Anda di halaman 1dari 30

ASUHAN KEPERAWATAN

PADA By. Ny. K DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)


DI RUANG MELATI (PERINA) RSUD WONOSARI

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan mata kuliah


Keperawatan Anak II

Disusun oleh :

RIFALDI ZULKARNAEN
P07120112074

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES YOGYAKARTA
JURUSAN KEPERAWATAN
2014
LEMBAR PENGESAHAN

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA By. Ny. K DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
DI RUANG MELATI (PERINA) RSUD WONOSARI

Disusun untuk memenuhi tugas praktik klinik keperawatan mata kuliah


Keperawatan Anak II

Telah diterima dan disahkan pada ;


Hari :
Tanggal : Desember 2014

Oleh :

RIFALDI ZULKARNAEN
P07120112074

Mengetahui

Pembimbing Lapangan Pembimbing Pendidikan

( ) ( Eko Suryani, SPd. S.Kep. MA )


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) merupakan bayi yang
berat badannya saat lahir dibawah 2.500 gram (sampai dengan 2.499 gram).
(Sarwono Prawirohardjo; 2010). Saat ini di Indonesia angka kejadian bayi
dengan berat badan lahir rendah masih cukup tinggi. Padahal berbagai
usaha telah dilakukan untuk mengatasinya. BBLR sering kali ditemukan
pada setiap persalinan. Kurangnya status gizi yang berhubungan dengan
status sosial ekonomi ibu pada saat hamil, terjadinya kehamilan kembar,
ketuban pecah sebelum waktunya, menyebabkan bayi dengan berat badan
lahir rendah (BBLR).
BBLR disebabkan karena bayi lahir sebelum waktunya atau usia
kelahiran belum mencapai 9 bulan, bayi lahir cukup bulan tetapi
pertumbuhan ketika dalam kandungan tidak baik karena ibu kurang gizi,
kurang darah, sering sakit, banyak merokok bekerja berat. Akibat jika BBLR
tidak segera ditangani mudah meninggal. Dampak dari BBLR yaitu; lemah
dan mudah kedinginan karena lapisan lemak bawah kulitnya sangat tipis,
cepat lelah, sering tersedak pada waktu menyusu dan malas mengisap,
mudah terkena penyakit, mudah terkena gangguan pernapasan. (Kehamilan,
persalinan dan perawatan bayi; 2009).
Untuk mengurangi angka kejadian bayi dengan berat badan lahir
rendah, dibutuhkan pemeriksaan kehamilan sejak dini dan continue pada
ibu hamil, Ibu hamil harus makan lebih banyak atau lebih sering dari
sebelum hamil dengan gizi yang seimbang, mengurangi aktivitas atau
pekerjaan yang berat bagi ibu, agar tercapai kesehatan ibu dan janinnya
seoptimal mungkin.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Mahasiswa mampu elaksanakan Asuhan Keperawatan pada bayi
dengan BBLR
2. Tujuan Khusus:
a. Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada bayi dengan
BBLR
b. Mahasiswa mampu mengidentifikasikan diagnosa
keperawatan pada bayi dengan BBLR.
c. Mahasiswa mampu menyusun intervensi pada bayi dengan
BBLR.
d. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana asuhan
keperawatan dan implementasi pada bayi dengan BBLR.
e. Mahasiswa mampu mengevaluasi implementasi asuhan
keperawatan yang di berikan pada bayi dengan BBLR
f. Mahasiswa mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan
pada bayi dengan BBLR

BAB II
TINJAUAN TEORI
I. TEORI BBLR
A. Definisi BBLR
Berat badan lahir rendah ( BBLR ) merupakan bayi (neonatus)
yang lahir dengan memiliki berat badan kurang dari 2500 gram atau
sampai dengan 2499 gram. (Hidayat, 2005).
Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir
dengan berat badan kurang dari 2.500 gram tanpa memperhatikan usia
gestasi (Wong, 2009).
Jadi dapat disimpulkan bahwa bayi berat lahir rendah adalah bayi
baru lahir dengan berat badan kurang dari 2500 gram tanpa melihat
apakah prematur atau dismatur yang dapat menyebabkan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan pematangan (maturitas) organ serta
menimbulkan kematian.

