Anda di halaman 1dari 17

i

BAB II
PEMBAHASAN

A. Teori Fungsionalisme
Teori Fungsionalisme struktural pertama kali dikembangkan dan
dipopulerkan oleh Talcott Parsons. Talcott Parsons adalah seorang
sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan pendekatan
fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi
dan prosesnya. Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya
keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga dipengaruhi oleh
pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max
Weber. Kemunculan Teori Fungsionalisme Struktural dipengaruhi oleh
adanya asumsi kesamaan antara kehidupan organisme biologis
dengan struktur sosial tentang adanya keteraturan dan keseimbangan
dalam masyarakat.
Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa
masyarakat terintegrasi atas dasar kesepakatan dari para anggotanya
akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan
mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut
dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi
dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat merupakan
kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan
saling ketergantungan.
1. Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif
Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott
Parsons dan dipengaruhi oleh para sosiolog Eropa menyebabkan
teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal. Pandangannya
tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena
tindakan itu didasarkan pada dorongan kemauan, dengan
mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan

1
individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan
tujuan yang akan dicapai itu dipengaruhi oleh lingkungan atau
kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan oleh nilai
dan norma.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa
tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di samping itu,
tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti,
sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai
tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan
dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat
dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial
yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat,
tujuan, situasi, dan norma.
Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat
digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada
akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga
individu itu dipengaruhi oleh kondisi yang dapat membantu dalam
memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide
serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas,
tindakan individu manusia itu juga ditentukan oleh orientasi
subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai.
Perlu diketahui pula bahwa tindakan individu tersebut dalam
realisasinya dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur
sebagaimana dikemukakan di atas.
1. Analisis Struktural Fungsional dan Diferensiasi Struktur
Sebagaimana telah diuraikan bahwa Teori Fungsionalisme
Struktural beranggapan bahwa masyarakat itu merupakan sistem
yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk
keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang
menjadi persyaratan fungsional dalam sistem di masyarakat dapat
dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan sosial,

2
adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan
lingkungan yang menuntut suatu konsekuensi adanya persyaratan
fungsional.
Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus
dipenuhi agar ada kelestarian sistem, yaitu adaptasi, pencapaian
tujuan, integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan fungsional
yang mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem yang ada.
Berkenaan hal tersebut di atas, empat fungsi tersebut terpatri
secara kokoh dalam setiap dasar yang hidup pada seluruh tingkat
organisme tingkat perkembangan evolusioner. Perlu diketahui
bahwa sekalipun sejak semula Talcott Parsons ingin membangun
suatu teori yang besar, akan tetapi akhirnya mengarah pada suatu
kecenderungan yang tidak sesuai dengan niatnya. Hal tersebut
karena adanya penemuan-penemuan mengenai hubungan-
hubungan dan hal-hal baru, yaitu yang berupa perubahan perilaku
pergeseran prinsip keseimbangan yang bersifat dinamis yang
menunjuk pada sibernetika teori sistem yang umum. Dalam hal ini,
dinyatakan bahwa perkembangan masyarakat itu melewati empat
proses perubahan struktural, yaitu pembaharuan yang mengarah
pada penyesuaian evolusinya Talcott Parsons
menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas
untuk menganalisis proses perubahan.

B. Tokoh-Tokoh Tori Fungsional Struktural


1. Herbert Spencer
Adalah ahli sosiologi Inggris pada pertengahan abad ke-19 yang
membahas tentang fungsional struktural dengan menganalogikan
struktur biologi dengan struktur sosial. Pembahasan spencer
tentang masyrakat sebagai suatu organisme hidup terdapat dalam
butir-butir ini (Margaret M. Poloma 2007: 24) :

