Disusun Oleh :
20151050022
PENDAHULUAN
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Trigger finger (stenosing tenosynovitis) adalah kelainan yang umum
terjadi pada jari tangan, yang disebabkan oleh inflamasi sehingga terjadi
penebalan selubung tendon fleksor dan penyempitan pada celah selubung
retinakulum. Hal ini menyebabkan nyeri, bunyi klik (clicking sound) saat
jari fleksi dan ekstensi, serta kehilangan gerak atau terkunci (locking) pada
jari yang terkena.
B. Etiologi
Berbagai hal diduga merupakan penyebab terjadinya trigger finger,
namun penyebab pastinya belum diketahui. Trigger finger primer biasanya
idiopatik dan lebih sering didapat pada wanita usia 50 sampai 60 tahun serta
pada anak-anak. Sedangkan trigger finger sekunder terjadi akibat trauma
lokal (stress) dan proses degeneratif. Pergerakan jari terus-menerus dan
adanya trauma lokal pada jari diduga menjadi penyebab utama trigger
finger. Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara trigger
finger dengan pekerjaan, terutama yang membutuhkan pegangan yang kuat
pada sendi MCP dan fleksi pada tangan, seperti penggunaan alat-alat yang
menggunakan tangan (hand held tools). Namun hal ini masih dipertanyakan,
sebab beberapa penelitian yang lain tidak menemukan adanya hubungan
trigger finger dengan pekerjaan.
C. Patofisiologi
Trigger finger atau stenosing tenosynovitis terdapat pada pasien yang
memiliki gejala triggering pada jari-jari atau ibu jari. Hal Ini disebabkan
ketidakseimbangan antara volume selubung retinakulum dengan isinya.
Pada saat tendon fleksor bergerak ke arah selaput yang stenosis, maka
tendon akan terperangkap, menyebabkan jari-jari tidak mampu untuk fleksi
atau ekstensi. Pada kasus yang lebih berat, jari dapat terkunci pada posisi
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif meliputi penyesuaian aktivitas, obat anti
inflamasi non- steroid, imobilisasi sendi MCP, obat anestesi local, dan
injeksi kortikosteroid bila diperlukan. Bila terdapat aktivitas tertentu pada
pasien yang menunjukkan adanya hubungan dengan timbulnya trigger
finger maka sebaiknya aktifitas tersebut dihindari untuk mendapatkan
penyembuhan spontan tendovaginitis. Pada pasien-pasien yang tidak
mempunyai kontraindikasi seperti penyakit ginjal atau ulkus peptikum, obat
anti inflamasi nonsteroid dapat digunakan sebagai pengobatan inisial.
Penatalaksaan konvensional lainnya adalah pembidaian. Tujuan pembidaian
adalah sebagai imobilisasi, yaitu untuk mencegah terjadinya friksi akibat
pergerakan tendon fleksor melewati pulley A-1 yang terkena hingga proses
inflamasi mereda.
Bidai merupakan terapi yang sesuai untuk pasien yang menghindari
injeksi kortikosteroid. Penelitian pada pekerja yang diterapi dengan
pembidaian pada posisi ekstensi penuh di distal interphalangeal (DIP)
selama 6 minggu menunjukkan penurunan gejala pada lebih dari 50%
Teknik lain yang dapat digunakan untuk trigger finger antara lain
Ulnar superficialis slip resection (USSR) dan Reduksi fleksor tenoplasti.
