Anda di halaman 1dari 20

ASUHAN KEPERAWATAN DHF

BAB I
PEMBAHASAN

A. DEFINISI.
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit demam akut yang disertai dengan
adanya manifestasi perdarahan, yang bertendensi mengakibatkan renjatan yang dapat
menyebabkan kematian (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000; 419).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah infeksi akut yang disebabkan oleh Arbovirus
(arthropodborn virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes
Albopictus (Ngastiyah, 1995 ; 341).
Demam berdarah dengue adalah penyakit demam akut yang disebabkan oleh empat
serotipe virus dengue dan ditandai dengan empat gejala klinis utama yaitu demam yang tinggi,
manifestasi perdarahan, hepatomegali, dan tanda-tanda kegagalan sirkulasi sampai timbulnya
renjatan (sindroma renjatan dengue) sebagai akibat dari kebocoran plasma yang dapat
menyebabkan kematian (Rohim dkk, 2002 ; 45).
Dengue Haemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak
dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, dan biasanya memburuk pada dua hari
pertama (Soeparman; 1987; 16).

B. ETIOLOGI.
1. Virus Dengue.
Virus dengue yang menjadi penyebab penyakit ini termasuk ke dalam Arbovirus
(Arthropodborn virus) group B, tetapi dari empat tipe yaitu virus dengue tipe 1,2,3 dan 4
keempat tipe virus dengue tersebut terdapat di Indonesia dan dapat dibedakan satu dari yang
lainnya secara serologis virus dengue yang termasuk dalam genus flavovirus ini berdiameter 40
nonometer dapat berkembang biak dengan baik pada berbagai macam kultur jaringan baik yang
berasal dari sel – sel mamalia misalnya sel BHK (Babby Homster Kidney) maupun sel – sel
Arthropoda misalnya sel aedes Albopictus.
2. Vektor.
Virus dengue serotipe 1, 2, 3, dan 4 yang ditularkan melalui vektor yaitu nyamuk aedes
aegypti, nyamuk aedes albopictus, aedes polynesiensis dan beberapa spesies lain merupakan
vektor yang kurang berperan berperan.infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan
antibodi seumur hidup terhadap serotipe bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe jenis yang lainnya (Arief Mansjoer & Suprohaita; 2000;420).

C. PATOFISIOLOGI.
Virus dengue masuk dalam tubuh melalui gigitan nyamuk Aedes dan infeksi pertama kali
mungkin memberi gejala sebagai Dengue Fever (DF). Reaksi tubuh merupakan reaksi yang biasa
terlihat sebagai akibat dari proses viremia seperti demam, nyeri otot dan atau sendi, sakit kepala,
dengan / tanpa rash dan limfa denopati.
Sedangkan DBD biasanya timbul apabila seseorang telah terinfeksi dengan virus dengue
pertama kali, mendapat infeksi berulang virus dengue lainnya. Reinfeksi ini akan menyebabkan
suatu reaksi anamnestik antibodi, sehingga menimbulkan konsentrasi komplek antigen antibodi
(komplek virus anti bodi) yang tinggi.
Terdapatnya komplek antigen antibodi dalam sirkulasi darah mengakibatkan :
1. Aktivasi sistem komplemen yang berakibat dilepaskannya mediator anafilatoksin C 3a dan C
5a, dua peptida yang berdaya melepaskan histamin dan merupakan mediator kuat yang
menyebabkan meningkatnya permeabilitas pembuluh darah (plasma – Leakage), dan
menghilangnya plasma melalui endotel dinding itu, renjatan yang tidak diatasi secara adekuat
akan menimbulkan anoksia jaringan, asidosis metabolik dan berakhir kematian.
2. Depresi sumsum tulang mengakibatkan trombosit kehilangan fungsi agregasi dan mengalami
metamorfosis, sehingga dimusnahkan oleh sistem RE dengan akibat terjadi trombositopenia
hebat dan perdarahan.
3. Terjadinya aktivasi faktor Hagemon (faktor XII) dengan akibat akhir terjadinya pembekuan
intra vaskuler yang meluas. Dalam proses aktivasi ini maka plasminogen akan berubah menjadi
plasmin yang berperan pada pembentukan anafilatoksin dan penghancuran fibrin menjadi Fibrin
Degradation Product (FDP).

