KELOMPOK 2
ANGGOTA
Medita R A
Anggita L H
Maria E B
Meliyana
Ollan P
Teori Dasar
Tablet adalah sediaan pada kompak, dibuat secara kempacetak, dalam bentuk tabung pipih
atau sirkuler, kedua permukaannya rata atau cembung, mengandung satu jenis obat atau lebih
dengan atau tanpa zat tambahan. Zat tambahan yang digunakan dapat berfungsi sebagai zat
pengisi, zat pengembang, zat pengikat, zat pelican, zat pembasah atau zat lain yang cocok
(Ditjen POM, 1979).
Dengan metode pembuatan tablet yang manapun, tablet yang dihasilkan harus mempunyai
sifat-sifat yang baik, yaitu :
1. Cukup kuat dan resisten terhadap gesekan selama proses pembuatan, pengemasan,
transportasi dan sewaktu di tangan konsumen. Sifat ini diuji dengan uji kekerasan dan uji
friabilitas.
2. Zat aktif dalam tablet harus dapat tersedia dalam tubuh. Sifat ini dilihat dari uji waktu
hancur dan uji disolusi.
3. Tablet harus mempunyai keseragaman bobot dan keseragaman kandungan (untuk zat aktif
kurang dari 50 ml). Parameter ini diuji dengan variasi bobot dan uji keseragaman kandungan.
4. Tablet berpenampilan baik dan mempunyai karakteristik warna, bentuk dan tanda lain yang
menunjukkan identitas produk.
5. Tablet harus menunjukkan stabilitas fisik dan kimia serta efikasi yang konsisiten
Granulasi serbuk adalah proses membesarkan ukuran partikel kecil yang dikumpulkan
bersama-sama menjadi agregat (gumpalan) yang lebih besar, secara fisik lebih kuat, dan partikel
orisinil masih teridentifikasi dan membuat agregat mengalir besas.
Terminologi granulasi digunakan untuk proses, dimana rentang ukuran agregat dari 0,1 –
2,0 mm. Peletisasi sering digunakan sinonim dengan granulasi.
Granulasi diawali sesudah pencampuran serbuk bahan obat dengan eksipien yang dibutuhkan
(pengisi, , dan sebagainya) sehingga distribusi uniform tercapai. Sesudah digranulasi
penghancur, produk dapat dicampur dengan eksipien lain (penghancur, pelicin/pelincir)
sebulum dicetak atau dikempa menjadi tablet atau diisikan ke dalam kapsul.
2.1.1.1 Granulasi Basah
Granulasi basah adalah proses menambahkan cairan pada suatu serbuk atau campuran
serbuk dalam suatau wadah yang dilengkapi dengan pengadukan yang akan menghasilkan
aglomerasi atau granul.
Uji kekerasan kaplet dapat didefinisikan sebagai uji kekuatan kaplet yang
mencerminkan kekuatan kaplet secara keseluruhan, yang diukur dengan memberi
tekanan terhadap kaplet. kaplet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta
dapat bertahan dari berbagai goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan
transportasi. Alat yang biasa digunakan adalah hardness tester (Banker and Anderson,
1984). Kekerasan adalah parameter yang menggambarkan ketahanan kaplet dalam
melawan tekanan mekanik seperti goncangan, kikisan dan terjadi keretakan kaplet
selama pembungkusan, pengangkutan dan pemakaian. Kekerasan ini dipakai sebagai
ukuran dari tekanan pengempaan (Parrott, 1971).
4) Waktu Hancur
Supaya komponen obat sepenuhnya tersedia untuk diabsorpsi dalam saluran
pencernaan, maka kaplet harus hancur dan melepaskan obatnya ke dalam cairan tubuh
untuk dilarutkan. Waktu hancur kaplet berkaitan dengan daya hancur yang sangat
penting untuk kaplet yang mengandung bahan obat (seperti antasida dan diare) yang
tidak dimaksudkan untuk diabsorpsi tetapi lebih banyak bekerja setempat dalam saluran
cerna. Dalam hal ini, daya hancur kaplet memungkinkan partikel obat menjadi lebih
luas untuk bekerja secara lokal dalam tubuh (Ansel, 1989).
