Oleh :
Kelompok 9
Teknik Kimia S1 C
Dosen Pengampu :
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2018
DAFTAR ISI
i
DAFTAR GAMBAR
ii
DAFTAR TABEL
Tabel A.1 Perhitungan Fraksi Mol Tiap Komponen ...........................................19
Tabel A.2 Perhitungan Mol Tiap Komponen .....................................................24
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Air memiliki kelarutan yang sangat rendah (tidak larut) dalam minyak.
Minyak memiliki kelarutan rendah dalam air. Kelarutan adalah jumlah maksimum
zat terlarut yang dapat larut dalam sebuah pelarut sebelum terlarut berhenti untuk
membubarkan dan tetap dalam tahap yang terpisah. Sebuah campuran dapat
terpisah menjadi lebih dari dua fase cair dan fase konsep pemisahan meluas ke
padat, padat yaitu dapat berbentuk larutan padat atau mengkristal ke dalam fase
Kristal berbeda logam pasangan yang saling larut dapat terbentuk paduan,
sedangkan logam pasangan yang tidak bisa saling larut ( Adriansyah,2009)
Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua
cairan tertentu.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Sistem
Sistem adalah suatu zat yang dapat di isolasikan dari zat-zat lain dalam suatu bejana
inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan
temperatur serta konsentrasi zat tersebut. Sedangkan komponen adalah yang ada
2
dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya
komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan
untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini
mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi sehingga
kita dapat menghitung banyaknya fasa. Fasa merupakan keadaan materi yang
seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam komposisi kimianya tetapi juga
dalam keadaan fisiknya ( Sukardjo, 1997 ).
Contohnya dalam sistem terdapat fasa padat, fasa cair dan fasa gas.
Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas atau campuran gas adalah fasa
tunggal. Kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan yang dapat bercampur secara
total membentuk fasa tunggal. Campuran dua logam adalah sistem dua cairan yang
dapat bbercampur secara total membentuk fasa tunggal. Campuran dua logam dan
dua cairan yang dapat bercampur secara total membentuk fasa tunggal. Campuran
dua logam adalah sistem dua fasa (P=2), jika logam-logam itu tidak dapat
bercampur, tetapi merupakan sistem satu fasa (P=1), jika logam-logamnya dapat
dicampur. Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs
menarik kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan Huku Fasa Gibbs,
jumlah terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu
sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai (Alberty, 1992) :
V = C – P + 2 .................................................................................................... (1.1)
Dimana, V = jumlah derajat kebebasan
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi sistem.
Jumlah derajat kebebasan untuk sistemn tiga komponen pada suhu dan tekanan
tetap dapat dinyatakan sebagai :
V = 3 – P ........................................................................................................... (1.2)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa maka V=2 berarti untuk
menyatakan suatu sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua
komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam
kesetimbangan, V=1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan
3
konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan
diagram fasa untuk diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu sistem tiga
komponen pada suhu dan tekanan tetap punya derajat kebebasan maksimum = 2
(jumlah fasa minimum= 1 ), maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam
satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner,
diagram terner, diagram tersebut menggambarkan suatu komponen murni.
Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan
mendapatkan kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah
persen berat atau fraksi mol. Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C= 3)
Sesuai dengan: XA+ XB+XC = 1. Diagram fasa yang digambarkan segitiga sama sisi,
menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik
didalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar dengan sisi-sisinya sama dengan
panjang sisi segitigas itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang. Puncak-
puncak dihubungi ke titik tengan dari sisi yang berlawanan yaitu: Aa, Bb, Cc. Titik
nol mulai dari titik a,b,c dan A,B,C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1, jadi
garis Aa,Bb,Cc merupakan konsentrasi A,B,C merupakan konsentrasi A,B,C.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantuk pada daya saing larut
antara zat cair tersebut dan suuhu percobaan ( Alberty, 1992)
C
A 100%
XA
XC
c b
o
P
A B
100% B C 100%
XB a
Gambar 2.1 Diagram Terner (Alberty,1992)
4
BC : campuran biner B dan C
AC : campuran biner A dan C
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya
saling larut antara zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair
A, B, dan C. Zat A dan B saling larut sebagian, sedangkan zat A dan C serta zat B
dan C saling larut sempurna. Penambahan zat C kedalam Zat A dan B dapat
memperbesar atau memperkecil daya saling larut zat A dan B.
Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya
saling larut A dan B. Gambar 2, berikut menyatakan kelarutan cairan C dalam
berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu dan tekanan tetap. Daerah dalam
lengkungan (kurva binodal) merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk
menentukan kurva binodal atau kurva kelarutan ini dengan cara menambahkan zat
B kedalam berbagai komposisi campuran A dan C.