B. Klasifikasi BBLR
Ada dua golongan BBLR, yaitu:
1. Prematuritas murni
Yaitu bayi yang lahir dengan masa kehamilan kurang dari 37
minggu dan berat bayi sesuai dengan gestasi atau yang disebut
neonatus kurang bulan sesuai untuk masa kehamilan.
2. Bayi small for gestational age (SGA)
Berat bayi lahir sesuai dengan masa kehamilan. SGA sendiri terdiri atas
tiga jenis:
a. Simetris ( intrauterus for gestatational age ) yaitu terjadi gangguan
nutrisi pada awal kehamilan dan dalam jangka waktu yang lama
b. Asimetris ( intrauterus growth retardation ) yaitu terjadi defisit nutrisi
pada fase akhir kehamilan
c. Dismaturitas yaitu bayi yang lahir kurang dari berat badan yang
seharusnya untuk masa gestasi dan si bayi mengalami retardasi
pertumbuhan intrauteri serta merupakan bayi kecil untuk masa
kehamilan. (Mitayani, 2009)
C. Etiologi BBLR
Etiologi atau penyebab dari BBLR maupun usia bayi belum sesuai
dengan masa gestasinya, yaitu :
1. Komplikasi obstetrik
a. Multipel gestation
b. Incompetence
c. Pro ( premature rupture of membran ) dan kirionitis
d. Pregnancy induce hypertention ( PIH )
e. Plasenta previa
f. Ada riwayat kelahiran prematur
2. Komplikasi medis
a. Diabetes maternal
b. Hipertensi kronis
3. Faktor ibu
a. Penyakit : hal yang berhubungan dengan kehamilan seperti
toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisik dan
psikologis, infeksi akut, serta kelainan kardiovaskular.
b. Usia ibu : angka kejadian prematurnitas tertinggi ialah pada usia ibu
dibawah 20 tahun dan multi gravida yang jarak kelahirannya terlalu
dekat.
c. Keadaan sosial ekonomi : keadaan ini sangat berpengaruh
terhadap timbulnya prematuritas, kejadian yang tinggi terdapat pada
golongan sosial ekonomi rendah. Hal ini disebabkan oleh keadaan
yang kurang baik dan pengawasan antenatal yang kurang.
d. Kondisi ibu saat hamil: peningkatan berat bdan yang tidak adekuat
dan ibu yang perokok. (Mitayani, 2009)
Beberapa faktor yang mempengaruhi BBLR antara lain :
1. Pengaruh umur ibu saat hamil terhadap kejadian BBLR
Hendaknya ibu merencanakan kehamilannya pada kurun waktu
umur produksi sehat yaitu 20-35 tahun. Dari segi biologis, wanita pada
umur muda (kurang dari 20 tahun) memiliki perkembangan organ-organ
reproduksi yang belum matang. Keadaan ini akan menyebabkan
kompetisi dalam mendapatkan nutrisi antara ibu yang masih dalam
tahap perkembangan dan janinnya. Dari segi kejiwaan, belum siap
dalam menghadapi tuntutan beban moril, mental, dan emosional yan
menyebabkan stress psikologis yang dapat mengganggu
perkembangan janin. Usia remaja memberikan risiko terjadinya
kelahiran BBLR empat kali lebih besar dibandingkan dengan kelahiran
pada usia reproduktif sehat. Para peneliti juga menemukan bahwa
kelahiran BBLR pada usia remaja ternyata tidak hanya disebabkan oleh
umur ibu yang masih muda tetapi juga disebabkan oleh faktor lain yang
berhubungan dengan usia remaja seperti tingkat pendidikan, perawatan
antenatal, berat badan sebelum hamil, kesiapan psikologik dalam
menerima kehamilan, penerimaan lingkungan sekitar terhadap
kehamilannya, yang nantinya akan menimbulkan stress.
Kehamilan pada umur lebih dari 35 tahun juga mempunyai
resiko lebih tinggi untuk terjadinya kelahiran BBLR sehubungan dengan
alat reproduksinya telah berdegenerasi dan terjadi gangguan
keseimbangan hormonal. Fungsi plasenta yang tidak adekuat sehingga
menyebabkan kurangnya produksi progesterone dan mempengaruhi
iritabilitas uterus, menyebabkan perubahan-perubahan serviks yang
pada akhirnya akan memicu kelahiran prematur. Umur ibu hamil yang
lebih tua juga dihubungkan dengan adanya penyakit-penyakit yang
menyertainya.
2. Pengaruh pendidikan ibu terhadap kejadian BBLR
Tingkat pendidikan seorang ibu akan sangat berpengaruh
dalam penerimaan informasi yang diterima. Ibu dengan pendidikan
yang cukup akan melakukan hal-hal yang diperlukan oleh bayi.
Misalnya kesadaran untuk memenuhi gizi, imunisasi, pemeriksaan
berkala (antenatal care). Sebaliknya pendidikan yang rendah akan sulit
bagi seorang ibu untuk menerima inovasi dan sebagian besar kurang
mampu menciptakan kebahagiaan dalam keluarganya, selain itu
kurang menyadari betapa pentingnya perawatan sebelum melahirkan.
Pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan pengetahuan ibu hamil
melalui program kesehatan ibu dan anak, penyuluhan-penyuluhan
kesehatan selama ibu hamil. Dengan demikian para ibu hamil,
diharapkan dapat memilih makanan yang bergizi, guna menghindari
lahirnya bayi dengan berat badan lahir rendah. Hal ini jelas
berpengaruh positif terhadap pertumbuhan janin dalam kandungannya.
Selain itu dengan pendidikan dan informasi cukup yang dimiliki ibu
diharapkan pelaksanaan Keluarga Berencana dapat berhasil sehingga
dapat membatasi jumlah anak, menjarangkan kehamilan, dan dapat
menunda kehamilan jika menikah pada usia muda.
3. Pengaruh paritas terhadap risiko kejadian BBLR
Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang
ibu baik lahir hidup maupun lahir mati. Jumlah paritas yang tinggi
mempunyai risiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi BBLR.
Hal ini dapat diterangkan bahwa pada setiap kehamilan yang
disusul dengan persalinan akan menyebabkan perubahan-perubahan
