Anda di halaman 1dari 21

MODUL PRAKTIKUM

SATUAN OPERASI

Oleh:
Tim Asisten

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PUERWOKERTO
2018
KELOMPOK PRAKTIKUM SATUAN OPERASI

KELOMPOK 1 KELOMPOK 2 KELOMPOK 3 KELOMPOK 4


Anggini Maesto Budi P Azhiimatun Ika Cipta N
Rakha Rizq F Siti Herni Y Listriyani Dzikri Septian
Ajie Pri Atmadja Lintang Larasati Ahmad Marwan Regita Pramesti K
Tria Fahmi F Monica Agustin Risky Damayanti Arif Prasetyo
Iga Iwanita S Rista Febiana Reza Alif I Anisa Larasati
Azis Imam Safi`I Tiara Dewi L Syahrul R. Tiyan Saputra
Lukman M

KELOMPOK 5 KELOMPOK 6 KELOMPOK 7 KELOMPOK 8


Dede Riski Adzkia Qurrota A Andi Azir P Catur Cahyoko
Ismawardani Yana Maulana Novitriani Restyana R.
Ibnu Nurman Fahmi Sidik Riski Febri W Greace Allan D
Baharida Meta Ervita Nur F Pamuncak Ganjar Triana Agustin
Ade Setiawan Edi Setiawan Hilal Indra K Retno Nur Peni
Laras Isna Dicky Fernyawan Nasrodin Amelia Dina SP
Rosita A. H Shofa Nurul A

Hubungi Asisten WA/line :

Abi : 1, 2, dan 3

Utari : 4, 5 dan 6

Hanif : 7 dan 8

Shift 1 kelompok 1 – 4

Shift 2 kelompok 5 - 8
ACARA 1
PENDINGINAN

A. Dasar Teori

Pada umumnya proses-proses metabolisme (transpirasi atau penguapan,


respirasi atau pernafasan, dan pembentukan tunas) dari bahan nabati seperti
sayur-sayuran dan buah-buahan atau dari bahan hewani akan berlangsung terus
meskipun bahan-bahan tersebut telah dipanen ataupun hewan telah disembelih.
Proses metabolisme ini terus berlangsung sampai bahan menjadi mati dan
akhirnya membusuk. Suhu dimana proses metabolisme ini berlangsung dengan
sempurna disebut sebagai suhu optimum (Julianti, 2010).
Salah satu cara untuk menghambat adalah dengan pendinginan dan
pembekuan. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan di atas titik beku (-2
s/d 160C) sedangkan pembekuan adalah peyimpanan bahan pangan di bawah titik
beku. Penyimpanan bahan makanan pada suhu rendah tidak hanya mengurangi
laju respirasi, tapi juga menghambat pertumbuhan kebanyakan mkroorganisme
penyebab kebusukan. Pendinginan dan pembekuan tidak dapat menigkatkan
kualitas bahkan dalam kondisi optimum perlakuan ini hanya dapat
mempertahankan kualitas dalam batas waktu tertentu (Julianti, 2010).
Dalam proses pendinginan ada beberapa faktor yang berpengaruh pada hasil
akhir bahan yang di dinginkan. Faktor-faktor tersebut antara lain (Yuniar, 2011):
1. Jenis dan varietas produk
Pendinginan biasanya digunakan untuk jenis bahan yang mudah
mengalami kerusakan dan peka terhadap kondisi lingkungan disekitarnya.
Jenis dan varietas setiap bahan tidak sama dengan tingkat kematangan dan
pemanenan yang berbeda pula sehingga suhu yang digunakan selama
pendinginan harus dapat disesuaikan dengan jenis dan sifat bahan tersebut
agar tujuan dari pendinginan tersebut dapat tercapai.
2. Suhu
Suhu dalam penyimpanan seharusnya dipertahankan agar tidak terjadi
kenaikan dan penurunan. Biasanya dalam penyimpanan dingin, suhu
dipertahankan berkisar antara 1oC sampai dengan 2 oC. Suhu pendinginan di
bawah optimum akan menyebabkan pembekuan atau terjadinya chilling
injury, sedangkan suhu di atas optimum akan menyebabkan umur simpan
menjadi lebih singkat.
3. Kelembaban relatif
Pada kebanyakan komoditi yang mudah rusak, kelembaban relatif
dalam penyimpanan sebaiknya dipertahankan pada kisaran 90 sampai 95%.
Kelembaban di bawah kisaran tersebut akan menyebabkan kehilangan
kelembaban komoditi. Kelembaban yang mendekati 100% kemungkinan akan
terjadi pertumbuhan mikroorganisme lebih cepat dan juga menyebabkan
permukaan komoditi pecah-pecah.
4. Kualitas bahan dan perlakuan pendahuluan
Untuk tetap mempertahankan kesegaran bahan maka sebaiknya sayuran,
buah- buahan maupun bunga potong yang akan disimpan terbebas dari luka
atau lecet maupun kerusakan lainnya. Kerusakan tersebut dapat menyebabkan
kehilangan air. Buah-buah yang telah memar dalam penyimpanannya akan
mengalami susut bobot hingga empat kali lebih besar bila dibandingkan buah-
buah yang utuh dan baik.
5. Jenis pengemas
Pengemasan merupakan salah satu upaya modified packaging storage
yang dapat membantu mempertahankan mutu dari bahan. Dengan dilakukan
pengemasan maka proses reaksi enzimatis dan chilling injury dapat
diminimalisir sehingga kesegaran produk tetap terjaga.

