Anda di halaman 1dari 12

Journal Reading

Oral Candidiasis: Relation to Systemic Diseases and Medications

Disusun Oleh:

Nurfitria Rahman, S.Ked 04054821618055


Intan Fajrin Karimah, S.Ked 04084821618186
Owen Hu, S.Ked 04084821618205

Pembimbing

drg. Galuh Anggraini, MARS

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN GIGI


RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2017
HALAMAN PENGESAHAN

Journal Reading

Judul

Oral Candidiasis: Relation to Systemic Diseases and Medications

Oleh:

Nurfitria Rahman, S.Ked 04054821618055


Intan Fajrin Karimah, S.Ked 04084821618186
Owen Hu, S.Ked 04084821618205

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat mengikuti ujian Kepaniteraan Klinik di
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Univesitas Sriwijaya periode 11
Desember – 28 Desember 2017.

Palembang, Desember 2017

drg. Galuh Anggraini, MARS


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkah dan rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan journal reading dengan judul “Kandidiasis Oral: Hubungan dengan
Penyakit Sistemik dan Medikasi” sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik di Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
Palembang.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada drg.Galuh
Anggraini, MARS selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian journal reading
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan dokter muda dan semua
pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan Journal Reading ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat kami harapkan. Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat,
amin.

Palembang, Desember 2017

Penulis
KANDIDIASIS ORAL : HUBUNGAN DENGAN PENYAKIT SISTEMIK DAN
MEDIKASI

Xiaozhu Chu1
1University of Pittsburgh, School of Dental Medicine

Abstrak
Latar Belakang: Kandidiasis oral hingga saat ini merupakan infeksi fungal paling sering pada
manusia, yang disebabkan karena organisme Candida albicans. Ketika pejamu memiliki
imunitas yang lemah akibat penyakit lainnya atau suatu kondisi, C. albicans, yang biasanya
merupakan bagian dari flora oral normal, dapat berubah menjadi patogen dan menginvasi
jaringan pejamu dan menyebabkan infeksi. Tujuan dari jurnal ini adalah untuk menginvestigasi
peran dari penyakit sistemik dan medikasi terhadap perkembangan dari kandidiasis oral.
Metode: Total 12 kasus kandidiasis oral didapatkan dari University of Pittsburgh School of
Dental Medicine Dental Registry and DNA Repository. Penyakit sistemik dan medikasi
dianalisis secara deskriptif. Hasil: 50% subjek memiliki lebih dari dua penyakit sistemik.
Penyakit dengan prevalensi terbanyak adalah penyakit mental (50%), penyakit kardiovaskular
(41,7%), dan penyakit sistem respirasi (33,3%). 50% subjek sedang dalam terapi polifarmasi
dan 75% subjek sedang dalam pengobatan yang dapat berkontribusi terhadap kandidiasis oral.
Diantara obat-obatan yang diberikan, antidepresant dan kortikosteroid inhalasi memiliki
potensial tinggi untuk menyebabkan kandidiasis oral. Kesimpulan: Kandidiasis oral memiliki
hubungan dengan penyakit sistemik yang diderita dan konsumsi obat, terutama obat-obatan
yang dapat menimbulkan xerostomia. Seiring dengan peningkatan jumlah penyakit sistemik
dan medikasi, resiko untuk kandidiasis oral juga dapat meningkat.

Pendahuluan
Kandidiasis hingga saat ini merupakan infeksi fungal paling sering pada manusia dan
memiliki bermacam-macam manifestasi klinis. Infeksi ini disebabkan oleh organisme yeast-
like fungi, Candida albicans. Seperti fungi patogen lainnya, C. albicans dapat berbentuk dalam
dua jenis – yeast dan hifa. Bentuk hifa dipercaya dapat menginvasi jaringan pejamu dan
menyebabkan infeksi1. C. albicans merupakan bagian dari flora normal pada mulut dan
prevalensi dari kandida oral pada populasi sehat diestimasi berada pada rentang 23% sampai
68%2. Kandidiasis awalnya hanya dianggap suatu infeksi oportunistik, namun saat ini
kandidiasis dapat ditemukanpula pada orang sehat. Meskipun demikian, sebagai hasil dari
interaksi kompleks antara pejamu dan organisme, persentase terbesar pasien dengan infeksi
kandida masih pada individu yang mengalami penurunan imunitas akibat penyakit lain dan
kondisi tertentu. Banyak faktor resiko yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya infeksi
kandidiasis oral, seperti autoimun kompromais, konsumsi tembakau, hiposalivasi, penggunaan
denture, penyakit sistemik, dan medikasi.

