Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH FARMAKOLOGI-TOKSIKOLOGI KLINIK

SIANIDA

Oleh :

Sara Septi Widayani 148114160

Maria Euphrasia Yolanda M. 148114161

Leona Wong 148114162

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2017
A. Pengertian
Sianida merupakan bahan kimia yang sangat toksik dengan berbagai
kegunaan, misalnya untuk analisis lab, sintesis kimiawi, dan metal plating. Nitril
alifatik (akrilonitril dan propionitril) yang digunakan dalam pembuatan plastik
dimetabolisme menjadi sianida. Obat vasodilator nitroprusida melepaskan sianida
jika terpapar cahaya atau melalui metabolisme. Sumber alami sianida (amygdalin
dan glikosida sianogenik lainnya) ditemukan pada apricot pits, cassava, dan biji
tanaman lainnya (Olson 2012).
Hidrogen sianida adalah gas yang terbentuk dengan mencampur asam
dengan garam sianida, juga merupakan hasil dari pembakaran plastik, wool, dan
bahan alami atau sintetik lainnya. Keracunan hidrogen sianida merupakan
penyebab kematian dari kebakaran bangunan, dan paparan sianida (melalui garam
sianida) juga menjadi salah satu instrumen yang digunakan untuk bunuh diri dan
pembunuhan (Olson 2012).
Pada suhu ruangan hidrogen sianida mudah menguap (volatil), pada suhu di
bawah 78°F berbentuk cairan tidak berwarna atau biru pucat (disebut asam
hidrosianat). Berubah dengan cepat menjadi gas yang dapat menyebabkan kematian
dalam hitungan menit jika dihirup (NIOSH 2005).
Sifat-sifat fisika : bau almond (tetapi 20-40% populasi tidak bisa mencium
bau tersebut).
Bobot molekul : 27,03 dalton
Titik didih : 25,6°C
Titik beku : -13,4°C
Bobot jenis : 0,69 (air = 1)
Densitas gas : 0,94 (udara = 1)
Kelarutan : larut air
Flammable range : 5.6–40% (konsentrasi di udara)
Inkompatibilitas : hidrogen sianida bereaksi dengan amin, asam, sodium
hidroksida, kalsium hidroksida, sodium karbonat, dan
ammonia.
(ATSDR 2006)
B. Etiologi
1. Menghirup asap
Menghirup asap yang berasal dari pembakaran di rumah maupun dari
industri adalah penyebab keracunan sianida paling sering ditemukan di
Amerika. Keracunan lewat asap ini, biasanya menunjukkan perubahan
status mental, hipotensi dan kadar sianida dalam darah yang tinggi
(konsentrasi sianida darah >40 mmol/L atau kurang lebih 1 mg/L). Banyak
produk yang mengandung nitrogen dan karbon, dalam pengolahannya akan
menghasilkan hidrogen sianida (HCN) ketika dibakar. Beberapa senyawa
alami, seperti wol dan sutra, juga akan menghasilkan HCN ketika terbakar.
Produk plastik rumah tangga, seperti melamin dalam alat makan,
polyurethane dalam busa furniture dan banyak senyawa sintetik lainnya
dalam berbagai produk, dapat menghasilkan konsentrasi siandia yang
mematikan ketika terbakar di bawah kondisi oksigen dan temperatur yang
tepat.
2. Terpapar Industri
Banyak sekali indsutri–industri yang menggunakan sianida dalam
prosesnya. Industri seperti pengolahan logam, pertambangan, pembuat
perhiasan, industri cat, fotografi, dan agrikultur adalah contoh-contoh
industri yang intensif menggunakan sianida. Dalam pembuatan plastik,
sianida digunakan sebagai bahan reaktif intermediate dalam sintesis kimia
dan sebagai pelarut (dalam bentuk nitril). Keterpajanan terhadap garam dan
sianogen secara langsung jarang menjadi sebab keracunan, namun
seringkali resiko yang signifikan karena terpapar dengan asam mineral yang
menghasilkan gas HCN sebagai produk sampingannya.
3. Terpapar via latrogenik (dalam perawatan medis)
Obat vasodilator, sodium nitroprusside, ketika digunakan dalam dosis
tinggi atau periode lama, dapat menghasilkan konsentrasi sianida dalam
darah yang toksik. Pasien dengan kadar thiosulfat rendah (seperti pada
keadaan malnutrisi atau post operasi), berisiko tinggi untuk mendapat gejala
