Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Glomerulunefritis akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan
faal dari peradangan akut glomerulus.Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang
timbu lmendadak ,hipertensi, hematuri, oliguri, gromerular filtrationrate
(GFR)menurun,insuffisiensi ginjal.

Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari urin (proteinuria, hematuria, silinder,
eritrosit), penurunan laju filtrasi glomerular (LFG) disertai oligouri, bendungan sirkulasi,
hipertensi, dan sembab. Kumpulan semua penyakit glomerulus (parenkhim) baik primer
maupun sekunder dikenal dengan sindrom nefritik akut (SNA).
BAB II
STATUS PASIEN

Indentitas Pasien

 Nama : Mira Winda Saputri


 TTL : Alafan, 12 maret 2013
 Usia : 5 Tahun
 Jenis Kelamin : Perempuan
 Alamat : Alafan
 Tanggal masuk RS : 30 november 2018
 No.rekam medis : 918402

Status dari poli

30-11-2018 jam 13.25 wib

KU : Mata,perut,kaki bengkak

KT : Demam

PF : Edem palpebra, ascites, edema peritibial

Th/

 IVFD RL 6 gtt/i
 Inj. Ceftriaxone 750 mg/ 12jam
 Inj. Furosemid 15 mg/ 12jam
 Spironolakton 2 x 12,5 mg
 Captopril 3 x 12,5 mg
 Valsartan
Diagnosa : GNA

Hipertensi renal

ALLOANAMNESIS

30-11-2018

Keluhan Utama : Mata bengkak, perut bengkak, kaki bengkak

Keluhan Tambahan : panas, batuk, pilek

Riwayat penyakit sekarang

Os datang bersama ortuanya ke poli Anak RSUD Simeulue dengan keluhan wajah
bengkak, perut membengkak dan kaki membengkak di alami oleh os ± 4 hari sebelum os
dibawa ke RS, Sebelumnya os mengalami demam

Riwayat Penyakit Dahulu : tidak pernah sakit seperti ini sebelumnya.

Riwayat Penyakit Keluarga : di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini, tidak ada tekanan
darah tinggi.

Riwayat Kelahiran : spontan, cukup bulan, BL dan PB ibu os tidak ingat.


Langsung menangis dan gerakan aktif.

Riwayat Pengobtan : tidak sedang dalam pengobatan jangka panjang.

Riwayat Alergi : alergi obat tidak ada


Alergi makanan tidak ada

Riwayat Imunisasai : kesan imunisasi tidak lengkap

Riwayat Tumbuh Kembang : tumbuh kembang sesuai usia

Riwayat Psikososial : kontak TB ( - )

PEMERIKSAAN FISIK

 Kesadaran : Compos mentis


 Keadaan Umum : Sakit sedang

Tanda vital

 Suhu : 36,30C
 Nadi : 80x/menit, reguler, kuat
 Pernapasan : 24x/menit
 TD : 130/100 mmHg

Antropometri

 BB : 17 kg
 TB : 110 cm
 LK : ± 50 cm (Normocephal)

Status Gizi
 BB/U : 17/19 x 100 = 89,4 (Gizi baik)
 TB/U : 110/110 x 100 = 100 (Gizi baik)
 BB/TB : 17/19 x 100 = 89,4 (Gizi kurang)
Kesan = Gizi kurang
STATUS GENERALIS

 Kepala
Bentuk : normocephal
UU : sudah menutup
Rambut : hitam,distribusi merata
Mata : cekung (-), edema (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

 Hidung : simetris, sekret -/-, napas cuping hidung -


 Mulut : mukosa bibir lembab, lidah tidak kotor, faring tidak hiperemis, tonsil T1/T1
 Telinga : serumen -/-

 Leher : pembesaran KGB-/-, pembesaran tyroid -/-

Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : vocal premitus simetris
Auskultasi : vesikuler, wheezing-/-, ronkhi -/-
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru

Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak

Palpasi : ictus cordis teraba

Auskultasi : Bj 1 dan Bj 2 reguler, gallop -/-, murmur -/

Perkusi : Dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, turgor baik
Nyeri tekan (-)
Hepar, lien dan ginjal tidak teraba
Nyeri ketuk pinggang -
Perkusi : timpani seluruh abdomen
Auskultasi :peristaltik usus + normal
Lingkar Perut : 52cm