D. TANDA DAN GEJALA


1. Demam.
Demam terjadi secara mendadak berlangsung selama 2 – 7 hari kemudian turun menuju
suhu normal atau lebih rendah. Bersamaan dengan berlangsung demam, gejala – gejala klinik
yang tidak spesifik misalnya anoreksia. Nyeri punggung , nyeri tulang dan persediaan, nyeri
kepala dan rasa lemah dapat menyetainya.
2. Perdarahan.
Perdarahan biasanya terjadi pada hari ke 2 dan 3 dari demam dan umumnya terjadi pada
kulit dan dapat berupa uji torniguet yang positif mudah terjadi perdarahan pada tempat fungsi
vena, petekia dan purpura. Perdarahan ringan hingga sedang dapat terlihat pada saluran cerna
bagian atas hingga menyebabkan haematemesis (Nelson, 1993 ; 296).
Perdarahan gastrointestinal biasanya di dahului dengan nyeri perut yang hebat
(Ngastiyah, 1995 ; 349).
3. Hepatomegali.
Pada permulaan dari demam biasanya hati sudah teraba, meskipun pada anak yang
kurang gizi hati juga sudah. Bila terjadi peningkatan dari hepatomegali dan hati teraba kenyal
harus di perhatikan kemungkinan akan tejadi renjatan pada penderita.
4. Renjatan (Syok).
Permulaan syok biasanya terjadi pada hari ke 3 sejak sakitnya penderita, dimulai dengan
tanda – tanda kegagalan sirkulasi yaitu kulit lembab, dingin pada ujung hidung, jari tangan, jari
kaki serta sianosis disekitar mulut. Bila syok terjadi pada masa demam maka biasanya
menunjukan prognosis yang buruk.

E. KLASIFIKASI.
WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan,
yaitu :
1. Derajat I.
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan. Uji tourniquet positif.
2. Derajat II.
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala perdarahan spontan seperti petekie,
ekimosis, hematemesis, melena, perdarahan gusi.
3. Derajat III.
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi lemah dan cepat (>120x/mnt),
tekanan nadi sempit ( ≤ 20 mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 → 120/100 → 120/110 →
90/70 → 80/70 → 80/0 → 0/0 ).
4. Derajat IV.
Nadi tidak teraba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung ≥ 140x/mnt), anggota gerak teraba
dingin, berkeringat dan kulit tampak biru.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG.
1. HB, Hematokrit / PCV meningkat sama atau lebih dari 20 %.
Normal : PCV / Hm = 3 x Hb.
Nilai normal :
- HB = L : 12,0 – 16,8 g/dl.
P : 11,0 – 15,5 g/dl.
- PCV /Hm = L : 35 – 48 %.
P : 34 – 45 %.
2. Trombosit menurun £ 100.000 / mm3.
Nilai normal :
L : 150.000 – 400.000/mm3.
P : 150.000 – 430.000/mm3.
3. Leucopenia, kadang-kadang Leucositosis ringan.
Nilai normal : L/P : 4.600 – 11.400/mm3.
4. Waktu perdarahan memanjang.
Nilai normal : 1 – 5 menit.
5. Waktu protombin memanjang.
Nilai normal : 10 – 14 detik.