pada uterus. Kehamilan yang berulang akan mengakibatkan kerusakan
pada pembuluh darah dinding uterus yang mempengaruhi sirkulasi
nutrisi ke janin dimana jumlah nutrisi akan berkurang bila dibandingkan
dengan kehamilan sebelumnya. Keadaan ini menyebabkan gangguan
pertumbuhan janin.
4. Pengaruh umur kehamilan terhadap risiko kejadian BBLR
Untuk mengetahui umur kehamilan dengan mengetahui hari
pertama haid terakhir (HPHT), sedangkan secara klinik umur kehamilan
dapat diketahui dengan mengukur berat lahir, panjang badan, lingkaran
kepala. Bayi dengan berat badan lahir rendah dapat merupakan hasil
dari umur gestasi yang pendek dengan kecepatan pertumbuhan janin
yang normal, umur gestasi yang normal dengan kecepatan
pertumbuhan janin yang terganggu, atau umur gestasi yang pendek
dengan kecepatan pertumbuhan janin yang terganggu.
5. Pengaruh status gizi ibu terhadap kejadian BBLR
Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan
menimbulkan masalah, baik pada ibu maupun janin, seperti diuraikan
berikut ini :
a. Terhadap Ibu
Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan risiko dan
komplikasi pada ibu antara lain : anemia, perdarahan, berat badan
ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi
misalnya TORCH.
b. Terhadap Persalinan
Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat
mengakibatkan persalinan sulit dan lama, persalinan sebelum
waktunya (prematur), perdarahan setelah persalinan, serta
persalinan dengan operasi cenderung meningkat.
c. Terhadap Janin
Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses
pertumbuhan janin. Malnutrisi pada awal kehamilan mengakibatkan
terbentuknya organ-organ yang lebih kecil dengan ukuran sel
normal dan jumlah sel yang kurang secara permanen, sedangkan
malnutrisi pada kehamilan lanjut mengakibatkan terbentuk organ
yang lebih kecil dengan jumlah sel yang cukup dan ukuran sel yang
lebih kecil, sehingga dapat menimbulkan cacat bawaan. Tetapi hal
ini refersibel dan akan memberikan respon yang baik apabila nutrisi
diperbaiki.
Kekurangan gizi juga dapat menimbulkan keguguran, abortus,
bayi lahir mati, kematian neonatal, anemia pada bayi, asfiksia intra
partum (mati dalam kandungan), dan lahir dengan berat badan lahir
rendah (BBLR).Keadaan status gizi ibu hamil sangat berpengaruh
terhadap kondisi janin. Pada masa kehamilan seorang ibu
memerlukan makanan lebih banyak dibandingkan wanita tidak
hamil. Ganggua yang menyebabkan tidak terpenuhinya gizi akan
menyebabkan gangguan pada janin dan beresiko untuk melahirkan
bayi BBLR.
6. Pengaruh kadar haemogloin ibu terhadap kejadian BBLR
Anemia dapat didefenisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb
berada dibawah normal. Di Indonesia anemia umumnya disebabkan
oleh kekurangan zat besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah
Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu
gangguan yang paling sering terjadi selama kehamilan. Ibu hamil
umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit
besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang
normal. Selanjutnya mereka akan menjadi anemia pada saat kadar
hemoglobin ibu turun sampai dibawah 11 gr/dl selama trimester III.
Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan
pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak. Anemia gizi
dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan, abortus,
cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini
menyebabkan morbiditas dan mortalitas ibu dan kematian perinatal
secara bermakna lebih tinggi. Karena selama hamil zat-zat gizi akan
terbagi untuk ibu dan untuk janin yang dikandungnya. Pada ibu hamil
yang menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas
maupun mortalitas ibu dan bayi, kemungkinan melahirkan bayi BBLR
dan premature juga lebih besar.6 Pada wanita hamil, anemia
meningkatkan frekuensi komplikasi pada kehamilan dan persalinan.
Risiko kematian maternal, angka prematuritas, berat badan bayi lahir
rendah, dan angka kematian perinatal meningkat. Soeprono
menyebutkan bahwa dampak anemia pada kehamilan bervariasi dari
keluhan yang sangat ringan hingga terjadinya gangguan kelangsungan
kehamilan abortus, partus (imatur/prematur), dan kadar Hb ibu bisa
dipengaruhi oleh paritas, yang mana seorang ibu yang sering
melahirkan mempunyai risiko mengalami anemia pada kehamilan
berikutnya apabila tidak memperhatikan kebutuhan nutrisi.
7. Pengaruh penyakit yang diderita ibu terhadap kejadian BBLR
Beberapa jenis penyakit baik secara langsung maupun tidak
langsung dapat mempengaruhi sirkulasi darah janin. Pada hipertensi
dan penyakit ginjal kronik misalnya, terjadi gangguan peredaran darah
dari ibu ke janin karena gangguan sirkulasi sistemik, sehingga nutrisi
untuk janin berkurang dan menyebabkan pertumbuhan janin yang
terhambat. Penyakit yang berhubungan langsung dengan kehamilan
misalnya toksemia gravidarum, perdarahan antepartum, trauma fisis
dan psikologis.
8. Pengaruh faktor kehamilan ganda terhadap kejadian BBLR
Pada ibu dengan kehamilan ganda membutuhkan asupan makanan
yang lebih dibandingkan ibu yang hamil tunggal, sehingga apabila
kebutuhan janin tidak tercukupi secara merata maka mengakibatkan
bayi yang lahir mempunyai berat badan yang rendah.

