Anda di halaman 1dari 14

Uraian Materi

1. Prinsip dasar kromatografi gas


Kromatografi gas merupakan teknik pemisahan komponen-komponen dalam
suatu sampel berdasarkan perbedaan distribusi komponen-komponen tersebut ke dalam
2 fasa, yaitu fasa gerak berupa gas dan fasa diam bisa cairan atau padatan. Selain
pemisahan, kromatografi gas juga dapat melakukan pengukuran kadar komponen-
komponen dalam sampel. Pengukuran analit dalam kromatografi gas berdasarkan
perbedaan tinggi atau luas puncak sebagai akibat perbedaan konsentrasi analit. Anda
dapat membedakan kromatografi gas berdasarkan fasa diamnya ke dalam dua bagian,
yaitu: kromatografi gas cair (KGC) dan kromatografi gas padat (KGP).
Pada KGC fasa diamnya berupa cairan yang sukar menguap dan melekat pada
padatan pendukung berupa butiran halus yang inert. Secara lebih spesifik, proses
pemisahan pada KGC terjadi akibat perbedaan partisi komponen-komponen dalam
sampel di antara fasa diam dan fasa gerak. Fasa diam pada KGP berupa padatan seperti
karbon, zeolit dan silika gel. Dalam hal ini, proses pemisahan terjadi akibat perbedaan
adsorpsi fasa diam terhadap komponen-komponen dalam sampel. Koefisien distribusi
umumnya jauh lebih besar daripada KGC, sehingga KGP banyak digunakan untuk
pemisahan spesi yang tidak ditahan oleh kolom gas-cair, seperti komponen udara,
hidrogen sulfida, karbon disulfida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan karbon
dioksida. Ada beberapa kendala pada KGP yaitu adsorbsi fasa diam terhadap komponen-
komponen sampel bersifat semi permanen terutama terhadap molekul yang aktif atau
molekul yang polar. Disamping itu KGP seringkali memberikan bentuk kromatografi
yang berekor. Kendala lain dari KGP adalah efektifitas pemisahan komponen sangat
dipengaruhi oleh massa molekul relatif (Mr). KGP lebih efektif untuk pemisahan
komponen-komponen dengan Mr rendah.

2. Instrumentasi kromatografi gas


Secara umum instrumentasi kromatografi gas mengandung bagian fasa gerak (gas
pembawa), fasa diam (kolom), sistem injeksi, detektor, dan sistem recorder. Anda dapat

50
memperhatikan Gambar 21 untuk mengetahui diagram skematis instrumentasi
kromatografi gas.

Gambar 21. Diagram skematis instrumentasi kromatografi gas

Fasa gerak yang berupa gas dalam silinder baja bertekanan tinggi dialirkan
melalui kolom yang berisi fasa diam. Sampel diinjeksikan ke dalam aliran gas tersebut
dan dibawa oleh fasa gerak ke dalam kolom. Komponen-komponen dalam sampel
mengalami proses pemisahan di dalam kolom. Komponen-komponen yang telah
terpisahkan satu persatu meninggalkan kolom menuju detektor. Detektor akan
mendeteksi jenis maupun jumlah komponen dalam sampel. Hasil pendeteksian direkam
dengan recorder dan dinamakan kromatogram yang terdiri dari beberapa peak (puncak)
yang menggambarkan komponen-komponen dalam suatu sampel yang dipisahkan.
Puncak-puncak yang diharapkan berbentuk runcing, sempit, jelas dan tidak tumpang
tindih. Jumlah puncak yang dihasilkan menyatakan jumlah komponen yang terdapat
dalam sampel, sedangkan luas atau tinggi puncak menunjukkan kuantitas suatu
komponen dalam sampel. Namun seringkali Anda dapatkan puncak yang melebar.
Pelebaran puncak terjadi karena adanya efek difusi Eddy, difusi longitudinal, dan transfer
massa. Difusi Eddy terjadi karena kolom berisi partikel yang tidak merata ukuran dan
bentuknya, sehingga jalan yang ditempuh komponen berbeda-beda. Difusi longitudinal

