelenjar getah bening yang terinfeksi pada
salah satu sisi diafragma.

16
 Stadium II: Terdapat dua kelompok atau lebih dari kelenjar getah bening yang
terinfeksi namun masih berada pada satu sisi diafragma.
 Stadium III: Paling sedikit 2 kelompok jaringan kelenjar getah bening
terinfeksi dan terletak pada kedua sisi diafragma
 Stadium IV: Bila penyakit/kankernya mempengaruhi organ tubuh lainnya
(misal sumsum tulang, hati, dsb)
 Kategori A: Tidak terjadi demam terus menerus/berulang, keringat malam,
atau kehilangan berat badan secara mendadak
 Kategori B: : Terdapat seluruh gejala yang telah disebut dalam kategori A

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-Sternberg yang
bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-Sternberg adalah suatu sel
besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda (binucleated), berlobus dua (bilobed),
atau berinti banyak (multinucleated) dengan sitoplasma amfofilik yang sangat banyak.
Tampak jelas di dalam inti sel adanya anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti “mata
burung hantu” (owl-eyes), yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.
Penyebab limfoma hodgkin dan non-hodgkin sampai saat ini belum diketahui secara
pasti. Beberapa hal yang diduga berperan sebagai penyebab penyakit ini antara lain:

a. Infeksi (EBV, HTLV-1, HCV, KSHV, dan Helicobacter pylori)


b. Faktor lingkungan seperti pajanan bahan kimia (pestisida, herbisida, bahan
kimia organik, dan lain-lain), kemoterapi, dan radiasi.
c. Inflamasi kronis karena penyakit autoimun
d. Faktor genetik
Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:

a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan yang terbatas
dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma, seperti limfoma
gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada resiko perforasi,
obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih menjadi pilihan utama.
Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan untuk mendukung proses
penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.7

b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam pengobatan limfoma,
terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran penyakit ini lebih sulit untuk
diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang tersedia telah banyak digunakan
untuk mengobati limfoma hodgkin seperti radioimunoterapi dan radioisotope.

17
Radioimunoterapi menggunakan antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22
untuk melawan antigen spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan
131 90
radioisotope menggunakan Iodine atau Yttrium untuk irradiasi sel-sel
tumor secara selektif7. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada
stadium limfoma itu sendiri1, yaitu:
 Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
 Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
 Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
 Untuk stadium IV secara total body irradiation

c. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus

3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus

4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus

Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:

1. ICE regimen
2. DHAP regimen
3. EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine, dan
doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV secara
berkesinambungan.
d. Imunoterapi
Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana
interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat
pemberian kemoterapi.
e. Transplantasi sumsum tulang
Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma tidak
membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien mengalami
pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan transplantasi sumsum

18
tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus. Transplantasi secara
alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai dengan sumsum penderita.
Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar, saudara kandung, atau
siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan sumsum tulang penderita.
Sedangkan transplantasi secara autologus, donor sumsum tulang berasal dari
sumsum tulang penderita yang masih bagus diambil kemudian dibersihkan dan
dibekukan untuk selanjutnya ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar
dapat menggantikan sumsum tulang yang telah rusak.

Benjolan di leher yang seringkali disalahartikan sebagai pembesaran KGB


leher :

• Gondongan : pembesaran kelenjar parotits akibat infeksi virus, sudut rahang


bawah dapat menghilang karena bengkak
• Kista Duktus Tiroglosus : berada di garis tengah dan bergerak dengan
menelan
• Kista Dermoid : benjolan di garis tengah dapat padat atau berisi cairan
• Hemangioma : kelainan pembuluh darah sehingga timbul benjolan berisi
jalinan pembuluh darah, berwarna merah atau kebiruan

1.7 Pemeriksaan

1.7.1 Pemeriksaan fisik

Karakteristik dari kelenjar getah bening:

Kelenjar Getah Bening dan daerah sekitarnya harus diperhatikan. Kelenjar getah
bening harus diukur untuk perbandingan berikutnya. Harus dicatat ada tidaknya nyeri
tekan, kemerahan, hangat pada perabaan, dapat bebas digerakkan atau tidak dapat
digerakkan, Apakah ada fluktuasi, konsistensi apakah keras atau kenyal.