Namun kedua teknik ini jarang digunakan sebab lebih ekstensif dengan
risiko komplikasi yang lebih besar. Komplikasi yang mungkin terjadi antara
lain Bowstringing, cedera nervus pada jari, infeksi, nyeri, ruptur tendon dan
terbentuknya jaringan parut serta release yang tidak adekuat pada pulley
PENGELOLAAN KASUS
A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama Pasien : An. MD
b. Tempat Tgl Lahir : 28 – 11 - 2014
c. Jenis Kelamin : Laki - laki
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : belum sekolah
f. Pekerjaan :-
g. Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
h. Alamat : Kwadungan RT. 2/I Kwadungan Ngawi
i. Diagnosa Medis : Trigger Finger Manus Digiti III
j. No. RM : 299487
k. Tanggal Masuk RS : 23 Januari 2017
2. Penanggung Jawab / Keluarga
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 29 – 9 – 1977
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Swasta
e. Alamat : Kwadungan RT. 2/I Kwadungan Ngawi
f. Hubungan : Ibu Kandung
g. Status perkawinan : Menikah
Keterangan :
: laki-laki
: perempuan
: garis pernikahan
: garis keturunan
: tinggal serumah
Nilai Skor
No Fungsi Skor Uraian Hari I Hari II Hari III
1. Mengendalikan 0 Tak terkendali/tak
rangsang defekasi teratur (perlu
(BAB) pencahar)
1 Kadang-kadang tak √ √ √
terkendali
2 Mandiri
2. Mengendalikan 0 Tak terkendali/pakai
rangsang kateter
berkemih (BAK) 1 Kadang-kadang tak √ √ √
terkendali (1x24 jam)
2 Mandiri
3. Membersihkan dir 0 Butuh pertolongan √ √ √
(cuci muka,sisisr orang lain
rambut,sikat gigi) 1 Mandiri
4.. Penggunaan 0 Tergantung
jamban, masuk pertolongan orang
dan keluar kai lain
celana,membersih 1 Perlu pertolongan √ √ √
kan,menyiram) pada beberapa
kegiatan tetapi dapat
mengerjakan sendiri
kegiatan yang lain
2 Mandiri
5. Makan 0 Tidak mampu √ √ √
1 Perlu ditolong
memotong makanan
2 Mandiri
6. Berubah sikap 0 Tidak mampu
dari berbaring ke 1 Perlu banyak bantuan
duduk untuk bisa duduk (2
orang)
2 Bantuan (2 orang)
3 Mandiri √ √ √
7. Berpindah atau 0 Tidak mampu
berjalan 1 Bisa (pindah) dengan
kursi roda
2 Berjalan dengan
bantuan 1 orang
3 Mandiri √ √ √
8. Memakai Baju 0 Tidak mampu √ √ √
1 Butuh bantuan
2 Mandiri
9. Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan √ √ √
2 Mandiri
10. Mandi 0 Tergantung orang
lain
1 Mandiri
Keterangan
20 : Mandiri 5-8 : Ketergantungan berat
12-19 : Ketergantungan ringan 0-4 : Ketergantungan total
9-11 : Ketergantungan Sedang
4
4-7 TAHUN 3
USIA
8-12 TAHUN 2
13-14 TAHUN 1
LAKI-LAKI 2 √ √ √
JENIS KELAMIN
PEREMPUAN 1
Kelainan Neurologi (
meningitis, encepalitis, 4
kejang dll dan atau gelisah
perubahan dan oksigenasi (
DIAGNOSA
diagnosis respiratorik kejang 3
dan atau gelisah)
gangguan psikiatri/perilaku 2
diagnosa lain 1 √ √ √
belum punya kontrol diri 3 √ √ √
GANGGUAN Lupa kondisi akan sakitnya 2
SKOR RESIKO JATUH
Tangal PENILAIAN 4 3 2 1
KETERANGAN:
16-20 : risiko rendah terjadi dekubitus
12-15 : risiko sedang terjadi decubitus
<12 : risiko tinggi terjadi dekubitus
SKOR
NO KEADAAN PASIEN SKOR
PENILAIAN
1. Kondisi Fisik Pasien
Baik 4 4
Lumayan 3
Buruk 2
Sangat buruk 1
2. Kesadaran
Composmentis 4 4
Apatis 3
Konfusi/sopor 2
Stupor/koma 1
3. Aktifitas
Ambulan 4 4
Ambulan dengan bantuan 3
Hanya bisa duduk 2
Tiduran 1
4. Mobilitas
Bergerak bebas 4 4
Sedikit terbatas 3
Sangat terbatas 2
Tidak bisa bergerak 1
5. Inkontinensia
Tidak ada 4 4
Kadang-kadang 3
Sering inkontinensia urine 2
Inkontinensia alvi dan urine 1
Skor total 24
16 – 20 : kecil sekali / tidak terjadi resiko dekubitus
12 – 15 : kemungkinan kecil terjadi resiko dekubitus
< 12 : besar sekali
Kesimpulan : kemungkinan besar tidak terjadi dekubitus
Pemeriksaan Keterangan
Fisik
Kulit Kulit tidak ada kelainan, warna kulit sawo
matang. Tidak ada lesi
Kepala Tidak terdapat luka dan perdarahan pada
kepala, hidung, telinga dan mata. Batle sign (-
).Distribusi warna rambut pasien hitam sedikit
berminyak, kulit kepala bersih, distribusi
rambut rata, tidak ada kerontokan dan tidak
terdapat benjolan pada kepala pasien.