B. Tujuan

1. Memahami prinsip dasar pendinginan dan pembekuan serta pengaruhnya


terhadap bahan pangan.
2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi pendinginan dan pembekuan.
3. Mengetahui kalor yang dilepas pada proses pendinginan dan pembekuan
produk pangan.
C. Alat dan Bahan

1. Timbangan digital
2. Refrigrator
3. Freeze
4. Termometer
5. Buah .....
6. Oven
7. Cawan
8. Plastik

D. Prosedur Kerja

1. Alat dan bahan disiapkan.


2. Bahan ditimbang dengan timbangan digital sebesar100 gram.
3. Suhu bahan diukur, lingkungan, refrigrator dan freezer sebagai suhu awal.
4. Bahan dimasukan ke dalam refrigrator dan freezer.
5. Suhu bahan, lingkungan dan refrigrator diukur setiap 15 menit selama 1 jam.
6. Kalor yang dilepas (Q) oleh bahan dihitung, kemudian bahan dimasukkan ke
dalam oven dan melakukan pengukuran massa setiap 30 menit sebanyak 4
kali.

E. Data Hasil Praktikum

1. Tabel Pengamatan Pendinginan dengan refrigerator dan freezer


Tabel 1. Data pengamatan pembekuan buah ............ di freezer
Waktu Tlingkungan
Tbahan (0C) Tfreezer (0C) Mbuah (g)
(menit) (0C)
0
15
30
45
60
Tabel 2. Data pengamatan pendinginan buah ........... di refrigerator
Waktu Tlingkungan
Tbahan (0C) Tfreezer (0C) Mbuah (g)
(menit) (0C)
0
15
30
45
60

Tabel 3. Data pengamatan buah ............ di freezer setelah dioven


No Waktu (menit) Mbuah (g)
1 0
2 30
3 60

Tabel 4. Data pengamatan buah ............ di freezer setelah dioven


No Waktu (menit) Mbuah (g)
1 0
2 30
3 60

Perhitungan kadar air

Ka = ((Mawal – Makhir) : Mawal) x 100%

a. Kadar air buah mangga (di freezer)

b. Kadar air buah mangga (di refrigerator)

Perhitungan massa jenis

Cp = 4,1868 (0,008 x Ka + 0,2)

a. Sampel di refrigerator

b. Sampel di freezer

Perhitungan kalor

Q = m x c x ΔT
a. Sampel di refrigerator

Q30 =

Q60 =

b. Sampel di freezer

Q30 =

Q60 =
ACARA 2
PENGERINGAN (DRYING)