 Ukuran: normal bila diameter <1cm (pada epitroclear >0,5cm dan lipat paha
>1,5cm dikatakan abnormal).
 Nyeri tekan : umumnya diakibatkan peradangan atau proses perdarahan.
 Konsistensi: keras seperti batu mengarahkan kepada keganasan, padat seperti
karet mengarahkan kepada limfoma; lunak mengarahkan kepada proses infeksi;
fluktuatif mengarahkan telah terjadinya abses/pernanahan.
 Penempelan: beberapa Kelenjar Getah Bening yang menempel dan bergerak
bersamaan bila digerakkan. Dapat akibat tuberkulosis, sarkoidosis keganasan.

19
Tanda Tanda dapat di sertai dengan :

 Adanya tenggorokan yang merah, bercak-bercak putih pada tonsil, bintik-bintik


merah pada langit-langit mengarahkan infeksi oleh bakteri streptokokus.
 Adanya selaput pada dinding tenggorok, tonsil, langit-langit yang sulit dilepas dan
bila dilepas berdarah, pembengkakan pada jaringan lunak leher (bull neck)
mengarahkan kepada infeksi oleh bakteri difteri. Faringitis, ruam-ruam dan
pembesaran limpa mengarahkan kepada infeksi epstein barr virus.
 Adanya radang pada selaput mata dan bercak koplik mengarahkan kepada
campak.
 Adanya pucat, bintik-bintik perdarahan (bintik merah yang tidak hilang degnan
penekanan), memar yang tidak jelas penyebabnya, dan pembesaran hati dan limpa
mengarahkan kepada leukimia.
 Demam panjang yang tidak berespon dengan obat demam; kemerahan pada mata;
peradangan pada tenggorok, “strawberry tongue”; perubahan pada tangan dan
kaki (bengkak, kemerahan pada telapak tangan dan kaki); limfadenopati satu sisi
(unilateral) mengarahkan kepada penyakit kawasaki.
 Pembesaran KGB leher bagian posterior (belakang) terdapat pada infeksi rubela
dan mononukleosis. Pada pembesaran KGB oleh infeksi virus, KGB umumnya
bilateral (dua sisi-kiri/kiri dan kanan), lunak dan dapat digerakkan. Bila ada
infeksi oleh bakteri, kelenjar biasanya nyeri pada penekanan, baik satu sisi atau
dua sisi dan dapat fluktuatif dan dapat digerakkan.
 Adanya kemerahan dan suhu lebih panas dari sekitarnya mengarahkan infeksi
bakteri dan adanya fluktuatif menandakan terjadinya abses. Bila limfadenitis
disebabkan keganasan, tanda-tanda peradangan tidak ada, KGB keras dan tidak
dapat digerakkan (terikat dengan jaringan di bawahnya).
 Pada infeksi oleh mikobakterium pembesaran kelenjar berjalan mingguan-
bulanan, walaupun dapat mendadak, KGB menjadi fluktuatif dan kulit diatasnya
menjadi tipis, dan dapat pecah.

1.7.2 Pemeriksaan Penunjang

1. Ultrasonografi (USG)

USG merupakan salah satu teknik yang dapat dipakai untuk mengetahui
ukuran, bentuk, dan gambaran mikronodular.

2. Biopsi

Biopsi dapat dilakukan dengan mengambil sel keluar melalui jarum atau dengan
operasi menghapus satu atau lebih kelenjar getah bening. Sel-sel atau kelenjar getah
bening akan dibawa ke lab dan diuji. Biopsy KGB memiliki nilai sensitifitas 98 % dan
spesifisitas 95 %. Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi
indikasi untuk dilaksanakan biopsy KGB. Biopsi dilakukan terutama bila terdapat
tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasan.

20
Biopsi terbagi menjadi 3 cara, yaitu:

A. Biopsi jarum
Biopsi dilakukan, sesuai dengan kebutuhan pasien. Biopsi kelenjar
getah bening yang paling sederhana dikenal sebagai biopsi jarum atau fine
needle aspiration (FNA). Prosedur biopsi ini biasanya memakan waktu kurang
dari 10 menit. Pasien berbaring di atas meja, kemudian dilakukan disinfeksi
dan anestesi pada daerah yang akan dibiopsi. Kemudian dimasukkan jarum ke
dalam kelenjar getah bening dan diambil sampel untuk diperiksa. Kemudian
ditekan pada tempat pengambilan sampel untuk menghentikan perdarahan dan
diperban untuk menutup luka dan mencegahan infeksi bakteri.