51
terjadi karena molekul-molekul solut cenderung berdifusi ke segala arah. Sedangkan
transfer massa disebabkan oleh fasa gerak yang mengalir cepat sementara sebagian
komponen dalam sampel tidak dapat keluar dari fasa diam secara cepat dan terlambat
meninggalkan kolom.
Gas yang dapat Anda gunakan sebagai fasa gerak dalam kromatografi gas harus
bersifat inert (tidak bereaksi) dengan sampel maupun fasa diam. Gas-gas yang biasa
digunakan sebagai fasa gerak adalah helium, argon, nitrogen dan hidrogen. Fasa gerak
tersebut tersimpan dalam silinder baja bertekanan tinggi karena akan mengalir secara
cepat sambil membawa komponen-komponen sampel yang akan atau yang sudah
dipisahkan. Oleh karena itu fasa gerak dalam kromatografi gas seringkali disebut sebagai
gas pembawa. Dalam memilih gas pembawa ada beberapa faktor yang harus Anda
pertimbangkan, diantaranya efisiensi laju alir dan tekanannya serta kesesuaian dengan
detektor. Laju alir gas pembawa biasanya dikendalikan oleh regulator tekanan dua tahap
pada silinder gas dan beberapa jenis pengatur tekanan yang dipasang pada kromatografi.
Tekanan inlet biasanya berkisar antara 10 sampai 50 psi lebih besar dari tekanan ruangan,
yang menyebabkan laju alir antara 25 sampai 150 mL / menit dengan kolom kemasan dan
1 sampai 25 mL/menit untuk kolom kapiler. Pada umumnya laju alir diasumsikan konstan
apabila tekanan inlet tetap konstan.
Dalam kromatografi gas dikenal dua jenis kolom yaitu kolom kemasan (packed
column) dan kolom terbuka (open tubular column). Kolom kemasan terbuat dari stainless
steel atau gelas dengan garis tengah 3-6 mm dan panjang 1-5 m. Kolom diisi dengan
serbuk zat padat halus atau zat padat sebagai zat pendukung yang dilapisi zat cair kental
yang sukar menguap sebagai fasa diam. Kolom kemasan dipakai untuk tujuan preparatif
karena dapat menampung jumlah sampel yang banyak. Kolom terbuka atau lebih sering
disebut kolom kapiler memiliki ukuran lebih kecil dan lebih panjang daripada kolom
kemasan. Diameter kolom kapiler berkisar antara 0,1-0,7 mm dan panjangnya berkisar
antara 15-100 m. Untuk mempermudah penyimpanan, biasanya kolom terbuka dibentuk
spiral dengan garis tengah 18 cm. Penggunaan kolom kapiler memberikan resolusi yang
lebih tinggi daripada penggunaan kolom kemasan. Selain itu, waktu analisis akan lebih

52
pendek karena fasa gerak tidak mengalami hambatan ketika melewati kolom. Gambar
kolom kemasan dan kolom kapiler dapat Anda lihat pada gambar 22.

a. b.
Gambar 22. a. Kolom kemasan. b. Kolom kapiler

Kriteria utama yang digunakan dalam memilih fasa diam adalah harus bersifat inert, stabil
terhadap panas, volatilitasnya rendah, dan sesuai dengan kepolaran komponen. Pemilihan
fasa diam yang tepat akan menentukan selektifitas kromatografi gas. Perbedaan elusi
komponen-komponen dalam kromatografi gas ditentukan oleh titik didihnya. Komponen-
komponen dengan perbedaan titik didih yang signifikan akan mudah dipisahkan. Namun,
apabila perbedaan titik didih diantara komponen hampir sama, maka selektifitas fasa
diam yang menentukan pemisahan. Pada umumnya komponen nonpolar akan lebih
mudah dipisahkan dengan fasa diam nonpolar begitu pula sebaliknya apabila komponen
sampel bersifat polar maka fasa diam yang digunakan adalah polar. Fasa diam non polar
yang paling banyak digunakan adalah metil polisiloksan (HP-1; DB-1; SE-30; CPSIL-5)
dan fenil 5%-metilpolisiloksan 95% (HP-5; DB-5; SE-52; CPSIL-8). Fasa diam semi
polar adalah fenil 50%-metilpolisiloksan 50% (HP-17; DB-17; CPSIL-19), sementara itu
fasa diam yang polar adalah polietilen glikol (HP-20M; DB-WAX; CP-WAX; Carbowax-
20M). Kolom dapat dioperasikan dengan dua cara, yaitu secara isotermal dan suhu
terprogram. Pada operasi isotermal, suhu kolom dijaga konstan selama proses pemisahan.
Batas suhu maksimum dan minimum dipengaruhi oleh stabilitas dan karakter fisik fasa
diam. Pada umumnya injektor dioperasikan 30°C diatas suhu komponen yang memiliki
titik didih tertinggi. Untuk pemisahan sederhana, mode isotermal sudah cukup baik. Hal

