Anda di halaman 1dari 40

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN AP DENGAN GANGGUAN

SISTEM MUSKULOSKLETAL : TRIGGER FINGER MANUD


DIGITI III DI RS ORTHOPEDY PROF DR. R. SOEHARSO
SURAKARTA

Disusun Oleh :

PUJI TRI HASTUTI

20151050022

PROGRAM PASCA SARJANA MAGISTER KEPERAWATAN


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
TAHUN 2017
BAB I

PENDAHULUAN

Trigger finger (stenosing tenosynovitis) adalah kelainan yang umum terjadi


pada jari tangan, yang disebabkan oleh inflamasi sehingga terjadi penebalan
selubung tendon fleksor dan penyempitan pada celah selubung retinakulum. Hal
ini menyebabkan nyeri, bunyi klik (clicking sound) saat jari fleksi dan ekstensi,
serta kehilangan gerak atau terkunci (locking) pada jari yang terkena. Istilah
trigger finger pertama kali dideskripsikan oleh Notta pada tahun 1850. Insiden
penyakit ini diperkirakan mencapai 28 kasus per 100.000 orang dalam populasi
setiap tahunnya. Diagnosis penyakit biasanya mudah, karena kebanyakan pasien
mengeluh jarinya clicking, locking atau triggering, tetapi proses patologis seperti
fraktur, tumor, dan trauma jaringan lunak lainnya harus di singkirkan terlebih
dahulu Sekitar 85% kasus trigger finger dapat disembuhkan dengan injeksi
kortikosteroid dan pemberian obat anti inflamasi non steroid, bila belum terdapat
nodul dan tidak terdapat kondisi komorbid yang lain seperti diabetes mellitus dan
rheumatoid arthritis. Sedangkan penatalaksanaan secara bedah yaitu dengan
insisi pulley A-1, dapat dilakukan dengan teknik terbuka atau perkutan.
Penatalaksanaan operatif dilakukan bila terapi konservatif gagal. Beberapa
pasien memerlukan prosedur yang ekstensif untuk mengurangi ukuran dari
selubung tendon fleksor. Pasien dengan rheumatoid arthritis lebih memerlukan
tenosynovectomy daripada A-1 pulley release. Pada anak-anak trigger ibu jari
dapat diatasi hanya dengan A-1 pulley release, tetapi jari-jari lain memerlukan
pembedahan yang lebih ekstensif Komplikasi penanganan trigger finger jarang
terjadi tetapi dapat timbul. Komplikasi yang mungkin terjadi antara lain ruptur
tendon, bowstringing, infeksi, deformitas fleksi, cedera nervus, dan rekurensi.
Secara keseluruhan pernah tercatat komplikasi akibat penatalaksanaan trigger
finger mencapai 3% dari seluruh kasus. Oleh karena itu, pengetahuan tentang
patofisiologi, faktor- faktor risiko dan penanganan yang bervariasi pada trigger
finger sangat diperlukan untuk memberikan terapi yang tepat bagi kesembuhan
pasien

Laporan Kasus : Trigger Finger | 2


BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian
Trigger finger (stenosing tenosynovitis) adalah kelainan yang umum
terjadi pada jari tangan, yang disebabkan oleh inflamasi sehingga terjadi
penebalan selubung tendon fleksor dan penyempitan pada celah selubung
retinakulum. Hal ini menyebabkan nyeri, bunyi klik (clicking sound) saat
jari fleksi dan ekstensi, serta kehilangan gerak atau terkunci (locking) pada
jari yang terkena.

B. Etiologi
Berbagai hal diduga merupakan penyebab terjadinya trigger finger,
namun penyebab pastinya belum diketahui. Trigger finger primer biasanya
idiopatik dan lebih sering didapat pada wanita usia 50 sampai 60 tahun serta
pada anak-anak. Sedangkan trigger finger sekunder terjadi akibat trauma
lokal (stress) dan proses degeneratif. Pergerakan jari terus-menerus dan
adanya trauma lokal pada jari diduga menjadi penyebab utama trigger
finger. Beberapa penelitian membuktikan adanya hubungan antara trigger
finger dengan pekerjaan, terutama yang membutuhkan pegangan yang kuat
pada sendi MCP dan fleksi pada tangan, seperti penggunaan alat-alat yang
menggunakan tangan (hand held tools). Namun hal ini masih dipertanyakan,
sebab beberapa penelitian yang lain tidak menemukan adanya hubungan
trigger finger dengan pekerjaan.

C. Patofisiologi
Trigger finger atau stenosing tenosynovitis terdapat pada pasien yang
memiliki gejala triggering pada jari-jari atau ibu jari. Hal Ini disebabkan
ketidakseimbangan antara volume selubung retinakulum dengan isinya.
Pada saat tendon fleksor bergerak ke arah selaput yang stenosis, maka
tendon akan terperangkap, menyebabkan jari-jari tidak mampu untuk fleksi
atau ekstensi. Pada kasus yang lebih berat, jari dapat terkunci pada posisi

Laporan Kasus : Trigger Finger | 3


fleksi sehingga memerlukan manipulasi pasif pada jari untuk menjadi
ekstensi. Pulley A-1 pada metakarpal merupakan pulley yang paling sering
terkena. Hal ini disebabkan karena lokasinya, pulley A-1 menerima tekanan
dan gesekan terbesar saat menggenggam maupun saat gerakan normal.
Gesekan berulang akibat gerakan tendon fleksor pada pulley A-1 akan
menyebabkan proses inflamasi dan hipertrofi (penebalan) baik pada tendon
fleksor maupun selubung retinakulum. Bahkan gesekan yang terus menerus
dapat menyebabkan timbulnya nodul pada permukaan tendon. Hal ini akan
mengakibatkan penyempitan pada celah selubung retinakulum dan secara
progresif akan membatasi gerakan tendon fleksor. Bila kondisi ini berlanjut
maka jari yang terkena akan kehilangan gerak atau terkunci (locking). Hasil
pemeriksaan histologi pulley A-1 dan tendon superfisial pada trigger finger
adalah metaplasia fibrocartilago. Sel-selnya memberikan hasil positif untuk
S-100, suatu protein yang ditemukan dalam kartilago. Pulley A-1 dapat
menjadi tiga kali lebih tebal, dan lapisan dalam dari pulley A-1 berubah
dari spindle shaped fibroblas dan sel-sel ovoid menjadi kondrosit.
Perubahan ini lebih dikenal sebagai tendovaginitis daripada tendosynovitis.
Hal ini disebabkan inflamasi patologis lebih banyak ditemukan pada
selubung retinakulum dan jaringan peritendinosus daripada di dalam
tenosynovium. Kedua istilah ini sering ditemukan secara bergantian dalam
literatur.

Gambar Sistem Pulley pada Jari. Tampak Pulley A-1 Mengalami


Locking. Pulley A-1 Merupakan Pulley yang Paling Sering Mengalami
Trigger finger.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 4


D. Manifestasi Klinis
Pada fase akut keluhan dapat berupa nyeri dan bengkak pada selubung
fleksor dan nyeri saat menggerakkan jari. Pada fase ini triggering tidak
terlihat, sehingga trigger finger harus dibedakan dengan adanya infeksi atau
trauma. Bila dilakukan injeksi lidokain ke selubung fleksor dan nyeri
berkurang serta jari dapat digerakkan secara aktif maupun pasif, maka
diagnosis trigger finger dapat ditegakkan. Pada pemeriksaan dapat
ditemukan adanya nodul pada MCP akibat edema intratendinosus. Nyeri
pada palmar base jari yang terlibat disertai adanya krepitasi pada palpasi
merupakan tanda awal tenosynovitis. Pasien biasanya mengalami kesulitan
untuk mengekstensikan jari-jari setelah mengepal (fleksi). Pada keadaan
yang lanjut, pasien memerlukan bantuan untuk mengekstensikan jari-jari.
Hal ini menimbulkan keengganan untuk menggerakkan jari secara penuh
disebabkan rasa nyeri atau terkunci, sehingga menyebabkan kontraktur
sekunder di daerah persendian PIP. Jika jari telunjuk (index) dan jari
kelingking yang terkena. Pemeriksaan radiologis tidak diperlukan pada
pasien yang tidak memiliki riwayat inflamasi dan trauma. Namun,
ultrasonografi dan MRI dapat membantu mendiagnosis pada gejala yang
tidak khas. Pada kedua pemeriksaan tersebut dapat ditemukan penebalan
pada selubung retinakulum dan tendon fleksor. Gejala klasik trigger finger
berupa jari menekuk dan terkunci. Awalnya pasien akan mengeluh jari-jari
berbunyi tanpa rasa sakit saat digerakkan dan secara progresif akan
menimbulkan nyeri yang terlokalisir mulai dari telapak tangan hingga
sendi-sendi metacarpophalangeal (MCP) atau proksimal interphalangeal
(PIP). Pasien akan mengeluh kekakuan pada sendi MCP dan PIP sampai
tidak dapat melakukan fleksi dan ekstensi.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 5