G. PENATALAKSANAAN.
Penatalaksanaan penderita dengan DHF adalah sebagai berikut :
1. Tirah baring atau istirahat baring.
2. Diet makan lunak.
3. Minum banyak (2-2,5 liter/24 jam) dapat berupa : susu, teh manis, sirup dan beri penderita
sedikit oralit, pemberian cairan merupakan hal yang paling penting bagi penderita DHF.
4. Pemberian cairan intravena (biasanya ringer laktat, NaCl Faali) merupakan cairan yang paling
sering digunakan.
5. Monitor tanda-tanda vital tiap 3 jam (suhu, nadi, tensi, pernafasan) jika kondisi pasien
memburuk, observasi ketat tiap jam.
6. Periksa Hb, Ht dan trombosit setiap hari.g.Pemberian obat antipiretik sebaiknya dari golongan
asetaminopen.
7. Monitor tanda-tanda perdarahan lebih lanjut.
8. Pemberian antibiotik bila terdapat kekuatiran infeksi sekunder.
9. Monitor tanda-tanda dan renjatan meliputi keadaan umum, perubahan tanda-tanda vital, hasil
pemeriksaan laboratorium yang memburuk.
10. Bila timbul kejang dapat diberikan Diazepam. Pada kasus dengan renjatan pasien dirawat di
perawatan intensif dan segera dipasang infus sebagai pengganti cairan yang hilang dan bila tidak
tampak perbaikan diberikan plasma atau plasma ekspander atau dekstran sebanyak 20 30 ml/kg
BB.Pemberian cairan intravena baik plasma maupun elektrolit dipertahankan 12 48 jam setelah
renjatan teratasi. Apabila renjatan telah teratasi nadi sudah teraba jelas, amplitudo nadi cukup
besar, tekanan sistolik 20 mmHg, kecepatan plasma biasanya dikurangi menjadi 10 ml/kg
BB/jam.Transfusi darah diberikan pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal yang hebat.
Indikasi pemberian transfusi pada penderita DHF yaitu jika ada perdarahan yang jelas secara
klinis dan abdomen yang makin tegang dengan penurunan Hb yang mencolok.Pada DBD tanpa
renjatan hanya diberi banyak minum yaitu 1½-2 liter dalam 24 jam. Cara pemberian sedikit demi
sedikit dengan melibatkan orang tua. Infus diberikan pada pasien DBD tanpa renjatan apabila :
a. Pasien terus menerus muntah, tidak dapat diberikan minum sehingga mengancam terjadinya
dehidrasi.
b. Hematokrit yang cenderung mengikat.

H. PENCEGAHAN.
Pencegahan penyakit DBD sangat tergantung pada pengendalian vektornya, yaitu
nyamuk Aedes Aegypti. Pengendalian nyamuk tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan
beberapa metode yang tepat, yaitu :
1. Lingkungan.
Metode lingkungan untuk mengendalikan nyamuk tersebut antara lain dengan
pemberantasan sarang nyamuk, pengelolaan sampah padat, modifikasi tempat
pengembangbiakan nyamuk hasil samping kegiatan manusia.
2. Biologis.
Pengendalian biologis dengan menggunakan ikan pemakan jentik (ikan cupang).
3. Kimiawi.
Pengendalian kimiawi antara lain :
a. Pengasapan/fogging berguna untyk mengurangi kemungkinan penularan sampai batas waktu
tertentu.
b. Memberikan bubuk abate pada tempat-tempat penampungan air seperti gentong air, vas bunga,
kolam, dan lain-lain.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN.
1. Identitas Klien.
Nama, umur (Secara eksklusif, DHF paling sering menyerang anak – anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. Endemis di daerah tropis Asia, dan terutama terjadi pada saat musim hujan
(Nelson, 1992 : 269), jenis kelamin, alamat, pendidikan, pekerjaan.
2. Keluhan Utama.
Panas atau demam.
3. Riwayat Kesehatan.
a. Riwayat penyakit sekarang.
Ditemukan adanya keluhan panas mendadak yang disertai menggigil dengan kesadaran kompos
mentis. Turunnya panas terjadi antara hari ke 3 dan ke 7 dan keadaan anak semakin lemah.
Kadang disertai keluhan batuk pilek, nyeri telan, mual, diare/konstipasi, sakit kepala, nyeri otot,
serta adanya manifestasi pendarahan pada kulit
b. Riwayat penyakit yang pernah diderita.
Penyakit apa saja yang pernah diderita klien, apa pernah mengalami serangan ulang DHF.
c. Riwayat imunisasi.
Apabila mempunyai kekebalan yang baik, maka kemungkinan akan timbulnya komplikasi dapat
dihindarkan.
d. Riwayat gizi.
Status gizi yang menderita DHF dapat bervariasi, dengan status gizi yang baik maupun buruk
dapat beresiko, apabila terdapat faktor predisposisinya. Pasien yang menderita DHF sering
mengalami keluhan mual, muntah, dan nafsu makan menurun. Apabila kondisi ini berlanjut dan
tidak disertai dengan pemenuhan nutrisi yang mencukupi, maka akan mengalami penurunan
berat badan sehingga status gizinya menjadi kurang.
e. Kondisi lingkungan.
Sering terjadi di daerah yang padat penduduknya dan lingkungan yang kurang bersih ( seperti air
yang menggenang dan gantungan baju dikamar ).