3
a. Masyarakat maupun organisme hidup sama-sama mengalami
pertumbuhan
b. Strukur tubuh-sosial (social body) maupun organisme hidup
(living body) juga mengalami pertumbuhan, dimana semakin
besar suatu struktur sosial maka semakin banyak pula bagian-
bagiannya seperti halnya dengan sistem biologis yang menjadi
semakin kompleks sementara ia tumbuh menjadi semakin
besar.
c. Setiap bagian yang tumbuh di dalam tubuh organisme biologis
maupun organisme sosial memiliki fungsi dan tujuan tertentu.
Misalnya pada manusia struktur biologis seperti struktur dan
fungsi paru-paru berbeda dengan struktur dan fungsi keluarga
sebagai struktur institusional memiliki tujuan yang berbeda
dengan sistem politik atau ekonomi
d. Di dalam sistem organisme maupun sistem sosial,perubahan
pada suatu bagian akan mengakibatkan perubahan pada bagian
lain dan pada akhirnya di dalam sistem secara keseluruhan.
Misalnya perubahan sistem politik dari suatu pemerintah
demokratis ke suatu pemerintahantotaliter akan mempengaruhi
keluarga,pendidikan, agama dan sebagainya. Bagian-bagian
itus aling berkaitan satu sama lain
e. Bagian-bagian yang saling berkaitan tersebut merupakan suatu
struktur-mikro yang dapat dipelajari secara terpisah.
Demikianlah maka sistem peredaran atau sitem pembuangan
merupakan pusat perhatian para spesialis biologi dan media,
seperti halnya sistem politik atau sistem ekonomi merupakan
sasaran pengkajian para ahli politik dan ekonomi.
Butir-butir yang dikemukakan spencer merupakan model
atau analogi yang tidak harus diterima mentah-mentah, dimana
masyarakat tidak benar-benar mirip dengan organisme hidup,
dimana keduanya memiliki perbedaan yang sangat jelas.

4
Misalnya saja di dalam sistem organisme yang dianalaogikan
sebagai struktural biologi, bagian-bagian saling terkait dalam
suatu hubungan yang sangat dekat, sedangkan di dalam
sistem-sosial hubungan yang sangat dekat seperti itu tidak
begitu terlihat jelas, terkadang bagian-bagian tersebut terpisah.
Pikiran spencer yang dilandasi oleh pemikiran comte bahwa
masyarakat dapat dilihat sebagai suatu sistem yang terdiri dari
bagian-bagian yang saling bergantung satu sama lain.
2. Emile Durkheim
Emile Dukheim adalah seorang sosiolog prancis, durkheim
melihat masyrakat modern sebagai keseluruhan organis yang
memiliki realitas tersendiri, dimana setiap perangkat tersebut
memiliki seperangakat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang
harus dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar
dalam keadaan normal, tetap langgeng (Margaret M. Poloma 2007:
25).
Dimana ada suatu dampak jika kebutuhan atau fungsi-fungsi
tertentu tidak terpenuhi maka akan berkembang suatu keadaan
yang bersifat “patologis” (keadaan tidak seimbang atau perubahan
sosial, contohnya di dalam masyarakat modern fungsi ekonomi
merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi, jika dalam kehidupan
ekonomi mengalami suatu fluktasi yang keras, maka bagian ini
akan mempengaruhi bagian lain dari sistem tersebut seperti sistem
politik, kemudian sistem keluarga dan kemudian menyebabkan
perubahan dalam struktur keagamaan dan akhirnya mempengaruhi
sistem keseluruhannya. Keadaan patologis tersebut akan teratasi
dengan sendirinya yang mengakibatkan “equilibrium” keadaan
normal atau suatu sistem yang seimbang.
3. Radcliffe Brown
Fungsionalisme Brown ini merupakan perkembangan dari
teori Fungsional Durkheim. Fungsi dari setiap kegiatan selalu