E. Klasifikasi
Terdapat beberapa klasifikasi trigger finger. Diantaranya klasifikasi
oleh Eastwood, Patel dan Moradia, Green serta Watanabe. Namun secara
umum klasifikasi tersebut memiliki kesamaan, yaitu berdasarkan derajat
beratnya gejala trigger finger. Klasifikasi yang umum dipakai adalah
menurut Green. Klasifikasi trigger finger menurut Green, yaitu:
1. Pretriggering, nyeri, riwayat catching tanpa bukti pada pemeriksaan
fisik, nyeri pada pulley A-1.
2. Aktif, terdapat catching, tetapi pasien dapat mengekstensi jari secara
aktif
3. Pasif, terdapat locking, memerlukan pasif ekstensi atau tidak dapat
fleksi aktif
4. Terdapat kontraktur fleksi pada sendi proximal interphalangeal
(PIP).

F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan konservatif meliputi penyesuaian aktivitas, obat anti
inflamasi non- steroid, imobilisasi sendi MCP, obat anestesi local, dan
injeksi kortikosteroid bila diperlukan. Bila terdapat aktivitas tertentu pada
pasien yang menunjukkan adanya hubungan dengan timbulnya trigger
finger maka sebaiknya aktifitas tersebut dihindari untuk mendapatkan
penyembuhan spontan tendovaginitis. Pada pasien-pasien yang tidak
mempunyai kontraindikasi seperti penyakit ginjal atau ulkus peptikum, obat
anti inflamasi nonsteroid dapat digunakan sebagai pengobatan inisial.
Penatalaksaan konvensional lainnya adalah pembidaian. Tujuan pembidaian
adalah sebagai imobilisasi, yaitu untuk mencegah terjadinya friksi akibat
pergerakan tendon fleksor melewati pulley A-1 yang terkena hingga proses
inflamasi mereda.
Bidai merupakan terapi yang sesuai untuk pasien yang menghindari
injeksi kortikosteroid. Penelitian pada pekerja yang diterapi dengan
pembidaian pada posisi ekstensi penuh di distal interphalangeal (DIP)
selama 6 minggu menunjukkan penurunan gejala pada lebih dari 50%

Laporan Kasus : Trigger Finger | 6


pasien. Pada penelitian yang lain, pembidaian pada MCP fleksi 10 -
15 derajat dengan sendi PIP dan DIP bebas menunjukkan perbaikan gejala
pada 65% pasien dalam 1 tahun. Pada pasien yang sangat terganggu
dengan gejala locking pada pagi hari, pembidaian pada sendi PIP malam
hari akan membantu. Pada pasien dengan triggering yang menetap dengan
gejala lebih dari 6 bulan dan banyak jari atau ibu jari yang terlibat, splinting
tidak banyak membantu. Splinting adalah pilihan yang baik untuk pasien
dengan gejala yang ringan yang tidak menginginkan injeksi steroid atau
sebagai terapi tambahan untuk injeksi.
Injeksi kortikosteroid long acting merupakan penanganan inisial untuk
trigger finger yang simptomatik. Injeksi pada selubung tendon fleksor yang
terlibat dapat menghilangkan gejala pada 60% hingga 92% dari jari yang

terkena.9 Betamethasone sodium phosphate adalah steroid pilihan karena


larut dalam air, tidak meninggalkan residu dalam selubung tendon, tidak
mengakibatkan tenosynovitis dan mengakibatkan sedikit nekrosis lemak jika
disuntikkan dalam jaringan sekitar selubung tendon. Kortikosteroid lain
seperti triamcinolone dan methylprednisolone juga dapat digunakan. Bila
gejala timbul lebih dari 4 atau 6 bulan, akan mengakibatkan berkurangnya
respon terhadap suntikan, dan memerlukan suntikan yang berulang-ulang.
Hal ini disebabkan ketidakmampuan kortikosteroid untuk merubah stenosis
akibat metaplasia fibrocartilago dari pulley A-1 pada saat sudah terbentuk.
Benson dan Ptaszek melaporkan keberhasilan hingga 60% pada suntikan
pertama. Setelah suntikan kedua, 36% asimptomatis selama 3 bulan. Dan
dari enam pasien yang disuntik ketiga kalinya, tidak satupun yang bebas
dari gejala trigger finger jangka panjang.
Teknik suntikan yang bervariasi telah dilakukan secara efektif. Palmar
dan lateral approach dapat digunakan untuk infiltrasi kortikosteroid dan
anestesi lokal ke dalam selubung tendon fleksor. Pasien harus mendapat
penjelasan bahwa nekrosis sel lemak dan depigmentasi kulit dapat timbul
akibat komplikasi dari injeksi subkutan. Injeksi ke dalam selubung tendon
biasanya tidak menimbulkan komplikasi, meskipun pernah dilaporkan
komplikasi berupa ruptur tendon da nekrosis kolagen akibat

Laporan Kasus : Trigger Finger | 7


injeksi intratendinosus yang kurang berhati-hati. Indikasi pembedahan
yaitu kegagalan terapi konservatif untuk mengatasi nyeri dan gejala yang
timbul. Waktu yang tepat untuk pembedahan masih kontroversial, namun
beberapa data penelitian menyebutkan sebaiknya dilakukan setelah terapi
injeksi steroid gagal.
Open release dari pulley A-1 telah digunakan untuk penanganan
trigger finger selama lebih dari 100 tahun. Operator lebih memilih release
pulley A-1 secara terbuka dengan anestesi lokal, sehingga hilangnya trigger
dapat dilihat intraoperatif sebelum penutupan luka. Dilakukan insisi
transversal, longitudinal atau oblik pada regio volar tangan diatas sendi
MCP dan pulley A-1. Diseksi tumpul diteruskan ke bawah hingga
ditemukan tendon fleksor dan pulley A-1, dengan sangat hati-hati untuk
menghindari neurovascular bundles yang terdapat pada sisi radial dan ulnar
selubung tendon. Neurovascular bundles pada sisi radial ibu jari
mempunyai resiko lebih besar untuk cedera karena berjalan secara oblik
ulnar melewati pulley A-1. Bundles ini terletak subkutan, kira-kira 1,19 mm
di bawah dermis pada lipatan MCP ibu jari dan dapat ditranseksi dengan
insisi kulit yang dalam. Pulley A-1 harus dilepas keseluruhan untuk
menghilangkan seluruh gejala trigger finger. Secara umum hanya penutupan
luka yang diperlukan setelah pembedahan. Beberapa pasien mengeluh nyeri
pada palmar atau kekakuan pada jari. Nyeri akibat insisi pada umumnya
akan hilang setelah beberapa waktu dan terkadang diperlukan pemijatan di
atas luka. Pada beberapa pasien memerlukan terapi okupasi.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 8


Gambar Penatalaksanaan Bedah Trigger Finger. Injeksi Anestesi
Lokal (1); Setelah Eksposure Pulley A-1 Dilakukan Insisi Longitudinal
pada Pulley (2); Release Sempurna pada A-1 Pulley, Diperiksa
Kemungkinan Masih Adanya Ketegangan (3); Traksi Tenolysis pada
Tendo FDP dan FDS Dilakukan untuk Menguji Kemungkinan
Triggering Sudah Tidak Ada (4).