keracunan meski menggunakan obat sodium nutroprusside dalam dosis
terapi yang normal. Pasien yang mengamuk dan kebingungan akibat
keracunan siandia dari obat ini, seringkali disalah artikan sedang terkena
sindrom ICU (sundwoning syndrome). Pemeriksaan lab yang teliti dan
kemudian diterapi dengan hidroksikobalamin dan sodium thiosulfat, dapat
mengatasi keadaan ini.
4. Menelan suplemen atau tanaman yang mengandung sianida
Menelan suplemen yang mengandung sianida jarang terjadi. Suplemen
Amygdalin (sintetik: laetril), biasa dipasarkan sebagai vitamin B-17,
mengandung sianida. Amygdalin banyak dijumpai dalam berbagai jenis
buah-buahan seperti aprikot dan pepaya serta berbagai kacang-kacangan
mentah. Amygdalin akan mengalami hidroksilasi dan menghasilkan
hidrogen sianida. Konsumsi bahan makanan yang mengandung amygdalin
dalam jumlah banyak, akan menyebabkan keracunan akibat efek sianida.
Tanaman yang mengandung sianida biasanya akan berbau seperti buah
almond pahit, namun hanya 40% orang yang secara genetik mampu
membauinya.
(Hamel 2011)
C. Mekanisme toksisitas
Sianida merupakan asphyxiant kimia (senyawa yang dapat menyebabkan
berkurangnya oksigen), berikatan dengan sitokrom oksidase seluler, menghambat
penggunaan oksigen aerob. Sianida yang tidak terikat didetoksifikasi dengan
metabolisme oleh enzim rhodanase di hati menjadi thiocyanate, senyawa yang lebih
tidak toksik yang diekskresikan melalui urin (Olson 2012).
Mekanisme toksisitas sianida adalah dengan menghambat transport elektron
di sitokrom kompleks a-a3, menyebabkan penurunan fatal metabolisme oksidatif
dan hipoksia seluler yang langsung mempengaruhi otak dan jantung (Moffat et al.
2011). Sianida dengan cepat menghambat fosforilasi oksidatif mitokondria dengan
mengikat Fe3+ pada sitokrom oksidase a3. Akibatnya sel tidak dapat menggunakan
oksigen untuk respirasi aerob. Sianida juga berikatan dengan Fe2+ hemoglobin
membentuk sianohemoglobin yang tidak dapat mentransport oksigen (Reilly and
Stawicki 2008). Penghambatan metabolisme oksidatif memicu terjadinya glikolisis
anaerob, yang menyebabkan produksi asam laktat dan dapat mengakibatkan
ketidakseimbangan asam-basa (ATSDR 2006).
Mekanisme toksisitas sianida (Reilly and Stawicki 2008)
D. Rute paparan
Melalui inhalasi HCN siap diabsorbsi dari paru-paru, gejala keracunan
muncul dalam hitungan detik ataupun menit. Sekitar 20-40% populasi tidak dapat
mendeteksi bau hidrogen sianida. Hidrogen sianida lebih ringan daripada udara
(denssitas gas 0,94). Paparan hidrogen sianida pada kulit dan mata dapat
menyebabkan iritasi. Absorpsi kulit dan mata berlangsung cepat dan berkontribusi
dalam keracunan sistemik. Setelah paparan pada kulit, onset gejala dapat terjadi
cepat atau tertunda selama 30-60 menit (ATSDR 2006).
E. Dosis toksik
Paparan terhadap gas hidrogen sianida bahkan pada konsentrasi rendah
(150-200 ppm), dapat berakibat fatal. Konsentrasi pada udara yang dianggap
immediately dangerous to life or health (IDLH) adalah 50 ppm. Batas paparan yang
diperbolehkan menurut The Occupational Safety & Health Administration (OSHA)
adalah 10 ppm. Rekomendasi untuk workplace ceiling limit adalah 4,7 ppm (5
mg/m3 untuk garam sianida). Sianida dalam larutan dapat diabsorpsi melalui kulit.
Orang dewasa yang mengkonsumsi 200 mg garam natrium atau kalium
sianida dapat berakibat fatal. Keracunan sianida akut akibat infus nitroprusida (pada
kecepatan infus normal) relatif jarang terjadi atau setelah konsumsi biji yang
mengandung amygdalin (kecuali jika biji dihancurkan menjadi serbuk (Olson
2012). Estimasi dosis fatal adalah sekitar 100 mg HCN atau 300 mg potassium
sianida (Moffat et al. 2011).
F. Clinical presentation