Ekstremitas:
 Ekstremitas atas
 Akral : Hangat
 Edema : Negatif (-/-)
 Petekie : - /-
 RCT : < 2 detik
 Sianosis :-

 Ekstremitas bawah
 Akral : Hangat
 Edema : Negatif (-/-)
 Petekie : - /-
 RCT : < 2 detik
 Sianosis :-

Inguinal : pembesaran KGB –


Anus dan rectum : dalam batas normal
Genitalia : Dalam batas normal

Pemeriksaan Penunjang

 H2TL

 Urin Lengkap

 Kimia Darah

Laboratorium

 Darah perifer (19-2-11 jam 10.00)


 Hb : 10, 3 g/dl (N : 10,8-15,6)

 Leukosit : 8,80 ribu/µL (N : 5,00-14,50)

 Basofil 0 % (N : 0-1)

 Eosinofil 1 % (N :2-4)

 Neutrofil batang 3 % (N : 3-5)

 Neutrofil segmen 55 % (N : 25-60)

 Limfosit 36 % (N : 25-50)

 Monosit 5% (N : 1-6)

 LED 10 mm (N :0-10)

 Trombosit 341.000 (N : 181-521)

 Hematokrit 32 % (N : 33-45)

 Urinalisis

 Warna : kuning (Normal : kuning)

 Kejernihan : keruh (jernih)

 Leukosit 8-10/LPB (N : 0-5)

 Eritrosit 3-4/LPB (N : ≤ 3)

 Silinder 2-3 granula kasar/LPK

 Sel epitel : gepeng 1+ (N : 1+)

 Kristal - (N : negatif)

 Bakteria - (N : negatif)

 BJ 1,02 (N : 1,005-1,03)
 pH 7,0 (N : 5,00-7,00)

 Protein 1+ (negatif < 30 mg/dl)

 Glukosa negatif (< 100 mg/dl)

 Keton – (normal : negatif)

 Darah samar /Hb 1+ (normal : negatif)

 Bilirubin – (Normal : negatif)

 Urobilin ogen 0,2 mg/dl (N : 0,2-1,00)

 Nitrit – (Normal : negatif)

 Leukosit esterase – (Normal : negatif)

 Kimia Darah
 Protein total 6,4 g/dl (N : 6,00-8,00)
 Albumin 3,6 g/dl (N : 4,00-5,2)
 Ureum darah 21 mg/dl (N : 10-50)
 Kreatinin darah 0,4 mg/dl (N : < 1,4)
 Asam urat 6,3 mg/dl (N : 3,00-7,00)
 Kolesterol total 166 mg/dl (N : < 200)
 Kolesterol HDL 50 mg/dl (N : 42-67)
 Kolesterol HDL direk 74 mg/dl (N < 100)

RESUME

 Anamnesis

Anak laki-laki usia 5 tahun datang dengan keluhan bengkak pada kedua mata sejak 6
hari SMRS. Bengkak juga terjadi pada kaki dan perut sejak 6 hari SMRS namun sudah tidak
membengkak saat MRS. BAK 4x/hari, sedikit sejak 6 hari SMRS. Panas, batuk, pilek sejak
12 hari SMRS. Os dirawat dengan rencana pemeriksaan urin/24 jam.
 Pemeriksaan Fisik

Kesadaran composmentis kesan sakit ringan

Suhu 36,3 C, nadi 80x.mnt reguler, kuat, napas 24 x/mnt. Tensi 130/100 mmHg

status gizi kurang

edema palpebra +

ascites, edema pretibial –

ginjal tidak teraba, nyeri ketok CVA -.