5
berulang, seperti penghukuman kejahatan, atau upacara
penguburan, adalah merupakan bagian yang dimainkannya dalam
kehidupan social sebagai keseluruhan dan, karena itu, merupakan
sumbangan yang diberikan bagi pemelihara kelangsungan
structural (Radcliffe Brown, 1976: 505).
4. Bronislaw Malinowsky
Para ahli antropologi menganalisa kebudayaan dengan
melihat pada “fakta-fakta antropologis” dan bagian yang dimainkan
oleh fakta-fakta itu dalam system kebudayaan (Malinowski, 1976:
551).
5. Talcott Parson
Fungsionalisme structural Talcott Parsons terkenal dengan
skema AGIL. Parson yakin bahwa ada empat fungsi penting yang
diperlukan semua system:
a. Adaptation (adaptasi)
Sebuah system harus menanggulangi situasi eksternal yang
gawat. Sistem harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dan
menyesuaikan lingkungan itu dengan kebutuhannya.
b. Goal attainment (pencapaian tujuan)
Sebuah system harus mendefenisikan dan mencapai tujuan
utamanya.
c. Integration (integrasi)
Sebuah system harus mengatur antarhubungan bagian-bagian
yang menjadi komponennya. Sistem juga harus mengelola
antarhubungan ketiga fungsi penting lainnya (A, G, L).
d. Latency (latensi atau pemeliharaan pola)
Sebuah system harus memperlengkapi, memelihara, dan
memperbaiki, baik motivasi individual maupun pola-pola cultural
yang menciptakan dan menopang motivasi.
6. Robert K. Merton

6
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap
lebih dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan
mendasar dan jelas tentang teori-teori fungsionalisme, merton
merupakan seorang pendukung yang mengajukan tuntutan lebih
terbatas bagi perspektif ini. Mengakui bahwa pendekatan
fungsional-struktural telah membawa kemajuan bagi pengetahuan
sosiologis.
Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa
fungsional dan disempurnakannya, diantaranya ialah :
a. postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat
yang dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh
bagian dari system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan
keselarasan atau konsistensi internal yang memadai, tanpa
menghasilkan konflik berkepanjangan yang tidak dapat diatasi
atau diatur. Atas postulat ini Merton memberikan koreksi bahwa
kesatuan fungsional yang sempurna dari satu masyarakat
adalah bertentangan dengan fakta. Hal ini disebabkan karena
dalam kenyataannya dapat terjadi sesuatu yang fungsional bagi
satu kelompok, tetapi dapat pula bersifat disfungsional bagi
kelompok yang lain.
b. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang
menganggap bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan
yang sudah baku memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap
postulat ini dikatakan bahwa sebetulnya disamping fungsi positif
dari sistem sosial terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku
sosial dapat dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi
ini. Dengan demikian dalam analisis keduanya harus
dipertimbangkan.
c. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa
dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek
materiil dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting,

7
memiliki sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan
bagian penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan
system sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang
kertiga ini masih kabur ( dalam artian tak memiliki kejelasan,
pen ), belum jelas apakah suatu fungsi merupakan keharusan.

C. Fungsionalisme Struktural Sebagai Sistem Dalam Domain Sosial


Dorongan yang besar bagi perkembangan fungsionalisme datang
dari penerbitan karya Talcott Parsons (1902-1978), The strucrur of
social action (1957) [stuktur tindakan sosial], Ahli sosiologi yang besar
ini telah belajar di Jerman, dan didalam kaarya besarnya yang pertama
ia mencoba mengintegrasikan gagasan-gagasan Durkheim, Weber,
Pareto, dan juga gagasan-gagasan ahli ekonomi Inggris T.H. Marshall,
menjadi satu teori tindakan sosial. Teori ini dengan jelas memberi
tekanan kepada fungsionalisme yang dalam tahun-tahun kemudian
akan menjadi lebih kuat.
Menurut Parsons, ide mnegenai kehidupan sosial sebagai suatu
sistem –suatu jaringan dari bagian yang berbeda-beda—menjelaskan
bagian struktural dari label fungsionalis struktural yang selalu dikaitkan
dengan karyanya. Lebih lanjut, analogi mengenai sebuah sistem
menjelaskan bagian “fungsionalis”nya. Jkalau kita menyebut tubuh
manusia sebagai suatu sistem, hal itu bisa dilihat sebagai sesuatu
yang memiliki kebutuhan-kebutuhan tertentu, misalnya kebutuhan
makanan dan sejumlah bagian-bagian yang saling berhubungan
(sistem pencernaan, perut, intesines, dan lain-lain) yang fungsinya
adalah menemukan kebutuhan-kebutuhan itu. sistem sosial dari
tindakan dilihat oleh Parson sebagai sesuatu yang mempunyai
kebutuhan yang harus dipenuhi kalau mau hidup dan sejumlah bagian-
bagian yanbg berfungsi untuk menemukan kebutuhan-kebutuhan itu.
semua sistem yang hidup dilihat sebagai sesuatu yang cenderung
mengarah kepada keseimbangan, suatu hubungan yang stabil dan