B. Biopsi terbuka (eksterna)


Biopsi kelenjar getah bening yang lebih komprehensif dikenal sebagai
biopsi terbuka. Seperti pada biopsi jarum, pasien berbaring di atas meja,
dibawah general anestesi. Kemudian diberikan disinfeksi pada daerah biopsi
lalu insisi dan diambil potongan-potongan jaringan. Kemudian daerah biopsi
tersebut dijahit dan diperban. Prosedur ini berlangsung sedikit lebih lama
daripada biopsi jarum, biasanya sekitar 45-60 menit total.

C. Biopsi sentinel
Ketika kanker dicurigai sebagai penyebab peradangan, maka biopsi
dilakukan dengan cara yang berbeda. Biopsi ini merupakan prosedur khusus,
yang dikenal sebagai biopsi kelenjar getah bening sentinel. Dalam prosedur
ini, sejumlah kecil cairan pelacak berwarna biru atau isotop radioaktif
disuntikkan ke dalam daerah biopsi. Pelacak ini kemudian akan mengalir ke
sumber yang dicurigai kanker, atau yang disebut sebagai sentinel node.
Sentinel node ini umumnya merupakan lokasi pertama di mana kanker
pertama kali ditemukan. Setelah kelenjar getah bening sentinel diambil,
massa sampel dikirim ke laboratorium untuk dianalisa. Satu atau dua kelenjar
getah bening lainnya dapat diambil pada saat yang sama sebagai sampel
perbandingan.

21
Tabel 2. Pertimbangan Dilakukan Biopsi Pada Limfadenopati
A. Size
- Greater than 2 cm
- Increasing over 2 weeks
- No decrease in size of node after 4 weeks
B. Location
- Supraclavicular lymph node
C. Consistency
- Hard
- Matted
- Rubbery
D. Asscociated Features
- Abnormal chest radiograph suggestive of lymphoma
- Fever
- Weight loss
- Hepatosplenomegaly

3. Kultur

Kultur (contoh dikirim ke laboratorium dan diletakkan pada kultur medium


yang membiarkan mikroorganisme untuk berkembang) kemungkinan
diperlukan untuk memastikan diagnosa dan untuk mengidentifikasikan
organisme penyebab infeksi.

4. CT Scan

CT Scan adalah mesin x-ray yang menggunakan komputer untuk mengambil


gambar tubuh Anda untuk mengetahui apa yang mungkin menyebabkan
limfadenitis Anda. Sebelum mengambil gambar, Anda mungkin akan diberi
pewarna melalui IV di pembuluh darah Anda agar dapat melihat gambar
dengan jelas. CT Scan dapat mendeteksi pembesaran KGB servikalis dengan
diameter 5 mm atau lebih.

5. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Magnetic resonance imaging (MRI) digunakan untuk melihat dalam tubuh


Anda. gambar ini digunakan untuk mencari penyebab limfadenitis.

22
6. Foto Toraks

Foto toraks merupakan suatu pemeriksaan yang perlu dilakukan dalam


evaluasi limfadenopati kronis lokal atau generalisata dan dapat melihat adanya
pelebaran mediastinum karena limfadenopati dari limfoma dan sarcoid. Dua
pertiga dari pasien yang memiliki Hodgkin limfoma mungkin menunjukkan
pelebaran mediastinum pada foto dada. Pada penelitian Swingler, et al
didapatkan dari 46 anak (rata-rata usia 21.5 bulan) dengan limfadenopati
mediastinum yang dicurigai kearah TB paru melalui pemeriksaan CT scan
dengan kontras, pada pemeriksaan foto thorax hanya mampu mendiagnosis
adanya limfadenopati mediastinum sebesar 47,1%. Secara keseluruhan
sensitivitas dari foto thorak mencapai 67% dan spesifitasnya 59%. Deteksi
dari mediastinum Limfadenopati melalui thorak foto untuk mendiagnosa TB
paru pada anak-anak harus ditafsirkan dengan hati-hati. Akurasi diagnostik
mungkin ditingkatkan dengan menyempurnakan kriteria radiologis
limfadenopati dan dikonfirmasikan dengan pemeriksaan klinis lainnya.