Pada umumnya penatalaksanaan operatif A-1 pulley release memiliki


hasil yang sangat baik. Fungsi tangan yang normal dapat dipertahankan
hanya dengan pulley A-2 dan pulley A-4 yang intak. Peningkatan
kemampuan 10% untuk fleksi yang tampak setelah eksisi pulley A-1
sebenarnya tidak bisa dianggap signifikan secara klinis. Pulley A-2 tetap
harus dipertahankan untuk mencegah bowstringing dari tendon fleksor.
Cedera pulley A-2 dapat terjadi pada pemanjat tebing dan pada pasien yang
mengalami transeksi pulley A-2 akibat pembedahan. Didapatkan
kelemahan fungsi fleksi jari setelah eksisi dan tidak didapatkan gangguan
fungsi ekstensi pada sendi MCP. Release secara perkutaneus pada pulley A-
1 pertama kali diperkenalkan pada tahun 1958 oleh Lorthioir. Beberapa
instrumen diperlukan dalam prosedur ini termasuk jarum hypodermis,
tenotome dan pisau yang didesain khusus. Yang paling mengkhawatirkan
dari teknik perkutan adalah cedera nervus. Studi pada kadaver menunjukkan
bahwa nervus pada jari tengah dan ibu jari berada di antara 2-3 mm dari
tempat penusukan jarum. Pada teknik perkutan terkadang pulley tidak
terbelah secara sempurna.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 9


Beberapa literatur menyebutkan bahwa metode terbuka dan perkutan
dari A-1 pulley release lebih efektif dan aman untuk penanganan trigger
finger dibanding injeksi kortikosteroid. Para peneliti mendukung teknik
perkutan dengan keuntungan waktu prosedur yang singkat dibanding teknik
bedah terbuka (7 vs 11 menit), durasi nyeri post operatif yang pendek (3,1
vs 5,7 hari), penyembuhan fungsi tangan lebih cepat (7 vs 18 hari pasca
prosedur) dan lebih cepat kembali kerja (3,9 vs 7,5 hari).
Teknik perkutaneus sendiri dapat dilaksanakan di poliklinik. Setelah
bagian palmar jari disterilkan, dilanjutkan dengan injeksi anestesi lokal yang
dapat juga dicampur kortikosteroid. Pasien diminta untuk memfleksikan
jari yang terkena secara aktif. Kemudian jari dihiperekstensikan oleh
operator. Hal ini akan menarik selubung tendon fleksor langsung di bawah
kulit dan menggeser neurovascular bundles ke sisi lain. Jarum 18-gauge
atau alat lain ditusukkan di proksimal dari pulley A-1 dengan hati-hati dan
ditusukkan di tengah dari selubung tendon fleksor untuk menghindari
tertusuknya struktur neurovaskular dan untuk menembus kulit secara
perpendikular dengan ujung jarum paralel terhadap tendon. Alternatif lain
yaitu dengan menusukkan jarum lebih ke distal di tengah pulley dan mulai
dengan pelepasan proksimal dan distal.
Jarum dapat diinsersi dalam tendon dan dikonfirmasi dengan
pergerakan jarum pada saat pasien memfleksi dan mengekstensikan distal
phalangnya. Jarum ditarik perlahan-lahan sampai pergerakan berhenti.
Ujung jarum sekarang berada di pulley A-1. Pulley A-1 dipotong dengan
menggerakkan jarum ke arah depan dan belakang sesuai garis axis
longitudinal dari selubung tendon fleksor. Sensasi gesekan menandakan
kalau pulley A-1 sedang dipotong. Setelah yakin pulley telah cukup
terpotong maka jarum dapat ditarik dan pasien diminta untuk fleksi dan
ekstensi jari untuk menunjukkan telah bebas dari triggering.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 10


Jarum Diinsersikan 1-2 mm Distal dari Lekukan Metacarpophalangeal
pada Midline Jari. Jari Harus Diekstensikan secara Penuh untuk
Menghindari Cedera Nervus. Ujung Jarum Digerakkan Secara
Longitudinal untuk Memotong

Teknik lain yang dapat digunakan untuk trigger finger antara lain
Ulnar superficialis slip resection (USSR) dan Reduksi fleksor tenoplasti.
Namun kedua teknik ini jarang digunakan sebab lebih ekstensif dengan
risiko komplikasi yang lebih besar. Komplikasi yang mungkin terjadi antara
lain Bowstringing, cedera nervus pada jari, infeksi, nyeri, ruptur tendon dan
terbentuknya jaringan parut serta release yang tidak adekuat pada pulley

Gambar Tendon Normal dengan Sistem Pulley yang Intak (A);


Browstringing (B). Tendon Fleksor Browstring Melewati MCP ketika
Pulley A-1 dan A-2 Dibuang. Hal ini Meningkatkan Radius Pergeseran
dari Pusat MCP ke Tendon
Bowstringing yang terjadi setelah cedera pulley A-2, akan tampak
sebagai protrusi tendon fleksor ke dalam palmar dengan fleksi jari. Kadang
mengakibatkan rasa nyeri pada palmar dengan kegagalan ekstensi secara
penuh dan fleksi jari secara aktif

Laporan Kasus : Trigger Finger | 11


BAB III

PENGELOLAAN KASUS

Hari/Tanggal : Senin, 23 Januari 2017


Jam : 13.00 WIB
Tempat : Poliklinik Orthopedi RSO Prof. dr. R.
Soeharso Surakarta
Mahasiswa : Puji Tri Hastuti

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
a. Nama Pasien : An. MD
b. Tempat Tgl Lahir : 28 – 11 - 2014
c. Jenis Kelamin : Laki - laki
d. Agama : Islam
e. Pendidikan : belum sekolah
f. Pekerjaan :-
g. Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
h. Alamat : Kwadungan RT. 2/I Kwadungan Ngawi
i. Diagnosa Medis : Trigger Finger Manus Digiti III
j. No. RM : 299487
k. Tanggal Masuk RS : 23 Januari 2017
2. Penanggung Jawab / Keluarga
a. Nama : Ny. R
b. Umur : 29 – 9 – 1977
c. Pendidikan : SMA
d. Pekerjaan : Swasta
e. Alamat : Kwadungan RT. 2/I Kwadungan Ngawi
f. Hubungan : Ibu Kandung
g. Status perkawinan : Menikah

Laporan Kasus : Trigger Finger | 12


3. Riwayat Kesehatan
a. Riwayat Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat pengkajian
Ibu an. MD mengatakan bahwa jari tengah pada tangan
kanannya tidak bisa di luruskan, Sejak usia 6 bulan,
sebelumnya bisa diluruskan.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat usia 4 bulan tangan pasien terjepit tempat tidur yang
terbuat dari bambu ( “lincak” dalam bahasa jawa), setelah
terjepit bila tangan di luruskan berbunyi klik, dan anak
kesakitan menangis, sehingga orang tuanya enggan
meluruskan. 2 bulan kemudian saat anak usia 6 bulan tangan
pasien menjadi kaku tidak bisa di luruskan dan kesakitan bila
diluruskan. Bisa diluruskan saat anak tidur, tetapi ditarik
karena nyeri. Saat ini juga bisa diluruskan bila anak tidur,
tetapi merasa nyeri, tangannya langsung ditarik.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu
1) Prenatal care
Pemeriksaan kehamilan dilakukan di bidan setempat. Pertama
kali pada usia 2 bulan kehamilan. Kemudian tiap bulan 1 kali.
Sejak usia 8 bulan dilakukan 2 minggu sekali sampai
melahirkan. Tidak ada keluhan selama kehamilan. Tekanan
darah selalu normal, selitar 110/70 mmHg
2) Natal
Saat melahirkan ditolong oleh bidan setempat, dirumahnya
bidan ( di polindes). Saat itu tidak ada kesulitan dan tidak ada
perdarahan, lahir spontan dengan berat badan 2.900 gr,
panjang 49 cm dengan riwayat lahir langsung menangis tidak
ada kelainan dan hambatan persalinan.
3) Post Natal
Saat bayi, An. MD minum ASI murni hanya selama 2 bulan,
selanjutnya ASI dan PASI, karena ditinggal ibunya bekerja, an.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 13