Autoimun kompromais
Sel T memiliki peran penting dapat pertahanan pejamu terhadap infeksi kandida.
Kandidiasis mukokutaneus kronis (termasuk kandidiasis oral) adalah infeksi fenotip pada
pasien dengan defisiensi sel T yang diturunkan atau didapat. Penelitian menunjukkan bahwa
sel Th17, dan juga sel lain yang mengekspresikan reseptor retinoic acid-related orphan γ T
(ROR γ T), memproduksi interleukin 17 (IL-17), yang memiliki peran penting dalam
pertahanan tubuh terhadap infeksi kandida pada manusia. Empat etiologi genetik, reseptor AR
IL-17 A, reseptor IL-17 C, dan defisiensi ACT1, serta defisiensi AD IL-17F adalah faktor
resiko yang dapat menyebabkan kandidiasis mukokutaneus kronis. Masing-masing dari defek
gen ini memiliki efek negatif langsung pada IL-17. Pasien dengan defek gen ini dapat
mengalami penurunan yang berat pada frekuensi sirkulasi IL-17 yang memproduksi sel T, atau
dapat menyebabkan terbentuknya autoantibodi penetral untuk melawan IL-17. Sehingga
menyebabkan kemampuan neutrofil untuk membunuh C. albicans terganggu dan kandidiasis
mukokutaneus oral dapat terjadi.3

Konsumsi tembakau
Merokok merupakan salah satu dari banyaknya fakotr yang dapat menjadi predisposisi
kandidiasis oral. Pada literatur disebutkan bahwa jumlah kandida oral pada perokok secara
signifikan lebih tinggi dibandingkan pada bukan perokok. Selain C. albicans, spesies lain
seperti C. glabrata, C. dubliniensis, C. tropicalis juga berhubungan dengan merokok. Hal ini
dapat terjadi lebih berat pada orang dengan infeksi HIV. Dilaporkan bahwa perokok dengan
HIV positif 50 kali lebih mungkin terjadi infeksi kandida dibandingkan pada bukan perokok
dengan HIV positif. Namun, hal ini masih belum jelas, mengapa konsumsi tembakau dapat
menyebabkan peningkatan pada jumlah kandida. Meskipun demikian, pada beberapa studi
disebutkan bahwa merokok dapat menyebabkan alterasi lokalis pada epitelial, yang
memfasilitasi kolonisasi kandida. Hipotesis lainnya adalah rokok dapat memiliki faktor-faktor
nutrisi untuk C. albicans.4
Hiposalivasi
Salivasi adekuat dibutuhkan untuk kesehatan rongga mulut, karena memberikan bantuan
terhadap populasi mikrobial di mulut dan pada saat yang bersamaan mengandung produk
antimikrobial untuk mengkontrol populasi mikroba tersebut. Histatin 5 (Hst 5) adalah protein
saliva antimikrobial penting. Telah dibuktikan bahwa Hst 5 aktivitas antifungal yang poten dan
selektif. Setelah bergabung dengan molukel karier spermidine, Hst 5 secara signifikan
mematikan C. albicans.5 Penurunan sekresi saliva, seperti pada pasien dengan sindrom
Sjögren, dapat menyebabkan peningkatan signifikan kandida oral. Prevalensi kandida oral pada
sindrom Sjögren diperkirakan sebesar 68% hingga 100%, dibandingkan populasi normal
sebesar 23% hingga 68%.2

Pemakaian denture
Stomatitis denture diperkirakan merupakan suatu bentuk kandidiasis eritematosus dan
merupakan lesi inflamasi umum pada mukosa oral yang ditutupi denture. Studi epidemiologi
menunjukkan prevalensi dari stomatitis denture diantara pemakai denture adalah 15% hingga
lebih dari 70%. Faktor etiologis termasuk didalamnya higienitas denture yang buruk,
pemakaian removable dentures secara berkelanjutan atau pada malam hari, akumulasi dari
denture plaque, dan kontaminasi bakteri atau yeast pada permukaan denture. Seluruh hal ini
dapat meningkatkan kemampuan C.albicans untuk berkolonisasi di denture dan permukaan
mukosa oral, memberikan efek patogen.6

Penyakit sistemik
Banyak penyakit sistemik yang memiliki hubungan dengan kandidiasis oral. Penyebab
utama bersamaan dengan penurunan sekresi saliva, dapat menyebabkan penurunan konsentrasi
imunoglobulin di salica dan menurunkan efisiensi pertahanan humoral-mediated pejamu
melawan C. albicans. Untuk pasien dengan diabetes melitus, selain penurunan dari flow saliva,
tingginya kadar gula darah juga memiliki peran penting. Hal ini berhubungan dengan
menurunnya pH saliva dan memfasilitasi overgrowth dan kolonisasi kandida oral.7 Sebagai
infeksi oportunistik, kandidiasis oral juga berhubungan dengan penyakit sistemik spektrum
luas yang memsupresi autoimun pejamu.8