Leher Bentuk leher simetris dengan warna integritas
sesuai dengan kulit yaitu kuning langsat, teraba
arteri karotis dengan pulsasi sangat jelas dan
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Tengkuk Tidak ada luka. Tidak ada kaku kuduk, tengkuk
terlihat simetris
Dada Inspeksi
Bentuk dada terlihat simetris, gerakan nafas,
kedalaman nafas dan irama nafas terlihat sama
antara kanan dan kiri. Tidak ada lesi ataupun
edema di bagian dada, serta warna kulit kuning
langsat.
Palpasi
Integritas kulit pasien baik, tidak ada nyeri
tekan dan ekspansi simetris. Teraba denyutan
aorta pada area jantung.
Perkusi
Bunyi perkusi resonan, yaitu jika bagian padat
lebih padat dari pada bagian yang ada udaranya,
jika bagian udara lebih besar dari bagian padat.
Pada perkusi jantung tidak terdengar adanya
pembesaran jantung artinya batas jantung ke
arah kiri dari mid strena normal (RIC pada 4,5
cm dan 8 cm)
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler pada bronkus dan trakea.
Terdengar bunyi jantung Lup Dup pada jantung
1 dan 2, tidak ada suara tambahan.
Punggung Tidak ada kelainan skoliosis maupun kifosis
pada pasien, dan punggung terlihat bersih, tidak
ada perubahan bentuk.
Abdomen Inspeksi
Saat dilakukan inspeksi tidak terlihat adanya
jejas atau memar pada abdomen dan terlihat
rata
Auskultasi
Bawah
Kekuatan otot ekstremitas bawah 5 kanan kiri.
Ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi bisa
dilakukan dengan baik.
Reflek :
Tidak terkaji. Karena pasien tidak mau
Sensorik
Tidak ada kelainan. Pasien merasakan semua
rangsangan
Keluhan utama :
Pasien mengatakan mulai merasakan nyeri pada luka operasi,
menangis, terpasang infuse Nacl 0,9% 500 cc, 20 tpm, fentanyl 3 mcg
atau dioplos 50 cc aqua injeksi diberikan 1 cc/jam. Pasien tidur
kembali. Terdapat luka operasi di telapak tangan kanan tertutup kassa
steril sepanjang 2 cm. Pasien menolak bila tangannya dipegang atau
dilihat, pasien juga menolak untuk menggerakkan jarinya.