9. Pengaruh sosial ekonomi terhadap kejadian BBLR


Pengaruh sosial ekonomi merupakan hal yang cukup berpengaruh
dalam kejadian BBLR, walaupun secara tidak langsung. Pendapatan
yang rendah akan menyulitkan seorang ibu untuk memenuhi kebutuhan
bayi terutama dalam hal gizi. Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan
bayi dengan BBLR. Mc Carthy dan Maine menunjukkan bahwa angka
kematian ibu dapat diturunkan secara tidak langsung dengan
memperbaiki status sosial ekonomi yang mempunyai efek terhadap
salah satu dari seluruh faktor langsung yaitu perilaku kesehatan dan
perilaku reproduksi, status kesehatan dan keterjangkauan pelayanan
kesehatan.
10. Pengaruh pelayanan antenatal terhadap kejadian BBLR
Pelayanan antenatal ini diperuntukkan guna memantau
perkembangan kehamilan ibu, frekuensi minimal 4 kali selama
kehamilan. Pemeriksaan antenatal yang teratur akan memberikan
kesempatan untuk dapat mendiagnosis secara dini masalah-masalah
yang dapat menyulitkan kehamilan maupun persalinan, sehingga dapat
dilakukan tindakan yang tepat secepatnya.
11. Pengaruh kebiasaan merokok dan minum alkohol terhadap
kejadianBBLR
Merokok dan minum alkohol merupakan salah satu kebiasaan buruk
bagi ibu hamil yang akan berpengaruh terhadap janin yang
dikandungnya. Menurut penelitian Haworth dkk, bahwa berat badan
bayi yang lahir dari ibu perokok lebih rendah dari ibu yang bukan
perokok, walaupun penambahan berat badan selama hamil dan asupan
energi sama. Beberapa penulis mengemukakan bahwa ibu hamil yang
merokok lebih sering melahirkan bayi yang lebih kecil dibanding ibu
hamil yang tidak merokok. Hal ini disebabkan beberapa hal :
a. Karbonmonoksida dan inaktifasi fungsionalnya pada hemoglobin
janin dan ibu.
b. Aksi vasokonstriksi dan nikotin menyebabkan menurunnya perfusi
darah ke plasenta.
c. Merokok menyebabkan menurunnya selera makan ibu sehingga
asupan energi ibu hamil berkurang, walaupun ada beberapa ibu
perokok yang selera makannya tidak berubah.
d. Berkurangnya volume plasma akibat hipoksia kronik.
e. Ibu hamil peminum alkohol mempunyai risiko untuk melahirkan
bayi dengan fetal alcohol syndrome. Sindrom ini mencakup
kelahiran prematur, retardasi pertumbuhan janin, cacat lahir dan
retardasi mental. Risiko ini berhubungan dengan jumlah alkohol
yang diminum setiap harinya, usia kehamilan saat ibu hamil
minum alkohol dan lamanya ibu tersebut mengkonsumsi minuman
beralkohol. Makin banyak alkohol yang dikonsumsi, semakin besar
resiko terganggunya pertumbuhan janin; sebaliknya semakin
kurang mengkonsumsi alkohol, resiko terganggunya janin akan
semakin kecil, tetapi masih ada. Bila ibu hamil mengkonsumsi
alkohol pada trimester pertama kehamilan saat berlangsung
organogenesis janin, maka resiko abortus akan lebih besar. Bila
mengkonsumsi alkohol pada trimester kedua saat terjadi
perkembangan ukuran sel, maka akan berpengaruh pada berat
janin yang dikandungnya.
12. Pengaruh jenis kelamin terhadap kejadian BBLR
Perbedaan jenis kelamin ikut berperan pada berat badan lahir. rata-
rata berat badan lahir bayi laki-laki 150 gram lebih berat dibanding bayi
perempuan. Setelah minggu ke-20 mulai terdapat perbedaan antara
pertumbuhan janin laki-laki dan perempuan. Menurut Kloosterman
(1969) perbedaan ini dapat mencapai 135 gram pada kehamilan 40
minggu. Jadi bayi laki-laki seringkali lebih berat dari bayi perempuan.
13. Pengaruh Riwayat Melahirkan BBLR Sebelumnya Terhadap
KejadianBBLR
Ibu dengan riwayat melahirkan BBLR pada partus sebelumnya
mempunyai kemungkinan untuk melahirkan anak berikutnya dengan
BBLR.

D. Patofisiologi
Menurunnya simpanan zat gizi. Hampir semua lemak, glikogen, dan
mineral, seperti zat besi, kalsium, fosfor dan seng dideposit selama 8 minggu
terakhir kehamilan. Dengan demikian bayi preterm mempunyai peningkatan
potensi terhadap hipoglikemia, rikets dan anemia. Meningkatnya kkal untuk
bertumbuh. BBLR memerlukan sekitar 120 kkal/ kg/hari, dibandingkan neonatus
aterm sekitar 108 kkal/kg/hari
Belum matangnya fungsi mekanis dari saluran pencernaan. Koordinasi
antara isap dan menelan, dengan penutupan epiglotis untuk mencegah aspirasi
pneumonia, belum berkembang dengan baik sampai kehamilan 32-42 minggu.
Penundaan pengosongan lambung dan buruknya motilitas usus sering terjadi
pada bayi preterm. Kurangnya kemampuan untuk mencerna makanan. Bayi
preterm mempunyai lebih sedikit simpanan garam empedu, yang diperlukan
untuk mencerna dan mengabsorbsi lemak , dibandingkan bayi aterm. Produksi
amilase pankreas dan lipase, yaitu enzim yang terlibat dalam pencernaan lemak
dan karbohidrat juga menurun. Kadar laktase juga rendah sampai sekitar
kehamilan 34 minggu. Paru-paru yang belum matang dengan peningkatan kerja
bernafas dan kebutuhan kalori yang meningkat. Masalah pernafasan juga akan
mengganggu makanan secara oral.
Potensial untuk kehilangan panas akibat luasnya permukaan tubuh
dibandingkan dengan berat badan, dan sedikitnya lemak pada jaringan bawah
kulit memberikan insulasi. Kehilangan panas ini meningkatkan keperluan kalori.
(Moore, 1997).