C 100%
100% A B 100%
5
Diatas kubah (kurva abcdefg) hanya terdapat satu fasa, maka disana ada
misibel lengkap. Pada komposisi yang digambarkan dibawah titik atau dibawah
kubah, sistem akan terpisah jadi dua tahap, yaitu posisi a dan posisi g. Gambar 3
menunjukkan bahwa terdapat sedikit misibel antara komponen A dan komponen B.
Jika tidak ada misibel maka titik a akan bertepatan dengan sudut A dan posisi g
akan bertepatan dengan sudut B. diagram juga menunjukkan bahwa komponen
ketiga C, benar-benar larut dengan baik pada komponen A dan B dalam semua
porsi. Dalam setiap fase diagram garis dasi sangat penting, mereka menghubungkan
konsentrasi dua fase eksperimental ditemukan dalam kesetimbangan dengan
komponen lainnya. Sebagai contoh, ketika campuran dengan komposisi h
dipisahkan menjadi dua tahap. Tahap sau memiliki komposisi ditunjuk pada
diagram oleh b. Tahap dua memiliki komposisi yang ditunjukkan oleh f. Oleh
karena itu, sekali diagram terner tersedia dapat digunakan untuk menentukan
komposisi dan proporsi dari tahapan yang akan terjadi ketika campuran tertentu dari
komposisi secara keseluruhan disusun (Alberty, 1992).
6
gas adalah satu fasa karena sistemnya homogen.Simbol umum untuk jumlah fasa
adalah P (Dogra, 1990).
Dua fase dalam kesetimbangan harus selalu bertemperatur sama dan
tekanan yang sama, tetapi tidak terpisah oleh dinding keras atau oleh suatu antar
permukaan yang memiliki lengkung berarti. Sembarang zat yang dapat lalu-lalang
dengan bebas diantara kedua fase itu harus memiliki potensial kimia yang sama
didalamnya. Kriteria penting bagi kesetimbangan ini yang dinyatakan oleh sifat-
sifat intensif T, p dan µ, langsung menuju kepada aturan fase wiiliard gibbs (Dogra,
1990).
Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel intensif
yang harus dipilih agar variabel intensif dapat ditetapkan.Variabel intensif dapat
berupa temperatur, tekanan, konsentrasi. Simbol umum untuk derajat kebebasan
adalah F. Derajat kebebasan merupakan invarian jika F=0, univarian jika F=1,
bivarian jika F=2, dan multivarian jika F ≥ 3 (Yelmida, 2018).
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas (varian)
yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada
kesetimbangan dinyatakan sebagai:
F = C +2 – P ...................................................................................................... (1.3)
Aturan ini menyatakan bahwa untuk kesetimbangan apapun dalam sistem
tertutup. Jumlah variabel bebas, (derajat kebebasan F) sama dengan jumlah
komponen (C) dikurangi jumlah fasa (P) ditambah 2 (Yelmida, 2018).
Jika sistem yang ditinjau memiliki tiga komponen maka persamaan 1
menjadi:
F = 3 – P + 2 = 5 – P ......................................................................................... (1.4)
Dan jika tekanan dan temperatur ditetapkan, persamaan 2 menjadi:
F = 3 – P ............................................................................................................ (1.5)
Jika pada sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk
menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua
komponennya. Sedangkan jika pada sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan
maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan
konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk
7
sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap
mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem
ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang
disebut diagram terner (Universitas Indonesia, 2003).
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada daya saling
larut antar zat cair.Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C, A dan B saling larut
sebagian. Penambahan zat B kedalam campuran A dan C akan memperbesar atau
memperkecil daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling
larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B
pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner (Yelmida, 2018).
8
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
2. Dititrasi tiap campuran dalam labu 1 sampai 4 dengan zat B sampai tepat
timbul keruh. Dicatat jumlah volume zat B yang digunakan. Dilakukan
titrasi dengan perlahan-lahan dan hati-hati.
3. Kemudian diukur rapat massa masing-masing cairan murni A, B, dan C.
4. Dicatat suhu kamar sebelum selama percobaan berlangsung.
9
3.4 Diagram Alir
Mulai
Campurkan larutan
Larutan A A dan C (9 buah) Larutan C
Chloroform dengan komposisi Tert-
yang telah butanol
ditentukan dalam
erlenmeyer
Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Sistem Zat Cair Tiga Komponen
10
3.5 Rangkaian Alat
1
Keterengan:
2 1.Buret
2.Klep
3.Statip
4.Gelas Kimia
Gambar 3.2 Rangkaian Alat Proses Sistem Zat Cair Tiga Komponen
11
BAB IV
PEMBAHASAN
12
karena chloroform bersifat non polar sehingga tidak dapat larut dalam campuran
aquadest yang bersifat polar. Oleh karena itu ditambahkan tert-butanol yang
berfungsi sebagai emulgator karena tert-butanol bersifat semi polar yang dapat larut
dalam chloroform maupun aquadest.