4. Acitvity Daily Life (ADL)


1) Nutrisi : Mual, muntah, anoreksia, sakit saat menelan.
2) Aktivitas : Nyeri pada anggota badan, punggung sendi, kepala,
ulu hati, pegal-pegal pada seluruh tubuh, menurunnya aktivitas sehari-hari.
3) Istirahat, tidur : Dapat terganggu karena panas, sakit kepala dan nyeri.
4) Eliminasi : Diare / konstipasi, melena, oligouria sampai anuria.
5) Personal hygiene : Meningkatnya ketergantungan kebutuhan perawatan diri.

5. Pemeriksaan fisik, terdiri dari :


Inspeksi, adalah pengamatan secara seksama terhadap status kesehatan klien (inspeksi
adanya lesi pada kulit). Perkusi, adalah pemeriksaan fisik dengan jalan mengetukkan jari tengah
ke jari tengah lainnya untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu organ tubuh. Palpasi, adalah
jenis pemeriksaan fisik dengan meraba klien. Auskultasi, adalah dengan cara mendengarkan
menggunakan stetoskop (auskultasi dinding abdomen untuk mengetahu bising usus).
Adapun pemeriksaan fisik pada anak DHF diperoleh hasil sebagai berikut:
a. Keadaan umum :
Berdasarkan tingkatan (grade) DHF keadaan umum adalah sebagai berikut :
1) Grade I : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, tanda – tanda vital dan nadi
lemah.
2) Grade II : Kesadaran kompos mentis, keadaan umum lemah, ada perdarahan spontan
petekia, perdarahan gusi dan telinga, serta nadi lemah, kecil, dan tidak teratur.
3) Grade III : Keadaan umum lemah, kesadaran apatis, somnolen, nadi lemah, kecil, dan
tidak teratur serta tensi menurun.
4) Grade IV : Kesadaran koma, tanda – tanda vital : nadi tidak teraba, tensi tidak terukur,
pernapasan tidak teratur, ekstremitas dingin berkeringat dan kulit tampak sianosis.
b. Kepala dan leher.
1) Wajah : Kemerahan pada muka, pembengkakan sekitar mata, lakrimasi dan fotobia,
pergerakan bola mata nyeri.
2) Mulut : Mukosa mulut kering, perdarahan gusi, lidah kotor, (kadang-kadang) sianosis.
3) Hidung : Epitaksis
4) Tenggorokan : Hiperemia
5) Leher : Terjadi pembesaran kelenjar limfe pada sudut atas rahang daerah servikal posterior.

c. Dada (Thorax).
Nyeri tekan epigastrik, nafas dangkal.
Pada Stadium IV :
Palpasi : Vocal – fremitus kurang bergetar.
Perkusi : Suara paru pekak.
Auskultasi : Didapatkan suara nafas vesikuler yang lemah.
d. Abdomen (Perut).
Palpasi : Terjadi pembesaran hati dan limfe, pada keadaan dehidrasi turgor kulit dapat
menurun, suffiing dulness, balote ment point (Stadium IV).
e. Anus dan genetalia.
Eliminasi alvi : Diare, konstipasi, melena.
Eliminasi uri : Dapat terjadi oligouria sampai anuria.
f. Ekstrimitas atas dan bawah.
Stadium I : Ekstremitas atas nampak petekie akibat RL test.
Stadium II – III : Terdapat petekie dan ekimose di kedua ekstrimitas.
Stadium IV : Ekstrimitas dingin, berkeringat dan sianosis pada jari tangan
dan kaki.
6. Pemeriksaan laboratorium.
Pada pemeriksaan darah klien DHF akan dijumpai :
a. Hb dan PCV meningkat ( ≥20%).
b. Trambositopenia (≤100.000/ml).
c. Leukopenia.
d. Ig.D. dengue positif.
e. Hasil pemeriksaan kimia darah menunjukkan : hipoproteinemia, hipokloremia, dan
hiponatremia.
f. Urium dan Ph darah mungkin meningkat.
g. Asidosis metabolic : Pco2<35-40 mmHg.
h. SGOT/SGPT mungkin meningkat.