A. Dasar Teori

Pengeringan dalam proses pascapanen merupakan operasi yang penting,


baik terhadap bahan padat maupun bahan cair. Pengeringan merupakan metode
penanganan pascapanen yang paling tua yang telah dipraktikan sejak dulu. Pada
saat ini pun, pengeringan secara tradisisonal masih banyak dipraktikan sebagai
metode pengawetan sehingga produk pangan dapat disimpan dalam jangka waktu
yang lama. Pengeringan secara tradisional tentunya kurang efektif dan efisien
karena dipengaruhi sekali oleh cuaca. Untuk itu, manusia menciptakan alat mesin
pengeringan yang dapat meningkatkan kegiatan produktivitas dari kegiatan
pengeringan.
Dalam dunia industri, sistem pengeringan memiliki peranan yang sangat
penting. Sistem pengeringan dalam aplikasinya dapat dilakukan dengan cara
berbeda-beda, tergantung dimana system tersebut diterapkan. Pada industri
pangan proses pengeringan digunakan untuk pengawetan makanan yaitu dengan
cara mengurangi kadar air sampai batas tertentu pada makanan tersebut untuk
disimpan pada beberapa waktu. Makanan yang dimaksud biasanya berupa sayuran
atau buah-buahan yang mengandung air, seperti jamur, brokoli, anggur, strawberry,
pisang dan lain-lain.
Proses pengeringan pada prinsipnya menyangkut proses pindah panas dan
pindah massa yang terjadi secara bersamaan (simultan). Pertama panas harus
ditransfer dari medium pemanas ke bahan. Selanjutnya setelah terjadi penguapan
air, uap air yang terbentuk harus dipindahkan melalui struktur bahan ke medium
sekitarnya. Proses ini akan menyangkut aliran fluida di mana cairan harus
ditransfer melalui struktur bahan selama proses pengeringan berlangsung. Jadi
panas harus disediakan untuk menguapkan air dan air harus mendifusi melalui
berbagai macam tahanan agar supaya dapat lepas dari bahan dan berbentuk uap air
yang bebas. Lama proses pengeringan tergantung pada bahan yang di keringkan
dan cara pemanasan yang digunakan (Rahmawan, 2001).
Makin tinggi suhu dan kecepatan aliran udara pengeringan makin cepat
pula proses pengeringan berlangsung. Makin tinggi suhu udara pengering, makin
besar energi panas yang di bawa udara sehingga makin banyak jumlah massa
cairan yang di uapkan dari permukaan bahan yang dikeringkan. Jika kecepatan
aliran udara pengering makin tinggi maka makin cepat massa uap air yang
dipindahkan dari bahan ke atmosfer. Kelembaban udara berpengaruh terhada
proses pemindahan uap air. Pada kelembaban udara tinggi, perbedaan tekanan uap
air didalam dan diluar bahan kecil, sehingga pemindahan uap air dari dalam bahan
keluar menjadi terhambat (Rahmawan, 2001).
Pada pengeringan dengan menggunakan alat umumnya terdiri dari tenaga
penggerak dan kipas, unit pemanas (heater) serta alat-alat kontrol. Sebagai
sumber tenaga untuk mengalirkan udara dapat digunakan motor bakar atau motor
listrik. Sumber energi yang dapat digunakan pada unit pemanas adalah gas,
minyak bumi, batubara, dan elemen pemanas listrik (Rahmawan, 2001).
Proses utama dalam pengeringan adalah proses penguapan air maka perlu
terlebih dahulu diketahui karakteristik hidratasi bahan pangan yaitu sifat-sifat
bahan yang meliputi interaksi antara bahan pangan dengan molekul air yang
dikandungnya dan molekul air di udara sekitarnya. Peranan air dalam bahan
pangan dinyatakan dengan kadar air dan aktivitas air (aw), sedangkan peranan air
di udara dinyatakan dengan kelembaban relatif (RH) dan kelembaban mutlak (H)
(Rahmawan, 2001).
Kadar air bahan adalah banyaknya air yang dikandung oleh suatu bahan
yang mempengaruhi sifat-sifat bahan yang berkaitan dengan daya simpan. Kadar
air hasil pertanian yang tinggi sangat cocok bagi kehidupan dan perkembangan
bakteri dan jamur. Jika kadar air diturunkan menjadi sekitar 25%, bakteri tidak
dapat bertahan dan reaksi enzimatis dapat berkurang sangat nyata. Pada tingkat
kadar air 15%, jamur akan sulit untuk hidup dan berkembang. Penurunan kadar air
pada produk pertanian sangat penting dilakukan untuk memperoleh masa simpan
produk yang lebih lama. Salah satu metode penurunan kadar air yaitu
pengeringan.
Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap banyaknya air yang harus
diuapkan dan lamanya proses pengeringan. Heldman dan Singh (1981)
menyatakan kadar air bahan pangan dapat dinyatakan dalam kadar air basis kering
dan kadar air basis basah. Kadar air basis kering adalah perbandingan berat air
dalam bahan dengan berat bahan keringnya Kadar air basis basah adalah
perbandingan berat air dalam bahan dengan berat bahan totalnya.
Kadar air basis kering dapat dinyatakan:
Mbk = (Wa : Wp) x 100% ………… (1)
Kadar air basis basah dapat dinyatakan :
Mbb = (Wa : (Wa+Wp)) x 100% ..… (2)
Keterangan:
Mbk = Kadar air basis kering (%bk)
Mbb = Kadar air basis basah (%bb)
Wa = Massa air
Wp = Massa padatan
Metode yang digunakan untuk mengukur kadar air dapat dilakukan secara
langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Metode secara langsung
dilakukan dengan oven (official), sedangkan metode tidak langsung dilakukan
dengan alat yang berprinsip atas tahanan elektrik (Brooker et al,. 1981);
(Henderson dan Perry, 1976).