53
ini disebabkan perbedaan antara tekanan uap dan kelarutan dari campuran komponen
sudah cukup mempengaruhi pemisahan yang baik pada suhu yang dipilih. Namun, untuk
campuran yang lebih kompleks, pemisahan membutuhkan suhu yang bervariasi. Pada
kromatografi gas suhu terprogram, suhu oven dikendalikan secara terprogram yang dapat
mengubah tingkatan pemanasan yang terjadi antara 0,25°C sampai 20°C. Sebagai contoh,
pada keadaan awal pengukuran dilakukan pada suhu kolom 400C dan pada akhir
pengukuran 1500C dengan kenaikan suhu 50C per menit. Pada operasi suhu terprogram
diperlukan pengendali aliran untuk memastikan kesetabilan aliran gas. Kestabilan aliran
sangat diperlukan untuk mencapai stabilitas hasil detektor yang baik yang ditunjukan
pada baseline datar yang stabil. Fasa diam harus stabil secara termal melewati rentang
suhu yang telah diprogram.
Sampel yang dapat dianalisis dengan teknik kromatografi gas dapat berupa zat
cair atau gas dengan syarat mudah menguap dan stabil (tidak rusak pada suhu
operasional). Sampel diinjeksikan ke dalam kromatografi gas menggunakan injektor
melalui karet septum kemudian diuapkan di dalam tabung gas. Injektor sampel berbentuk
cairan berupa alat suntik mikro (syringe), sedangkan sampel gas berupa alat suntik gas
(gas-tight syringe) atau kran gas (gas-sampling value). Jumlah sampel yang diinjeksikan
ke dalam aliran fasa gerak antara 0,1-10 µL untuk kolom kapiler sedangkan pada kolom
kemasan memerlukan antara 20-1000 µL. Pada tempat injeksi sampel, terdapat pemanas
yang suhunya dapat diatur untuk menguapkan sampel. Suhu tempat injeksi biasanya
sekitar 150o C diatas titik didih sampel. Jika suhu injeksi lebih rendah dari cuplikan maka
akan terjadi kondensasi di tempat injeksi. Namun bila suhu terlalu tinggi akan ada
kemungkinan terjadi perubahan akibat panas atau penguraian senyawa yang akan
dianalisis. Cara menginjeksikan sampel untuk kolom terbuka dikelompokkan ke dalam
dua kategori yaitu split injection dan spitless injection. Split injection digunakan apabila
konsentrasi komponen dalam sampel terlalu tinggi. Agar tinggi/luas puncak dalam
kromatogram tidak terlalu besar maka dikondisikan agar sebagian saja dari sampel yang
diinjeksikan dapat masuk ke kolom. Volume cuplikan yang masuk ke kolom dapat diatur,
misalnya hanya 0,1-10%. Sebaliknya spitless injection digunakan untuk keperluan

54
analisis kuantitatif yang baik dan untuk analisis renik. Ilustrasi kedua cara injeksi sampel
tersebut dapat Anda lihat pada gambar 23.