7. Tuberkulosis Skin Test (TST)

Diindikasikan untuk menyingkirkan infeksi M. Tuberkulosis. TST dapat


menunjukkan indikasi reaktif pada anak dengan mikobakterium
nontuberculosis tapi tidak sensitif.

1.8 Tatalaksana
Pengobatan limfadenopati KGB leher didasarkan kepada penyebabnya.
Banyak kasus dari pembesaran KGB leher sembuh dengan sendirinya dan
tidak membutuhkan pengobatan apapun selain observasi. Antibiotik perlu
diberikan apabila terjadi limfadenitis supuratif yang biasa disebabkan oleh
Staphyilococcus aureus dan Streptococcus pyogenes (group A). Pemberian
antibiotik dalam 10-14 hari dan organisme ini akan memberikan respon positif
dalam 72 jam. Kegagalan terapi menuntut untuk dipertimbangkan kembali
diagnosis dan penanganannya. Pembedahan mungkin diperlukan bila dijumpai
adanya abses dan evaluasi dengan menggunakan USG diperlukan untuk
menangani pasien ini.
Kegagalan untuk mengecil setelah 4-6 minggu dapat menjadi indikasi
untuk dilaksanakan biopsi kelenjar getah bening. Biopsi dilakukan bila
terdapat tanda dan gejala yang mengarahkan kepada keganasa, KGB yang
menetap atau bertambah besar dengan pengobatan yang tepat, atau diagnosis
belum dapat ditegakkan.

1.9 Komplikasi

Limfadenopati dapat menimbulkan komplikasi yang serius jika


limfadenopati terdapat pada mediastinal . hal ini dapat menyebabkan vena
cava superior syndrome dengan obstruksi dari aliran darah , bronchi atau
obstruksi trachea.
Bila limfadenopati pada abdominal (perut) dapat menyebabkan konstipasi dan
obstruksi intestinal yang dapat mengancam kesehatan.

23
Limfadenopati yang di sebabkan oleh keganasan dapat menganggu
metabolism tubuh yang menyebabkan nephropathy , hyperkalemia ,
hypercalcemia , hypocalcemia dan gagal ginjal.

1.10 Prognosis

Pada individu dengan penyakit ganas, prognosis tergantung pada penyakit


tertentu. Pada individu dengan infeksi bakteri, pemulihan lengkap dapat
diharapkan dengan pengobatan antibiotik prompt. Waktu pemulihan akan
bervariasi, tergantung pada penyebab yang mendasarinya. Ini mungkin
memerlukan jangka waktu untuk pembengkakan untuk sepenuhnya
menghilang. Pengobatan yang tidak tuntas dapat menyebabkan resistensi dan
septikemia. Prognosis dapat menjadi buruk jika pasien sudah mengalami
komplikasi yang serius misalanya vena cava syndrome .

24
DAFTAR PUSTAKA

Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. “Limfoma Non-Hodgkin”. Disunting oleh


Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Harrison: Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam: (Harrison's Principles of Internal


Medicine); Volume 1

Subekti, Nike Budhi. 2007. “Buku Saku Patofisiologi, Ed.3”. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Elizabeth J. Corwin. 2009. Buku Saku Patofisiologi Corwin. Jakarta: EGC


Price, A. Sylvia. Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta:2006
Rosmiati, S. Wardhani. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Univesitas Indonesia. Jakarta:2007
Shannon, Jake. Lymph S ystem : Lymph Node Biopsi. [online]2012
[cited 2013 August 28] Available from : http://www.lymphsystem.net/lymphnode-
biopsi
Anonym. National Cancer Institute : Sentinel Lymph Node Biopsi.
[online] 2011 [cited 2013 August 28] Available from : http://www.cancer.gov
http://medical-dictionary.thefreedictionary.com/lymphadenitis
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/16862/4/Chapter%20II.pdf
http://www.kalbemed.com/Portals/6/1_05_209Pendekatan Diagnosis
Limfadenopati.pdf
http://www.academia.edu/5481630/TP_limfadenopati_pada_anak?login=&email_was
_taken=true

25

Anda mungkin juga menyukai