MD diasuh oleh ayahnya dan neneknya. Sejak 6 bulan an MD
sudah di berikan makan bubur halus dan PASI. Nafsu makan
dan minum baik. Pasien selalu ditimbangkan di posyandu
setiap bulan, timbangannya selalu diarea hijau (di area aman).
Pasien tidak pernah menderita penyakita demam kejang, batuk
lama.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Keluarga tidak ada yang mempunyai riwayat penyakit menular,
diabetes, asma, jantung, anemia dan gangguan emosional.
Genogram

Keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: garis pernikahan

: garis keturunan

: tinggal serumah

Laporan Kasus : Trigger Finger | 14


5. Riwayat Imunisasi
JENIS WAKTU
NO REAKSI
IMUNISASI PEMBERIAN

1 BCG 1 kali, 0 bulan panas

4 kali ( usia 2,4,6,


2 DPT I,II,III,IV panas
24 bulan)

POLIO 6 kali (usia


3 Tidak ada
0,I,II,III,IV,V 0,2,4,6,24 bulan)

4 CAMPAK I 1 kali ( 9 bulan) panas

5 HEPATITIS B 3 kali (0,1,6 bulan) Tidak ada

6. Riwayat Tumbuh Kembang


Tumbang Keterangan
Pertumbuhan Fisik Berat badan pasien saat ini 12.5 kg dengan
tinggi badan 89 cm. Ibu pasien mengatakan
pasien mulai tumbuh gigi saat usia 6 bulan.
Perkembangan tiap tahap Pasien mulai miring kanan dan kiri pada
usia 3 bulan. Usia 5 bulan pasien sudah
mulai berguling. Usia 6 bulan pasien mulai
duduk dan merangkak di usia 8 bulan. Usia
11 bulan pasien sudah bisa berdiri, usia 12
bulan pasien sudah bisa berjalan dan
berbicara pada usia 14 bulan.
Riwayat Nutrisi ASI dari usia 0 – 6 bulan kemudian
dilanjutkan susu formula hingga saat ini.
Pasien mulai makan bubur halus usia 5
bulan, bubur kasar usia 8 bulan dan 9 bulan
makan nasi tim.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 15


7. Riwayat Psikososial
An, MD tinggal bersama kedua orang tuanya dan kakaknya yang sudah
sekolah di TK. Hidup di pedesaan, dekat dengan sekolah PAUD, masjid
dan TPA dan persawahan. Dekat dengan rumah kakek dan neneknya.an.
MD biasa bermain dengan tetangganya yang seumuran.
8. Riwayat Spritual
Orang tua termasuk orang beragama islam yang patuh dan
melaksanakan sholat 5 waktu sering berjamaah di masjid.
9. Reaksi Hospitalisasi
Orang tua mulai khawatir karena jarinya an. MD tidak bisa diluruskan.
Apalagi anak laki-laki, untuk masa depannya agar tidak ada rasa rendah
diri pada anak saat besar nanti Setelah diperiksakan di RS setempat,
kemudian di rujuk ke RSO Prof. DR. R. Soeharso Surakarta.
10. Kesehatan Fungsional
Aspek Keterangan
Kesehatan
Nutrisi Sebelum Sakit :
Pasien memiliki alergi makanan. Nafsu makan baik,
tidak ada kesulitan.
Selama Sakit :
Pasien makan 3 kali sehari, tidak ada mual, muntah,
nafsu makan baik. Diet TKTP
Eliminasi Sebelum
BAB tidak ada keluhan dan tidak ada kelainan, 1 x
1 sehari.
Selama Sakit
BAB : tidak ada keluhan, BAB 1 kali sehari
Aktivitas Sebelum Sakit
Keadaan aktivitas sehari – hari
Setiap hari bermain-main bersama teman sebaya
yang diasuh oleh ayah pasien dan terkadang dibantu
oleh neneknya. Sore hari jam 15.00 ibu pasien ikut
mengasuh sepulang dari kerja
Keadaan pernafasan
Pasien bernafas spontan, tidak mengalami gangguan
dan tidak menggunakan alat bantu.
Keadaan Kardiovaskuler
Tidak ada keluhan, tidak mempunyai penyakit
jantung kongenital.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 16


Selama Sakit
Keadaan aktivitas sehari – hari
Selama di rumah sakit, selama menunggu jadwal
operasi, pasien bisa bermain – main di ruang rawat
inap. Pasien ditunggu oleh ayah, ibu dan neneknya.
Keluarga mengatakan Kadang pasien agak gelisah
di lingkungan baru, pasien tidak mau di dalam
kamar rawat inap, karena melihat banyak orang
sakit. Pasien selalu mengajak keluar dari ruang
rawat inap dan lari-lari di taman.
Keadaan pernafasan
Pernafasan normal, tidak ada suara nafas tambahan.
RR : 32 x/menit ( saat tidur )
Keadaan kardiovaskuler
Terdengar suara lup dup di S1 S2, tidak teraba
adanya pembengkakan pada jantung. Nadi : 90
x/menit saat tidur )
Istirahat Tidur Sebelum sakit
Pasien tidur 10 – 12 jam sehari, tidak ada kesulitan
dan gangguan tidur
Selama sakit
Pasien bisa tidur 10 – 12 jam sehari, sekali kali
mengeluh nyeri pinggang bila mau ganti posisi
tidur.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 17


11. Skala Ketergantungan
Tabel 3.1 Penilaian Status Fungsional (Barthel Index)
Pasien An MD di Ruang Ceplok Sriwedari RSO Prof. Dr. R.
Surakarta Tanggal 23 Januari 2017

Nilai Skor
No Fungsi Skor Uraian Hari I Hari II Hari III
1. Mengendalikan 0 Tak terkendali/tak
rangsang defekasi teratur (perlu
(BAB) pencahar)
1 Kadang-kadang tak √ √ √
terkendali
2 Mandiri
2. Mengendalikan 0 Tak terkendali/pakai
rangsang kateter
berkemih (BAK) 1 Kadang-kadang tak √ √ √
terkendali (1x24 jam)
2 Mandiri
3. Membersihkan dir 0 Butuh pertolongan √ √ √
(cuci muka,sisisr orang lain
rambut,sikat gigi) 1 Mandiri
4.. Penggunaan 0 Tergantung
jamban, masuk pertolongan orang
dan keluar kai lain
celana,membersih 1 Perlu pertolongan √ √ √
kan,menyiram) pada beberapa
kegiatan tetapi dapat
mengerjakan sendiri
kegiatan yang lain
2 Mandiri
5. Makan 0 Tidak mampu √ √ √
1 Perlu ditolong
memotong makanan
2 Mandiri
6. Berubah sikap 0 Tidak mampu
dari berbaring ke 1 Perlu banyak bantuan
duduk untuk bisa duduk (2
orang)
2 Bantuan (2 orang)
3 Mandiri √ √ √
7. Berpindah atau 0 Tidak mampu
berjalan 1 Bisa (pindah) dengan
kursi roda
2 Berjalan dengan
bantuan 1 orang
3 Mandiri √ √ √
8. Memakai Baju 0 Tidak mampu √ √ √
1 Butuh bantuan
2 Mandiri
9. Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan √ √ √
2 Mandiri
10. Mandi 0 Tergantung orang
lain
1 Mandiri

Laporan Kasus : Trigger Finger | 18


Total Skor 10 10 10
Tingkat Ketergantungan Ketergantungan sedang
Paraf & Nama Perawat Puji puji Puji
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

Keterangan
20 : Mandiri 5-8 : Ketergantungan berat
12-19 : Ketergantungan ringan 0-4 : Ketergantungan total
9-11 : Ketergantungan Sedang

Laporan Kasus : Trigger Finger | 19


Tabel Pengkajian Resiko Jatuh Anak
Tabel 3.2 Pengkajian Resiko Jatuh Anak
Pasien An. MD di Ruang Ceplok Sriwedari Rumah Sakit RSO
Prof. Dr. R Soeharso Surakarta Tanggal 23 Januari 2017

23- 24- 25-


PENILAIAN RESIKO TGL
01 01 01
JATUH /JAM
2017 2017 2017
0-3 TAHUN √ √ √

4
4-7 TAHUN 3
USIA
8-12 TAHUN 2
13-14 TAHUN 1
LAKI-LAKI 2 √ √ √
JENIS KELAMIN
PEREMPUAN 1
Kelainan Neurologi (
meningitis, encepalitis, 4
kejang dll dan atau gelisah
perubahan dan oksigenasi (
DIAGNOSA
diagnosis respiratorik kejang 3
dan atau gelisah)
gangguan psikiatri/perilaku 2
diagnosa lain 1 √ √ √
belum punya kontrol diri 3 √ √ √
GANGGUAN Lupa kondisi akan sakitnya 2
SKOR RESIKO JATUH