B. DIAGNOSA.
Nursalam (2001) dan Nanda (2009) menyatakan, diagnosa keperawatan yang dapat
timbul pada klien dengan DHF adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Ditandai oleh :
a. Konvulsi.
b. Kulit kemerahan.
c. Peningkatan suhu tubuh diatas kisaran normal.
d. Kejang.
e. Takikardi.
f. Takipnea.
g. Kulit terasa hangat.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


a. Perubahan status mental.
b. Penurunan tekanan darah.
c. Penurunan tekanan nadi.
d. Penurunan volume nadi.
e. Penurunan turgor kulit.
f. Penurunan turgor lidah.
g. Pengeluaran haluaran urine.
h. Penurunan pengisian vena.
i. Membrane mukosa kering.
j. Kulit kering.
k. Peningkatan hematokrit.
l. Peningkatan suhu tubuh.
m. Peningkatan frekuensi nadi.
n. Peningkatan konsentrasi urine.
o. Penurunan berat badan tiba-tiba.
p. Haus.
q. Kelemahan
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan.
a. Kram abdomen.
b. Nyeri abdomen.
c. Menghindari makanan.
d. Berat badan turun 20 % atau lebih di bawah berat badan ideal.
e. Kerapuhan kapiler.
f. Diare.
g. Kehilangan rambut berlebihan.
h. Bising usus hiperaktif.
i. Kurang makanan.
j. Kurang informasi.
k. Kurang minat pada makanan.
l. Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat.
m. Kesalahan konsepsi.
n. Kesalahan informasi.
4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.
a. kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin, nyeri, pembengkakan kaki.
5. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi.
a. Perilaku hiperbola.
b. Ketidakakuratan mengikuti perintah.
c. Ketidakakuratan melakukan tes.
d. Perilaku tidak tepat.
e. Pengungkapan masalah.

C. INTERVENSI.
Nanda (2009) dan Doenges (2000), menyatakan bahwa rencana tindakan keperawatan
yang dapat disusun untuk setiap diagnose adalah :
1. Peningkatan suhu tubuh (hipertermi) berhubungan dengan peningkatan laju metabolisme.
Tujuan Rencana Rasional
 Mempertahankan suhu a. Ukur tanda-tanda vital a. Suhu 38,90C-41,10C
tubuh normal. (suhu). menunjukkan proses
 KH : b. Berikan kompres hangat. penyakit infeksi akut.
 Suhu tubuh antara 36 – c. Tingkatkan intake cairan.b. Kompres hangat akan
0
37 C. terjadi perpindahan panas
 Membrane mukosa konduksi.
basah. c. Untuk mengganti cairan
 Nyeri otot hilang. tubuh yang hilang akibat
evaporasi.

2. Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif.


Tujuan Rencana Rasional
 Kebutuhan cairan terpenuhi.a. Observasi tanda-tanda a. Penurunan sirkulasi darah
 KH : vital paling sedikit setiap dapat terjadi dari
 Mata tidak cekung. tiga jam. peningkatan kehilangan
 Membrane mukosa tetap b. Observasi dan cata intake
cairan mengakibatkan
lembab. dan output.
c. Timbang berat badan. hipotensi dan takikardia.
 Turgor kulit baik. b. Menunjukkan status
d. Monitor pemberian
cairan melalui intravena volume sirkulasi,
setiap jam. terjadinya / perbaikan
perpindahan cairan, dan
respon terhadap terapi.
c. Mengukur keadekuatan
penggantian cairan sesuai
fungsi ginjal.
d. Mempertahankan
keseimbangan
cairan/elektrolit.