5) Friabilitas
Uji friabilitas sebenarnya berkaitan erat dengan kekerasan kaplet karena uji
friabilitas menentukan kecenderungan kaplet untuk pecah atau kehilangan berat.
Pengukuran dilakukan dengan cara menghitung kehilangan berat kaplet sebelum dan
sesudah pengujian. Ketahanan terhadap kehilangan berat menunjukkan kaplet tersebut
bertahan terhadap goresan ringan atau benturan yang terjadi selama penanganan,
pengemasan, dan pengiriman (Ansel,1989).
Tablet ditimbang sebanyak kurang lebih enam koma lima gram, kemudian
dimasukkan ke dalam alat penguji keregasan kaplet. Alat dijalankan selama empat menit
dengan kecepatan putaran dua puluh lima putaran per menit. Tablet yang masih utuh
ditimbang, kemudian dihitung kehilangan bobotnya. Kehilangan bobot yang masih
diperbolehkan tidak lebih dari 0,8%.
Friabilitas Kaplet = W1 – W2 x 100%
W1
Laktosa 44 x 75 3.300 mg
Gelatin 20 x 75 1.500 mg
Explotab 30 x 75 2.250 mg
Mg stearat 6 x 75 450 mg
Aquades Qs 1-2 ml
Prosedur Percobaan
Pembuatan granul
Antalgin, explotab dan laktosa dicampur Larutkan gelatin dan aquades dalam cawan
dalam mortir porselain, panaskan
Rangkai alat
Uji kerapuhan
Kadar Air
Indeks Pengetapan
V0 = 100ml V1 = 96ml
HR = 100 / 96 = 1.0416
Uji Kekerasan
1. 7.5kg
2. 10.9kg
3. 5kg
4. 11.6kg
5. 4.3kg
6. 7.8kg
Uji Kerapuhan
Waktu Hancur
1. 4’9”
2. 4’18”
3. 4’25”
4. 4’28”
5. 4’33”
6. 4’54”
Rata” = 4’27”
Granulasi basah merupakan salah satu cara pembuatan tablet kompresi yang paling banyak
digunakan. Granulasi merupakan perlakuan awal terhadap serbuk yang sukar untuk dicetak
menjadi massa yang dapat ditabletasi. granulasi adalah proses peningkatan ukuran dimana
partikel-partikel kecil digabungkan menjadi partikel dengan ukuran lebih besar, membentuk
aglomerat atau granul stabil sehingga lebih mudah mengalir. Proses granulasi dilakukan karena
sebagian besar serbuk tidak dapat dibentuk menjadi tablet secara langsung karena
kohesivitasnya rendah, tidak memiliki sifat lubrikasi dan disintegrasi yang diperlukan dalam
proses tabletasi.
massa campuran tadi dimasukkan ke dalam alat granulasi yang disebut granulator. Pada alat
granulator ini, massa dilewatkan pada mesh atau ayakan dan diberi tekanan agar terbentuk suatu
granul sehingga luas permukaannya meningkat dan proses pengeringan berjalan dengan lebih
cepat. Ukuran mesh yang digunakan biasanya mesh no.16. Granul yang terbentuk, selanjutnya
dikeringkan dengan cara dimasukan ke dalam oven pada suhu 50-60 0C selama 18-24 jam.
Setelah proses pengeringan selesai, granul kemudian di masukan kembali ke dalam granulator
dan diayak dengan menggunakan ayakan yang ukuran nya lebih kecil, biasa nya digunakan
ayakan no.18 agar ukuran granul menjadi lebih homogen.