KOGNITIF Orientasi terhadap


1
kemampuannya sendiri
Riwayat jatuh dari tempat
4 √ √ √
tidur sebelumnya
Pasien pernah jatuh selain
3
ditempat tidur
FAKTOR
Pasien pernah jatuh saat
LINGKUNGAN
ditempatkan di tempat tidur 2
sendiri
pasien jatuh saat diluar
1
rumah
dalam 24 jam 3 √
Respon terhadap
Dalam 48 jam 2 √
Tindakan operasi (
>48 jam / tidak menjalani
anestesi, sedasi) 1 √
operasi
penggunaan multiple
sedative, obat hypnosis,
Penggunaan obat barbiturat, fenitiazin, 3 √
antidepresan, pencahar,
diuretik
Penggunaan obat salah satu
2
diatas
Obat lain/tidak
1 √ √
menggunakan obat
SKOR TOTAL 51 16 20 17
Tingkat Resiko Jatuh RT RT RT
Paraf & Nama Perawat PUJI PUJI PUJI
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

Resiko Tinggi : 12 – 23 , Resiko Ringan : 7 - 11

Laporan Kasus : Trigger Finger | 20


Tabel Pengkajian Resiko Luka Dekubitus
Tabel 3.3 Tabel Resiko Luka Dekubitus (Skala Norton)
Pasien An. MD di Ruang Ceplok Sriwedari Rumah Sakit dr. Soeharso
Orthopedi Surakarta
Tanggal 23 Januari 2017

Tangal PENILAIAN 4 3 2 1

Kondisi fisik Baik Sedang Buruk Sangat buruk


Status mental Sadar Apatis Bingung Stupor
Aktifitas Jalan Jalan dengan Kursi Ditempat
sendiri bantuan roda tidur
Mobilitas Bebas Agak terbatas Sangat Tidak mampu
bergerak terbatas brgerak
Inkontensia Kadang- Selalu Inkontinensia
Kontinen kadang inkontine urin & Alvi
int/kontinensia nsia urin
Skor 20
Total Skor 20 ( resiko rendah )
Paraf & Nama Perawat PUJI
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

KETERANGAN:
16-20 : risiko rendah terjadi dekubitus
12-15 : risiko sedang terjadi decubitus
<12 : risiko tinggi terjadi dekubitus

Laporan Kasus : Trigger Finger | 21


12. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
 Kesadaran : compos mentis, GCS : 4-5-6
 Status Gizi : TB = 89 cm BB = 12,5 Kg IMT = BB/TB
= 12,5/0,79 = 15,8
 Tanda Vital : Nadi : 90 x/mnt, Suhu : 36° C, RR 32 x/mnt
 Pengkajian Skala Norton

SKOR
NO KEADAAN PASIEN SKOR
PENILAIAN
1. Kondisi Fisik Pasien
Baik 4 4
Lumayan 3
Buruk 2
Sangat buruk 1
2. Kesadaran
Composmentis 4 4
Apatis 3
Konfusi/sopor 2
Stupor/koma 1
3. Aktifitas
Ambulan 4 4
Ambulan dengan bantuan 3
Hanya bisa duduk 2
Tiduran 1
4. Mobilitas
Bergerak bebas 4 4
Sedikit terbatas 3
Sangat terbatas 2
Tidak bisa bergerak 1
5. Inkontinensia
Tidak ada 4 4
Kadang-kadang 3
Sering inkontinensia urine 2
Inkontinensia alvi dan urine 1
Skor total 24
 16 – 20 : kecil sekali / tidak terjadi resiko dekubitus
 12 – 15 : kemungkinan kecil terjadi resiko dekubitus
 < 12 : besar sekali
 Kesimpulan : kemungkinan besar tidak terjadi dekubitus

Laporan Kasus : Trigger Finger | 22


b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)

Pemeriksaan Keterangan
Fisik
Kulit Kulit tidak ada kelainan, warna kulit sawo
matang. Tidak ada lesi
Kepala Tidak terdapat luka dan perdarahan pada
kepala, hidung, telinga dan mata. Batle sign (-
).Distribusi warna rambut pasien hitam sedikit
berminyak, kulit kepala bersih, distribusi
rambut rata, tidak ada kerontokan dan tidak
terdapat benjolan pada kepala pasien.
Leher Bentuk leher simetris dengan warna integritas
sesuai dengan kulit yaitu kuning langsat, teraba
arteri karotis dengan pulsasi sangat jelas dan
tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
Tengkuk Tidak ada luka. Tidak ada kaku kuduk, tengkuk
terlihat simetris
Dada Inspeksi
Bentuk dada terlihat simetris, gerakan nafas,
kedalaman nafas dan irama nafas terlihat sama
antara kanan dan kiri. Tidak ada lesi ataupun
edema di bagian dada, serta warna kulit kuning
langsat.
Palpasi
Integritas kulit pasien baik, tidak ada nyeri
tekan dan ekspansi simetris. Teraba denyutan
aorta pada area jantung.
Perkusi
Bunyi perkusi resonan, yaitu jika bagian padat
lebih padat dari pada bagian yang ada udaranya,
jika bagian udara lebih besar dari bagian padat.
Pada perkusi jantung tidak terdengar adanya
pembesaran jantung artinya batas jantung ke
arah kiri dari mid strena normal (RIC pada 4,5
cm dan 8 cm)
Auskultasi
Bunyi nafas vesikuler pada bronkus dan trakea.
Terdengar bunyi jantung Lup Dup pada jantung
1 dan 2, tidak ada suara tambahan.
Punggung Tidak ada kelainan skoliosis maupun kifosis
pada pasien, dan punggung terlihat bersih, tidak
ada perubahan bentuk.
Abdomen Inspeksi
Saat dilakukan inspeksi tidak terlihat adanya
jejas atau memar pada abdomen dan terlihat
rata
Auskultasi

Laporan Kasus : Trigger Finger | 23


Terdengar suara peristaltik 14 x/menit
Perkusi
Terdengar pekak di kuadran 1 dan 3, terdengar
tympani di kuaadran 2 dan 4
Palpasi
Tidak ada sakit di semua kuadran
Panggul Panggul pasien terlihat normal, ada nyeri tekan
pada panggul kiri ketika dilakukan pemeriksaan
Anus dan Rectum Tidak terkaji
Ekstrimitas Atas
Kekuatan otot ekstremitas atas 5 kanan dan kiri.
Fleksi ekstensi bisa dilakukan dengan baik.
Pada tangan kanan, pada jari tengah pada ruas 2
bengkok tidak bisa di luruskan. Ektensi pada
manus sinistra digiti 3 tidak bisa.
Manus digiti III
Look :
Tampak digiti III dextra bengkok pada ruas
kedua
Feel :
Pasien menolak untuk meluruskan jarinya atau
menggenggam
Move :
Kontraktur, tidak bisa diluruskan atau ditekuk
untuk menggenggam.