3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan untuk
mencerna makanan.
Tujuan Rencana Rasional
 Kebutuhan nutrisi adekuat.a. Berikan makanan yang a. Mengganti kehilangan
 KH : disertai dengan suplemen vitamin karena
Berat badan stabil atau nutrisi untuk meningkatkan malnutrisi/anemia.
kualitas intake nutrisi. b. Porsi lebih kecil dapat
meningkat. b. Anjurkan kepada orang
meningkatkan masukan.
tua untuk memberikan
c. Mengawasi penurunan
makanan dengan teknik
porsi kecil tapi sering berat badan.
secara bertahap. d. Mulut yang bersih
c. Timbang berat badan meningkatkan selera makan
setiap hari pada waktu yang dan pemasukan oral.
sama dan dengan skala e. Jelaskan pentingnya
yang sama. intake nutrisi yang adekuat
d. Pertahankan kebersihan untuk penyembuhan
mulut klien. penyakit.
e. Jelaskan pentingnya
intake nutrisi yang adekuat
untuk penyembuhan
penyakit.

4. Perubahan perfusi jaringan kapiler berhubungan dengan perdarahan.


Tujuan Rencana Rasional
 Perfusi jaringan perifer a. Kaji dan catat tanda-
a. Penurunan sirkulasi darah
adekuat. tanda vital. dapat terjadi dari
 KH : b. Nilai kemungkinan peningkatan kehilangan
 TTV stabil. cairan mengakibatkan
terjadinya kematian
hipotensi.
jaringan pada ekstremitas b. Kondisi kulit dipengaruhi
seperti dingin, nyeri, oleh sirkulasi, nutrisi, dan
immobilisasi.
pembengkakan kaki.

5. Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak familiar dengan sumber informasi


Tujuan Rencana Rasional
 Klien mengerti dan a. Tentukan kemampuan a. Adanya keinginan untuk
memahami proses penyakit dan kemauan untuk belajar. belajar memudahkan
b. Jelaskan rasional
dan pengobatan. pengobatan, dosis, efek penerimaan informasi.
b. Dapat meningkatkan
samping dan pentingnya
kerjasama dengan terapi
minum obat sesuai resep.
c. Beri pendidikan obat dan mencegah
kesehatan mengenai penghentian pada obat dan
penyakit DHF. atau interkasi obat yang
merugikan.
c. Dapat meningkatkan
pengetahuan pasien dan
dapat mengurangi
kecemasan.

D. IMPLEMENTASI.
Implementasi, yang merupakan komponen dari proses keperawatan, adalah kategori dari
perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Perry & Potter, 2005).
1. Tindakan Keperawatan Mandiri.
Tindakan yang dilakukan Tanpa Pesanan Dokter. Tindakan keperawatan mendiri
dilakukan oleh perawat. Misalnya menciptakan lingkungan yang tenang, mengompres hangat
saat klien demam.
2. Tindakan Keperawatan Kolaboratif.
Tindakan yang dilakukan oleh perawat apabila perawata bekerja dengan anggota
perawatan kesehatan yang lain dalam membuat keputusan bersama yang bertahan untuk
mengatasi masalah klien.

E. EVALUASI.
Langkah evaluasi dari proses keperawatan mengukur respons klien terhadap tindakan
keperawatan dan kemajuan klien kea rah pencapaian tujuan. Evaluasi terjadi kapan saja perawat
berhubungan dengan klien. Penekanannya adalah pada hasil klien. Perawat mengevaluasi apakah
perilaku klien mencerminkan suatu kemunduran atau kemajuan dalam diagnosa keperawatan
(Perry Potter, 2005).
Hasil asuhan keperawatan pada klien dengan DHF sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan. Evaluasi ini didasarkan pada hasil yang diharapkan atau perubahan yang terjadi pada
pasien. Adapun sasaran evaluasi pada pasien demam berdarah dengue sebagai berikut :
a. Suhu tubuh pasien normal (360C - 370C), pasien bebas dari demam.
b. Pasien akan mengungkapkan rasa nyeri berkurang.
c. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu menghabiskan makanan sesuai dengan porsi
yang diberikan atau dibutuhkan.
d. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan cairan pada pasien terpenuhi.
e. Aktivitas sehari-hari pasien dapat terpenuhi.
f. Pasien akan mempertahankan sehingga tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam
batas normal.
g. Infeksi tidak terjadi.
h. Tidak terjadi perdarahan lebih lanjut.
i. Kecemasan pasien akan berkurang dan mendengarkan penjelasan dari perawat tentang proses
penyakitnya.
DAFTAR PUSTAKA

Perry, Potter. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. EGC. Jakarta.

