PENDAHULUAN
Glomerulunefritis akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan
faal dari peradangan akut glomerulus.Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang
timbu lmendadak ,hipertensi, hematuri, oliguri, gromerular filtrationrate
(GFR)menurun,insuffisiensi ginjal.
Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari urin (proteinuria, hematuria, silinder,
eritrosit), penurunan laju filtrasi glomerular (LFG) disertai oligouri, bendungan sirkulasi,
hipertensi, dan sembab. Kumpulan semua penyakit glomerulus (parenkhim) baik primer
maupun sekunder dikenal dengan sindrom nefritik akut (SNA).
BAB II
STATUS PASIEN
Indentitas Pasien
KU : Mata,perut,kaki bengkak
KT : Demam
Th/
IVFD RL 6 gtt/i
Inj. Ceftriaxone 750 mg/ 12jam
Inj. Furosemid 15 mg/ 12jam
Spironolakton 2 x 12,5 mg
Captopril 3 x 12,5 mg
Valsartan
Diagnosa : GNA
Hipertensi renal
ALLOANAMNESIS
30-11-2018
Os datang bersama ortuanya ke poli Anak RSUD Simeulue dengan keluhan wajah
bengkak, perut membengkak dan kaki membengkak di alami oleh os ± 4 hari sebelum os
dibawa ke RS, Sebelumnya os mengalami demam
Riwayat Penyakit Keluarga : di keluarga tidak ada yang sakit seperti ini, tidak ada tekanan
darah tinggi.
PEMERIKSAAN FISIK
Tanda vital
Suhu : 36,30C
Nadi : 80x/menit, reguler, kuat
Pernapasan : 24x/menit
TD : 130/100 mmHg
Antropometri
BB : 17 kg
TB : 110 cm
LK : ± 50 cm (Normocephal)
Status Gizi
BB/U : 17/19 x 100 = 89,4 (Gizi baik)
TB/U : 110/110 x 100 = 100 (Gizi baik)
BB/TB : 17/19 x 100 = 89,4 (Gizi kurang)
Kesan = Gizi kurang
STATUS GENERALIS
Kepala
Bentuk : normocephal
UU : sudah menutup
Rambut : hitam,distribusi merata
Mata : cekung (-), edema (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)
Paru
Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : vocal premitus simetris
Auskultasi : vesikuler, wheezing-/-, ronkhi -/-
Perkusi : sonor pada kedua lapangan paru
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
Abdomen
Inspeksi : Datar
Palpasi : Supel, turgor baik
Nyeri tekan (-)
Hepar, lien dan ginjal tidak teraba
Nyeri ketuk pinggang -
Perkusi : timpani seluruh abdomen
Auskultasi :peristaltik usus + normal
Lingkar Perut : 52cm
Ekstremitas:
Ekstremitas atas
Akral : Hangat
Edema : Negatif (-/-)
Petekie : - /-
RCT : < 2 detik
Sianosis :-
Ekstremitas bawah
Akral : Hangat
Edema : Negatif (-/-)
Petekie : - /-
RCT : < 2 detik
Sianosis :-
Pemeriksaan Penunjang
H2TL
Urin Lengkap
Kimia Darah
Laboratorium
Basofil 0 % (N : 0-1)
Eosinofil 1 % (N :2-4)
Limfosit 36 % (N : 25-50)
Monosit 5% (N : 1-6)
LED 10 mm (N :0-10)
Hematokrit 32 % (N : 33-45)
Urinalisis
Eritrosit 3-4/LPB (N : ≤ 3)
Kristal - (N : negatif)
Bakteria - (N : negatif)
BJ 1,02 (N : 1,005-1,03)
pH 7,0 (N : 5,00-7,00)
Kimia Darah
Protein total 6,4 g/dl (N : 6,00-8,00)
Albumin 3,6 g/dl (N : 4,00-5,2)
Ureum darah 21 mg/dl (N : 10-50)
Kreatinin darah 0,4 mg/dl (N : < 1,4)
Asam urat 6,3 mg/dl (N : 3,00-7,00)
Kolesterol total 166 mg/dl (N : < 200)
Kolesterol HDL 50 mg/dl (N : 42-67)
Kolesterol HDL direk 74 mg/dl (N < 100)
RESUME
Anamnesis
Anak laki-laki usia 5 tahun datang dengan keluhan bengkak pada kedua mata sejak 6
hari SMRS. Bengkak juga terjadi pada kaki dan perut sejak 6 hari SMRS namun sudah tidak
membengkak saat MRS. BAK 4x/hari, sedikit sejak 6 hari SMRS. Panas, batuk, pilek sejak
12 hari SMRS. Os dirawat dengan rencana pemeriksaan urin/24 jam.