Golongan darah O
15. Therapi
a. Rencana dilakukan release trigger finger manus D digiti III tanggal
24 Januari 2017
Pre Operasi
No Masalah Keperawatan NOC NIC Rasional
1. Resiko jatuh berhubungan Kejadian Jatuh 1. Identifikasi kekurangan baik Kehilangan kendali pada anak
dengan belum mempunyai Pencegahan jatuh kognitif atau fisik dari pasien prasekolah; anak usia
kontrol diri dan ruang yang Setelah dilakukan tindakan yang mungkin meningkatkan prasekolah menerima
tidak dikenal ( hospitalisasi) keperawatan selama perawatan potensi jatuh pada lingkungan keadaan masuk rumah sakit
ditandai dengan : tidak terjadi jatuh dengan tertentu. dengan rasa ketakutan. Jika
DS : criteria : 2. Identifikasi perilaku dan factor anak sangat ketakutan, ia
Keluarga mengatakan Kadang 1. Tidak jatuh saat berjalan yang mempengaruhi risiko dapat menampilkan perilaku
pasien agak gelisah di 2. Tidak jatuh saat berdiri jatuh. agresif, dari menggigit,
lingkungan baru, pasien tidak 3. Tidak jatuh dari tempat 3. Identifikasi karakteristik dari menendang-nendang, bahkan
mau di dalam kamar rawat inap, tidur lingkungan yang mungkin berlari keluar ruangan. Selain
karena melihat banyak orang 4. Tidak jatuh saaat meningkatkan potensi jatuh itu ada sebagian anak yang
sakit. Pasien selalu mengajak dipindahkan 4. Monitor gaya berjalan menganggapnya sebagai
keluar dari ruang rawat inap dan 5. Tidak jatuh saat ke kamar (terutama kecepatan) hukuman sehingga timbul
lari-lari di taman. mandi keseimbangan dan tingkat perasaan malu dan bersalah,
DO : kelelahan pasien. dipisahkan, merasa tidak
An. MD adalah seorang anak 5. Ajarkan pasien bagaimana aman dan kemandiriannya
laki-laki berusia 2 tahun yang kalau jatuh terhambat (Wong, 2003).
belum mempunyai control diri 6. Sediakan permukaan lantai Beberapa di antaranya akan
dan mempunyai riwayat jatuh yang tidak licin dan anti slip. menolak masuk rumah sakit
dari tempat tidur. 7. Sediakan permukaan lantai dan secara terbuka menangis
Pasien termasuk dalam pasien kamar mandi yang tidak licin. tidak mau dirawat. Ekspresi
No
Implementasi Evaluasi
Diagnosa
1 1. Identifikasi kekurangan baik Subjektif :
kognitif atau fisik dari pasien Ibu pasien mengatakan pasien
yang mungkin meningkatkan tidak terjatuh saat berjalan
potensi jatuh pada lingkungan Ibu pasien mengatakan pasien
tertentu. tidak jatuh saat berdiri
2. Identifikasi perilaku dan factor Objektif :
yang mempengaruhi risiko Pagar tempat tidur pasien
jatuh. terpasang
3. Identifikasi karakteristik dari Keluarga selalu mengawasi
lingkungan yang mungkin pasin
meningkatkan potensi jatuh Analisis :
4. Monitor gaya berjalan (terutama Masalah teratasi sebagian
kecepatan) keseimbangan dan Planing :
tingkat kelelahan pasien. Intervensi dilanjutkan
5. Ajarkan pasien bagaimana
kalau jatuh
6. Sediakan permukaan lantai
yang tidak licin dan anti slip.
7. Sediakan permukaan lantai
kamar mandi yang tidak licin.
8. Ajarkan kepada keluarga
mengenal factor resiko yang
berkontribusi terhadap adanya
kejadian jatuh
2 1. Kaji durasi, frekuensi, kualitas, Subjektif :
kuantitas, intensitas, atau -
beratnya nyeri dan faktor Objektif :
pencetus. Pasien menangis jika bagian
2. Ajarkan pasien menggunakan yang terdapat luka dipegang
teknik non farmakologi dalam Skala nyeri 4 (nyeri sedang)
menanggulangi nyeri yang dilihat dengan menggunakan
dirasakan skala nyeri (wajah)