Medikasi
Banyak obat yang dapat menyebabkan perkembangan kandidiasis oral dalam berbagai
mekanisme. Aksi farmakologis pada antibiotik spektrum luas dapat merusak keseimbangan
diantara flora oral normal dan menyebabkan terjadinya overgrowth C,albicans. Obat seperti
kortikosteroid dapat mensupresi baik respon inflamasi nonspesifik atau imunitas sel T
mediated yang dapat memberikan predisposisi individu terhadap kandidiasis oral. Obat yang
memiliki efek xerogenic dan menyebabkan kandidiasis oral dengan menurunkan laju saliva.8
Tujuan dari jurnal ini adalah untuk menganalisa 12 kasus yang didapat dari University of
Pittsburgh School of Dental Medicie Dental Registry and DNA Repository, dan inventigasi
lanjut pada penyakit sistemik dan medikasi yang berkontribusi terhadap terjadinya kandidiasis
oral.

Metode
Pada saat studi ini dimulai, 5.869 subjek dari University of Pittsburgh School of Dental
Medicie Dental Registry and DNA Repository dapat dianalisa. Sejak bulan September 2006,
semua pasien yang mencari pengobatan di University of Pittsburgh School of Dental Medicine
diundang untuk berpartisipasi dan diberikan written consent untuk memperbolehkan informasi
klinis mereka digunakan untuk keperluan penelitian. 12 kasus dengan kandidiasis oral
didapatkan dari 5.869 subjek. Dibandingkan dengan prevalensi estimasi dari kandida oral,
dengan rentang 23% hingga 68% pada populasi normal, jumlah 12 dari 5.869 subjek (0,2%)
tampak sangat sedikit. Hal ini dapat disebabkan karena inkonsistensi dalam pelaporan lesi oral.
Dari 12 kasus dengan kandidiasis oral, data penyakit sistemik / kondisi medis terkini (pada saat
pemeriksaan), konsumsi harian medikasi yang diresepkan atau dibeli sendiri diperoleh dari
register. Jumlah total dari penyakit sistemik dan kondisi medik dihitung, dan semua medikasi
yang di kategorikan menggunakan sistem klasifikasi Anatomical Therapeutical Chemical
(ATC) yang diakui secara internasional, dan efeknya pada kebersihan mulut dan perawatan
gigi diperoleh dari Lexicomp Online for Dentistry (http://www.wolterskluwercdi.com/online-
for-dentristry/). Semua data kemudian dilakukan analisa deskriptif.

Hasil
Karakteristik dari 12 sampel dapat dilihat pada tabel 1. Dari 12 ksaus tersebut, hanya satu
partisipan (8,3%) yang tidak melaporkan adanya penyakit sistemik atau kondisi medik. Untuk
11 kasus lainnya, jumlah dari penyakit sistemik / kondisi medik yang dilaporkan oleh partisipan
bervariasi dari 1 hingga 8 (33,3% melaporkan lebih dari empat penyakit). Skor tertinggi dari
jumlah individu yang sakit ditemukan pada penyakit sistem neurologis (58,3%, N = 7)
termasuk depresi, epilepsi, dan gangguan bipolar; penyakit sistem kardiovaskular (41,7%, N =
5) termasuk hipertensi, denyut jantung ireguler, dan gagal jantung; dan penyakit sistem
respirasi (33,3%, N = 4) termasuk asma (grafik 1). Diagnosis yang jarang ditemukan yaitu pada
traktus gastrointestinal dan penyakit metabolik (penyakit hati dan diabetes, 25%, N = 3),
neoplasma (neuroblastoma dan kanker tenggorok tidak spesifik, 16,7%, N = 2), penyakit sistem
genitourinari (penyakit ginjal, 8,3%, N = 1), dan penyakit sistem muskuloskeletal (sendi
prostetik, 8,3%, N = 1).