Pemeriksaan Fisik
Suhu 36,3 C, nadi 80x.mnt reguler, kuat, napas 24 x/mnt. Tensi 130/100 mmHg
edema palpebra +
Laboratorium
Darah perifer
Hb : 10, 3 g/dl ( N : 10,8-15,6)
Eosinofil 1 % (N : 2-4)
Hematokrit 32 % (N :33-45)
Urinalisa
Kejernihan : keruh (N :jernih)
Protein 1+ (negatif < 30 mg/dl)
Darah samar /Hb 1+ (N : negatif)
Albumin 3,6 g/dl (N : 4,00-5,2)
Terapi
Terapi di bangsal
• Lasix 1 x 200 mg
• Diet nefrotik
Follow Up
TANGGAL S O A P
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Glomerulonefritis akut adalah kumpulan manifestasi klinis akibat perubahan struktur dan
faal dari peradangan akut glomerulus.Sindrom ini ditandai dengan timbulnya edema yang
timbu lmendadak ,hipertensi, hematuri, oliguri, gromerular filtrationrate
(GFR)menurun,insuffisiensi ginjal (Enday, 1997)
Gambaran klinis yang menonjol terutama kelainan dari urin (proteinuria, hematuria,
silinder, eritrosit), penurunan laju filtrasi glomerular (LFG) disertai oligouri, bendungan
sirkulasi, hipertensi, dan sembab. Kumpulan semua penyakit glomerulus (parenkhim) baik
primer maupun sekunder dikenal dengan sindrom nefritik akut (SNA)
B. Epidemiologi
Indonesia pada tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit
pendidikan dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian
disusul berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).
Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia antara 6-8
tahun (40,6%).3
C. Etilogi
Biasanya didahului oleh suatu penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian atas,
misalnya pharyngitis atau tonsillitis dan penyakit kulit.
Sebagian besar (75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi
saluran pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57 dan 60
menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul gejala-gejala
klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai resiko terjadinya
glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..3,7
Streptococcus ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan
bahwa :
Mungkin faktor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi
terjadinya GNA setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena infeksi
dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
Sterptokokus adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk
pasangan atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S. pyogenes 9,10
a. Sterptolisin O
Sterptolisin O adalah suatu protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam
keadaan tereduksi (mempunyai gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada
oksigen. Sterptolisin O bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat
ketika pertumbuhan dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada
lempeng agar darah. Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu
antibody yang timbul pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang
menghasilkan sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O.
fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya kadar
antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang hipersensitifitas.9
b. Sterptolisin S
D. Patomekanisme
Menurut penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari infeksi)
mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi komplomen yang menyebabkan
destruksi pada membran basalis glomerulus.11
Hipotesis lain yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh
Streptokokus, merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi
terhadap IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.7
Streptokinase yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya
GNAPS. Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plasminogen menjadi plasmin.
Plasmin ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen.7
Pola respon jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang
dideposit. Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang dapat
meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis, serta menghambat fungsi filtrasi
simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau subepitel, maka respon
cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali dengan pembentukan sabit epitel.
Pada kasus penimbunan kronik kompleks imun subepitel, maka respon peradangan dan
proliferasi menjadi kurang nyata, dan membran basalis glomerulus berangsur- angsur
menebal dengan masuknya kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang
dibentuk pada sisi epitel.12,13
Hipertensi terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada
akhir minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi permanen bila
keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak seberapa tinggi, tetapi dapat tinggi
sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala panas tetap ada, walaupun tidak ada
gejala infeksi lain yang mendahuluinya. Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu
makan, konstipasi dan diare tidak jarang menyertai penderita GNA.1,4,7
Hipertensi selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat vasospasme
masih belum diketahui dengan jelas. 1,2
Oliguria tidak sering dijumpai, terdapat pada 5-10% kasus GNAPS dengan produksi urin
kurang dari 350 ml/m2/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau timbul
kegagalan ginjal akut. Seperti gejala edema, hematuria, hipertensi, oliguria umumnya
timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulknya diuresis
pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang menunjukkan adanya
kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.