 Laboratorium
 Darah perifer
 Hb : 10, 3 g/dl ( N : 10,8-15,6)
 Eosinofil 1 % (N : 2-4)
 Hematokrit 32 % (N :33-45)
 Urinalisa
 Kejernihan : keruh (N :jernih)
 Protein 1+ (negatif < 30 mg/dl)
 Darah samar /Hb 1+ (N : negatif)
 Albumin 3,6 g/dl (N : 4,00-5,2)

Working Diagnosis : GNA

Terapi

Terapi di bangsal

• Cefixime syrup 2 x ½ cto


• Novakal syrup 2 x 1 cto

• Prednison 3x/hari (pagi 1 tablet, siang dan malam 2 tablet)

• Lasix 1 x 200 mg

• Diet nefrotik

Follow Up

TANGGAL S O A P

21-2-2011 Tidak ada T : 36 c GNA Cefixime syrup 2 x ½


keluhan RrR: 24 x/menit cto
HR : 80 x/menit Novakal syrup 2 x 1 cto
TD : 120/80 mmHg Prednison 3x/hari (pagi
Nyeri ketuk CVA – 1 tablet, siang dan
Edema palpebra-, malam 2 tablet)
ascites -, edema Diet nefrotik
pretibial –
LP : 52 CM
BAK 400 cc

22-2-2011 Tidak ada T : 36,5 GNA Cefixime syrup 2 x ½


keluhan RR : 24 x/menit cto
HR : 80 x/menit Novakal syrup 2 x 1 cto
TD : 120/70 mmHg Prednison 3x/hari (pagi
Edema pretibial -, 1 tablet, siang dan
ascites -, edema malam 2 tablet)
pretibial – Diet nefrotik
LP : 51 cm
BAK 800 cc
TANGGAL S O A P

23-2-2011 Tidak T : 37 c GNA Rencana


Ada RR: 20 x/menit pulang
Keluhan HR : 80 x/menit
TD : 110/70 mmHg
Nyeri ketuk CVA –
Edema palpebra-
LP : 50 CM
BAK 900 cc
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi
Glomerulonefritis akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan
faal dari peradangan akut glomerulus.Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang
timbu lmendadak ,hipertensi, hematuri, oliguri, gromerular filtrationrate
(GFR)menurun,insuffisiensi ginjal (Enday, 1997)

Glomerulonefritis sebenarnya merupakan istilah umum kelainan ginjal berupa proliferaasi


dan inflamasi glomeruli yang disebabkan sekunder oleh mekanisme imunologis terhadap
antigen tertentu seperti bakteri, virus, parasit tertentu dan zat lain.

Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari urin (proteinuria, hematuria,
silinder, eritrosit), penurunan laju filtrasi glomerular (LFG) disertai oligouri, bendungan
sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Kumpulan semua penyakit glomerulus (parenkhim) baik
primer maupun sekunder dikenal dengan sindrom nefritik akut (SNA)

B. Epidemiologi
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian
disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).
Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8
tahun (40,6%).3

C. Etilogi
Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,
misalnya pharyngitis atau tonsillitis dan penyakit kulit.

Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60
menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala
klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7

Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :

1. Timbulnya GNA setelah infeksi skarlatina


2. Diisolasinya kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
3. Meningkatnya titer anti-streptolisin pada serum penderita.4

Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi
dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:

 Bakteri : streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus Viridans,


Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
 Virus : hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus, influenza, parotitis
epidemika dl
 Parasit : malaria dan toksoplasma 1,8
Streptokokus

Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10

S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua hemolisin, yaitu:

a. Sterptolisin O

Sterptolisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam
keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada
oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat
ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada
lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu
antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang
menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O.
fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar
antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9

b. Sterptolisin S

Sterptolisin S Adalah zat penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni


sterptokokus yang tumbuh pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan
antigen, tetapi zat ini dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada
dalam serum manusia dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu
dengan sterptokokus.9
Bakteri Sterptokokus hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit
yang sering disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan
glomerulonefritis.9

D. Patomekanisme

Sebenarnya bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga


terdapat suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khusus yang merupakan
unsur membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi
didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut secara
mekanis terperangkap dalam membran basalis. Selanjutnya komplomen akan terfiksasi
mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit polimorfonuklear (PMN) dan
trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan pelepasan enzim lisosom juga merusak
endothel dan membran basalis glomerulus (IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang
terjadi timbul proliferasi sel-sel endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya
sel-sel epitel. Semakin meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan
protein dan sel darah merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh
ginjal mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen
antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada mikroskop
elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada mikroskop
imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak membengkak dan
hiperseluler disertai invasi PMN.2

Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplomen yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.11

Kompleks-kompleks ini mengakibatkan komplemen yang dianggap merupakan mediator


utama pada cedera. Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat
tersebar dalam mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus
sendiri, atau menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen
atau antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan
komponen glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun,
ditemukan endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium,
subendotel, dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola
nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA serta
komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat diidentifikasi
dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh imunoglobulin ini
terkadang dapat diidentifikasi.12,13

Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7

Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen.7

Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat
meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi
simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon
cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel.
Pada kasus penimbunan kronik kompleks imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur
menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang
dibentuk pada sisi epitel.12,13

Mekanisme yang bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks


imun dalam glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks
kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi
sepanjang dinding kapiler di bawah epitel, sementara kompleks-kompleks berukuran
sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke mesangium.
Kompleks juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks imun terbatas, misal antigen
bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme pertahanan penjamu atau dengan terapi
spesifik. Pada keadaan demikian, deposit kompleks-kompleks imun dalam glomerulus
terbatas dan kerusakan dapat ringan dan berlangsung singkat, seperti pada
glomerulonefritis akut post steroptokokus.1,2

Hasil penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan


adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik
mengajukan hipotesis sebagai berikut :

1. Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis


glomerulus dan kemudian merusaknya.
2. Proses auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan
badan autoimun yang merusak glomerulus.
3. Streptococcus nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen
antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana
basalis ginjal.4
E. Gejala Klinis

Gambaran klinis dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak


jarang anak datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti yang
telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau seperti
kopi. Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata atau di seluruh
tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada gagal jantung. Edema
yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG/GFR) yang
mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga terjadi
edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada retensi air dan
natrium. Di pagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun
edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh ketika menjelang siang. Derajat edema
biasanya tergantung pada berat peradangan gelmurulus, apakah disertai dengan payah
jantung kongestif, dan seberapa cepat dilakukan pembatasan garam.1,2,7,8

Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak seberapa tinggi, tetapi dapat tinggi
sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada
gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu
makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7

Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme
masih belum diketahui dengan jelas. 1,2

Oliguria tidak sering dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin
kurang dari 350 ml/m2/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti gejala edema, hematuria, hipertensi, oliguria umumnya
timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulknya diuresis
pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya
kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.

Gejala sistem kardiovaskuler antara lain kongesti sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus
GNAPS. Dahulu diduga kongesti sirkulasi terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi
ternyata dalam klinik kongesti tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala
miokarditis. Ini berarti bahwa kongesti terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis
tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.

Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat kongesti sirkulasi.
Kelainan ini bisa bersifat asimptomatik, artinya hanya terlihat secara radiologis. Gejala
klinik adalah batuk dan sesak napas. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki.

H. Pemeriksaan penunjang
 Urinalisis

Urinalisis menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4). Secara kuantitatif


proteinuria biasanya kurang dari 2 gram/m2/24 jam, tetapi pada keadaan tertenu
dapat melebihi jumlah tersebut.

Hematuria mikroskopik ditemukan hampir pada 50% penderita. Adanya eritrosit


dalam urin merupakan tanda penting untuk melacak lebih lanjut kemungkinan
suatu glomerulonefritis. Begitu pula dengan torak eritrosit yang ditemukan pada
60-85% kasus GNAPS. Adanyatorak eritrosit ini menunjukkan adanya suatu
peradangan glomerulus. Walaupun begitu bentuk torak ini bisa pula dijumpai pada
penyakit ginjal lain seperti Acute tubular Necrosis.

 Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji
serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya
infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase (AH ase), dan anti
Dnase B (AD Nase-B). Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena
mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti
sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin
O. Sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila
semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus. Titer ASTO meningkat (> 200) pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya
positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi. 1,3,7
 Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8
minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis
yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.2,12
 Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.
kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai
nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1

I. Penatalaksanaan

Tidak ada pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di


glomerulus.

1. Istirahat

Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul
dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak
dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum
sakit. kini penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak
ada komplikasi dan kelainanlaboratorium urin yang masih ada dilakukan pengamatan
lanjut pada waktu berobat jalan.

2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 \dosis.

Cefixim pada anak 1-4 tahun 100mg/hari dibagi dalam 2 dosis,usia 5-10 tahun
200mg/hari dibagi dalam 2 dosis,1 tablet mengandung 200mg.

Furosemide inj. 0,5-6mg/kg,oral 1-2mg/kg(6-8 jam bila perlu)

Prednison 1-2 mg/kg/hari.