Gambar 23. Sistem injeksi sampel ke dalam kolom

Detektor merupakan perangkat yang diletakkan pada ujung kolom tempat keluar
fasa gerak yang membawa komponen hasil pemisahan. Detektor pada kromatografi
merupakan sensor elektronik yang berfungsi mengubah sinyal gas pembawa dan
komponen-komponen didalamnya menjadi sinyal elektronik. Oleh karena itu, detektor
berperan mendeteksi komponen-komponen yang keluar dari kolom. Sinyal elektronik
yang keluar dari detektor memberikan hubungan yang linier dengan laju aliran massa
komponen-komponen. Hasil pendeteksian ditunjukkan dalam kromatogram sebagai
deretan tinggi/luas puncak terhadap waktu retensi. Waktu retensi dapat digunakan sebagai
data kualitatif, sedangkan tinggi/luas puncak dapat dipakai sebagai data kuantitatif.
Berbagai jenis detektor dapat digunakan dalam kromatografi gas, seperti detektor daya
hantar panas (Thermal Conductivity Detector, TCD), detektor ionisasi nyala (Flame
Ionization Detector, FID), detektor penangkap electron (Electron Capture Detector,
ECD), detektor fotometri nyala (Flame Photometric Detector, FPD), detektor nyala alkali

55
dan detektor spektroskopi nyala. Setiap detektor memiliki karakteristik tersendiri.
Berdasarkan respon detektor sinyal ada yang bersifat umum/universal, selektif, dan
sangat selektif. Berdasarkan keutuhan molekul komponen setelah melewati detektor ada
yang deskruktif dan non deskruktif. Untuk memilih detektor, Anda perlu memperhatikan
hal-hal berikut: sensitivitas yang cukup, yaitu terletak diantara 10-8 sampai 10-15
g.komponen/detik; stabilitas dan reproduktivitas baik; memberikan respon linier untuk
komponen-komponen dalam sampel yang akan ditentukan; rentang suhu dari suhu
ruangan sampai sekurang-kurangnya 400OC; waktu respon pendek dan tidak bergantung
pada kecepatan alir (flow rate); reliabilitasnya tinggi dan mudah digunakan; bersifat
nondestruktif; serta memiliki prediksi yang tinggi dan respon selektif untuk satu atau
lebih jenis komponen.
Rekorder berfungsi sebagai pengubah sinyal dari detektor yang diperkuat melalui
elektrometer menjadi bentuk kromatogram. Elektrometer dihubungkan dengan sirkuit
pengintregrasi yang bekerja dengan menghitung jumlah muatan atau jumlah energi listrik
yang dihasilkan oleh detektor. Sistem data merupakan pengembangan lebih lanjut dari
rekorder dan elektrometer dengan melanjutkan sinyal dari rekorder dan elektrometer ke
sebuah unit pengolah pusat (CPU, Central Procesing Unit). Hasil pembacaan dalam
detektor akan direkam dalam rekorder dan ditampilkan pada layar komputer berupa
diagram/grafik dengan puncak yang berbeda-beda sesuai dengan senyawa atau gugus
senyawanya

3. Aplikasi metode analisis secara kromatografi gas

Kromatografi gas merupakan teknik yang secara luas digunakan untuk analisis
kualitatif dan kuantitatif. Kromatografi gas dapat digunakan untuk memisahkan dan
mengukur senyawa-senyawa organik yang mudah menguap dan stabil pada temperatur
pengujian, yaitu antara 50o C-300o C. Senyawa yang sukar menguap atau tidak stabil juga
dapat diukur tetapi harus melalui proses derivatisasi terlebih dahulu. Senyawa-senyawa
yang memiliki gugus fungsi atom hidrogen aktif, seperti –COOH, -OH, -NH, dan –SH