Gejala Keracunan Sianida (NIOSH 2008)


Paparan akut:
- CNS: tanda dan gejala berkembang secara cepat. Gejala awal nonspesifik,
dapat mencakup mual, muntah, sakit kepala, dizziness. Seiring dengan
progres keracunan, konvulsi, halusinasi, kehilangan kesadaran, dan koma
dapat terjadi.
- Kardiovaskular: detak jantung abnormal dapat terjadi jika terjadi keracunan
parah. Dapat menyebabkan detak jantung melambat, penurunan tekanan
darah, dan kematian.
- Pernafasan: setelah terjadi keracunan sistemik penderita akan merasakan
sesak nafas, nafas lebih cepat, dan respirasi semakin dalam. Seiring progres
keracunan, respirasi akan semakin lambat dan megap-megap, kulit dapat
berubah menjadi kebiruan. Akumulasi cairan pada paru-paru juga dapat
terjadi.
- Metabolik: asidosis metabolik terjadi pada keracunan yang parah akibat
peningkatan kadar asam laktat pada darah.
- Dermal: kontak dengan kulit menyebabkan iritasi. Absorpsi dermal dapat
terjadi dan menyebabkan toksisitas sistemik.
- Okular/optalmik: ketika terkena mata menyebabkan iritasi mata dan
pembengkakan. Dilatasi pupil umum terjadi pada keracunan yang parah.
Kebutaan sementara jarang terjadi.
Paparan kronik: Penderita yang terkena paparan kronik dapat mengeluhkan sakit
kepala, iritasi mata, lelah, tidak nyaman pada dada, palpitasi, kehilangan nafsu
makan, dan mimisan. Hidrogen sianida tidak disebutkan memiliki efek
karsinogenik, dan belum ada laporan efek karsinogenik dari hidrogen sianida.
(ATSDR 2006)
G. Diagnosis
Diagnosis didasarkan pada riwayat pajanan atau adanya gejala progresif
yang cepat dan tanda-tanda. Severe lactic asidosis biasanya muncul karena adanya
eksposur yang signifikan. Saturasi oksigen vena yang diukur mungkin meningkat
karena konsumsi oksigen seluler dihambat.
1. Spesific Levels
Penentuan level sianida jarang digunakan dalam penanganan darurat karena
tidak dapat dilakukan dengan cepat untuk menetapkan pengobatan awal. Selain
itu, harus diinterpretasikan dengan hati-hati karena berbagai komplikasi faktor
teknis.
a. Whole-blood levels lebih dari 0.5-1 mg/L dianggap beracun.
b. Perokok mungkin memiliki level hingga 0,1 mg/L.
c. Rapid nitroprusside infusion dapat menghasilkan kadar setinggi 1 mg/L,
disertai dengan asidosis metabolik.
2. Penelitian laboratorium berguna lainnya termasuk elektrolit, glukosa, serum
laktat, arterial blood gases, mixed venous oxygen saturation, dan
karboksihemoglobin (jika pasien memiliki riwayat paparan asap rokok)
(Olson 2012)
H. Pengobatan (treatment)
1. Terapi Suportif
1.1 Menjaga jalan napas terbuka dan membantu pernafasan jika
diperlukan dengan pemberian oksigen. Berikan oksigen tambahan
seperti yang dibutuhkan, berdasarkan arteri PO2. Jika diduga
keracunan karbonmonoksida, dapat diberikan 100% oksigen dan
mempertimbangkan oksigen hiperbarik.
1.2 Penanganan koma, hipotensi, dan kejang jika terjadi. Hipotensi
terkait dengan hipotermia tetapi tekanan akan mulai normal pada
proses rewarming dengan pemberian NS.
1.3 Mulai infus dan memonitor tanda-tanda vital pasien dan EKG.
Berikan cairan IV NS, 10-20 mL/kg, atau cairan kristaloid lain.
(Olson 2012)
2. Antidotum spesifik
Paket antidotum sianida konvensional terdiri dari amil nitrit dan
natrium nitrit, yang menghasilkan methemoglobin yang akan bergabung
dengan cyanide menjadi bentuk cyanomethemoglobin, dan natrium
tiosulfat, yang mempercepat konversi sianida ke tiosianat. Natrium nitrit