3. Makanan.

Pemberian garam perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa
garam dan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/hari.
Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi yaitu sebanyak 0,5-1 gram/kg/hari.
Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik terutama penderita dengan oliguria
atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran,
berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 mg/kg/hari) +
jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kg/hari)

Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.

Pengobatan terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa


untuk menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi
dengan gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan
reserpin sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi efek
toksis.

Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.

Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk,
1972).

Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11

J. Komplikasi

1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.1,3,4,7

K. Prognosis
Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik,
penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%.
BAB IV

PEMBAHASAN KASUS

Dari kasus An. Df, ♂ 7 tahun 11 bulan, datang dengan keluhan pusing sejak ± 6 jam sebelum
masuk rumah sakit, didapatkan daftar masalah, sebagai berikut :
1. Krisis hipertensi
2. Glomerulonefritis akut

1. Krisis Hipertensi
Pada pasien ini, dipikirkan suatu keadaan krisis hipertensi, berdasarkan keluhan
pusing yang terjadi tiba-tiba disertai muntah dan dari pemeriksan fisis didapatkan
tekanan darah 180 /100 mmHg. Sebagaimana yang didefinisikan dalam literatur,
hipertensi dinyatakan sebagai suatu kondisi dimana rerata TDS dan/atau TDD > persentil
95 menurut jenis kelamin, usia dan tinggi badan pada > 3 kali pengukuran1. Sedangkan
krisis hipertensi itu sendiri didefinisikan suatu kondisi dengan tekanan darah rerata TDS
atau TDD >5 mmHg di atas persentil 99 disertai gejala dan tanda klinis1. Dalam literatur
lain menyebutkan, krisis hipertensi bila tekanan sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik >
120 mmHg2.

Pada pasien ini, didapatkan tekanan darah normal berdasarkan jenis kelamin, umur,
dan persentil tinggi (penjelasan lihat lampiran 1 dan lampiran 2) yaitu :

 Tekanan sistol 97 – 99 mmHg,


 Tekanan darah diastol : 58 – 59 mmHg.

Sedangkan hasil pengukuran tekanan darah berturut – turut sebagai berikut :

Tanggal Hasil Pengukuran Tekanan darah


30 / 8 / 2013
Poli Anak 170 /120 mmHg
Bangsal 180 / 100 mmHg
Adapun klasifikasi untuk hipertensi pada anak adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi hipertensi anak1

Hipertensi pada anak, bisa berupa hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat diperkirakan berperan
menimbulkan seperti faktor keturunan, berat badan, respons terhadap stres fisik dan
psikologis, dan resistensi insulin2.

Sekitar 60-80% hipertensi sekunder pada masa anak berkaitan dengan penyakit
parenkim ginjal.2 Kebanyakan hipertensi akut pada anak berhubungan dengan
glomerulonefritis, Sedangkan hipertensi kronis paling sering berhubungan dengan
penyakit parenkim ginjal (70-80%), hipertensi renovaskular (10-15%), koartasio aorta (5-
10%), feokromositoma dan penyebab endokrin lainnya (1-5%).

Gejala Hipertensi

Hipertensi derajat ringan atau sedang umumnya tidak menimbulkan gejala.


Namun dari penelitian yang baru-baru ini dilakukan, kebanyakan anak yang menderita
hipertensi tidak sepenuhnya bebas dari gejala. Gejala non spesifik berupa nyeri kepala,
insomnia, rasa lelah, nyeri perut atau nyeri dada dapat dikeluhkan2. Pada keadaan
hipertensi berat yang bersifat mengancam jiwa atau menggangu fungsi organ vital dapat
timbul gejala yang nyata. Keadaan ini disebut krisis hipertensi. Manifestasi klinisnya
sangat bervariasi namun komplikasi utama pada anak melibatkan sistem saraf pusat,
mata, jantung, dan ginjal. Anak dapat mengalami gejala berupa sakit kepala, pusing, nyeri
perut, muntah, atau gangguan penglihatan. Krisis hipertensi dapat pula bermanifestasi
sebagai keadaan hipertensi berat yang diikuti komplikasi yang mengancam jiwa atau
fungsi organ seperti ensefalopati, gagal jantung akut, infark miokardial, edema paru, atau
gagal ginjal akut. Ensefalopati hipertensif ditandai oleh kejang fokal maupun umum
diikuti penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma. Gejala yang tampak pada anak
dengan ensefalopati hipertensif umumnya akan segera menghilang bila pengobatan segera
diberikan dan tekanan darah diturunkan. Gejala dan tanda kardiomegali, retinopati
hipertensif, atau gambaran neurologis yang berat sangat penting karena menunjukkan
hipertensi yang telah berlangsung lama2.