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.

M. Nurs, Nursalam. 2005. Asuhan Keperawatan pada bayi dan anak. Salemba Medika. Jakarta.

Ngastiyah (1995), Perawatan Anak Sakit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000),


.
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN DEMAM BERDARAH DENGUE

PADA NY.R DI RUANG IGD RS DR.SUYOTO

1. Data masalah keperawatan :

Klien datang ke UGD diantar oleh keluarganya pada pukul 16.00 WIB, klien mengeluh demam
sudah 4 hari. Mual, muntah, perut terasa nyeri, badan terasa lemah, tidak nafsu makan. Setelah
dilakukan pemeriksaan didapatkan hasil :

Identitas

Nama : Nn. R

RM : 18.76.89

Usia : 17 tahun

Jenis kelamin : perempuan

Diagnosa : DHF

Suku bangsa : Jawa

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

Pendidikan : SMA

Alamat : Tangerang Selatan

Penanggung jawab : Orang tua

2. Riwayat Kesehatan

a) Riwayat sebelum sakit: gastritis sejak usia 13 tahun


Obat yang biasa dikonsumsi : promagh dan periksa ke puskesmas
Alergi obat atau makanan : tidak ada alergi
b) Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama : pasien datang ke ugd diantar oleh keluarga pada pukul
16.00 wib klien mengeluh demam sudah 4 hari, terasa
mual dan muntah, tidak nafsu makan, perut terasa nyeri
Hasil pemeriksaan fisik : TD : 110/80 mmHg, S: 38, N: 84, RR: 20
Keadaan umum : sedang
Pengkajian primer :
A : jalan nafas normal
B : frekuensi nafas 20x per menit, pergerakan dada simetris kiri dan kanan, klien
tampak lemah
C : TD 110/80 mmHg, N 68x/menit, perdarahan (-), cyanosis (-)
D : GCS 15
E : S 38 C

Pengkajian sekunder :
Kepala : tampak simetris tidak ada luka, dan kulit kepala tampak bersih
Pupil : bentuk bulat, ukuran 3 ml, pupil simetris, RCL +/+ RCTL +/+
Dada : simetris, tidak ada retraksi dinding dada
Abdomen : supel, bentuk simetris tidak ada kembung/pembengkakan, timpani
Ekstremitas : baik

Pemeriksaan penunjang hasil lab 31/03/2016

Jenis Hasil Positif/negatif Nilai normal satuan


pemeriksaan pemeriksaan
hematokrit 42 L: 40-48 P:
37-49
hemaglobin 14,1 L: 13-16 P:
12-14
leukosit 2.800 5000- 10.000
trombosit 88.000 150.000 –
500.000
serulogi
Dengue Ag NSI positif
rapid

Therapy medis :
1. IUFD RL 20 tpm
2. Ranitidine IV
3. Ondan centron
4. Paracetamol TAB 500 mg
ANALISA DATA

N DATA ETIOLOGI MASALAH


O
1 DS : Proses infeksi Peningkatan suhu tubuh
Klien mengatakan demam
sudah 4 hari
DO :
Suhu tubuh 38
2 DS : Peningkatan suhu tubuh Kurangnya cairan dan
Pasien mengatakan mual eletrolit
muntah
DO :
Pasien terlihat lemas
Minum/input sedikit
3 DS : Menurunnya nafsu makan Resiko perubahan nutrisi
Pasien menagatakan tidak kurang dari kebutuhan
nafsu makan, perut terasa tubuh
mual dan nyeri
DO :
Tidak masuk makan
Sejak pagi s/d pukul 16.00 di
igd

Diagnosa Keperawatan

N DIAGNOSA
O
1 Peningkatan suhu tubuh (hipertermi)
2 Gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit
3 Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Intervensi Kperawatan

