5. Kontrak Persentase.
Kontrak persentase adalah kontrak pelaksanaan jasa konsultansi di bidang konstruksi atau
pekerjaan pemborongan tertentu, dimana konsultan yang bersangkutan menerima imbalan jasa
berdasarkan persentase tertentu dari nilai pekerjaan fisik konstruksi/ pemborongan tersebut.
https://www.kitasipil.com/2017/04/mengenal-jenis-jenis-kontrak-proyek.html
K ontrak atau contracts (dalam bahasa Inggris) dan overeen-komst (dalam bahasa Belanda)
dalam pengertian yang lebih luas sering dinamakan juga dengan istilah perjanjian, meskipun
demikian dalm uraian selanjutnya penulis memakai istilah kontrak untuk perjanjian yang
sebenarnya memiliki arti yang hampir sama. Kontrak adalah peristiwa dimana dua orang atau
lebih saling berjanji untuk melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan tertentu, biasanya
secara tertulis.
Para pihak yang bersepakat mengenai hal-hal yang diperjanjikan, berkewajiban untuk menaati
dan melaksanakannya, sehingga perjanjian tersebut menimbulkan hubungan hukum yang disebut
perikatan (verbitenis). Dengan demikian, kontrak dapat menimbulkan hak dan kewajiban bagi
para pihak yang membuat kontrak tersebut, karena itu kontrak yang mereka buat adalah sumber
hukum formal, asal kontrak tersebut adalah kontrak yang sah.
Editor
12746
Rumah adat Jawa yang disebut Omah Joglo. Foto diambil dari sebuah kompleks rumah makan khas Jawa
di bilangan Jakarta Selatan.
1001indonesia.net – Tidak dapat diketahui dengan pasti bagaimana tepatnya wujud rumah asli
masyarakat Jawa pada mulanya. Salah satu keterangan yang bisa dijadikan acuan terdapat pada
relief candi dari abad ke-9. Di situ tergambar bentuk rumah adat Jawa waktu itu yang berciri
sama dengan pola dasar arsitektur Austronesia dengan fondasi bertumpuk, atap memuncak, dan
bubungan memanjang.
Dari gambaran relief tersebut, ada dugaan kuat bahwa rumah Jawa tempo dulu memiliki ciri
yang sama dengan rumah-rumah tradisional Nusantara lainnya, khususnya yang mewarisi
budaya Austronesia.
Saat ini, rumah adat Jawa dibangun di atas tanah dengan lantai ditinggikan serta bentuk atap
yang lebih menyerupai rumah di Indonesia Timur. Secara umum, pola dasar rumah-rumah adat
Jawa sama, tapi perbedaan jenis atap rumah menunjukkan kedudukan sosial dan ekonomi sang
pemilik.
Rumah Kampung
Rumah kampung menjadi tempat tinggal kalangan biasa, memiliki struktur atap yang paling
sederhana di antara ketiganya. Atap puncak rumah kampung bersandar pada empat tiang tengah
dan ditunjang oleh dua lapis tiang pengikat. Bubungan atap didukung penyangga dengan sumbu
utara-selatan yang khas.
Struktur tersebut dapat diperbesar dengan melebarkan atap dengan sedikit kecondongan dari
bagian atap yang ada.
Rumah Limasan
Limasan merupakan rumah keluarga Jawa yang berkedudukan lebih tinggi. Jenis rumah ini
memiliki struktur atap yang lebih rumit daripada rumah kampung. Denah dasar empat tiang
rumah diperluas dengan menambah sepasang tiang di salah satu ujung atap.
Kaso yang menyusur dari ujung tiang bubungan hingga tiang luar mengubah atap pelana datar
menjadi atap pinggul dengan bagian trapezoidal membujur dengan lima bubungan atap.
Rumah Joglo
Yang paling rumit dari ketiganya adalah atap rumah joglo. Jenis atap ini secara tradisional
merupakan tempat kediaman keluarga bangsawan. Saat ini pemiliknya tidak lagi terbatas pada
keluarga bangsawan, tapi siapa saja yang memiliki cukup dana untuk membangunnya. Sebab,
untuk membangun rumah joglo dibutuhkan bahan bangunan yang lebih banyak dan lebih mahal.