Grafik 1. Distribusi Penyakit Sistemik / Kondisi Medik pada LevelOrgan

Tabel 1. Karateristik Sampel


Partisipan N = 12
Penyakit Sistemik / Kondisi Medis
Sehat 8,3% (N = 1)
1 Penyakit 25,0% (N = 3)
2 Penyakit 16,7% (N = 2)
3 Penyakit 16,7% (N = 2)
4+ Penyakit 33,3% (N = 4)
Medikasi
1 Medikasi 25,0% (N = 3)
Polifarmasi Minor (2-4 medikasi) 25,0% (N = 3)
Polifarmasi Mayor (>5 medikasi) 50,0% (N = 6)
Semua subjek studi menggunakan medikasi baik yang diresepkan atau dibeli sendiri.
Jumlah medikasi harian yang digunakan bervariasi dari 1 hingga 14. Dari 12 kasus, tiga
individu hanya menggunakan satu medikasi (25%), tiga menggunakan 2-4 medikasi
(polifarmasi minor, 25%), dan enam menggunakan lebih dari 4 medikasi (polifarmasi mayor,
50%). Distribusi dari medikasi yang diresepkan (grafik 2) menunjukkan predominan pada obat
antihipertensi, antidepresan, hormon sistemik, analgesik, dan obat untuk penyumbatan saluran
napas. Pola medikasi ini memberikan gambaran penyakit yang ada pada subjek penelitian.

Grafik 2. Distribusi Medikasi

Sejak pemakaian medikasi merupakan suatu faktor resiko penting dalam terbentuknya
kandidiasis oral, semua medikasi yang digunakan oleh subjek studi dianalisa dampaknya pada
lingkungan kavitas oral dan pengobatan gigi. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari
Lexicomp Online for Denstitry, semua medikasi dapat menyebabkan xerostomia, perubahan
pada saliva, infeksi kandida dilabelisasi sebagai “kemungkinan menyebabkan kandidiasis
oral”. 63 medkasi yang masuk kedalam 22 kategori berdasarkan sistem klasifikasi Anatomical
Therapeutic Chemical (ATC). Diantara katogeri predominan, antidepresan memiliki 10
medikasi, dan semua dapat berpengaruh terhadap pembentukan kandidiasis oral. Hal ini juga
diikui oleh obat untuk penyumbatan saluran napas dan analgesik, dengan rentang 5 dari 0
(55,5%) dan 2 dari 7 (28,6%) medikasi, masuk ke dalam kategori “kemungkinan menyebabkan
kandidiasis oral”. Kategori lainnya, termasuk medikasi yang dapat berpengaruh pada
kandidiasi oral, termasuk antikonvulsan, antimanik, antiulcer, hipnotik, dan agen
imunosupresan (grafik 3). Dari 12 subjek, 9 (75%) menggunakan medikasi yang masuk ke
dalam kategori “kemungkinan menyebabkan kandidiasis oral”.

Grafik3. Profil Kategori Medikasi berdasarkan Kontribusi Potensial terhadap Perkembangan Kandidiasis Oral