N Diagnosa keperawatan Tujuan Perencanaan Rasional


O
1 Peningkatan suhu Setelah dilakukan 1. ukur suhu tubuh 1. untuk memantau
tubuh (hipertermi) tindakan pasien 1x24 jam temperatur suhu
keperawatan 2. berikan obat klien
selama 1x24 jam antipiretik 2. antipiretik dapat
diharapkan berkolaborasi menurunkan
masalah dengan dokter demam
keoerawatan 3. anjurkan banyak 3. untuk mencegah
berkurang s/d minum dehidrasi karena
teratasi dengan KH: peningkatan suhu
1. Suhu tubuh tubuh
menurun s/d
normal
2 Gangguan kebutuhan Setelah dilakukan 1. menganjurkan 1. untuk mencegah
cairan dan elektrolit tindakan pasien banyak terjadinya dehidrasi,
keperawatan minum dan menjadi
selama 1x24 jam 2. berikan cairan pemasukan cairan
diharapkan infus selain dari infus
masalah 3. kolaborasi 2. untuk pemberian
keperawatan dapat pemberian therapy cairan intravena dan
berkurang s/d dengan dokter mengganti cairan
teratasi dengan KH: tubuh yang keluar
1. dehidrasi tidak
terjadi
2. TTV menunujkan
hasil normal
3. pasien tidak
tampak lemas
3 Resiko perubahanh Setelah dilakukan 1. anjurkan untuk 1. untuk
nutrisi kurang dari tindakan makan sesuai diet menghindari
kebutuhan tubuh keperawatan DBD makanan yang
selama 1x24 jam 2. kolaborasi membuat mual
diharapkan pemberian obat 2. pemberian obat
masalah lambung lambung dapat
keperawatan dapat 3. OBS TTV menurunkan asam
berkurang s/d lambung dan
teratasi dengan KH: mengurangi mual
1. HB tidak 3. pemeriksaan TTV
mengalami berguna untuk
penurunan memantau tanda
2. nafsu makan vital dan melakukan
meningkat intervensi
3. mual s/d selanjutnya.
muntah berkurang
s/d hilang
4. pasien tidak
lemas

Implementasi dan Evaluasi

NO Implementasi evaluasi
1 DX 1 : peningkatan suhu tubuh S : klien mengatakan setelah minum obat
16.0 (hipertermi) badan terasa lebih nyaman, keluar
0 Mengukur suhu tubuh pasien keringat dan badan sudah tidak demam
Hasil : 38 c O : suhu tubuh sudah normal 36,4
Memberikan obat antipiretik paracetamol A : masalah keperawatan hipertermi
16.1 500 mg teratasi
5 Menganjurkan banyak minum P : intervensi dihentikan
Hasil : pasien minum air mineral 300 cc Obat demam dihentikan diberikan kembali
16.3 Mengukur suhu kembali bila demam
0 Hasil : 36,4

18.0
0
2 DX 2 : gangguan kebutuhan cairan dan S : klien mengatakan merasa lebih tenang
elektrolit setelah diinfus
16.4 Melakukan pemasangan infus RL O : klien tampak lebih tenang
5 Hasil : infus terpasangan dengan tetesan Klien minum air mineral 100 cc
20 tpm Klien masih tampak lemas
Anjurkan untuk banyak minum A : masalah keperawatan gangguan
16.5 Hasil : pasien minum air mineral kurang kebutuhan nutrisi belum teratasi
0 lebih 100 cc P : intervensi dilanjutkan
- pantau ttv
- pantau intake output
- lanjutkan pemberian cairan sesuai
therapy
3 DX 3 : resiko gangguan kebutuhan nutrisi S : klien mengatakan mualnya berkurang
kurang dari kebutuhan tubuh O : klien dapat makan ½ potong roti
17.0 Anjurkan/memberikan penkes mengenai secara perlahan
0 diit DBD A : masalah keperawatan teratasi sebagian
Hasil : pasien dapat memahami apa yang P : intervensi dilanjutkan
dijelaskan perawat - pantau ttv
Memberikan obat lambung ranitidine IV - lanjutkan pemberian therapy sesuai
17.1 intruksi dokter
0 - anjurkan makan sesuai diit

Anda mungkin juga menyukai