Hordeolum merupakan infeksi yang meradang, purulen, dan terlokalisir pada satu atau lebih
kelenjar sebasea (meibomian atau zeisian) kelopak mata. Bakteri Staphylococcus aureus yang
tedapat di kulit 90-95% ditemukan sebagai penyebab hordeolum. Kuman lain yang dapat
menyebabkan hordeolum antara lain Staphylococcus epidermidis, Streptococcus, dan Eschericia
coli . Ketika mengenai kelenjar meibom disebut hordeolum internum. Sedangkan jika
mengenai kelenjar Zeis atau Moll disebut hordeolum eksternum. Hordeolum dapat
diklasifikasikan menjadi dua bentuk, yaitu:
a. Hordeolum ekstrenum
Hordeolum eksternum merupakan suatu abses akut pada kulit kelopak yang berhubungan
dengan kelenjar Zeis atau Moll, biasanya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda. 10
Hordeolum eksternum akan menunjukkan penonjolan terutama ke daerah kulit kelopak dan
nanah dapat keluar dari pangkal rambut.11 Dapat terbentuk lesi yang multipel dan terkadang
abses dapat melibatkan seluruh tepi kelopak mata.10 Hordeolum eksternum juga dapat
berhubungan dengan terjadinya blefaritis.12
2.8 Diagnosis
2.8.1 Anamnesis
Pasien datang dengan keluhan kelopak mata yang bengkak disertasi rasa sakit. Gejala
utama hordeolum adalah kelopak mata yang bengkak dengan rasa sakit dan mengganjal, merah
dan nyeri bila ditekan, serta perasaan tidak nyaman dan sensasi rasa terbakar pada kelopak
mata.16
Benjolan di kelopak mata juga dapat menyebabkan astigmatisme kornea dan
menyebabkan pandangan kabur. Kadang ditemukan pseudoptosis atau ptosis yang terjadi akibat
bertambah beratnya kelopak sehingga sukar diangkat.17Pasien sering memiliki riwayat lesi
kelopak mata yang mirip atau memiliki faktor risiko untuk hordeola, seperti disfungsi kelenjar
meibom, blepharitis, atau rosacea.
e. Kalazion
Pada dasarnya, hordeolum mewakili proses infeksi fokal akut, sementara kalazion
sebuah merupakan reaksi granulomatosa kronis. Dengan demikian, muncul benjolan
pada palpebra tegas dan tidak nyeri saatditekan pada pemeriksaan klinis.
f. Rosacea
Telangiektasis sering tampak, sisiknya minimal. Perubahan kelopak mata sering
dengan papul, pustule pada hidung, pipi, kening dan dagu.
3. Tatalaksana
1. Kompres hangat 3-4 kali sehari selama 10-15 menit. Tindakan dilakukan dengan menutup
mata
2. Kelopak mata dibersihkan dengan air bersih atau pun dengan sabun atau sampo yang tidak
menimbulkan iritasi, seperti sabun bayi. Hal ini dapat mempercepat proses penyembuhan.
Tindakan dilakukan dengan mata tertutup.
3. Insisi dan drainase bahan purulent jika tidak membaik setelah kompres dalam 48 jam.
Pada permukan konjungtiva sebaiknya dilakukan insisi vertikal untuk menghindari
terpotongnya kelenjar meibom. Jika hordeolum menonjol keluar, buat insisi horizontal
pada kulit untuk mengurangi luka parut. Setelah dilakukan insisi sayatan dipencet untuk
mengeluarkan sisa nanah. Jika terdapat nanah yang berhubungan dengan akar bulu mata,
dapat dikeluarkan dengan mencabut bulu mata (epilapsi).