E. Pathways
http.image.google.com/pathways-BBLR.html
F. Manifestasi Klinik
Secara umum gambaran klinis pada bayi berat badan lahir rendah sebagai
berikut:
1. Berat badan lahir< 2500 gram, panjang badan≤ 45 Cm, lingkar
dada< 30 Cm, lingkar kepala< 33 Cm.
2. Masa gestasi< 37 minggu.
3. Penampakan fisik sangat tergantung dari maturitas atau lamanya
gestasi; kepala relatif lebih besardari badan, kulit tipis, transparan,
banyak lanugo, lemak sub kutan sedikit, osifikasi tengkoraksedikit,
ubun-ubun dan sutu lebar, genetalia immatur, otot masih hipotonik
sehingga tungkaiabduksi, sendi lutut dan kaki fleksi, dan kepala
menghadap satu jurusan.
4. Lebih banyak tidur daripada bangun, tangis lemah, pernafasan belum
teratur dan sering terjadi apnea, refleks menghisap, menelan, dan
batuk belum sempurna.
Manifestasi klinis yang lain yaitu :
1. Berat badan kurang dari 2.500 gram
2. Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, ubun-ubun dan sutura lebar
3. Genetalia imatur, rambut tipis halus teranyam, elastisitas daun telinga
kurang
4. Tangis lemah, tonus otot leher lemah.
5. Reflek moro (+), reflek menghisap, menelan, batuk, belum sempurna.
6. Bila lapar menangis, gelisah, aktifitas bertambah
7. Tidak tampak bayi menderita infeksi/perdarahan intrakranial
8. Nafas belum teratur
9. Pembuluh darah kulit diperut terlihat banyak
10. Jaringan mamae belum sempurna, putting susu belum terbentuk
dengan baik.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah:
1. Suhu Tubuh
a. Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
b. Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
c. Otot bayi masih lemah
d. Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan
panas badan
e. Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi
dengan berat badan lahir rendah perlu diperhatikan agar tidak
terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan.
2. Pernapasan
a. Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
b. Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya
tidak sempurna
c. Otot pernapasan dan tulang iga lemah
d. Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi
paru-paru dan gagal pernapasan.
3. Alat pencernaan makanan
a. Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan
dengan lemah / kurang baik
b. Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna ,
sehingga pengosongan lambung berkurang
c. Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan
aspirasi pneumonia
4. Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah
terjadi hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
5. Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih
belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema
6. Perdarahan dalam otak
a. Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah
b. Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan
terjadinya perdarahan dalam otak
c. Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan
kematian bayi
d. Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah
terjadi perdarahan dan nekrosis.

G. Perawatan BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai
kemungkinan yang dapat terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan
pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan,
menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.
1. Pengaturan Suhu Tubuh BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila
berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh
permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas bila dibandingkan dengan
berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan
lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu
diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam
keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh
bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya
untuk nayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C
dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar
ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban
inkubator berkisar antara 50 – 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi
diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu
inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan berat
badan 2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan
didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila
inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus
bayi dan meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan
memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan
menggunakan metode kanguru.
Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C -
37 0C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti
pada bayi didalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi
kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai digunakan
inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor
probe). Alat ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh
alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat
dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini
sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting
untuk memudahkan pengawasan mengenai keadan umum, perubahan
tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga
penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta
pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.
2. Pernapasan
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing,
trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke
alveoli. Terhambatnya jalan napas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia
dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi
dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat
lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami
serangan apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat
memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari
plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas
segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring,
merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila
tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan
jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah
terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus
mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
3. Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam
tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi.
Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan
terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada bayi
BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik
limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi
diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap
perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering merupakan tanda infeksi
umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah,
letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat,
muntah, diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap
bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak
dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan
baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat,
perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat
yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat
pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang
terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic
yang tepat.
4. Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara
pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi
BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu
mengisap. ASI juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang
tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi
khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu Formula yang
komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan
pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan
masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam incubator dengan
kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat
dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar
dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih
kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika minum melalui
botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui OGT
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan
berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam
dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah.
5. Ikterus
Semua bayi prematur menjadi ikterus karena sistem enzim
hatinya belum matur dan bilirubin tak berkonjugasi tidak dikonjugasikan
secara efisien sampai 4-5 hari berlalu . Ikterus dapat diperberat oleh
polisetemia, memar hemolisias dan infeksi karena hperbilirubinemia
dapat menyebabkan kernikterus maka wama bayi harus sering dicatat
dan bilirubin diperiksa, bila ikterus muncul dini atau lebih cepat
bertambah coklat.
6. Perawatan kulit
Kulit bayi prematur sangat imatur dibandingkan bayi yang cukup
bulan. Karena sangat sensitif dan rapuh, maka sabun yang berbasis
alkalis yang dapat merusakmantel asam tidak boleh digunakan. Semua
produk kulit (misal: alkohol, povidone iodine) harus dipergunakan
secara hati-hati: kulit harus segaera dibilas dengan air sesudahnya
karena zat-zat tersebut dapat mengakibatkan iritasi berat dan luka
bakar kimia pada bayi.
Kulit sangat mudah mengalami eksoriasi dan terkelupas; harus
diperhatikan jangan sampai merusak struktur yang halus tersebut. Oleh
karena itu, ikatannya jauh lebih longgar diantara lapisan kulit tipis
tersebut. Penggunaan perekat setelah penusukan tumit atau untuk
melekatkan alat pemantau atau infus IV dapat eksoriasi kulit atau
menempel erat pada permukaan kulit sehingga epidermis dapat
terkelupas dari dermis dan tertarik bersama plester sama sekali tidak
aman menggunakan gunting untuk mengelupas balutan atau plester
dari ekstremitas bayi imatur yang sangat kecil, karena bis memotong
ekstremitas yang kecil tersebut atau melepas klit yang terikat longgar.
Pelarut yang digunakan untuk mengelupas plester juga harus dihindari
karena cenderung mengeringkan dan membakar kulit lembut.