8
seimbang antara bagian-bagian yang terpisah dan mempertahankan
dirinya secara terpisah dari sistem-sistem lain.
Ada sebuah tradisi dalam pemikiran sosiologi yang lazim disebut
fungsionalisme ‘fungsionalisme struktur, analisis fungsionalis.
Kebaikan yang bersifat relatif dari tradisi fungsionalisme bukan hanya
diperdebatkan tetapi juga sering mendapat kritik mendasar yang
merusakkan. Walaupun demikian, tradisi tersebut masih dipegang
teguh oleh para pengikutnya.
Gagasan-gagasan inti dari fungsionalisme ialah perspektif holistis,
yaitu sumbangan-sumbangan yang diberikan oleh bagian-bagian demi
tercapainya tujuan-tujuan dari keseluruhan, kontinuitas dan keserasan
dan tata berlandaskan consensus mengenai nilai-nilai fundamental.
Fungsionalisme struktural bermaksud menjadi suatu teori umum
mengenai masyarakat yang tidak begitu membenarkan kapitalisme
(walaupun sering terjadi justeru membenarkan). Sebagai sesuatu yang
memberikan penjelasan dan pemahaman mengenai kesulitan-kesulitan
kapitalisme, tanpa mengutuknya. Seperti akan kita lihat, hal ini dicapai
dengan melihat kesulitan-kesulitan itu sebagai bagian dari model
Parsons yang bersifat evolutif, menuntun kepada stabilitas dan
integrasi yang lebih besar.
Teori fungsional ini menganut faham positivisme, sehingga dalam
melakukan kajian haruslah mengikuti aturan ilmu pengetahuan alam.
Dengan demikian, fenomena tidak didekati secara kategoris, dengan
tujuan membangun ilmu dan bukan untuk tujuan praktis. Analisis teori
fungsional bertujuan menemukan hukum-hukum universal
[generalisasi] dan bukan mencari keunikan-keunikan [partikularitas].
Dengan demikian, teori fungsional berhadapan dengan cakupan
populasi yang amat luas, sehingga tidak mungkin mengambilnya
secara keseluruhan sebagai sumber data. Sebagai jalan keluarnya,
agar dapat mengkaji realitas universaaal tersebut maka diperlukan
representasi dengan cara melakukan penarikan sejumlah sampel yang