larutan injeksi dan amyl nitrit ampul untuk inhalasi adalah komponen
dari paket antidotum sianida. mekanisme nitrit sebagai antidotum
sianida adalah dua: mengoksidasi hemoglobin menjadi methemoglobin,
yang mengikat sianida bebas, dan mereka dapat meningkatkan endotel
sianida detoksifikasi dengan memproduksi vasodilatasi. Menghirup
sebuah ampul dari amil nitrit menghasilkan tingkat methemoglobin dari
sekitar 5%. Intravena dosis tunggal natrium nitrit diantisipasi untuk
menghasilkan tingkat methemoglobin dari sekitar 20-30%. Antidotum
dapat diberikan dengan cara;
a. Letakan amil nitrit bawah hidung korban dan pemberian natrium
nitrit, 300 mg IV (6 mg/kg untuk anak-anak, tidak melebihi 300 mg).
Mengurangi dosis jika terjadi anemia. Perhatian: Nitrite
menginduksi methemoglobinemia yang sangat berbahaya dan
bahkan mematikan. Nitrit tidak boleh diberikan jika gejala yang
ringan atau jika diagnosis tidak pasti, terutama jika dicurigai
bersamaan dengan keracunan karbon monoksida.
b. Memberikan natrium tiosulfat, 12,5 g IV. Tiosulfat relatif ringan dan
dapat diberikan secara empiris bahkan jika diagnosis tidak pasti.
Mungkin juga berguna dalam mengurangi toksisitas nitroprusside.
3. Antidotum alternatif
Antidotum alternatif yang paling menjanjikan adalah
hydroxocobalamin. Banyak tersedia di Eropa, baru-baru ini telah
menjadi tersedia di Amerika Serikat sebagai Cyanokit.
Hydroxocobalamin dan cyanocobalamin adalah analog vitamin B12
yang telah digunakan untuk pengobatan anemia pernisiosa.
Hydroxocobalamin telah disetujui sebagai antidotum untuk keracunan
sianida manusia di Perancis pada tahun 1996 dan sekarang tersedia di
Amerika Serikat. Hydroxocobalamin dengan cepat membuat pertukaran
gugus hidroksil dengan sianida bebas untuk menghasilkan
sianokobalamin stabil. Ketika diberikan pada pasien dengan keracunan
sianida, dengan cepat meningkatkan detak jantung dan tekanan darah
sistolik dan mengurangi asidemia. Pada individu normal diberikan 5 dan
10 g dosis, plasma paruh hydroxocobalamin rata-rata 26 dan 31 jam,
masing-masing. Dalam keracunan akut, diberikan 5 g
hydroxocobalamin (anak: 70 mg / kg) oleh infus IV selama 15 menit.
Antidotum diberikan dengan cara:
a. Pada kasus yang parah, administrasi kedua dapat dipertimbangkan.
b. Untuk profilaksis toksisitas sianida dari nitroprusside, dianjurkan
hydroxocabalamin dosis adalah 25 mg / jam dengan infus IV.
4. Dicobalt edentate juga digunakan di luar Amerika Serikat.
Agen ini telah terbukti efektif dalam pengobatan keracunan sianida
pada manusia di Inggris. Dicobalt edentate adalah pengobatan pilihan
asalkan toksisitas sianida diketahui secara pasti. Ini adalah kriteria yang
ketat, karena sebagai hasilnya dari proses beberapa ion kobalt bebas
selalu hadir dalam dicobalt edetat. Ion cobalt beracun dengan
penggunaan edetat dicobalt, dengan tidak adanya sianida, akan
menyebabkan toksisitas kobalt serius.
5. Dekontaminasi
a. Peringatan: hindari kontak dengan garam atau larutan yang
mengandung sianida dan hindari menghirup vapor dari muntahan
(karena adanya gas hidrogen sianida).
b. Inhalasi: jauhkan korban dari paparan hidrogen sianida dan berikan
supplemental oksigen jika tersedia. Setiap penolong harus
mengenakan pakaian yang protektif terhadap bahan kimia, dan alat
pernafasan.
c. Kulit: lepaskan dan jauhkan pakaian yang terkontaminasi dan