Pada pasien ini, dipikirkan suatu hipertensi sekunder. Mengingat data yang
terkumpul dari anamnesis bahwa keluhan pusing yang disertai dengan tekanan darah
tinggi baru dialami pertama kali oleh pasien. Disertai dengan keluhan berupa muka
yang menjadi sembab.
Hipertensi primer yang dikaitkan dengan obesitas, dapat disingkirkan dengan
adanya hasil status gizi sebagai berikut :

Status Gizi : BB terukur x 100% = 24 x 100 % = 94,1 % (kesan : gizi baik)


BB ideal 25,5

Hipertensi primer dikaitkan dengan resistensi insulin seperti pada diabetes melitus
juga dapat disingkirkan dengan tidak adanya keluhan khas berupa poliuria, polidipsi,
dan polifagi, serta diperkuat dengan adanya hasil GDS 92 mg/dL.

Sehingga pada pasien ini dipikirkan krisis hipertensi yang terjadi merupakan suatu
hipertensi sekunder.

2. Glomerulonefritis akut
Dipikirkan pasien ini menderita glomerulonefritis akut, yaitu penyakit ginjal dengan
suatu inflamasi dan proliferasi sel Glomerulus3, dikarenakan :
a. Pasien adalah seorang anak laki – laki, usia 7 th 11 bulan.
Glomerulonefritis akut paling sering terjadi pada anak usia sekolah dengan usia
antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 13.
b. Adanya keluhan berupa muka sembab, perut terasa lebih tegang dan tidak nyaman,
pusing serta adanya hipertensi semakin mengarahkan pada kecurigaan adanya
glomerulonefritis. Dan keadaan ini semakin didukung dengan adanya hasil
laboratorium berupa penurunan kadar Hb (9,8 gr/dL), hematokrit 28% (hemodilusi),
hipoalbuminemia 3,1 gr/dL, proteinuria ++, leukosituria, hematuria mikroskopik.
Diagnosis sindroma nefritik akut4 dibuat berdasarkan adanya:
(i) Oliguri,
(ii) Edema
(iii) Hipertensi serta
(iv) Kelainan urinalisis berupa proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuri serta
silinder eritrosit

Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal
diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu
mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata - rata 10 atau 21 hari setelah infeksi
tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun
mikroskopik3. Manifestasi yang timbul urine dapat berwarna seperti cola, teh, air
cucian daging, ataupun keruh dan sering dengan oliguri4. Variasi yang tidak spesifik
bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau
lesu. Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien.
Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Edema bisa berupa
wajah sembab, edema pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites
dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edema. Bendungan sirkulasi secara klinis
bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria
sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)3.

Keluaran urine dapat menurun, oliguria serta retensi garam dan air merupakan
faktor penyebab utama edema, kongesti sirkulasi, hipertensi, serta gangguan
elektrolit. Proteinuria dapat bervariasi dari yang ringan hingga rentang nefrotik,
ekresi protein urine biasanya < 1,0 gr/ 24 jam. Beratnya keterlibatan ginjal dapat
bervariasi dari hematuria mikroskopis tidak bergejala dengan fungsi ginjal yang
normal sampai gagal ginjal3.
Hipoalbuminemia ringan sering didapatkan pada GNA karena efek dilusi akibat
penambahan volume intravaskular.
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia ringan normokorm dan normositer
karena retensi natrium dan hemodilusi. Pada sediaan darah tepi dijumpai sistosit,
fragmentasi eritrosit disertai tandatanda mikroangiopati. Laju endapan darah
meninggi walaupun tidak mempunyai arti diagnosis maupun prognosis4. Jumlah
lekosit dan trombosit masih dalam batas normal4.

Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan koefisien


ultrafiltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi
atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air
selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular
sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan
sirkulasi4.