B. Tujuan

1. Mengetahui apa yang dimaksud proses pengeringan dari kadar air.


2. Menghitung kadar air dalam proses pengeringan.
3. Mengetahui macam-macam alat pengeringan.

C. Alat Dan Bahan

1. Oven listrik
2. Stopwatch
3. Thermometer
4. Neraca digital
5. Wadah
6. Potongan bahan
D. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan.


2. Menimbang berat masing-masing wadah dengan timbangan digital dan
mencatat hasilnya.
3. Menimbang berat setiap wadah dengan potongan buah yang berbeda dan
mencatat hasilnya. Berat potongan bahan sama dengan berat total wadah
dengan potongan bahan dikurangi berat wadah.
4. Meletakan potongan bahan dan wadahnya pada oven dengan suhu 1050C,
memberi label pada wadah dengan angka percobaan 1.
5. Meletakan potongan bahan beserta wadahnya di bawah sinar matahari
langsung, kemudian memberi label wadah percobaan 2.
6. Mengukur berat potongan pada percobaan 1 setelah dioven selama 60 menit.
7. Mengukur berat potongan bahan setiap 10 menit sekali percobaan 2,
kemudian mengukur suhu lingkungan dengan menggunakan thermometer
setiap kali potongan bahan diambil untuk ditimbang dan menghitung kadar
air setiap menitnya.

E. Data Hasil Praktikum

Tabel 1. Data pengeringan dengan sinar matahari


Waktu (menit) Tlingkungan (C) Massa bahan (g) Ka (%) Massa air (g)

0
10
20
30
40
50
60

Tabel 2. Data pengeringan dengan oven


Waktu (menit) Tlingkungan (C) Massa bahan (g) Ka (%) Massa air (g)