H. Komplikasi
Ada beberapa hal yang dapat terjadi apabila BBLR tidak ditangani
secepatnya menurut Mitayani, 2009 yaitu :
1. Sindrom aspirasi mekonium (menyebabkan kesulitan bernapas pada
bayi)
2. Hipoglikemia simptomatik, terutama pada laki-laki
3. Penyakit membran hialin: disebabkan karena surfaktan paru belum
sempurna/ cukup, sehingga olveoli kolaps. Sesudah bayi mengadakan
inspirasi, tidak tertinggal udara residu dalam alveoli, sehingga selalu
dibutuhkan tenaga negatif yang tinggi untuk yang berikutnya
4. Asfiksia neonetorum
5. Hiperbilirubinemia
Bayi dismatur sering mendapatkan hiperbilirubinemia, hal ini mungkin
disebabkan karena gangguan pertumbuhan hati.

I. Prognosa
Tergantung dari berat ringannya masalah perinatal, seperti; masa
gestasi (semakin muda dan semakin rendah berat badan bayi makin tinggi
angka kematiannya), komplikasi yang menyertai (asfiksia/iskemia, sindrom
gangguan pernafasan, perdarahan intra ventrikuler, infeksi, gangguan
metabolik, dll).
Prognosis bayi berat lahir rendah ini tergantung dari berat
ringannya masalah perinatal misalnya masa gestasi ( makin muda masa
gestasi / makin rendah berat bayi, makin tinggi angka kematian),
asfiksia/iskemia otak , sindroma gangguan pernapasan , perdarahan
intrafentrikuler , displasia bronkopulmonal, retrolental fibroplasia, infeksi,
gangguan metabolik (asidosis, hipoglikemi, hiperbilirubinemia).
Prognosis ini juga tergantung dari keadaan sosial ekonomi,
pendidikan orang tua dan perawatan pada saat kehamilan persalinan dan
post natal (pengaturan suhu lingkungan, resusitasi, nutrisi, mencegah
infeksi, mengatasi gangguan pernapasan, asfiksia hiperbilirubinemia,
hipoglikemia dan lain – lain).
Pengamatan Lebih Lanjut.
Bila bayi berat lahir rendah dapat mengatasi problematik yang
dideritanya perlu diamati selanjutnya oleh karena kemungkinan bayi ini
akan mengalami gangguan pendengaran, penglihatan, kognitif, fungsi
motor susunan saraf pusat dan penyakit penyakit seperti Hidrosefalus,
Cerebral palsy dan sebagainya.