bersihkan area yang terkena dengan sabun dan air yang banyak.
d. Ingesti
- Prehospital: segera berikan arang aktif jika tersedia dan pasien
sadar. Jangan dipaksa muntah kecuali korban berada lebih dari 30
menit dari fasilitas kesehatan dan arang aktif tidak tersedia.
- Hospital: segera pasang gastric tube dan berikan arang aktif,
kemudian lakukan gastric lavage (irigasi lambung). Berikan
arang aktif tambahan dan cathartic (senyawa yang mempercepat
defekasi) setelah irigasi.
6. Mempercepat eliminasi: tidak terdapat peran hemodialisis atau
hemoperfusi pada pengobatan keracunan sianida. Hemodialisis
diindikasikan untuk pasien dengan insufisiensi renal yang memiliki
konsentrasi thiocyanate tinggi ketika terapi nitroprusida.
(Olson 2012)
I. Contoh kasus
Seorang pria dibawa ke ICU setelah ingesti sianida dalam percobaan
bunuh diri. Pada lokasi kejadian, pasien tidak responsif dan tidak ditemukan
denyut nadi. Setelah dilakukan CPR dan injeksi epinefrin dan atropine, denyut
nadi pasien mulai kembali. Di rumah sakit, pasien diberi hydroxocobalamin
dan sedatif, intubasi, dan ditransfer ke ICU. Kulit pasien berubah menjadi
keabuan, tekanan darah 100/50 mmHg, heart rate 128/menit, dan saturasi
oksigen 98%. Hasil analisis Arterial Blood Gas (ABG) menunjukkan pH 7,21,
PO2 80 mmHg, PaCO2 55 mmHg, dan bikarbonat 18 mEq/L.
Penanganan:
Pasien diberi 5 g hydroxocobalamin yang direkonstitusi dengan normal
saline dan diadministrasikan secara IV selama 15 menit. Tekanan darah pasien
mulai naik dari 100/50 mmHg menjadi 156/90 mmHg, dan pasien mengalami
refleks bradikardi (heart rate 128/menit menurun menjadi 100/menit).
Perubahan ini bersifat sementara dan self-limiting, sehingga tidak diperlukan
terapi. Pasien diberikan normal saline secara IV untuk hidrasi. Karena respon
yang positif setelah pemberian pertama 5 g hydroxocobalamin, maka
selanjutnya hydroxocobalamin tidak diberikan.
Tidak ditemukan adanya efek samping yang muncul berkaitan dengan
pemberian antidotum. Kemerahan pada kulit dan urin terlihat pada hari
pertama, tetapi membaik tanpa pengobatan pada hari ketiga. Akibat warna
merah hydroxocobalamin, pemeriksaan laboratorium kolorimetrik seperti
bilirubin, kreatinin, dan magnesium yang meningkat pada hari pertama tidak
dapat dijadikan acuan. Hasil pemeriksaan lab pada hari keempat menunjukkan
hasil yang normal. Pada hari ketiga, pasien diekstubasi, pemeriksaan
neurologis menunjukkan hasil yang baik dan pasien dipertimbangkan untuk
dipindahkan dari ICU.
(Hamel 2011)
DAFTAR PUSTAKA

ATSDR, 2006. Toxicological Profile for Cyanide. U.S. Department of Health and
Human Services: Agency for Toxic Substances and Disease Registry.
Hamel, J., 2011. A review of acute cyanide poisoning with a treatment update.
Critical Care Nurse, 31 (1), 72–82.
Moffat, A.C., Osselton, M.D., and Widdop, B., 2011. Clarke’s Analysis of Drugs
and Poisons. Fourth Edi. Italy: Pharmaceutical Press.
NIOSH, 2005. NIOSH Pocket Guide to Chemical Hazards. The National Institute
for Occupational Safety and Health.
NIOSH, 2008. Remote Health Atlas – Clinical Protocol Cyanide Poisoning. The
National Institute for Occupational Safety and Health.
Olson, K.R., 2012. Poisoning & drug overdose. Sixth Edit. New York: McGraw-
Hill Companies, Inc.
Reilly, E.F. and Stawicki, S.P., 2008. High-yield toxicology : Essential facts for the
critical care boards, 2, 33–38.

Anda mungkin juga menyukai