Setelah itu, granul yang diperoleh kemudian ditimbang, dan dievaluasi. Evaluasi
terhadap granul ini dilakukan dengan menentukan laju alir, kompresibilitas, dan susut
pengeringan atau lost of drying (LOD). Laju alir granul memegang peranan penting dalam
pembuatan tablet. Apabila granul mudah mengalir, tablet yang dihasilkan mempunyai
keseragaman bobot yang baik. Laju alir ini dapat ditentukan dengan menentukan sudut istirahat
dari granul dengan menggunakan metode corong, Sudut diam ini merupakan sudut yang
dibentuk oleh tumpukan serbuk terhadap bidang datar setelah serbuk atau granul tersebut
mengalir secara bebas melalui suatu celah sempit dalam hal ini adalah corong. Jadi, sudut diam
diperoleh dengan memasukan sekitar 15gr serbuk ke dalam corong yang ditutup, kemudian
tutup tersebut dibuka, dan dihitung waktu alir serta tinggi dan diameter dari tumpukan granul
yang dihasilkan. Dari hasil uji terhadap granul yang dihasilkan, diperoleh sudut istirahat granul
sebesar 29.17° dengan waktu alir selama 5.38 detik. Nilai ini menunjukkan bahwa granul yang
dihasilkan memiliki sifat laju alir yang baik karena pada umumnya granul dikatakan mengalir
baik (free flowing) apabila sudut diamnya lebih kecil dari 30°, sehingga granul dapat dicetak
menghasilkan tablet yang homogen.
Pengujian berikutnya adalah penentuan kadar susut pengeringan atau loss of drying (LOD)
unutk menentukan kadar air yang terkandung dalam granul. Sebanyak 10 gr granul disimpan
secara merata diatas piringan logam pada alat uji. Kemudian suhu diatur pada 70 0C, dan
kemudian alat dinyalakan selama 10 menit. Dari hasil pengujian diperoleh % LOD atau kadar
air yang terkandung dalam granul sebesar 6.11 %.
Uji kenampakan tablet dilakukan dengan mengamati tablet secara visual. Tablet yang
diperoleh dari hasil percobaan berbentuk bulat, berwarna putih dengan permukaan licin dan
agak mengkilat. Selain itu diukur keseragaman ukuran yang meliputi diameter dan tebal.
Menurut FI III, diameter tablet tidak boleh lebih dari 3 kali tebal tablet dan tidak boleh kurang
dari 11/3 tebal tablet. Dari data percobaan diperoleh rata-rata tebal tablet yaitu 3.91 mm dan
diameter 13,03 mm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa diameter tablet tidak memenuhi
criteria dalam Farmakope karena lebih dari 3x tebalnya. Diameter tablet pada percobaan
mempunyai nilai 3,3 kali dari tebal tablet. Hal itu terjadi karena kesalahan optimasi tablet.
Seharusnya bobot tablet yang dicetak yaiatu 0,64 gram. Namun yang dilakukan dalam
percobaan yaitu 0,5 gram sehingga tablet lebih tipis dari standar yang seharusnya.
Evaluasi selanjutnya yaitu uji kekerasan. Uji kekerasan dilakukan untuk mengetahui
seberapa keras tablet yang dihasilkan dari proses formulasi. Tablet yang keras diperlukan untuk
mencegah kerusakan fisik selama proses produksi, penyimpanan, dan transportasi. Namun
kekerasannnya harus berada pada batas yang telah ditentukan. Kekerasan tablet ini erat
hubungannya dengan ketebalan tablet, bentuk dan waktu hancur tablet. Kekerasan yang baik
berada pada rentang 60-70 N. Dengan demikian kekerasan tablet dalam percobaan tidak
memenuhi syarat. Kekerasan tablet terlalu rendah, dengan kata lain tablet rapuh. Hal ini
mungkin disebabkan oleh kurangnya pengikat seperti avicel. Tablet diharapkan memiliki
tingkat kekerasan yang cukup untuk membuat tablet tetap stabil, namun dapat hancur ketika
masuk ke saluran cerna di dalam tubuh. Kekerasan tablet juga sangat dipengaruhi oleh kinerja
mesin tablet. Mesin tablet yang baik akan memberian nilai kekerasan yang seragam.