Bawah
Kekuatan otot ekstremitas bawah 5 kanan kiri.
Ekstensi, abduksi, adduksi, rotasi bisa
dilakukan dengan baik.
Reflek :
Tidak terkaji. Karena pasien tidak mau
Sensorik
Tidak ada kelainan. Pasien merasakan semua
rangsangan

Laporan Kasus : Trigger Finger | 24


13. Pengkajian Tambahan
PENGKAJIAN INTRA OPERASI
Selasa, 24 Januari 2017 jam 09.00)
Persiapan operasi di 1. Inform consent pembedahan dan
pembiusan sudah ditanda tangani oleh
ruang Ceplok Sri
Ny R, sebagai saksi Ibu yang mewakili
Wedari pasien dan perawat ruangan.
2. Daftar di kamar operasi sudah
terjadwal Selasa jam 09.00 WIB tgl 24
Januari 2017 di kamar operasi Wijaya
Kusuma dengan operator dr. ABS,
Sp.OT
3. Puasa mulai jam 03.00 (minimal 6
jam).
4. Konsul anestesi sudah : rencana
dilakukan Anestesi General
5. Profilaksis Cefazolin 300 mg. Obat-
obatan sudah di bawakan
6. Tanda – tanda vital : Nadi : 94
kali/menit, suhu : 36,3 °C, RR : 24
kali/menit.
7. Cheklis timbang terima ditanda tangani
oleh perawat ruangan.
Persiapan Operasi di 1. Timbang terima perawat ruangan dan
perawat kamar operasi
Kamar Operasi
2. Ganti baju pasien untuk khusus pakaian
di kamar operasi
3. Surgical safety cheklis : sign in
4. Persiapan tim :
a. Anggota tim steril : operator
(SpOT , asisten operator, intrumen
: residen SpOT dan scrub ners
b. Anggota tim tidak steril : dokter
anestesi dan residen anestesi,
perawat sirkulasi.
c. Alat – alat steril, lingkungan steril
Penatalaksanaan 1. Identifikasi pasien
2. Memberikan dukungan mental dan
Intra Operasi
penjelasan pada orang tua pasien
bahwa akan segera dilakukan
pembiusan dan operasi.
3. Dokter anestesi memberikan inhalasi
anestesi
4. Memasang alat-alat pemantau
hemodinamik, alat monitoring, EKG,
thermometer. Jam 08.45, HR:
104x/mnt, RR : 28x/menit, suhu :

Laporan Kasus : Trigger Finger | 25


36,2 °C, SpO2: 98 %. gambaran EKG
: sinus, regular.
5. Memasang Infus Nacl 0,9% 30 tpm
6. Membantu melaksanakan pembiusan
yang dilakukan oleh dokter anastesi
7. Memasang infuse tambahan (2 line) :
1. Nacl 0,9 % 500 ml, 2. Fentanyl 30
mcg/gr dalam Nacl 0,9% 500 ml.
8. Kemudian dokter anestesi
memberikan obat anestesi :
midazolam 1 mg, fentanyl 30 mcg,
antrocurium 5 mg
9. Mengatur posisi pasien di meja
operasi dengan posisi supinasi. Atur
posisi kepala aman dan nyaman, dan
mudah melakukan pertolongan bila
ada sumbatan jalan nafas, sirkulasi
darah dan pernafasan adekuat.
10. Menyiapkan bahan / alat untuk
antisepsis daerah pembedahan
11. Membersihkan dan Menyiapkan
Kulit, dilakukan disinfeksi.
12. Penutupan Daerah Steril dengan
memasang duk steril / drapping
13. TIME OUT dilakukan, semua siap.
14. Incisi kulit di mulai
15. Dilakukan release
16. Irigasi, drainase
17. Luka di jahit
18. Penutupan luka pembedahan dengan
kasa steril, sekitar luka dibersihkan
dari bekas-bekas bekuan darah
dengan NaCl 0,9 % kemudian
diplester.
19. Perawatan Drainase
20. Memindahkan pasien ke brancart
dengan posisi supinasi, dengan
mempertahankan sirkulasi darah dan
pernafasan aman.
21. Operasi selesei, pindah ke recovery
room. (sign out)
PENGKAJIAN POST OPERASI DI RUANGAN CEPLOK SRI
WEDARI (Selasa, 24 januari 2017, jam 11.45)
1. Pasien post op diterima di recovery room
2. Mengatur Posisi kepala pasien sejajar dan kepala dimiringkan
3. Memasang pengaman pada tempat tidur, memasang oksigen 3

Laporan Kasus : Trigger Finger | 26


lpm, memasang monitor.
4. Mengobservasi adanya muntah
5. Memonitor tanda vital : Nadi : 90 x/mnt, respirasi : 22 x/menit,
suhu : 35,6°C.
6. Memberikan selimut.
7. Cairan infuse terpasang : infuse Nacl 0,9, 500 ml 20 tpm
8. Memberikan Fentanyl 15/gr/jam pada cairan infus

Keluhan utama :
Pasien mengatakan mulai merasakan nyeri pada luka operasi,
menangis, terpasang infuse Nacl 0,9% 500 cc, 20 tpm, fentanyl 3 mcg
atau dioplos 50 cc aqua injeksi diberikan 1 cc/jam. Pasien tidur
kembali. Terdapat luka operasi di telapak tangan kanan tertutup kassa
steril sepanjang 2 cm. Pasien menolak bila tangannya dipegang atau
dilihat, pasien juga menolak untuk menggerakkan jarinya.

14. Pemeriksaan Penunjang


a. Radiologi
Pemeriksaan rongten manus : tampak gambaran trigger finger
manus dextra digiti 3

Laporan Kasus : Trigger Finger | 27


b. Laboraturium
Pemeriksaan Tanggal 23 -01-2017

No Jenis Pemeriksaan Hasil (satuan) Normal


1. HEMATOLOGI
Haemoglobin 14,0 gr/dl 11,5 – 14,5 gr/dl
Hematokrit 42% 37 - 45
Lekosit 9000/UL 4.000 – 10.000
Eritrosit 5,0 juta/UL 4 – 5,4
Trombosit 294.000/UL 200.000 – 400.000
2. HEMOSTASIS
Protrombin (PT) 13,7 detik 10 – 14
INR 1,12
APTT 35,3 detik 16 – 36
3. IMUNOSEROLOGI
HBsAg Negative
4. KIMIA KLINIK
Glukosa Darah Sewaktu 107 mg/dl <120

Golongan darah O

15. Therapi
a. Rencana dilakukan release trigger finger manus D digiti III tanggal
24 Januari 2017

Laporan Kasus : Trigger Finger | 28


B. Analisa Data

ANALISA DATA PENYEBAB MASALAH


Pre operasi
DS : Belum Resiko jatuh
Keluarga mengatakan Kadang mempunyai
pasien agak gelisah di lingkungan control diri
baru, pasien tidak mau di dalam
kamar rawat inap, karena melihat
banyak orang sakit. Pasien selalu
mengajak keluar dari ruang rawat
inap dan lari-lari di taman.
DO :
An. MD adalah seorang anak laki-
laki berusia 2 tahun yang belum
mempunyai control diri dan
mempunyai riwayat jatuh dari
tempat tidur.
Pasien termasuk dalam pasien
yang mempunyai resiko tinggi
jatuh dengan skore 16.
Post Operasi
DS: Discontinuitas Nyeri akut
(Selasa, 24 januari 2017, jam jaringan
11.45) Pasien mengatakan mulai
merasakan nyeri pada luka operasi,
menangis.
DO :
Terdapat luka operasi di telapak
tangan kanan tertutup kassa steril
sepanjang 2 cm
Pasien menolak bila tangannya
dipegang atau dilihat, pasien juga
menolak untuk menggerakkan
jarinya.
DO : Pajanan Patogen Resiko infeksi
Terdapat luka operasi di telapak
tangan kanan tertutup kassa steril
sepanjang 2 cm

C. Diagnosa Keperawatan (Sesuai Prioritas Masalah)


1. Resiko jatuh berhubungan dengan belum mempunyai control diri.
2. Nyeri akut berhubungan dengan discontinuitas jaringan
3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka operasi