3. Dorong pasien untuk Pasien mengikuti cara untuk
memonitor nyeri dan mengurangi nyeri, walaupun
menangani nyerinya dengan pasien sendiri belum
tepat mengerti apa manfaat dari
4. Observasi adanya petunjuk kegiatan tersebut.
nonverbal mengenai Analisis :
ketidaknyamanan Masalah teratasi sebagian
5. Gali bersama pasien faktor –
Data yang ditemukan pada pasien saat pengkajian adalah pasien memiliki
riwayat jari pasien pernah terjepit di tempat tidur saat berusia 4 bulan. Jari pasien
tidak bisa diluruskan sejak berusia 6 bulan. Ketika ibu pasien mencoba
meluruskan jari pasien saat tidur, pasien langsung menarik karena merasa nyeri.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, nyeri
terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai lamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. Setelah terjadi
fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui
dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot. Pemeriksaan rongten manus : tampak gambaran
trigger finger manus dextra digiti tiga. Keluhan nyeri pada pasien muncul pada
saat setelah operasi hal ini ditandai dengan pasien mengatakan mulai merasakan
nyeri pada luka operasi, menangis, terdapat luka operasi di telapak tangan kanan
tertutup kassa steril sepanjang 2 cm, pasien menolak bila tangannya dipegang atau
dilihat, pasien juga menolak untuk menggerakkan jarinya.
Intervensi keperwatan yang dapat mengurangi nyeri pada pasien adalah
dengan cara latihan relaksasi. Latihan relaksasi dapat meningkatkan beta-endorfin
dan menurunkan katekolamin yang mampu menghambat stimulus nyeri post
operasi. Latihan pernapasan dengan memanfaatkan bahan yang murah dapat
diterapkan dengan mudah di klinik. Slow deep breathing melalui penggunaan
tiupan gelembung dapat diterapkan pada anak usia 3 sampai 7 tahun. Slow deep
breathing dengan meniup difasilitasi dengan mengalihkan mainan dan kegiatan.
Instruksikan anak untuk mengambil napas dalam dan meniup keluar perlahan-
lahan. Untuk membantu memudahkan slow deep breathing pada anak-anak dapat
Green DP, Hotchkiss RN. Green’s operative hand surgery. Edisi ke-5. London:
Churchill Livingstone; 2005.
Notta A. Recherches sur une affection particuliere des gaines tendineuses de la
main. Arch Gen Med. 1850; 24:142.
Ryzewicz M, Moriatis J. Trigger digits: principles, management, and
complications. J Hand Surg. 2006; 31A:135- 46.
Makkouk HA, Oetgen EM. Trigger finger: etiology, evaluation, and treatment.
Curr Rev Musculoskelet Med. 2008; 1:92-6.
Hueston JT, Wilson WF. The etiology of trigger finger. J Hand Surg. 1972; 4:257-
60.
Saldana J. Trigger digits: diagnosis and treatment. J Am Acad Orthop Surg. 2001;
9:246-52.
Freiberg A, Mulholland RS, Levine R. Nonoperative treatment of trigger fingers
and thumbs. J Hand Surg. 1989; 14A: 553- 8.
Rhoades CE, Gelberman RH, Manjarris JF. Stenosing tenosynovitis of the fingers
and thumb: results of a prospective trial of steroid injection and splinting.
Clin Orthop. 1984; 190:236-8.
Benson LS, Ptaszek AJ. Injection versus surgery in the treatment of trigger finger.
J Hand Surg. 1997; 22A:138-44.
Koo RH, Lee KS, Min WB. Clinical experience of the percutaneous release for
trigger fingers. Korean J Anesthesiol. 2009 Jan; 56(1):60-5.
Sampson SP, Badalamente MA, Hurst LC, Seidman J. Pathobiology of the human
A1 pulley in trigger finger. J Hand Surg. 1991; 16A:714–21.
Peterson WW, Manske PR, Bollinger BA, Lesker PA, Mc-Carthy JA. Effect of
pulley excision on fleksor tendon biomechanics. J Orthop Res. 1986; 4:96-
101.
Lorthioir J. Surgical treatment of trigger finger by a subcutaneous method. J Bone
Joint Surg. 1958; 40A:793-5.
Pope DF, Wolfe SW. Safety and efficacy of percutaneous trigger finger release. J