9
mewakili. Dengan kata lain, keterwakilan [representatifitas] menjadi
sangat penting.
Oleh karena kajian teori fungsional menekankan upaya
menemukan hubungan kausal dan atau korelasi antar fenomena,
maka metode penelitian ini lebih mengarah kepada pemakaian
teknik kuantitatif. Dengan sendirinya, metode survey lebih
memungkinkan peneliti untuk dapat menguji hubungan kausalitas
antar fenomena. Kedua metode penelitian kuantitatif tersebut terakhir
menjadi sangat populer dimata para eksponen teori structural
fungsional.
Durkheim mengemukakan bahwa ikatan solidaritas mekanis, yang
dijumpai pada masyarakat yang masih sederhana, laksana kohesi
antara benda-benda mati, sedangkan ikatan solidaritas organis, yang
dijumpai pada masyarakat yang kompleks, laksana kohesi antara
organ hidup. Pernyataan seperti ini mencerninkan penganutan analogi
organis aggapan mengenai adanya persamaan tertentu antara organis
biologis dengan masyarakat. Analogi organis merupakan suatu cara
memandang masyarakat yang banyak kita jumpai dikalangan
penganut teori fungsionalisme. Gambaran yang disajikan Dahrendorf
mengenai pokok-pokok teori fungsionalismeadalah sebagai berikut :
1. Setiap masyarakat merupakan suatu struktur unsur yang relatif
gigih dan stabil.
2. Mempunyai struktur unsur yang terintegrasi dengan baik
3. Setiap unsur dalam masyarakat mempunyai fungsi, memberikan
sumbangan pada terpeliharanya masyarakat sebagai suatu sistem.
4. Setiap struktur sosial yang berfungsi didasarkan pada consensus
mengenai nilai dikalangan para anggotanya.
Fungsionalisme Durkheim ini tetap bertahan dan
dikembangkan lagi oleh dua orang ahli antropologi abad ke 20,
yaitu Bronislaw Malinowski dan A.R Radcliffe- Brown. Keduanya
dipengaruhi oleh ahli-ahli sosiologi yang melihat masyarakat

10
sebagai organisme hidup, dan keduanya menyumbang buah fikiran
mereka tentang hakikat analisa fungsional yang dibangun diatas
model organis. Didalam batasannya tentang beberapa konsep
dasar fungsionalisme dalam ilmu-ilmu sosial, pemahaman Radcliff
Brown [1976: 503-511] mengenai fungsionalisme merupakan dasar
fungsional kontemporer.
Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang, seperti
penghukuman kejahatan, atau upacara penguburan, adalah
merupakan bagian yang dimainkannya dalam kehidupan sosial
sebagai keseluruhan dan karena itu, merupakan sumbangan
yang diberikannya bagi pemeliharaan kelangsungan structural.
Yang sangat mengherankan, perspektif structural sekitar
tahun 1950 an dan awal 1960 an justru menjadi
Landasan pengembangan teori medernisasi, yakni salah satu teori
modernisasi tersebut paling populer dan berkembang. Kenapa
perspektif struktural fungsional yang sangat sedikit sekali
perhatiannya terhadapmasalah perubahan sosial, justru tampil
sebagai kekuatan intelektual yang dominan disamping teori
perubahan sosial lainnya? Penjungkir balikan yang
mendongkolkan yang terjadi dalam sosiologi kontemporer
demikian itu nampaknya memerlukan suatu penyelidikan. Tetapi
penyelidikan tersebut bukan pekerjaan yang ringan. Paling kurang
terdapat tiga faktor yang berkaitan dengan kontradiksi metodologis
yang aneh itu.
1. Beberapa premis metodologis perspektif structural fungsional.
2. Konsep difusi kultural dibidang ekonomi dan teknologi.
3. Adanya etnosentrisme dikalangan ahli ilmu sosial Barat pada
umumnya- mengenai cara-cara mencapai kemajuan.
Seperti teori formal tentang masyarakat, struktural fungsional
mempunyai empat premis dasar :

11
1. Masyarakat adalah suatu sistem yang secara keseluruhan terdiri
dari bagian-bagian yang saling tergantung.
2. Keseluruhan atau sistem yang utuh menentukan bagian-bagian.
Artinya bagian yang satu tidak dapat difahami secara terpisah
kecuali dengan memperhatikan hubungannya dengan sistem
keseluruhan yang lebih luas dimana bagian-bagian menjadi
unsurnya. Pola organisasi kekeluargaan, pranata politil, dan
organisasi ekonomi - teknologi.
3. Bagian-bagian harus difahami dalam kaitannya dengan fungsinya
terhadap keseimbangan sistem keseluruhan sebagai satu sistem
terdapat hubungan fungsiol.