Setelah itu, dilakukan pula pengujian waktu hancur dan pengujian friabilitas. Uji friabilitas
digunakan untuk melihat tingkat kerapuhan tablet terhadap gesekan dan bantingan. Hal ini
berkaitan dengan penggunaan jenis pengikat dan distribusi pengikat dalam tablet. Dalam
friabiitas, yang dipengaruhi adalah daya ikat eksternal tablet. Pengikat yang efektivitasnya
tinggi akan memberikan % friabilitas yang rendah karena pengikat tersebut akan mengikat kuat
massa tabet sehingga massa yang lepas dari tablet akan lebih sedikit. % friabilitas yang baik
yaitu < 1% Persen friabilitas dapat dihitung menggunakan rumus :
Berdasarkan hasil percobaan, diperoleh bobot awal sebelum uji yaitu 11.1049 gram
dan setelah uji yaitu 11.0762 gram. Pengurangan bobot tersebut terjadi karena adanya gesekan
antar tablet yang menyebabkan fasa luar tablet terkikis. Setelah dilakukan perhitungan,
diperoleh % friabilitas tablet yaitu 0.25%. Data tersebut menunjukkan bahwa bobot tablet yang
hilang setelah bergesekan dengan tablet lain jumlahnya melebihi standar yang telah ditentukan.
Dengan demikian, pembuatan tablet pada percobaan tidak memenuhi persyaratan
friabilitas. Hal itu mungkin diakibatkan oleh tablet yang rapuh atau tidak kuat karena daya ikat
yang kurang. Daya ikat yang kurang kemungkinan disebabkan oleh penggunaan pengikat
kering. Penambahan pengikat secara basah lebih baik karena daya ikatnya lebih tinggi.
Uji waktu hancur dilakukan untuk melihat seberapa lama obat (tablet) bisa hancur di
dalam tubuh/ saluran cerna yang ditandai dengan sediaan menjadi larut, terdispersi, atau
menjadi lunak karena tidak lagi memiliki inti yang jelas, kecuali bagian penyalut yang tidak
larut. Waktu hancur berkaitan dengan penggunaan disintegran dan daya ikat dalam formulasi
tablet. Uji ini bertujuan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur sesuai monografi zat
aktif. Berdasarkan hasil percobaan, waktu hancur tablet yaitu 4menit 27 detik. Berdasarkan
Farmakope Indonesia : kecuali dinyatakan lain, semua tablet harus hancur ≤ 15 menit (tanpa
salut) dan ≤ 60 menit (dengan salut). Dengan demikian dapat diketahui bahwa tablet memiliki
waktu hancur yang cepat dan memenuhi persyaratan. Dilihat dari waktu hancurnya yang relatif
cepat, obat ini akan bekerja efektif di lambung. Waktu hancur yang cepat ini disebabkan oleh
pengunaan pengikat yang dicampurkan secara kering. Hal ini juga kemungkinan dapat
disebabkan karena kualiatas bahan yang kurang baik terutama Avicel PH 102 dan kekerasan
dari tablet kurang. Waktu hancur yang baik menggambarkan tablet yang baik pula karena jika
dikonsumsi, tablet tersebut akan mudah larut menjadi molekul obat dalam tubuh.
Kesimpulan
1. Cara pembuatan tablet dengan metode granulasi basah yaitu dengan mencampurkan
zat aktif dan eksipien ke bagian fase dalam yang mengandung pengikat hingga
membentuk massa lembab yang dapat digranulasi, hasil granul dikeringkan, granul
kemudian diberi tambahan fase luar, granulasi kembali baru dicetak.
2. Uji quality control yang dilakukan terhadap granul dan tablet hasil produksi berupa:
a. Kemampuan alir dan sudut istirahat
b. Kompresibilitas
c. Kadar air (loss on drying)
d. Waktu hancur
e. Kekerasan
f. Friabilitas
Daftar Pustaka
Ditjen POM, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Jones, David., 2008, Pharmaceutical Dosage From and Design, Pharmaceutical Press, London.