0
10
20
30
40
50
60
Perhitungan

a. Kabb%

Kabb% = ((m awal – m akhir) : m awal) . 100%

Kabb% (sm) =

Kabb% (ov) =

b. Berat air

Berat air = Kabb% . m bahan awal

Berat air (sm) =

Berat air (ov) =

c. Padatan

Padatan = m bahan awal – berat air

Padatan (sm) =

Padatan (ov) =

d. Massa air tiap 10 menit

m air = m total tiap 10 menit – padatan

1) Pengeringan dengan sinar matahari

m air (10) =

m air (20) =

m air (30) =

m air (40) =

m air (50) =
m air (60) =

2) Pengeringan dengan oven

m air (10) =

m air (20) =

m air (30) =

m air (40) =

m air (50) =

m air (60) =

e. Ka% tiap 10 menit

Ka% = (m air : m bahan) . 100%

1) Pengeringan dengan sinar matahari

Ka% (10) =

Ka% (20) =

Ka% (30) =

Ka% (40) =

Ka% (50) =

Ka% (60) =

2) Pengeringan dengan oven

Ka% (10) =

Ka% (20) =

Ka% (30) =

Ka% (40) =

Ka% (50) =

Ka% (60) =
ACARA 3
STERILISASI

A. Dasar Teori

Proses sterilisasi makanan dengan pemanasan dilakukan untuk penentuan


jaminan keselamatan bahan makanan. Jaminan ini meliputi tepat atau tidaknya
tanggal kadaluarsa yang tercantum pada label, rusak tidaknya kualitas makanan
dan jumlah kandungan nutrisi yang ada. Namun demikian, proses sterilisasi
makanan yang diberikan tidak semata-mata membunuh mikroba, tetapi juga harus
mengembangkan mutu akhir dari produk, dimana kerusakan mutu oleh pemanasan
harus diminimalkan.
Berdasarkan peryataan di atas, untuk meningkatkan kualitas produk pangan
maka perlu dilakukanya proses sterilisasi. Ketepatan hasil sterilisasi didukung dari
bagaimana penggunaan atau penerapan model matematika untuk menghitung
indicator baik tidaknya sterilisasi. Salah satu indicator baiknya hasil sterilisasi
yaitu tidak terjadinya kerusakan bahan pangan setelah dilakukanya proses
sterilisasi.
Sterilisasi adalah suatu proses mematikan mikroorganisme yang mungkin
ada pada suatu benda. Secara umum terdapat tiga metode yang biasa digunakan
untuk sterilisasi. Pemilihan metode sterilisasi didasarkan pada sifat alat dan bahan
yang akan disterilisasikan. Ketiga metode tersebut adalah:
1. Sterilisasi Mekanik/Filtrasi
Sterilisasi secara mekanik (filtrasi) dikerjakan dalam suhu ruangan dan
menggunakan saringan yang berpori sangat kecil (0,22 mikron atau 0,45 mikron)
sehingga mikroba tertahan pada saringan tersebut. Sterilisasi ini ditunjukan untuk
bahan yang peka panas, misalnya larutan enzim dan antibiotic.
2. Sterilisasi fisik
Sterilisasi fisik dapat digunakan dengan cara pemanasan atau penyinaran.
Terdapat empat macam sterilisasi dengan pemanasan:
a. Pemijaran api
Membakar alat pada api secara langsung, contoh alat : jarum inokulum,
pinset batang L dan lain sebagainya.
b. Panas kering
Sterililasi panas kering adalah menggunakan oven suhu tinggi
(170-180 0C) dengan waktu yang lama (1-3 jam). Sterilisasi kering cocok
untuk alat yang terbuat dari kaca misalnya erlemeyer, tabung reaksi dll.
Sebelum dimasukan ke dalam oven alat/bahan tersebut dibungkus,disumbat
atau dimasukan ke dalam wadah tertutup untuk mencegah kontaminasi ketika
dikeluarkan dari oven.
c. Uap panas
Konsep ini hampir sama dengan mengukus. Bahan yang mengandung
air lebih tepat menggunakan metode ini supaya tidak terjadi dehidrasi.
d. Uap panas bertekanan (Autoclaving)
Alat yang digunakan adalah autoclave. Cara kerja alat ini adah
menggunakan uap panas dengan suhu 1210C selama 15 menit pada tekanan 1
atm. Sterilisasi tergantung pada :
1) Alat/bahan harus dapat ditembus uap panas secara merata tanpa
mengalami kerusakan.
2) Kondisi steril harus bebas dari udara (vacuum).
3) Suhu yang terukur harus mencapai 1210C dan dipertahankan selama 15
menit.
3. Sterilisasi Kimiawi
Digunakan pada alat/bahan yang tidak tahan panas atau untuk kondisi
aseptis (Sterilisasi meja kerja dan tangan). Bahan kimia yang dapat digunakan
adalah alcohol, asam parasetat formalhedid dan sebagainya (Suriawiria, 1985).