Selain itu, jika rumah joglo terjadi kerusakan, proses perbaikan tidak boleh mengubah bentuk
semula. Orang Jawa percaya, melanggar aturan ini akan menimbulkan pengaruh yang kurang
baik pada penghuni rumah.
Atap joglo memiliki beberapa ciri khas yang membedakan dari 2 jenis atap sebelumnya. Atap
utama lebih curam, sementara bubungan atap tidak sepanjang rumah limasan. Empat tiang utama
mendukung atap yang di atasnya terdapat susunan khas berupa tiang-tiang berlapis yang
diartikan sebagai tumpang sari.
Selain tiga bentuk utama rumah adat Jawa di atas, masih ada bentuk bangunan lain, seperti
bentuk masjid dan tajug serta rumah bentuk panggang-pe. Yang disebut terakhir ini tidak
berfungsi sebagai rumah, tetapi sesuai namanya (panggang berarti dipanaskan di atas api; pe
berarti dijemur di bawah terik matahari) berfungsi sebagai tempat untuk menjemur barang-
barang, seperti daun teh, pati, ketela pohon, dan lain-lain.
Rumah panggang-pe bisa juga berfungsi sebagai warung, gubug di tengah sawah untuk mengusir
burung, ataupun sebagai tempat berjualan di tengah pasar tradisional.
Pendapa adalah sebuah bangunan terbuka yang terletak di bagian depan gugus rumah. Bagian ini
merupakan daerah umum dari rumah tangga, tempat untuk berbagai pertemuan sosial dan
pagelaran upacara.
Sementara peringgitan bisa memiliki bentuk atap kampung atau limasan. Bagian ini
menghubungkan pendapa dengan omah. Peringgitan merupakan tempat wayang kulit
dipergelarkan pada peristiwa-peristiwa upacara dan pesta.
Satuan rumah adat Jawa yang paling dasar dikenal sebagai omah. Denahnya persegi panjang
dengan lantai ditinggikan. Daerah di bawah atap dibagi oleh bilah-bilah dinding menjadi daerah
dalam dan luar.
Daerah luar terdiri atas emperan luar yang digunakan untuk kegiatan-kegiatan umum. Di sini
biasanya juga disediakan amben bambu yang digunakan untuk berbaring atau tidur pada siang
hari. Sebuah pintu di dinding depan menghubungkan emperan ini dengan daerah dalem.
Dalem adalah bangunan tertutup dan dibagi lagi sepanjang poros utara-selatan menjadi daerah-
daerah yang berbeda. Pada model rumah kampung dan limasan, pembagian ini merupakan
sebuah perbedaan sederhana antara bagian depan dan belakang. Namun pada rumah joglo,
terdapat pembagian tiga yang lebih rumit, antara depan, tengah, dan belakang.
Bagian timur depan dalem adalah tempat berlangsungnya tugas-tugas keluarga dan tempat semua
anggota keluarga tidur pada sebuah ranjang bambu, sebelum pubertas anak-anak.
Bagian tengah dalem rumah joglo ditegaskan oleh empat tiang pokok. Saat ini, daerah itu tidak
memiliki kegunaan khusus, namun secara tradisional, daerah ini merupakan tempat pedupaan
dibakar sekali seminggu untuk menghormati Dewi Sri (dewi padi), juga merupakan tempat
pengantin pria dan wanita duduk pada upacara pernikahan.
Bagian belakang rumah terdiri atas tiga ruang tertutup yang disebut senthong. Senthong barat
merupakan tempat menyimpan beras dan hasil pertanian lain, sementara peralatan bertani
disimpan di sisi timur. Senthong tengah secara tradisional merupakan ruangan yang dihias
semewah mungkin dan dikenal sebagai tempat tinggal tetap Dewi Sri. Pasangan pengantin
terkadang tidur di sini.
Dapur terletak di luar omah dan secara khas merupakan bangunan bebas yang terletak dekat
sumur. Sumur sebagai penyedia air dikenal sebagai sumber kehidupan, dan selalu merupakan hal
pertama diselesaikan ketika membangun sebuah gugusan rumah baru. Sebagaimana ukuran dan
kekayaan keluarga tumbuh, bangunan-bangunan tambahan (gandhok) dapat ditambahkan.