D. Tinjauan Singkat Tentang Teori Fungsional Struktural


Pokok-pokok para ahli yang telah banyak merumuskan dan
mendiskusikan hal ini telah menuangkan berbagai ide dan gagasan
dalam mencari paradigma tentang teori ini, sebut saja George Ritzer
(1980), Margaret M.Poloma (1987), dan Turner (1986). Drs. Soetomo
(1995) mengatakan apabila ditelusuri dari paradigma yang digunakan,
maka teori ini dikembangkan dari paradigma fakta social. Tampilnya
paradigma ini merupakan usaha sosiologi sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang baru lahir agar mempunyai kedudukkan sebagai
cabang ilmu yang berdiri sendiri.
Secara garis besar fakta social yang menjadi pusat perhatian
sosiologi terdiri atas dua tipe yaitu struktur social dan pranata social.
Menurut teori fungsional structural, struktur sosial dan pranata sosial
tersebut berada dalam suatu system social yang berdiri atas bagian-
bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam
keseimbangan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa teori ini (fungsional –
structural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik
dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya

12
adalah bahwa setiap struktur dalam system sosial, fungsional terhadap
yang lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak
akan ada atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut,
teori inipun kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran
dari para penganutnya.
Emile Durkheim, seorang sosiolog Perancis menganggap bahwa
adanya teori fungsionalisme-struktural merupakan suatu yang
‘berbeda’, hal ini disebabkan karena Durkheim melihat masyarakat
modern sebagai keseluruhan organisasi yang memiliki realitas
tersendiri. Keseluruhan tersebut menurut Durkheim memiliki
seperangkat kebutuhan atau fungsi-fungsi tertentu yang harus
dipenuhi oleh bagian-bagian yang menjadi anggotanya agar dalam
keadaan normal, tetap langgeng. Bilamana kebutuhan tertentu tadi
tidak dipenuhi maka akan berkembang suatu keadaan yang bersifat “
patologis “. Para fungsionalis kontemporer menyebut keadaan normal
sebagai ekuilibrium, atau sebagai suatu system yang seimbang,
sedang keadaan patologis menunjuk pada ketidakseimabangan atau
perubahan social.
Robert K. Merton, sebagai seorang yang mungkin dianggap lebih
dari ahli teori lainnya telah mengembangkan pernyataan mendasar
dan jelas tentang teori-teori fungsionalisme, (ia) adalah seorang
pendukung yang mengajukan tuntutan lebih terbatas bagi perspektif
ini. Mengakui bahwa pendekatan ini (fungsional-struktural) telah
membawa kemajuan bagi pengetahuan sosiologis.
Merton telah mengutip tiga postulat yang ia kutip dari analisa
fungsional dan disempurnakannya, diantaranya ialah :
1. postulat pertama, adalah kesatuan fungsional masyarakat yang
dapat dibatasi sebagai suatu keadaan dimana seluruh bagian dari
system sosial bekerjasama dalam suatu tingkatan keselarasan atau
konsistensi internal yang memadai, tanpa menghasilkan konflik
berkepanjangan yang tidak dapat diatasi atau diatur. Atas postulat