B. Tujuan

1. Mengetahui prinsip-prinsip sterilisasi bahan pangan.


2. Mengetahui perubahan-perubahan yang terjadi pada produk/bahan akibat
sterilisasi.
3. Mengetahui prinsip sterilisasi menggunakan autoclave.
C. Alat Dan Bahan

1. Susu cair
2. Jus buah
3. Jar gelas dengan tutupnya
4. Autoclave
5. Panci
6. Penetrometer
7. pH meter
8. Termometer

D. Prosedur Kerja

1. Mengisi autoclave dengan air.


2. Mengisi jar gelas dengan bahan yang akan disterilisisasi, lalu tutup dengan
plastic yang direkatkan dengan karet. Kemudian tutup dengan tutup jar gelas,
lalu ditutup dengan plastic yang direkatkan dengan karet. Hal ini delakukan
dengan kencang dan tidak ada udara di dalam tutup.
3. Memasukan jar gelas ke dalam autoklaf hingga suhu 121 0C dan membiarkan
selama 15 menit.
4. Melakukan uji organoleptik pada bahan sebelum dan setelah disterilisasi.

E. Data Hasil Praktikum

Tabel 1. Uji organoleptik sebelum proses sterilisasi bahan praktikum (alpukat)


N Nama Warna Tekstur Larutan Aroma Rasa
o penguji 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
2
3
4
5
6
7
8
Tabel 2. Uji organoleptik setelah proses sterilisasi bahan praktikum (alpukat)
N Nama Warna Tekstur Larutan Aroma Rasa
o penguji 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1
2
3
4
5
6
7
8

Tabel 3. Keterangan kriteria penilaian


Penilaian
Kriteria
1 2 3 4
Warna Tidak cerah Agak cerah Cukup cerah Sangat cerah
Larutan Tidak jernih Agak jernih Cukup jernih Sangat jernih
Aroma Tidak kuat Agak kuat Cukup kuat Sangat kuat
Rasa Tidak enak Agak enak Cukup enak Sangat enak
Tekstur Tidak encer Agak encer Cukup encer Sangat encer

Prinsip kerja autoclave

.....................................................................................................................................

....................................................................................................................................
ACARA 4
NERACA BAHAN