56
dapat mengalami ikatan hidrogen sehingga senyawanya sukar menguap. Derivatisasi
dapat dilakukan melalui reaksi sililasi, alkilasi atau asilasi. Pada reaksi sililasi terjadi
penggantian atom hidrogen aktif oleh gugus trimetilsilil. Dalam reaksi alkilasi, atom
hidrogen aktif pada gugus karboksilat dan alkohol digantikan oleh gugus alifatik/non
alifatik menjadi ester. Sedangkan asilasi adalah reaksi yang mengubah senyawa yang
memiliki atom H aktif menjadi ester, tioester dan amida. Senyawa hasil derivatisasi akan
lebih volatil dibandingkan senyawa sebelumnya sehingga dapat dipisahkan menggunakan
teknik kromatografi gas. Sebagai contoh, lemak tidak bisa dianalisis secara langsung
dengan instrumen kromatografi gas. Oleh karena itu, lemak harus dihidrolisis menjadi
asam lemak lalu asam lemak diesterifikasi dengan pelarut etanol/metanol dan katalis BF3
sehingga membentuk ester yang mudah menguap.
Analisis Kualitiatif. Tujuan utama kromatografi adalah memisahkan komponen-
komponen yang terdapat dalam suatu sampel. Dengan demikian, jumlah puncak yang
terdapat dalam kromatogram menunjukkan jumlah komponen yang terdapat dalam suatu
sampel. Selain digunakan untuk keperluan pemisahan, kromatografi juga sering kali
digunakan dalam analisis kualitatif senyawa-senyawa yang mudah menguap. Untuk
mengidentifikasi tiap puncak dalam kromatogram dapat dilakukan dengan berbagai
macam cara, antara lain:
a. Membandingkan waktu retensi analit dengan waktu retensi standar.
Waktu retensi suatu komponen pada suatu kolom dan kondisi kromatografi
tertentu bersifat karakteristik bagi komponen tersebut. Jika waktu retensi suatu zat standar
sama dengan waktu retensi suatu komponen tertentu maka dapat diduga bahwa kedua
senyawa tersebut adalah sama. Oleh karena itu identifikasi suatu komponen dalam sampel
dapat dilakukan dengan cara membandingkan waktu retensi komponen yang dianalisis
dengan waktu retensi zat standar yang diinjeksikan ke dalam kolom dibawah kondisi
kromatografi yang sama. Sebagai contoh, Anda perhatikan gambar 24, dengan
membandingkan kromatogram sampel dan standar bisa diidentifikasi komponen-
komponen dalam sampel karena waktu retensi sangat karakteristik. Karena tiga
komponen yang terdeteksi pada sampel memiliki waktu retensi yang sama dengan

57
komponen-komponen dalam kromatogram larutan standar, maka dapat diduga bahwa
sampel mengandung komponen yang sama dengan komponen pada larutan standar.

Gambar 24. Perbandingan Spektrum Sampel dengan Spektrum Standar

b. Melakukan ko-kromatografi
Analisa kualitatif berdasarkan perbandingan waktu retensi bukan merupakan
analisa kualitatif yang baik, karena pada kromatografi gas, waktu retensi untuk satu
komponen di dalam satu sampel saja, sangat sulit untuk mendapatkan waktu retensi yang
sama persis pada pengulangan berikutnya. Hal inilah yang menjadikan waktu retensi
tidak bisa dijadikan sebagai dasar yang baik dari analisa kualitatif pada kromatografi gas.
Cara yang lebih teliti dengan melakukan ko-kromatografi. Standar ditambahkan pada
sampel kemudian dilakukan pengukuran dengan kromatografi gas. Bila ada luas atau
tinggi salah satu puncak bertambah maka analit yang mengalami pertambahan luasnya
identik dengan standar. Untuk lebih jelasnya, Anda perhatikan gambar 25.

58
Gambar 25. Analisa Kualitatif Dengan Menggunakan Ko-Kromatografi

c. Menghubungkan kromatografi gas dengan detektor spektrometer massa atau IR.


Metode spektrometri dapat digunakan untuk mengidentifikasi puncak
kromatografi gas. Spektrometer massa atau spektrometer infra merah dapat langsung
disambungkan ke kolom kromatografi gas. Ketika analit memasuki spektrometer massa
maka molekul senyawa tersebut ditembaki dengan elektron berenergi tinggi. Molekul
tersebut pecah menjadi molekul-molekul yang lebih kecil dan terdeteksi berdasarkan
massanya yang digambarkan sebagai spektra massa. Spektra analit yang tidak diketahui
dapat dibandingkan dengan spektra yang ada di database komputer atau diinterpretasi
sendiri. Cara ini dapat dilakukan untuk analit yang belum ada standarnya.
d. Menghubungkan kromatografi gas dengan detektor NMR.
Setiap komponen yang telah keluar dari kolom kemudian dikondensasikan dan
selanjutnya dilakukan analisis lebih lanjut dengan menggunakan spektrometri NMR.
Cara ini dapat dilakukan apabila detektor yang digunakan pada kromatografi gas tidak
bersifat dekstruktif, misalnya TCD.