Kemungkinan Glomerulonefritis Akut post streptokokus pada pasien ini belum dapat
disingkirkan, hal ini dikarenakan dari anamnesis tidak adanya data yang mendukung,
yang menunjukkan adanya infeksi saluran pernapasan atas ataupun infeksi kulit dalam
beberapa waktu terakhir. Tapi dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tonsil yang
membesar (T2 – T2) namun tanpa disertai hiperemis. Mengingat belum adanya bukti
infeksi streptokokus pada pasien ini, maka untuk itu dibutuhkan pemeriksaan
tambahan berupa swab tenggorok, pemeriksaan titer Anti Streptolosin Titer O, kadar
komplemen C3.Pemeriksaangabungan titer ASTO, Antihialuronidase dan
Antideoksiribonuklease B dapat mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada
hampir 100% kasus3.Foto rontgen torak juga diperlukan untuk memastikan ada
tidaknya gambaran kardiomegali atau pun adanya bendungan paru. Asites yang
banyak bias terlihat ketika adanya kekaburan yang tampak pada hasil foto rontgen
abdomen. Sedangkan asites minimal bias tampak melalui USG abdomen yang juga
bisa memperlihatkan ukuran ginjal.

Sedangkan diagnosis banding krisis hipertensi e.c lupus eritematosus sistemik dapat
disingkirkan, mengingat bahwa pasien ini adalah seorang anak laki – laki (sedangkan
SLE lebih sering pada wanita usia dewasa muda), selain itu pada pasien ini juga tidak
didapatkan adanya riwayat ruam kupu – kupu di wajah, nyeri sendi, fotosensitivitas
terhadap cahaya. Namun untuk memperkuat dugaan ini, bisa dipastikan dengan
pemeriksaan ANA.

Sedangkan untuk nefropati IgA juga dapat disingkirkan. Kecurigaan kearah nefropati
IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan hematuria makroskopik secara
akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan dengan ISPA. Hematuria
makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila ISPA mereda, namun
akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan dengan ISPA.
Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala, kecuali hematuria
mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum
biasanya meningkat pada 10-20% dari jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar
komplemen (C3 dan C4) dalam serum biasanya normal. Diagnosis pasti biasanya
dibuat berdasarkan biopsi ginjal
DAFTAR PUSTAKA

1. Price, Sylvia A, 1995 Patofisiologi :konsep klinis proses-proses penyakit, ed 4, EGC,


Jakarta.
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985, Glomerulonefritis akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta.
3. Ilmu Kesehatan Nelson, 2000, vol 3, ed Wahab, A. Samik, Ed 15, Glomerulonefritis
akut pasca streptokokus,1813-1814, EGC, Jakarta.
4. http://www/.5mcc.com/ Assets/ SUMMARY/TP0373.html. Accessed April 8th, 2009.
5. http://www.Findarticles.com/cf0/g2601/0005/2601000596/pi/article.jhtmterm=g
lomerunopritis+salt+dialysis. Accessed April 8th, 2009.
6. markum. M.S, Wiguno .P, Siregar.P,1990, Glomerulonefritis, Ilmu Penyakit Dalam
II, 274-281, Balai Penerbit FKUI,Jakarta.
7. Donna J. Lager, M.D.http;//www.vh.org/adult/provider/pathologi/GN/GNHP.html.
Accessed April 8th, 2009.
8. http;//www.enh.org/encyclopedia/ency/article/000475.asp. Accessed April 8th, 2009.
9. http://www.kalbefarma.com/files/cdk/files/08_KlarifikasiHistopatologik.pdf/08_Klari
fikasiHistopatologik.html. Accessed April 8th, 2009.
10. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_HematuriPadaAnak.pdf/11_HematuriPadaA
nak.html. Accessed April 8th, 2009.
11. http://pkukmweb.ukm.my/~danial/Streptococcus.html. Accessed April 8th, 2009.
12. http://medlinux.blogspot.com/2007/09/glomerulonephritis-akut.html. Accessed April
8th, 2009.
13. http://www.uam.es/departamentos/medicina/patologia/19-20x.JPG. Accessed April
8th, 2009
14. Rauf, Syarifuddin. Nefrologi Anak.Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UH. Makasar,
2009

Anda mungkin juga menyukai