A. Dasar Teori

Proses pengolahan pangan melibatkan berbagai jenis bahan, baik tunggal


maupun kombinasi yang masuk maupun keluar dari suatu tahapan proses. Sesuai
dengan teori konservatif kekekalan massa, maka banyak yang masuk ke dalam
dan keluar dari proses akan tetap, hanya berubah bentuk dari wujud yang satu ke
wujud yang lain. Namun dalam praktiknya, kita mungkin tidak menemukan total
input yang sama dengan total bahan output, karena terjadi akumulasi bahan pada
alat yang sering kali tidak bisa dihindarkan selama proses atau kehilangan bahan
yang tidak terkontrol (Kusnandar, 2015).
Hukum konservatif kekekalan massa menyatakan bahwa materi tidak dapa
diciptakan atau dihilangkan, tetapi hanya berubah bentuk dari satu wujud ke
wujud lainya. Prinsip ini pun berlaku dalam proses pengolahan pangan, dimana
total input bahan yang masuk ke dalam suatu proses pengolahan akan sama
dengan total outputnya, yang terjadi adalah perubahan wujud dari bahan yang
masuk dan yang keluar. Prinsip ini dikenal dengan istilah kesetimbangan
massa/materi (mass/material balance).
Prinsip kesetimbangan massa/materi banyak diaplikasikan dalam mendesai
suatu proses pengolahan pangan (pengupasan, sortasi, ekstraksi, pengeringan,
evaporasi dan sebagainya) atau formulasi produk baru. Prinsip dari kesetimbangan
massa adalah total berat yang masuk (input) ke dalam suatu tahap proses atau
keseluruham akan sama dengan total berat dari outputnya. Perubahan yang terjadi
adalah perubahan wujud. Massukan bahan yang masuk ke dalam suatu tahap
proses dapat berupa satu jenis bahan atau lebih, begitu juga bahan yang keluar
dapat berupa satu atau lebih produk yang dikehendaki, limbah (waste), atau
kehilangan yang tidak terkontrol.
Dalam suatu proses apapun jika tidak ada akumulasi dalam peralatan
prosesnya, maka jumlah bahan yang masuk akan sama dengan jumlah yang keluar.
Dengan kata lain, dalam suatu system apapun jumlah materi dalam system akan
tetap walaupun terjadi perubahan bentuk atau keadaan fisik. Oleh sebab itu,
jumlah bahan yang masuk dalam suatu proses pengolahan pangan jumlahnya akan
sama dengan jumlah bahan yang keluar sebagai produk yang dikehendaki
ditambah jumlah yang hilang dan yang terakumulasi dalam peralatan pengolahan.
Secara matematis, prinsip kesetimbangan massa tersebut dapat dinyatakan
dengan persamaan berikut (m adalah total massa):
minput = moutput + makumulasi
Proses pengolahan yang tidak mengalami akumulasi disebut “steady state
process” sedangkan yang mengalami akumulasi disebut “unsteady state process”.
Pembahasan kesetimbangan massa berikut mengasumsikan tidak terjadinya
akumulasi dalam peralatan proses (steady state process) (Kusnandar, 2015).

B. Tujuan

1. Mengetahui proses pengolahan produk pertanian.


2. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam proses pengolahan produk
pertanian.
3. Mengetahui prinsip prinsip teknik pengolahan pangan dalam proses
pengolahan produk pertanian.
4. Mengetahui kesetimbangan massa yang terjadi pada proses pengolahan
produk pertanian.

C. Alat dan Bahan

1. Alat tulis
2. Kamera
3. Penggaris
4. Kalkulator

D. Prosedur Kerja

1. Menyiapkan alat dan bahan.


2. Mengamati tahapan dan prinsip pengolahan pangan dalam pengolahan produk
pertanian.
3. Mengamati bagian-bagian alat yang akan digunakan dalam pengolahan
produk pertanian.
4. Mengambar bagian-bagian dan fungsi perangkat alat yang digunakan dalam
pengolahan produk pertanian.
5. Mencatat cara kerja dari alat yang digunakan dalam pembuatan pengolahan
produk pertanian.
6. Membuat diagram kesetimbangan massa yang terjadi dalam pengolahan
produk pertanian hingga bahan jadi serta perhitungan kesetimbanganya.

E. Data Hasil Praktikum

1. Diagram kesetimbangan massa


2. Nama produk
3. Alamat
4. Bahan dan volume
5. Hasil samping
6. Proses pembuatan
7. Alat yang digunakan
8. Dokumentasi
DAFTAR PUSTAKA

Heldman, D. R. and P. R. Singh. 1981. Food Proses Engineering. Academic Press,


New York, N. Y., USA.

Henderson, S. M., and R. L. Perry. 1976. Agricultural Process Engineering. 3rd ed.
The AVI Publ. Co., Inc, Wesport, Connecticut, USA.

Julianti, R. 2010. Pembekuan Bahan Pangan Hewani. Fakultas Manajemen,


Politeknik Negeri Jember, Jember.

Kusnandar, F., Adawiyah, D. R., dan Fitria, M., 2010. Pendugaan Umur Simpan
Produk Biskuit dengan Metode Akselerasi Berdasarkan Pendekatan Kadar
Air Kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 21(2): 117.

Rahmawan, 2001. Prinsip Dasar Pengeringan. Jurusan Teknologi Industri


Pertanian Bogor, IPB, Bogor.

Suriawiria, U. 1985. Pengantar Mikrobiologi Umum. Angkasa. Jakarta.

Yuniar dan Effendy. 2011. Teknik Pengolahan Pangan. Politeknik Negeri


Sriwijaya, Palembang.

Anda mungkin juga menyukai