Analisis Kuantitatif. Analisis kuantitatif dengan kromatografi gas dapat didasarkan pada
salah satu pendekatan, tinggi puncak atau luas puncak analit dan standar. Tinggi dan luas
puncak berbanding lurus dengan konsentrasi analit yang diinjeksikan. Penggunaan tinggi

59
puncak lebih mudah diukur dan lebih teliti dibandingkan luas puncak. Tinggi puncak
kromatogram diperoleh dengan membuat base line pada suatu puncak kemudian
mengukur tingginya. Biasanya, kromatografi gas modern telah dilengkapi dengan piranti
untuk menghitung luas area peak secara otomatis. Pendekatan ini hanya berlaku jika lebar
puncak standar dan analit tidak berbeda, dengan kata lain variasi kondisi kolom tidak
boleh menyebabkan perubahan lebar puncak. Oleh karena itu, beberapa variabel harus
dikontrol, seperti kolom, laju alir fasa gerak serta kecepatan dan volume injeksi sampel
sehingga efisiensi kolom dapat dipertahankan konstan. Kesalahan dengan pendekatan ini
berkisar antara 5% sampai 10%. Apabila hal ini tidak terjaga maka variasi tinggi puncak
dapat menurunkan keakuratan dan ketepatan analisis kuantitatif. Penggunaan tinggi
puncak biasanya dilakukan jika ukuran sampel kurang dari 10 µg untuk kolom kemasan
dan kurang dari 0,1 µg untuk kolom kapiler. Pilihan yang lain adalah menggunakan luas
puncak. Penghitungan luas puncak otomatis memperhitungkan lebar puncak sehingga
perbedaan lebar puncak antara standar dan analit tidak menjadi sumber permasalahan.
Namun tingkat ketelitian dan keakuratannya masih lebih rendah dibandingkan tinggi
puncak.
Ada tiga metode analisis kuantitatif kromatografi gas yaitu, metode standar
kalibrasi, metode standar internal, dan metode normalisasi area.
a. Metode standar kalibrasi.
Analisis kuantitatif dengan metode kalibrasi dilakukan dengan cara
mempersiapkan sederet larutan standar yang komposisinya sama dengan analit kemudian
tiap larutan standar diukur dengan kromatografi gas sehingga diperoleh kromatogram
untuk tiap larutan standar. Selanjutnya diplot luas atau tinggi puncak sebagai fungsi
konsentrasi larutan standar. Plot data harus diperoleh garis lurus yang memotong titik nol.
Selanjutnya tinggi atau luas puncak yang didapatkan dari pengukuran sampel diplotkan
dalam kurva kalibrasi sehingga ditemukan konsentrasi analit dalam sampel. Kelemahan
metode kalibrasi adalah kesulitan dalam mempertahankan volume injeksi sehingga
identik untuk setiap standar dan sampel. Namun di bawah kondisi terbaik saja, seseorang
akan memiliki perbedaan sekitar 5% dan bahkan seringkali jauh lebih buruk.

60
b. Metode standar internal.
Metode standar internal atau standar dalam digunakan apabila tinggi dan luas
puncak kromatogram tidak hanya dipengaruhi oleh banyaknya sampel, tetapi juga oleh
fluktuasi laju aliran gas pembawa, suhu kolom dan detektor, dan sebagainya, yang
mempengaruhi kepekaan dan respon detektor. Efek tersebut dapat dihilangkan dengan
metode standar internal yang diketahui dari zat pembanding ditambah sampel yang akan
dianalisis.
c. Metode normalisasi area.
Metode normalisasi area yaitu cara kuantitatif tanpa menggunakan larutan standar
untuk menghitung konsentrasi komponen-komponen dalam sampel dalam % dengan cara
mengukur luas puncak setiap komponen dan membaginya dengan luas puncak total
seluruh komponen. Metode normalisasi area dimaksudkan untuk mengurangi kesalahan
yang berhubungan dengan injeksi sampel. Dengan metode ini diperlukan elusi yang
sempurna dan seluruh puncak yang dihasilkan terukur. Semua komponen campuran harus
keluar dari kolom. Namun respon detektor terhadap setiap komponen seringkali berbeda.
Untuk mengatasi hal ini, dapat ditambahkan faktor koreksi detektor. Luas puncak setiap
komponen yang muncul dihitung kemudian luas puncak tersebut dikoreksi dengan cara
mengalikan terhadap respon detektor. Selanjutnya konsentrasi analit ditentukan dengan
membandingkan luas suatu puncak yang sudah terkoreksi terhadap total luas semua
komponen. Keuntungan penggunaan metode normalisasi luas puncak adalah tidak
memerlukan kalibrasi, perhitungan cepat dan sederhana, serta ukuran sampel yang
diinjeksikan tidak perlu tepat sekali.