II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


A. Pengkajian
1. Aktivitas/Istirahat
Bayi sadar mungkin 2-3 jam beberapa hari pertama, tidur sehari rata-rata
20 jam. Gerakan bayi pasif dan tangis hanya merintih, walaupun lapar
bayi tidak menangis, bayi lebih banyak tidur dan lebih malas.
2. Riwayat kehamilan
a. Mulai HPHT – umur kehamilan < 37 minggu
b. Ibu menderita : hipertensi( toksemia gravidarum ), kelainan jantung,
DM, penyakit menular
c. Riwayat obstetric kurang baik
d. Kehamilan multigravida dengan jarak kelahiran < 2 tahun
e. Umur ibu < 20 tahun dan < 35 tahun
f. Nutrisi ibu kurang
g. Pemeriksaan/ pengawasan antenatal tidak teratur
3. Penentuan usia kehamilan
Usia kehamilan < 37 minggu , dengan pemeriksaan:
a. K epala relative lebih besar dari pada badan
b. Kulit tipis transparan,lanugo dan verniks caseosa banyak,lemak
subkutan kurang
c. Oksifikasi tengkorak sedikit,ubun – ubun dan sututra lebar
d. Tulang rawan dan daun telinga belum matur sehingga kurang
elastis
e. Gusi : makroglosia
f. Jaringan mamae belum sempurna,demikian pula putting susu
belum terbentuk dengan baik
g. Posisi masih posisi fetal ( dekubitus lateral )
h. Lipatanbawah kaki lebih sedikit.
i. Pergerakan kurang dan masih lemah ( tonus otot kurang )
j. Desensus testikulorumàBayi laki-laki
k. Klitoris dan labia minora belum tertutup labia mayora.àBayi
perempuan
4. Pemeriksaan fisik
a. Antropometri: Berat badan < 2500 gr,panjang badan < 45 cm,lingkar
dada < 30 cm,lingkar kepala < 33 cm.
b. Suhu
Suhu tubuh bayi hipotermi. Penyebabnya adalah :
1) Pusat pengatur panas belum berfungsi dengan sempurna.
2) Kurangnya lemak pada jaringan subcutan akibatnya
mempercepat terjadinya perubahan suhu.
3) Kurangnya mobilisasi sehingga produksi panas berkurang
5. Neurosensori Pemeriksaan Refleks
a. Tubuh panjang,kurus,lemah dengan perut agak gendur
b. Ukuran kepala besar dengan hubungannya dengan tubuh,sutura
mungkin mudah digerakkan,fontanel mungkin besar atau terbuka
lebar.
c. Edema kelopak mata umum terjadi ,mungkin merapat ( tergantung
usis gestasi )
d. Refleks moro : komponen pertama dari refleks morro ekstensi
lateral dari ekstremitas atas dengan membuka tangan tampak pada
gestasi minggu ke – 28,komponen kedua fleksi anterior dan
menangis yang dapat didengar yang tampak pada usia gestasi
minggu ke 32.
e. Pemeriksaan Dubowitz menandakan usia gestasi antara 24 – 37
minggu.
f. Refleks roting terjadi dengan baik pada gestasi 32
minggu,koordinasi refleks untuk mengisap,menelan dan berfnafas
biasanya terbentuk pada gestasi minggu ke 32
g. Dapat mendemonstrasikan kedutan atau mata berputer
6. Sistem pernafasan
a. Frekuensi pernafasan bervariasi/ belum teratur terutama pada hari –
hari pertama,pernafasan diagfragmatik intermiten atau periodic ( 40
– 60x/m)
b. Sering terjadi apnue
c. Refleks batuk lemah
d. Mengorok ,pernafasan cuping hidung,retraksi suprasternal
atausubsternal atau berbagai derajat sianosis mungkin ada
e. Adanya bunyi “ampeles” pada auskultasi , menandakan Respirasi
Distress Syndrome ( RDS )
7. Sirkulasi
a. Seringkali terdapat edema pada anggota gerak yang dapat berubah
sesuai perubahan posisi menjadi lebih nyata sesuadah 24 – 48 jam
b. Kulit tampak mengkilat dan licin
c. Pembuluh darah kulit banyak terlihat
8. Makanan / cairan
a. Refleks menelan masih lemah (kurang )
b. Refleks mengisap masih lemah
c. Kesulitan menyusui
9. Eliminasi
a. Urine Pada bayi 24 jam I < 15 – 20 cc, 26 hari < 200 cc ( fungsi
pemekatan urine lemah)
b. Mekonium ( + )
10. Integumen
Kulit keriput, tipis, penuh lanugo pada dahi, pelipis, telinga dan lengan,
lemak jaringan sedikit (tipis).

B. Diagnosa keperawatan
1. Tidak efektifnya pola nafas b.d imaturitas paru
2. Resiko tinggi termoregulasi b.d imaturnya susunan saraf pusat
(ketidakmampuan merasakan dingin atau berkeringat)
3. Resiko gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d kelemahan
(ketidakmampuan untuk menyusu)
4. Risiko kerusakan integritas kulit b.d penurunan status nutrisi dan
kelembaban kulit
5. Risiko infeksi berhubungan dengan pertahanan imunologis yang
kurang.
C. Intervensi Keperawatan
Diagnosa Perencanaan
NO
keperawatan Tujuan Rencana Rasional
1 Pola nafas tidak Setelah di berikan 1. Observasi pola Nafas. 1. membantu dalam membedakan
efektif b.d asuhan keperawatan periode perputaran pernapasan
imaturitas paru selama 1x24 jam pola normal dan serangan apneu.
2. menghilangkan secret yang
dan nafas efektif dengan 2. Bersihkan jalan napas
menyumbat
neorumuskular, kriteria :
3. Posisi Kepala lebih tinggi
penurunan energi, a. HR 140-160 x/menit 3. Posisikan sedikit ekstensi
melancarkan aliran napas dan
dan keletihan. a. RR 40-60 x/mnt dengan mengganjal bahu
mengoptimalkan ekspansi paru
b. Tidak terjadi memakai kain 4. Hipoksia, asidosis metabolic,
sianosis. 4. Monitor dengan teliti hasil hipoglikemia dapat
pemeriksaan gas darah. memperberat serangan apnetik.
5. perbaikan kadar Oksigen dapat
meningkatkan fungsi
5. Beri O2 sesuai program
pernapasan
dokter dan observasi
respon terhadap oksigen
6. perbaikan sirkulasi oksigen
6. Atur ventilasi ruangan
tempat perawatan klien.
2 Inefektif Setelah dilakukan 1. Observasi suhu 1. hipertermi cenderung membuat
termoregulasi tindakan keperawatan bayi stress karena dingin
2. membantu mempertahankan
berhubungan 3x24 jam, klien dapat 2. Tempatkan bayi dalam
lingkungan termonetral
dengan kontrol mencapai status incubator/couve
3. hipertermi dapat meningkatkan
3. Pantau system pengaturan
suhu yang imatur thermoregulasi yang
laju metabolism kebutuhan
suhu
dan penurunan baik secara konstan
oksigen, glukosa, dan
lemak tubuh dengan kriteria :
kehilangan air.
4. Perhatikan perkembangan
subkutan. a. Tanda- 4. tanda-tanda hipertermia dapat
takikardi, kemerahan,
tanda vital dalam berlanjut pada kerusakan otak.
letargia, apneu, kejang
batas normal
5. Pantau hasil pemeriksaan
b. Kulit 5. Stress, dingin meningkatkan
Laboratorium (GDA,
tidak panas, kebutuhan glukosa dan
Bilirubin)
kemerahan oksigen . Peningkatan kadar
bilirubin indirek dapat terjadi.
3 Ketidakseimbanga Setelah dilakukan 1. Observasi intake dan 1. Memberikan informasi tentang
n nutrisi kurang tindakan keperawatan output. masukan actual dalam
dari kebutuhan selama 3 x 24 jam, hubungan dengan perkiraan
tubuh diharpkan status nutrisi kebutuhan untuk penyesuaian
berhubungan klien terpenuhi: intake diet
2. Menentukan metode pemberian
dengan makanan, gizi dan 2. Observasi reflek hisap dan
makanan yang tepat
ketidakmampuan cairan, dengan kriteria: menelan. 3. mencegah hipoglikemi dan
mencerna nutrisi a. BB 3. Beri minum sesuai dehidrasi
4. pemberian cairan IV diperlukan
normal sesuai umur program
tetapi perlu hati-hati untuk
dan tinggi badan
menghindari kelebihan cairan
b. Mengkon 4. Monitor tanda-tanda
5. memenuhi kebutuhan ASI serta
sumsi nutrisi yang intoleransi terhadap nutrisi
mendekatkan ibu dan anak
adekuat parenteral. 6. mengidentifikasi adanya resiko
c. Tidak 5. Kaji kesiapan ibu untuk terhadap pola pertumbuhan
menunjukkan tanda menyusui.
mal nutrisi 6. Timbang BB setiap hari