13
ini Merton memberikan koreksi bahwa kesatuan fungsional yang
sempurna dari satu masyarakat adalah bertentangan dengan fakta.
Hal ini disebabkan karena dalam kenyataannya dapat terjadi
sesuatu yang fungsional bagi satu kelompok, tetapi dapat pula
bersifat disfungsional bagi kelompok yang lain.
2. postulat kedua, yaitu fungionalisme universal yang menganggap
bahwa seluruh bentuk sosial dan kebudayaan yang sudah baku
memiliki fungsi-fungsi positif. Terhadap postulat ini dikatakan
bahwa sebetulnya disamping fungsi positif dari sistem sosial
terdapat juga dwifungsi. Beberapa perilaku sosial dapat
dikategorikan kedalam bentuk atau sifat disfungsi ini. Dengan
demikian dalam analisis keduanya harus dipertimbangkan.
3. postulat ketiga, yaitu indispensability yang menyatakan bahwa
dalam setiap tipe peradaban, setiap kebiasaan, ide, objek materiil
dan kepercayaan memenuhi beberapa fungsi penting, memiliki
sejumlah tugas yang harus dijalankan dan merupakan bagian
penting yang tidak dapat dipisahkan dalam kegiatan system
sebagai keseluruhan. Menurut Merton, postulat yang kertiga ini
masih kabur (dalam artian tak memiliki kejelasan, pen), belum jelas
apakah suatu fungsi merupakan keharusan.

E. Pengaruh Teori Ini Dalam Kehidupan Sosial


Talcott Parsons dalam menguraikan teori ini menjadi sub-sistem
yang berkaitan menjelaskan bahwa diantara hubungan fungsional-
struktural cenderung memiliki empat tekanan yang berbeda dan
terorganisir secara simbolis :
1. pencarian pemuasan psikis
2. kepentingan dalam menguraikan pengrtian-pengertian simbolis
3. kebutuhan untuk beradaptasi dengan lingkungan organis-fisis, dan
4. usaha untuk berhubungan dengan anggota-anggota makhluk
manusia lainnya.

14
Sebaliknya masing-masing sub-sistem itu, harus memiliki
empat prasyarat fungsional yang harus mereka adakan sehingga
bias diklasifikasikan sebagai suatu istem. Parsons menekankan
saling ketergantungan masing-masing system itu ketika dia
menyatakan : “secara konkrit, setiap system empiris mencakup
keseluruhan, dengan demikian tidak ada individu kongkrit yang
tidak merupakan sebuah organisme, kepribadian, anggota dan
sistem sosial, dan peserta dalam system cultural “.
Walaupun fungsionalisme struktural memiliki banyak pemuka
yang tidak selalu harus merupakan ahli-ahli pemikir teori, akan
tetapi paham ini benar-benar berpendapat bahwa sosiologi adalah
merupakan suatu studi tentang struktur-struktur social sebagai unit-
unit yang terbentuk atas bagian-bagian yang saling tergantung.
Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep
sistem ketika membahas struktur atau lembaga sosial. System ialah
organisasi dari keseluruhan bagian-bagian yang saling tergantung.
Ilustrasinya bisa dilihat dari system listrik, system pernapasan, atau
system sosial. Yang mengartikan bahwa fungionalisme struktural
terdiri dari bagian yang sesuai, rapi, teratur, dan saling bergantung.
Seperti layaknya sebuah sistem, maka struktur yang terdapat di
masyarakat akan memiliki kemungkinan untuk selalu dapat
berubah. Karena system cenderung ke arah keseimbangan maka
perubahan tersebut selalu merupakan proses yang terjadi secara
perlahan hingga mencapai posisi yang seimbang dan hal itu akan
terus berjalan seiring dengan perkembangan kehidupan manusia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Alimandan, Sosiologi Masyarakat Sedang Berkembang, (Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada, 1995), 82

Bagusbejo (2011) Teori Fungsional


http:// www.scribd.com/ doc/23711839/teori-fungsional. Di akses:
Darussalam, Jumat, 01 Juni 2012.

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, (Jakarta: UI, 1993), 239

Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, (Jakarta: PT. Raja Grafindo


Persada, 1994), 26

Viva Socius (2011) Teori Fungsional – Struktural


http:// sosiologi unsyiah 2010. wordpress.com/ 2011/04/19/ teori -
fungsional-%E2%80%93-struktural/. Di akses: Darussalam, Jumat,
01 Juni 2012.

Zainuddin Maliki, Tiga Teori Sosial Hegemonik, (Surabaya : Narasi Agung,


2003), 50

16

Anda mungkin juga menyukai