Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN

Glioma adalah neoplasma intrakranial primer, yaitu pada sel glial, meliputi

glioma derajat rendah (astrositoma derajat I/II, oligodendroglioma) dan glioma

derajat tinggi (astrositoma anaplastik, glioblastoma, dan anaplastik

oligodendroglioma). Glioma derajat rendah terdiri dari WHO derajat I untuk tumor

dengan potensi proliferasi rendah, kurabilitas pasca reseksi cukup baik dan WHO

derajat II untuk tumor bersifat infiltratif, aktivitas mitosis rendah, namun sering

timbul rekurensi. Jenis tertentu cenderung bersifat progresif ke arah keganasan

yang lebih tinggi (Aman dkk, 2017). 15% dari seluruh glioma adalah glioma

derajat rendah (Ronning et al, 2016).

Insiden tumor intrakranial primer (glioma) dalam kehamilan sangat jarang,

yaitu sekitar 0,36 per 100000 kelahiran (Pallud et al, 2010). Meskipun tidak ada

peningkatan insiden tumor otak dalam kehamilan, manifestasi awal terutama

glioma, bisa ditemukan saat kehamilan trimester pertama (Felix, 2009).

Kehamilan sering memberikan masking effect dari munculnya neoplasma

intrakranial dan resiko misdiagnosis sangat tinggi. Hal ini terjadi karena gejala

seperti sakit kepala, muntah, dan gangguan penglihatan juga sering ditemui pada

kehamilan ( Pradipta, 2013).

Glioma derajat rendah muncul pada usia yang lebih muda dibandingkan

dengan glioma derajat tinggi dengan usia rata-rata saat terdiagnosa antara 40

dan 50 tahun. Oleh karena itulah, pada wanita glioma sering terdiagnosa pada

usia reproduksi (Ronning et al, 2016). Meskipun jarang kehamilan cenderung

memicu pertumbuhan dari beberapa jenis tumor dengan patofisiologi yang belum

1
jelas. Namun beberapa penelitian memberikan hipotesis bahwa pertumbuhan

tumor mungkin berhubungan dengan retensi cairan, perubahan hormon, vascular

engorgement atau lebih pada efek langsung dari sex hormon pada sel tumor

(Darras et al, 2014)

Gejala yang timbul pada pasien dengan kanker otak tergantung dari

lokasi dan tingkat pertumbuhan tumor. Kombinasi gejala yang sering ditemukan

adalah peningkatan tekanan intrakranial (sakit kepala hebat disertai muntah

proyektil), defisit neurologis yang progresif, kejang, dan penurunan fungsi

kognitif. Pada glioma derajat rendah, gejala yang sering ditemui adalah kejang,

sementara glioma derajat tinggi lebih sering menimbulkan gejala defisit

neurologis progresif dan peningkatan tekanan intrakranial (Aman dkk, 2017) .

Kejang pada kehamilan, tentu akan memberikan efek terutama pada janin,

karena kondisi kejang pada ibu berarti menyebabkan janin dalam kondisi

hipoksia. Jika kejang berlangsung lama dan sering maka kesejahteraan bayi

dalam kandungan dapat terganggu.

Penatalaksanaan glioma sendiri terdiri dari tindakan operasi, kemoterapi

atau radiasi tergantung jenis dan stadium dari tumor. Sedangkan pada kasus

glioma dalam kehamilan, karena jumlah kasusnya yang jarang, belum ada

guideline yang pasti untuk terapi ajuvan atau waktu yang ideal untuk

neurosurgical atau intervensi obstetri pada ibu hamil. Kesulitan penyusunan

guideline untuk strategi terapi adalah karena kondisi yang rumit dari faktor klinis

dan sosial, yaitu perkiraan usia kehamilan, kondisi kesehatan ibu, resiko

teratogenik dari obat antiepilepsi dan kemoterapi, agama dan kepercayaan dari

pasien, pendirian anggota keluarga dan petugas kesehatan mengenai terminasi

kehamilan dan natural history dari glioma itu sendiri (Blumenthal et al, 2008).

2
Ibu hamil dengan glioma membutuhkan konseling dan assement resiko

multidisipliner untuk mendapatkan keputusan yang tepat terhadap kehamilannya,

mengingat tingginya resiko glioma dan manajemennya terhadap ibu dan janin

selama kehamilan dan persalinan. Konseling pada pasien terutama tentang efek

kehamilan terhadap pertumbuhan glioma dan manajemen terapi selama

kehamilan sangat penting, sehingga pasien bisa membuat keputusan untuk

penatalaksanaan baik kehamilannya maupun gliomanya (Jayasekera, 2012).

Clinico Pathological Conference ini melaporkan pasien perempuan umur

33 tahun, dengan glioma dan epilepsi symtomatik yang telah mendapatkan terapi

antiepilepsi. Pasien ini berhasil melahirkan bayi dengan sectio caesaria elektif

pada umur kehamilan 37 minggu atas indikasi glioma dengan epilepsi

symptomatik. Sedangkan untuk terapi glioma pada pasien akan dievaluasi ulang

dengan pemeriksaan MRI 3 bulan pasca persalinan untuk menentukan tindakan

definitif untuk tumornya. Besar harapan kami agar kasus ini dapat menambah

wawasan pengetahuan kita tentang kehamilan dengan tumor otak agar dapat

berguna dalam penanganan kasus serupa di kemudian hari.

Anda mungkin juga menyukai