4. Pemberian terapi topikal dengan Oxytetrasiklin salep mata atau kloramfenikol salep mata
setiap 8 jam. Apabila menggunakan kloramfenikol tetes mata sebanyak 1 tetes tiap 2 jam
5. Antibiotik sistemik diindikasikan jika terjadi selulitis
6. Perbaikan higiene untuk cegah rekurensi
2.10 Pencegahan
Penyakit hordeolum dapat berulang sehingga perlu diedukasi pasien dan keluarga
1. Menjaga higiene dan kebersihan lingkungan
2. Jangan menekan atau menusuk hordeolum, hal ini dapat menimbulkan infeksi yang lebih
serius
3. Hindari pemakaian make-up pada mata, karena kemungkinan hal itu menjadi penyeban
infeksi
4. Jangan memakai kontak lensa dapat menyebabkan infeksi ke kornea
2.11 KOMPLIKASI
1. Selulitis orbita
2. Abses palpebra
2.13 PROGNOSIS
1. Ad vitam : Bonam
2. Ad functionam : Bonam
3. Ad sanationam : Bonam
Pembahasan :
DAFTAR PUSTAKA
1. Triwachyuni, Leonita. 2011. Rasionalitas Penggunaan Antibiotika Dalam Penatalaksanaan
Herdeolum Di Bagian Mata RSUP dr. Kariadi Semarang Tahun 2010. FK UNDIP.
2. Subramanian N. Reoconstruction of eyelid defects. Indian Journal of Plastic Surgery. 2010.
43(1): 5-13
3. Ilyas, S. Hifema. Dalam: Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. FKUI, Jakarta, 2005
4. Sutrisna LTA. Rasionalitas penggunaan antibiotika dalam penatalaksanaan hordeolum di
bagian mata RSUP DR. Kariadi Semarang tahun 2010. Artikel Karya Tulis Ilmiah
5. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. Interventions for acute internal hordeolum (Review).
The Cochrane Collaboration. 2010.
6. Lindsley K, Nichols JJ, Dickersin K. Interventions for acute internal hordeolum. Cochrane
Database of Systematic Reviews 2010, Issue 9. Art. No.: CD007742. DOI:
10.1002/14651858.CD007742.pub2.
7. Skarf B. Normal and abnormal eyelid function. Clinical Neuroopthlamologi. p 1177-1182.
8. Palermo EC. Anatomy of the periorbital region. Surg Cosmet Dermatol. 2013. 5 (3): 245-
256.
9. Mescher AL. Histologi Dasar Junqueira: Teks dan Atlas. Edisi 12. EGC. 2009. p 414.
10. Vagefi MR, Sullivan JH, Correa ZM, Augsburger JJ. Vaughan & Asbury General
Ophtalmology:Lids & Lacrimal Apparatus. 18th edition. United States: Mc-Graw Hill. 2011.
p 67-82.
11. Bowling B. Kanski’s Clinical Ophtalmology: Bacterial infection. 8th edition. Elsevier. 2016.
p 31.
12. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu Penyakit Mata: Kelainan kelopak dan kelainan jaringan orbita.
Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI, 2014. Hal 91-106.
13. Field D, Tillotson J, Whittingham E. Eye Emergencies The practitioner’s guide: Non-urgent
eye condition. 2nd edition. London: M&K Publishing. 2015. p 55-57.
14. Khurana AK, Khurana B. Comprehensive Ophtalmology: Disorders of Eyelids. 6th edition.
New Delhi: Jaypee brothers medical publisher. 2015. p 362-87.
15. Michael JB. Hordeolum. 2016. http://emedicine.medscape.com/article/798940-overview#a5
. Diakses pada tanggal 7 Mei 2017.
16. Eva PR. Whitcher JP. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Palpebra, Apparatus
Lakrimalis & Air Mata. The McGraw-Hill Companies.2014.pp 78-79
17. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan praktik klinis bagi dokter di fasilitas pelayanan kesehatan
primer. Jakarta.2014
18. American Academy of Ophthalmology. Orbit, Eyelids, and Lacrimal System. 2011-2012.
Section 7. Singapore: AAO Publishers. P.135-143.
19. Papier A, Tuttle DJ, Mahar TJ. Differential diagnosis of the swollen red eyelid. American
Family Physician. 2007. 76 (12): 1815-1824.
Kasus Non Infeksi
Definisi