4 Risiko kerusakan Setelah dilakukan 1. Obs 1. Tanda-tanda infeksi dapat


integritas kulit b.d tindakan keperawatan ervasi tanda-tanda digunakan sebagai paremeter

penurunan status 3 x 24 jam tidak ada kemerahan dan infeksi. mengetahui adanya kerusakan
2. Ber integritas kulit.
nutrisi dan tanda-tanda kerusakan
sihkan genital dan sekitar 2. Menurunkan kontaminasi kulit
kelembaban kulit intergritas kulit dengan
setelah BAB dan BAK. membantu dalam menurunkan
kriteria :
3. Beri eksudat.
a. Turgor
kan penkes pada ibu klien 3. Meminimalkan resiko terjadinya
kulit elastis untuk memberikani talk iritasi.
b. Suhu secara merata pada kulit 4. Memberikan perlindungan
tubuh dbn bagian tebal bagian tubuh tambahan pada kulit yang halus.

(36,5-37,5oC). yang tertekan. 5. Salep antibiotic mencegah infeksi


4. Gan yang dapat mengakibatkan
c. Tidak
ti popok setiap kali basah kerusakan integritas kulit
ada edema.
dan kotor.
5. Kola
borasi kelola pemberian
salep antibiotic :
Chlorampenicol
5 Risiko infeksi Tujuan: 1. Lakukan teknik aseptik dan 1. Pada bayi baru lahir daya tahan
berhubungan Selama perawatan antiseptik dalam tubuhnya kurang / rendah.
dengan tidak terjadi memberikan asuhan
pertahanan komplikasi (infeksi) keperawatan 2. Mencegah penyebaran infeksi
kriteria 2. Cuci tangan sebelum dan nosokomial.
imunologis yang
a. Tidak ada tanda- sesudah melakukan 3. Mencegah masuknya bakteri
kurang
tanda infeksi. tindakan. dari baju petugas ke bayi
3. Pakai baju khusus/ short
b. Tidak ada
waktu masuk ruang isolasi 4. Mencegah terjadinya infeksi
gangguan fungsi
(kamar bayi) dan memper-cepat
tubuh. 4. Lakukan perawatan tali
pengeringan tali pusat karena
pusat dengan triple dye 2
kali sehari. mengan-dung anti biotik, anti
jamur, desinfektan.
5. Jaga kebersihan (badan, 5. Mengurangi media untuk

pakaian) dan lingkungan pertumbuhan kuman.

bayi.
6. Observasi tanda-tanda 6. Deteksi dini adanya kelainan
infeksi dan gejala kardinal
7. Hindarkan bayi kontak 7. Mencegah terjadinya penularan
dengan sakit. infeksi.
8. Kolaborasi dengan team 8. Mencegah infeksi dari
medis untuk pemberian pneumonia
antibiotik.
9. Siapkan pemeriksaan
9. Sebagai pemeriksaan
laboratorat sesuai advis
penunjang.
dokter yaitu pemeriksaan
DL, CRP.
DAFTAR PUSTAKA

Bobak, Lowdermilk, Jansen. 2004. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Edisi 4. Jakarta :
EGC.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar Pelayanan
Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta : 2008

K, Deswani. 2012.Panduan Praktik Klinis dan Laboratotium Keperawatan Maternitas.


Jakarta: Salemba Medika.

Manuaba. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan, dan Keluarga Berencana. Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta. 2007.

Mitayani. 2009. Asuhan keperawatan maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Prawirohardjo, Sarwono. 2002. Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal. Jakarta: Yayasan


Bina Pustaka.
Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan. Edisi 4. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka

Rudi. 2012. Askep BBLR. http://perawatku.blog.unsoed.ac.id/2012/05/10/askep-bblr/,


diunduh 15 Desember 2014

http.image.google.com/pathways-BBLR.html diunduh pada tanggal 16 Desember 2014

Anda mungkin juga menyukai