Laporan Kasus : Trigger Finger | 29


NURSING CARE PLAN

Pre Operasi
No Masalah Keperawatan NOC NIC Rasional
1. Resiko jatuh berhubungan Kejadian Jatuh 1. Identifikasi kekurangan baik Kehilangan kendali pada anak
dengan belum mempunyai Pencegahan jatuh kognitif atau fisik dari pasien prasekolah; anak usia
kontrol diri dan ruang yang Setelah dilakukan tindakan yang mungkin meningkatkan prasekolah menerima
tidak dikenal ( hospitalisasi) keperawatan selama perawatan potensi jatuh pada lingkungan keadaan masuk rumah sakit
ditandai dengan : tidak terjadi jatuh dengan tertentu. dengan rasa ketakutan. Jika
DS : criteria : 2. Identifikasi perilaku dan factor anak sangat ketakutan, ia
Keluarga mengatakan Kadang 1. Tidak jatuh saat berjalan yang mempengaruhi risiko dapat menampilkan perilaku
pasien agak gelisah di 2. Tidak jatuh saat berdiri jatuh. agresif, dari menggigit,
lingkungan baru, pasien tidak 3. Tidak jatuh dari tempat 3. Identifikasi karakteristik dari menendang-nendang, bahkan
mau di dalam kamar rawat inap, tidur lingkungan yang mungkin berlari keluar ruangan. Selain
karena melihat banyak orang 4. Tidak jatuh saaat meningkatkan potensi jatuh itu ada sebagian anak yang
sakit. Pasien selalu mengajak dipindahkan 4. Monitor gaya berjalan menganggapnya sebagai
keluar dari ruang rawat inap dan 5. Tidak jatuh saat ke kamar (terutama kecepatan) hukuman sehingga timbul
lari-lari di taman. mandi keseimbangan dan tingkat perasaan malu dan bersalah,
DO : kelelahan pasien. dipisahkan, merasa tidak
An. MD adalah seorang anak 5. Ajarkan pasien bagaimana aman dan kemandiriannya
laki-laki berusia 2 tahun yang kalau jatuh terhambat (Wong, 2003).
belum mempunyai control diri 6. Sediakan permukaan lantai Beberapa di antaranya akan
dan mempunyai riwayat jatuh yang tidak licin dan anti slip. menolak masuk rumah sakit
dari tempat tidur. 7. Sediakan permukaan lantai dan secara terbuka menangis
Pasien termasuk dalam pasien kamar mandi yang tidak licin. tidak mau dirawat. Ekspresi

Laporan Kasus : Trigger Finger | 30


yang mempunyai resiko tinggi 8. Ajarkan kepada keluarga verbal yang ditampilkan
jatuh dengan skore 16. mengenal factor resiko yang seperti mengucapkan kata-
berkontribusi terhadap adanya kata marah, tidak mau bekerja
kejadian jatuh sama dengan perawat, dan
ketergantungan pada orang
tua. Biasanya anak akan
bertanya karena bingung dan
tidak mengetahui keadaan di
sekelilingnya. Selain itu, anak
juga akan menangis,
bingung, khususnya bila
keluar darah atau mengalami
nyeri pada anggota tubuhnya.
Ditambah lagi, beberapa
prosedur medis dapat
membuat anak semakin
takut, cemas, dan stress

Laporan Kasus : Trigger Finger | 31


Post Operasi
No Masalah Keperawatan NOC NIC Rasional
2 Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan Kontrol nyeri Evidance Based Nursing
discontinuitas jaringan ditandai dengan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri Latihan relaksasi dapat
DS: pada pasien selama 2x24 komperhensif meliputi, meningkatkan beta-
(Selasa, 24 januari 2017, jam 11.45) jam nyeri pasien lokasi, karakteristik nyeri, endorfin dan menurunkan
Pasien mengatakan mulai merasakan berkurang dengan onset/durasi, frekuensi, katekolamin yang mampu
nyeri pada luka operasi, menangis. kriteria hasil sebagai kualitas, kuantitas, intensitas, menghambat stimulus
DO : berikut : atau beratnya nyeri dan nyeri post operasi.
Terdapat luka operasi di telapak tangan Kontrol nyeri faktor pencetus. Latihan pernapasan
kanan tertutup kassa steril sepanjang 2 - Pasien melaporkan 2. Ajarkan pasien dengan memanfaatkan
cm kapan nyerinya terjadi menggunakan teknik non bahan yang murah dapat
Pasien menolak bila tangannya dipegang (skala 5 : pengetahuan farmakologi dalam diterapkan dengan mudah
atau dilihat, pasien juga menolak untuk pasien banyak) menanggulangi nyeri yang di klinik. Slow deep
menggerakkan jarinya. - Pasien mampu dirasakan breathing melalui
menyebutkan faktor 3. Dorong pasien untuk penggunaan tiupan
penyebab nyeri yang memonitor nyeri dan gelembung dapat
dialami (skala 5 : menangani nyerinya dengan diterapkan pada anak usia
pengetahuan pasien tepat 3 sampai 7 tahun. Slow
banyak) 4. Observasi adanya petunjuk deep breathing dengan
- Pasien melaporkan nonverbal mengenai meniup difasilitasi
nyerinya terkontrol ketidaknyamanan dengan mengalihkan
atau berkurang dengan 5. Gali bersama pasien faktor – mainan dan kegiatan.
menggunakan teknik faktor yang dapat Instruksikan anak untuk
non farmakologi skala menurunkan atau mengambil napas dalam
nyeri berkurang dari memperberat nyeri dan meniup keluar
skala nyeri 3 menjadi perlahan-lahan. Untuk
0 (skala 5 : membantu memudahkan

Laporan Kasus : Trigger Finger | 32


pengetahuan pasien slow deep breathing pada
banyak) anak-anak dapat
dilakukan dengan
menggunakan alat bantu
misalnya gelembung,
baling-baling dan balon
(Taddio.et.al, 2009).

Laporan Kasus : Trigger Finger | 33


Post Operasi
No Masalah Keperawatan NOC NIC Rasional
3 Resiko infeksi berhubungan dengan Setelah dilakukan Perlindungan Infeksi Tindakan mencuci tangan
pajanan patogen tindakan keperawatan 1. Monitor adanya tanda mutlak harus dilakukan
Data Subjektif : pada pasien selama 2x24 infeksi ketika beralih dari pasien
- jam nyeri pasien 2. Pertahankan teknik asepsis yang satu ke pasien
Data Objektif : berkurang dengan 3. Periksa kulit untuk melihat lainnya saat memberikan
Ada pembedahan di area telapak tangan kriteria hasil sebagai adanya kemerahan, hangat perawatan dan saat
kanan. berikut : 4. Periksa kondisi luka sebelum serta sesudah
Usia anak 2 tahun adalah fase bermain Perlindungan Infeksi pembedahan menangani setiap bagian
- Tidak ada tanda tanda 5. Anjurkan pasien beristirahat dari kateter atau sistem
infeksi 6. Instruksikan pasien dan drainase untuk
- Tidak ada bantuan keluarga untuk mengurangi penularan
kemerahan, tidak minum antibiotik yang infeksi. Teknik mencuci
hangat pada daerah diresepkan tangan harus dilakukan
luka dengan benar. Saanin
- Tanda – tanda vital (2000), menegaskan
pasien dalam rentang bahwa teknik aseptik
normal harus dipertahankan
terutama saat perawatan
drainase untuk mencegah
kontaminasi dengan
mikroorganisme.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 34


IMPLEMENTASI DAN EVALUASI

No
Implementasi Evaluasi
Diagnosa
1 1. Identifikasi kekurangan baik Subjektif :
kognitif atau fisik dari pasien Ibu pasien mengatakan pasien
yang mungkin meningkatkan tidak terjatuh saat berjalan
potensi jatuh pada lingkungan Ibu pasien mengatakan pasien
tertentu. tidak jatuh saat berdiri
2. Identifikasi perilaku dan factor Objektif :
yang mempengaruhi risiko Pagar tempat tidur pasien
jatuh. terpasang
3. Identifikasi karakteristik dari Keluarga selalu mengawasi
lingkungan yang mungkin pasin
meningkatkan potensi jatuh Analisis :
4. Monitor gaya berjalan (terutama Masalah teratasi sebagian
kecepatan) keseimbangan dan Planing :
tingkat kelelahan pasien. Intervensi dilanjutkan
5. Ajarkan pasien bagaimana
kalau jatuh
6. Sediakan permukaan lantai
yang tidak licin dan anti slip.
7. Sediakan permukaan lantai
kamar mandi yang tidak licin.
8. Ajarkan kepada keluarga
mengenal factor resiko yang
berkontribusi terhadap adanya
kejadian jatuh
2 1. Kaji durasi, frekuensi, kualitas, Subjektif :
kuantitas, intensitas, atau -
beratnya nyeri dan faktor Objektif :
pencetus.  Pasien menangis jika bagian
2. Ajarkan pasien menggunakan yang terdapat luka dipegang
teknik non farmakologi dalam  Skala nyeri 4 (nyeri sedang)
menanggulangi nyeri yang dilihat dengan menggunakan
dirasakan skala nyeri (wajah)
3. Dorong pasien untuk  Pasien mengikuti cara untuk
memonitor nyeri dan mengurangi nyeri, walaupun
menangani nyerinya dengan pasien sendiri belum
tepat mengerti apa manfaat dari
4. Observasi adanya petunjuk kegiatan tersebut.
nonverbal mengenai Analisis :
ketidaknyamanan Masalah teratasi sebagian
5. Gali bersama pasien faktor –