Gejala sistem kardiovaskuler antara lain kongesti sirkulasi yang terjadi pada 20-70% kasus
GNAPS. Dahulu diduga kongesti sirkulasi terjadi akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi
ternyata dalam klinik kongesti tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala
miokarditis. Ini berarti bahwa kongesti terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis
tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.
Edema paru merupakan gejala yang paling sering terjadi akibat kongesti sirkulasi.
Kelainan ini bisa bersifat asimptomatik, artinya hanya terlihat secara radiologis. Gejala
klinik adalah batuk dan sesak napas. Pada pemeriksaan fisik terdengar ronki.
H. Pemeriksaan penunjang
Urinalisis
Adanya infeksi sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan
kulit. Biakan mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji
serologis terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya
infeksi, antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase (AH ase), dan anti
Dnase B (AD Nase-B). Skrining antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena
mampu mengukur antibodi terhadap beberapa antigen sterptokokus. Titer anti
sterptolisin O mungkin meningkat pada 75-80% pasien dengan GNAPS dengan
faringitis, meskipun beberapa starin sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin
O. Sebaiknya serum diuji terhadap lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila
semua uji serologis dilakukan, lebih dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi
sterptokokus. Titer ASTO meningkat (> 200) pada hanya 50% kasus, tetapi
antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap antigen sterptokokus biasanya
positif. Pada awal penyakit titer antibodi sterptokokus belum meningkat, hingga
sebaiknya uji titer dilakukan secara seri. Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya
infeksi. 1,3,7
Penurunan C3 sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokokus dengan kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl).
Penurunan C3 tidak berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan.
Kadar komplomen akan mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8
minggu. Pengamatan itu memastikan diagnosa, karena pada glomerulonefritis
yang lain yang juga menunjukkan penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung
lebih lama.2,12
Krioglobulin juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3.
kompleks imun bersirkulasi juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai
nilai diagnostik dan tidak perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.1
I. Penatalaksanaan
1. Istirahat
Istirahat di tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul
dalam minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak
dianjurkan lagi istirahat di tempat tidur tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum
sakit. kini penderita dipulangkan sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak
ada komplikasi dan kelainanlaboratorium urin yang masih ada dilakukan pengamatan
lanjut pada waktu berobat jalan.
2. Pemberian penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi
beratnya glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi
Streptococcus yang mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya
untuk 10 hari, sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya
sembuh terhadap kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang
menetap. Secara teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen
lain, tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 \dosis.
Cefixim pada anak 1-4 tahun 100mg/hari dibagi dalam 2 dosis,usia 5-10 tahun
200mg/hari dibagi dalam 2 dosis,1 tablet mengandung 200mg.
Pemberian garam perlu diperhatikan. Bila edema berat, diberikan makanan tanpa
garam dan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 gram/hari.
Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi yaitu sebanyak 0,5-1 gram/kg/hari.
Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik terutama penderita dengan oliguria
atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan pengeluaran,
berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25 mg/kg/hari) +
jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10 ml/kg/hari)
Pada fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti gagal
jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang diberikan harus
dibatasi.
Bila anuria berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam
darah dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan
lambung dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena pun
dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
Diurektikum dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto dkk,
1972).
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis, sedativa dan oksigen.1,4,11
J. Komplikasi
1. Oliguria sampai anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat
berkurangnya filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan
uremia, hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis peritoneum
kadang-kadang di perlukan.
2. Ensefalopati hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat
gejala berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini
disebabkan spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
3. Gangguan sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran
jantung dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme
pembuluh darah, melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma.
Jantung dapat memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan
kelainan di miokardium.