Aplikasi Kromatografi Gas dalam Biokimia Klinis. Nafas manusia, cairan tubuh, air
kencing dan air liur terdiri dari berbagai senyawa organik volatil yang mengandung
nutrisi penting, zat antara metabolisme dan produk samping, kontaminan lingkungan,
serta zat dengan berat molekul rendah yang terlibat dalam berbagai proses metabolisme.
Pengetahuan tentang komposisi campuran kompleks ini memberikan potensi yang cukup
besar untuk pengenalan karakteristik sidik jari biokimia dari etiologi, patogenesis atau

61
diagnosis penyakit. Kromatografi gas terutama yang dikombinasikan dengan
spektrometri massa dapat digunakan secara efektif untuk analisis tersebut. Penggunaan
kromatografi gas dalam analisis biokimia klinis sangat banyak, diantaranya analisis
alkana dalam sistem pernafasan manusia; metabolit volatile dalam plasma; asam organik
dalam feses atau urin; serta asam amino, amina, gula, kolesterol, dan asam empedu
dalam cairan tubuh. Kromatografi gas juga dapat digunakan untuk menentukan
kandungan kolesterol dalam cairan tubuh mengidentifikasi kandungan asam empedu
dalam cairan tubuh. Gambar 26 menunjukkan hasil analisis kandungan alkohol dalam
darah.

Gambar 26. Hasil analisis kandungan alkohol dalam darah.


Aplikasi Kromatografi Gas dalam Analisis Toksikologi. Salah satu contoh analisis
toksikologi yang banyak dilakukan adalah screening obat. Dalam screening obat,
diperlukan teknik yang mampu mendeteksi analit sebanyak mungkin pada sampel yang
sangat kecil, seperti plasma, serum, darah secara utuh, urin, vitreous humour, atau
jaringan dengan sensitivitas yang tinggi. Penggunaan kromatografi gas dalam analisis
screening obat sangat banyak, diantaranya analisis amphetamine, anticholinergic,
anticonvulsant, antihistamine, barbiturate, benzodiazepine, cannabinoid, monoamine
oxidase inhibitors (MAOIs), narcotic analgesic, paracetamol, antidepressant, dan
pesticides (organochlorine, organophosphate, dan carbamate). Dalam screening obat,
fasa diam dengan berbagai tingkat polaritas dapat digunakan.

62
Aplikasi Kromatografi Gas dalam Analisis Lingkungan. Sampel lingkungan yang
biasa dianalisis meliputi: air (air sungai, air laut, air minum), limbah (limbah industri,
limbah rumah tangga), sedimen (air tawar, air laut), jaringan biologis (berbagai
organisme seperti ikan invertebrata, burung), gas (emisi industry, emisi rumah tangga,
emisi lingkungan) dan minyak (tumpahan). Selain itu juga pestisida, pelarut, hidrokarbon
poliaromatik (PAHs), dan polychlorinated biphenyls (PCBs). Pestisida dapat berupa
insektisida atau herbisida (organoklor, organofosfor atau organonitrogen). Gambar 27
menunjukkan kromatogram hasil analisis kandungan pestisida dalam air minum.

Gambar 27. Kromatogram hasil analisis pestisida dalam air minum

63

Anda mungkin juga menyukai