Laporan Kasus : Trigger Finger | 35


faktor yang dapat menurunkan Planing :
atau memperberat nyeri Intervensi dilanjutkan

3 1. Monitor adanya tanda infeksi Subjektif :


2. Pertahankan teknik asepsis -
3. Periksa kulit untuk melihat Objektif :
adanya kemerahan, hangat Luka dalam keadaan bersih
4. Periksa kondisi luka Tidak ditemukan tanda – tanda
pembedahan infeksi
5. Anjurkan pasien beristirahat Analisa :
6. Instruksikan pasien dan bantuan Masalah teratasi
keluarga untuk minum Planing :
antibiotik yang diresepkan Intervensi dihentikan

Laporan Kasus : Trigger Finger | 36


BAB IV
PEMBAHASAN

Data yang ditemukan pada pasien saat pengkajian adalah pasien memiliki
riwayat jari pasien pernah terjepit di tempat tidur saat berusia 4 bulan. Jari pasien
tidak bisa diluruskan sejak berusia 6 bulan. Ketika ibu pasien mencoba
meluruskan jari pasien saat tidur, pasien langsung menarik karena merasa nyeri.
Menurut Smeltzer & Bare (2002), manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, nyeri
terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai lamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen tulang. Setelah terjadi
fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara
alamiah (gerakan luar biasa). Pergeseran fragmen pada fraktur lengan dan tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ektremitas yang bisa diketahui
dengan membandingkannya dengan ektremitas normal. Ekstremitas tidak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot tergantung pada integritasnya
tulang tempat melekatnya otot. Pemeriksaan rongten manus : tampak gambaran
trigger finger manus dextra digiti tiga. Keluhan nyeri pada pasien muncul pada
saat setelah operasi hal ini ditandai dengan pasien mengatakan mulai merasakan
nyeri pada luka operasi, menangis, terdapat luka operasi di telapak tangan kanan
tertutup kassa steril sepanjang 2 cm, pasien menolak bila tangannya dipegang atau
dilihat, pasien juga menolak untuk menggerakkan jarinya.
Intervensi keperwatan yang dapat mengurangi nyeri pada pasien adalah
dengan cara latihan relaksasi. Latihan relaksasi dapat meningkatkan beta-endorfin
dan menurunkan katekolamin yang mampu menghambat stimulus nyeri post
operasi. Latihan pernapasan dengan memanfaatkan bahan yang murah dapat
diterapkan dengan mudah di klinik. Slow deep breathing melalui penggunaan
tiupan gelembung dapat diterapkan pada anak usia 3 sampai 7 tahun. Slow deep
breathing dengan meniup difasilitasi dengan mengalihkan mainan dan kegiatan.
Instruksikan anak untuk mengambil napas dalam dan meniup keluar perlahan-
lahan. Untuk membantu memudahkan slow deep breathing pada anak-anak dapat

Laporan Kasus : Trigger Finger | 37


dilakukan dengan menggunakan alat bantu misalnya gelembung, baling-baling
dan balon (Taddio.et.al, 2009). Setelah di evalusi terjadi penurunan intensitas
nyeri, dari nyeri sedang menjadi nyeri ringan.
Kehilangan kendali pada anak prasekolah; anak usia prasekolah menerima
keadaan masuk rumah sakit dengan rasa ketakutan. Jika anak sangat ketakutan, ia
dapat menampilkan perilaku agresif, dari menggigit, menendang-nendang, bahkan
berlari keluar ruangan. Selain itu ada sebagian anak yang menganggapnya sebagai
hukuman sehingga timbul perasaan malu dan bersalah, dipisahkan, merasa tidak
aman dan kemandiriannya terhambat (Wong, 2003). Beberapa di antaranya akan
menolak masuk rumah sakit dan secara terbuka menangis tidak mau dirawat.
Ekspresi verbal yang ditampilkan seperti mengucapkan kata-kata marah, tidak
mau bekerja sama dengan perawat, dan ketergantungan pada orang tua. Biasanya
anak akan bertanya karena bingung dan tidak mengetahui keadaan di
sekelilingnya. Selain itu, anak juga akan menangis, bingung, khususnya bila
keluar darah atau mengalami nyeri pada anggota tubuhnya. Ditambah lagi,
beberapa prosedur medis dapat membuat anak semakin takut, cemas, dan stress.
Resiko jatuh pada anak – anak yang di rawat dirumah sakit dapat terjadi karena
efek atau pengaruh dari hospitalisasi. Usaha pencegahan atau intervensi yang
dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko jatuh pada anak yang dirawat
di rumah sakit adalah dengan memberikan penjelasan kepada keluarga tentang
mengenal factor resiko yang berkontribusi terhadap adanya kejadian jatuh.
Tindakan mencuci tangan mutlak harus dilakukan ketika beralih dari pasien
yang satu ke pasien lainnya saat memberikan perawatan dan saat sebelum serta
sesudah menangani setiap bagian dari kateter atau sistem drainase untuk
mengurangi penularan infeksi. Teknik mencuci tangan harus dilakukan dengan
benar. Saanin (2000), menegaskan bahwa teknik aseptik harus dipertahankan
terutama saat perawatan drainase untuk mencegah kontaminasi dengan
mikroorganisme. Tindakan aseptik merupakan salah satu pencegahan untuk
menurunkan resiko operasi pada pasien post operasi.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 38


DAFTAR PUSTAKA

Green DP, Hotchkiss RN. Green’s operative hand surgery. Edisi ke-5. London:
Churchill Livingstone; 2005.
Notta A. Recherches sur une affection particuliere des gaines tendineuses de la
main. Arch Gen Med. 1850; 24:142.
Ryzewicz M, Moriatis J. Trigger digits: principles, management, and
complications. J Hand Surg. 2006; 31A:135- 46.
Makkouk HA, Oetgen EM. Trigger finger: etiology, evaluation, and treatment.
Curr Rev Musculoskelet Med. 2008; 1:92-6.
Hueston JT, Wilson WF. The etiology of trigger finger. J Hand Surg. 1972; 4:257-
60.
Saldana J. Trigger digits: diagnosis and treatment. J Am Acad Orthop Surg. 2001;
9:246-52.
Freiberg A, Mulholland RS, Levine R. Nonoperative treatment of trigger fingers
and thumbs. J Hand Surg. 1989; 14A: 553- 8.
Rhoades CE, Gelberman RH, Manjarris JF. Stenosing tenosynovitis of the fingers
and thumb: results of a prospective trial of steroid injection and splinting.
Clin Orthop. 1984; 190:236-8.
Benson LS, Ptaszek AJ. Injection versus surgery in the treatment of trigger finger.
J Hand Surg. 1997; 22A:138-44.
Koo RH, Lee KS, Min WB. Clinical experience of the percutaneous release for
trigger fingers. Korean J Anesthesiol. 2009 Jan; 56(1):60-5.
Sampson SP, Badalamente MA, Hurst LC, Seidman J. Pathobiology of the human
A1 pulley in trigger finger. J Hand Surg. 1991; 16A:714–21.
Peterson WW, Manske PR, Bollinger BA, Lesker PA, Mc-Carthy JA. Effect of
pulley excision on fleksor tendon biomechanics. J Orthop Res. 1986; 4:96-
101.
Lorthioir J. Surgical treatment of trigger finger by a subcutaneous method. J Bone
Joint Surg. 1958; 40A:793-5.
Pope DF, Wolfe SW. Safety and efficacy of percutaneous trigger finger release. J

Laporan Kasus : Trigger Finger | 39


Hand Surg. 1995; 20A:280-3
Gilberts EC, Beekman WH, Stevens HJ, Wereldsma JC. Prospective randomized
trial of open versus percutaneous surgery for trigger digits. J Hand Surg.
2001; 26A:497-500.

Laporan Kasus : Trigger Finger | 40

Anda mungkin juga menyukai