4. Anemia yang timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik
yang menurun.1,3,4,7
K. Prognosis
Glomerulonefritis akut pasca streptokok pada anak-anak mempunyai prognosis baik,
penyembuhan sempurna dapat mencapai 99% dan kematian kurang dari 1%.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS
Dari kasus An. Df, ♂ 7 tahun 11 bulan, datang dengan keluhan pusing sejak ± 6 jam sebelum
masuk rumah sakit, didapatkan daftar masalah, sebagai berikut :
1. Krisis hipertensi
2. Glomerulonefritis akut
1. Krisis Hipertensi
Pada pasien ini, dipikirkan suatu keadaan krisis hipertensi, berdasarkan keluhan
pusing yang terjadi tiba-tiba disertai muntah dan dari pemeriksan fisis didapatkan
tekanan darah 180 /100 mmHg. Sebagaimana yang didefinisikan dalam literatur,
hipertensi dinyatakan sebagai suatu kondisi dimana rerata TDS dan/atau TDD > persentil
95 menurut jenis kelamin, usia dan tinggi badan pada > 3 kali pengukuran1. Sedangkan
krisis hipertensi itu sendiri didefinisikan suatu kondisi dengan tekanan darah rerata TDS
atau TDD >5 mmHg di atas persentil 99 disertai gejala dan tanda klinis1. Dalam literatur
lain menyebutkan, krisis hipertensi bila tekanan sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik >
120 mmHg2.
Pada pasien ini, didapatkan tekanan darah normal berdasarkan jenis kelamin, umur,
dan persentil tinggi (penjelasan lihat lampiran 1 dan lampiran 2) yaitu :
Hipertensi pada anak, bisa berupa hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat diperkirakan berperan
menimbulkan seperti faktor keturunan, berat badan, respons terhadap stres fisik dan
psikologis, dan resistensi insulin2.
Sekitar 60-80% hipertensi sekunder pada masa anak berkaitan dengan penyakit
parenkim ginjal.2 Kebanyakan hipertensi akut pada anak berhubungan dengan
glomerulonefritis, Sedangkan hipertensi kronis paling sering berhubungan dengan
penyakit parenkim ginjal (70-80%), hipertensi renovaskular (10-15%), koartasio aorta (5-
10%), feokromositoma dan penyebab endokrin lainnya (1-5%).
Gejala Hipertensi
Pada pasien ini, dipikirkan suatu hipertensi sekunder. Mengingat data yang
terkumpul dari anamnesis bahwa keluhan pusing yang disertai dengan tekanan darah
tinggi baru dialami pertama kali oleh pasien. Disertai dengan keluhan berupa muka
yang menjadi sembab.
Hipertensi primer yang dikaitkan dengan obesitas, dapat disingkirkan dengan
adanya hasil status gizi sebagai berikut :
Hipertensi primer dikaitkan dengan resistensi insulin seperti pada diabetes melitus
juga dapat disingkirkan dengan tidak adanya keluhan khas berupa poliuria, polidipsi,
dan polifagi, serta diperkuat dengan adanya hasil GDS 92 mg/dL.
Sehingga pada pasien ini dipikirkan krisis hipertensi yang terjadi merupakan suatu
hipertensi sekunder.
2. Glomerulonefritis akut
Dipikirkan pasien ini menderita glomerulonefritis akut, yaitu penyakit ginjal dengan
suatu inflamasi dan proliferasi sel Glomerulus3, dikarenakan :
a. Pasien adalah seorang anak laki – laki, usia 7 th 11 bulan.
Glomerulonefritis akut paling sering terjadi pada anak usia sekolah dengan usia
antara 5-8 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 13.
b. Adanya keluhan berupa muka sembab, perut terasa lebih tegang dan tidak nyaman,
pusing serta adanya hipertensi semakin mengarahkan pada kecurigaan adanya
glomerulonefritis. Dan keadaan ini semakin didukung dengan adanya hasil
laboratorium berupa penurunan kadar Hb (9,8 gr/dL), hematokrit 28% (hemodilusi),
hipoalbuminemia 3,1 gr/dL, proteinuria ++, leukosituria, hematuria mikroskopik.