Diskusi dan Kesimpulan


Dalam studi ini, 50% dari sampel memiliki tiga atau lebih penyakit sistemik, seperti yang
telah disetujui dalam hasil observasi sebelumnya dimana memiliki penyakit sistemik multipel
dan kondisi medis memiliki hubungan terhadap kandidiasis oral. Penyakit yang paling sering
berpengaruh dalam studi ini adalah penyakit mental termasuk depresi, gangguan bipolar, dan
sumbatan jalan napas termasuk asma, penyakit obstruksi paru-paru kronis, dan penyakit paru-
paru yang tidak spesifik. Penyakit ini secara langsung menyebabkan perubahan pada sekresi
saliva dan kelenjar saliva atau memsupresi autoimunitas pejamu. Hubungan utama terhadap
terbentuknya kandidiasis oral lebih kepada medikasi yang digunakan oleh subjek untuk
mengatasi penyakit sistemik. Meskipun demikian, hal ini mungkin tidak tepat pada satu subjek
yang didiagnosis diabetes insulin-dependen. Pemeriksaan gigi dilakukan pada pagi hari, dan
subjek dilaporkan memiliki kadar gula darah sebesar 235 mg/dL, yang seharusnya berada pada
rentang 70 – 120 mg/dL untuk manajemen diabetes yang baik, hal ini dapat disimpulkan bahwa
diabetes yang diderita tidak terkontrol dengan baik. Sehingga selain dari semua obat yang
digunakan, kadar gula darah juga dapat turut memiliki peran penting terhadap perkembangan
kandidiasis oral. Hal ini sudah dibuktikan bahwa kolonisasi C. albicans tertinggi terjadi pada
pasien diabetes dengan kontrol glikemik yang buruk. Sebagai tambahan, subjective oral
dryness merupakan keluhan yang paling sering pada pasien diabetes.7
Lima jenis medikasi yang paling banyak adalah hormon sistemik, antidepresan,
antihipertensi, obat sumbatan jalan napas, dan analgesik. Dari lima kategori tersebut, hubungan
antara antidepresan dengan kandidiasis sudah terbukti. Semua sekresi saliva di mediasi oleh
neurotransmiter dan bergantung pada stimulasi dari sistem saraf autonom. Stimulasi dari sistem
kolinergik dapat memberikan efek sekresi “watery” pada saliva, namun obat antikolinergik
dapat menurunkan sekresi. Banyak antidepresan yang memiliki efek antikolinergik yang dapat
memblok inervasi kolinergik perifer, menghasilkan hiposalivasi dan xerostomia.9 Diantara
obat-obatan untuk mengatasi obstruksi jalan napas, kortikosteroid adalah obat yang paling
sering digunakan secara luas sebagai inhalasi oral karena efek dari antiinflamasi dan
imunosupresif. Meskipun demikan, penggunaan inhaler oral kortikosteroid berulang juga dapat
memsupresi resistensi seseorang terhadap infeksi individu, dengan memsupresi baik respon
inflamasi nonspesifik atau imunitas mediated-sel T, yang menjadikan pengguna inhaler
merupakan suatu predisposisi kandidiasis oral.10 Dalam studi ini, 75% dari subjek
menggunakan terapi polifarmasi dan menggunakan medikasi yang memiliki efek xerogenik
atau imunosupresif, termasuk 10 antidepresan dan 2 kortikosteroid inhalasi. Penemunan ini
selaras dengan penelitian sebelumnya yang mengindikasikan bahwa penggunaan medikasi
merupakan faktor resiko penting terhadap perkembangna kandidiasis oral.
Ketika mengobati pasien dengan penyakit sistemik dan menggunakan pengobatan
multipel, dokter gigi profesional harus dapat mengetahui tanda dan gejala awal dari kandidiasis
oral dan memberikan rencana pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien sehingga
perkembangan kandidiasis oral dapat dihambat.
Oleh sebab itu, berdasarkan data analisis deskriptif dari 12 kasus dengan kandidiasis oral,
penemuan ini mendukung konsep bahwa perkembangan kandidiasis oral berhubungan dengan
penyakit sistemik multipel yang dimiliki dan penggunaan medikasi.
Referensi
1. Neville B, Damm D, Allen C, Bouquot J. (2009) Oral and Maxillofacial Pathology. 3rd
ed. St. Louis: Saunders, an imprint of Elsevier. 213 – 224 p.
2. Elucidating the role of hyposalivation and autoimmunity in oral candidiasis. Billings
M, Dye BA, Iafolla T, Grisius M, Alevizos I. Oral Dis. 2007 Apr; 23(3):387-394. doi:
10.1111/odi.12626. Epub 2017 Feb 8. PMID: 27998016
3. Chronic mucocutaneous candidiasis disease associated with inborn errors of IL-17
immunity. Okada S, Puel A, Casanova JL, Kobayashi M. Clin Transl Immunology.
2016 Dec 2;5(12):e114. doi: 10.1038/cti.2016.71.eCollection 2016 Dec. Review.
PMID: 28090315
4. The impact of cigarette/tobacco smoking on oral candidosis: an overview. Soysa NS,
Ellepola AN. Oral Dis. 2005 Sep;11(5):268-73. Review. PMID: 16120112
5. Saliva microbe interactions and salivary gland dysfunction. Baker OJ, Edgerton M,
Kramer JM, Ruhl S. Adv Dent Res. 2014 May;26(1):7-14. doi:
10.1177/0022034514526239. Review. PMID: 24736699
6. Epidemiology and etiology of denture stomatitis. Gendreau L, Loewy ZG. J
Prosthodont. 2011 Jun;20(4):251-60. doi: 10.1111/j.1532849X.2011.00698.x. Epub
2011 Apr 4. Review. PMID: 21463383
7. Candidal overgrowth in diabetic patients: potential predisposing factors. Belazi M,
Velegraki A, Fleva A, Gidarakou I, Papanaum L, Baka D, Daniilidou N, Karamitsos D.
Mycoses. 2005 May; 48(3):192-6. PMID: 15842336
8. Fungal infections of the oral mucosa. Krishnan PA. Indian J Dent Res. 2012 Sep-Oct;
23(5):650-9. doi: 10.4103/09709290.107384. Review. PMID: 23422613
9. Risks for oral health with the use of antidepressants. Peeters FP, deVries MW, Vissink
A. Gen Hosp Psychiatry. 1998 May;20(3):150-4. Review. PMID: 9650032
10. Inhalational and topical steroids, and oral candidosis: a mini review. Ellepola AN,
Samaranayake LP. Oral Dis. 2001 Jul; 7(4):211-6. Review. PMID: 11575870

Anda mungkin juga menyukai