Diagnosis sindroma nefritik akut4 dibuat berdasarkan adanya:
(i) Oliguri,
(ii) Edema
(iii) Hipertensi serta
(iv) Kelainan urinalisis berupa proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuri serta
silinder eritrosit
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal
diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu
mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata - rata 10 atau 21 hari setelah infeksi
tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun
mikroskopik3. Manifestasi yang timbul urine dapat berwarna seperti cola, teh, air
cucian daging, ataupun keruh dan sering dengan oliguri4. Variasi yang tidak spesifik
bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau
lesu. Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien.
Hipertensi pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Edema bisa berupa
wajah sembab, edema pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites
dijumpai pada sekitar 35% pasien dengan edema. Bendungan sirkulasi secara klinis
bisa nyata dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria
sampai anuria karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)3.
Keluaran urine dapat menurun, oliguria serta retensi garam dan air merupakan
faktor penyebab utama edema, kongesti sirkulasi, hipertensi, serta gangguan
elektrolit. Proteinuria dapat bervariasi dari yang ringan hingga rentang nefrotik,
ekresi protein urine biasanya < 1,0 gr/ 24 jam. Beratnya keterlibatan ginjal dapat
bervariasi dari hematuria mikroskopis tidak bergejala dengan fungsi ginjal yang
normal sampai gagal ginjal3.
Hipoalbuminemia ringan sering didapatkan pada GNA karena efek dilusi akibat
penambahan volume intravaskular.
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia ringan normokorm dan normositer
karena retensi natrium dan hemodilusi. Pada sediaan darah tepi dijumpai sistosit,
fragmentasi eritrosit disertai tandatanda mikroangiopati. Laju endapan darah
meninggi walaupun tidak mempunyai arti diagnosis maupun prognosis4. Jumlah
lekosit dan trombosit masih dalam batas normal4.
Kemungkinan Glomerulonefritis Akut post streptokokus pada pasien ini belum dapat
disingkirkan, hal ini dikarenakan dari anamnesis tidak adanya data yang mendukung,
yang menunjukkan adanya infeksi saluran pernapasan atas ataupun infeksi kulit dalam
beberapa waktu terakhir. Tapi dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan tonsil yang
membesar (T2 – T2) namun tanpa disertai hiperemis. Mengingat belum adanya bukti
infeksi streptokokus pada pasien ini, maka untuk itu dibutuhkan pemeriksaan
tambahan berupa swab tenggorok, pemeriksaan titer Anti Streptolosin Titer O, kadar
komplemen C3.Pemeriksaangabungan titer ASTO, Antihialuronidase dan
Antideoksiribonuklease B dapat mendeteksi infeksi streptokokus sebelumnya pada
hampir 100% kasus3.Foto rontgen torak juga diperlukan untuk memastikan ada
tidaknya gambaran kardiomegali atau pun adanya bendungan paru. Asites yang
banyak bias terlihat ketika adanya kekaburan yang tampak pada hasil foto rontgen
abdomen. Sedangkan asites minimal bias tampak melalui USG abdomen yang juga
bisa memperlihatkan ukuran ginjal.
Sedangkan diagnosis banding krisis hipertensi e.c lupus eritematosus sistemik dapat
disingkirkan, mengingat bahwa pasien ini adalah seorang anak laki – laki (sedangkan
SLE lebih sering pada wanita usia dewasa muda), selain itu pada pasien ini juga tidak
didapatkan adanya riwayat ruam kupu – kupu di wajah, nyeri sendi, fotosensitivitas
terhadap cahaya. Namun untuk memperkuat dugaan ini, bisa dipastikan dengan
pemeriksaan ANA.
Sedangkan untuk nefropati IgA juga dapat disingkirkan. Kecurigaan kearah nefropati
IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan hematuria makroskopik secara
akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan dengan ISPA. Hematuria
makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila ISPA mereda, namun
akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang berkaitan dengan ISPA.
Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan gejala, kecuali hematuria
mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan pada urinalisis. Edema,
hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak ditemukan. Kadar IgA serum
biasanya meningkat pada 10-20% dari jumlah kasus yang telah dilaporkan, kadar
komplemen (C3 dan C4) dalam serum biasanya normal. Diagnosis pasti biasanya
dibuat berdasarkan biopsi ginjal
DAFTAR PUSTAKA