Dilakukan percampuran antara Chloroform (Larutan A) dan tert-butanol
(Larutan C). Campuran ini kemudian dititrasi dengan aquadest agar larutan menjadi
satu fasa. Titik akhir titrasi tersebut ditandai dengan tepat timbulnya kekeruhan
pada larutan. Selain itu akan terbentuk dua lapisan setelah titik akhir titrasi tercapai.
Kekeruhan pada akhir titrasi terjadi karena aquadest dapat bercampur seluruhnya
dengan tert-butanol, sedangkan Chloroform dan aquadest hanya campur sebagian.
Bercampurnya sebagian antara aquadest dan Chloroform ini akan membentuk suatu
lapisan yang menyebabkan timbulnya kekeruhan. Titrasi dapat dihentikan ketika
campuran zat menjadi satu fasa, penyebab Chloroform larut menjadi satu fasa
dengan aquadest karena tert-butanol bersifat semi polar sehingga dapat
mencampurkan dua jenis larutan yang berbeda sifat menjadi satu fasa. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa aquadest bersifat polar, chloroform bersifat non polar dan tert-
butanol bersifat semi polar. Dari percobaan yang dilakukan, semakin besar fraksi
mol Chloroform, maka tert-butanol yang dititrasi untuk membuat campuran
menjadi dua fasa sedikit juga.
Pada percobaan ini, dibutuhkan volume aquadest yang semakin menurun
seiring dengan bertambahnya volume Chloroform dan berkurangnya volume tert-
butanol. Setelah mengetahui fraksi mol tiap larutan, dilakukan pendataan pada
aplikasi Pro Sim Ternary Diagram. Berdasarkan perhitungan, diperoleh sembilan
titik diagram terner, dimana masing- masing titik menggambarkan komposisi
masing-masing zat pada setiap campuran. Tiap sudut segitiga itu menggambarkan
suatu komponen murni. Titik menyatakan campuran terner dengan komposisi x%
mol A, y% mol B dan z% mol C. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen
bergantung pada daya saing larut antar zat cair tersebut. Berikut adalah gambar 4.1
yang menggambarkan sistem zat cair tiga komponen.
13
Gambar 4.1 Diagram Terner Tiga Komponen
Dari hasil ini, akan diolah menjadi suatu kurva atau diagram terner yaitu suatu
diagram fasa sistem zat cair tiga komponen yang digambarkan dalam suatu segitiga
sama sisi. Diagram terrner memudahkan untuk memahami bagaimana pengaruh
penambahan suatu zat terhadap kelarutan dua campuran yang tadinya saling larut
sempurna. Dari hasil pembuatan kurva kelarutan suatu cairan pada sistem tiga
komponen ini dapat diketahui bahwa tert-butanol banyak larut dalam Chloroform,
sedangkan pada aquadest dan tert-butanol hanya akan larut sedikit atau larut
sebagian.
14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
1. Diagram Terner digunakan untuk menunjukkan hubungan sifat yang
berbeda antara ketiga zat yaitu chloroform bersifat non polar, aquadest
bersifat polar, dan tert-butanol bersifat semi polar, sehingga aquadest dan
tert-butanol , chloroform dan tert-butanol dapat larut sempurna sedangkan
aquadest dan chloroform tidak dapat larut , sehingga tert-butanol bersifat
semi polar sebagai emulgator yang dapat melarut chloroform dan aquadest.
2. Setelah proses titrasi menggunakan aquadest selesai warna campuran akan
menjadi keruh dan terbentuk lapisan menyerupai gel di dasar erlenmeyer.
Pada sistem tiga komponen dapat diketahui bahwa tert-butanol banyak larut
dalam chloroform sedangkan aquadest dan tert-butanol hanya akan larut
sedikit atau larut sebagian.
5.2 Saran
1. Dalam pemakaian zat chloroform harus berhati-hati dikarenakan
chloroform yang digunakan akan sangat cepat menguap, selain itu
chloroform tersebut juga beracun.
2. Sebelum melakukan proses titrasi, lakukan pengecekan alat, terutama pada
buret. Buret yang digunakan harus dalam kondisi baik karena proses titrasi
yang dilakukan harus teliti dan berhati-hati
3. Gunakan alat pelindung diri seperti jas lab, masker serta sarung tangan.
15
DAFTAR PUSTAKA
Adriansyah. 2009. Aturan Fase dan Rumus Derajat Kebebasan Sistem 1,2,3
Komponen. http://www.scribd.com/doc/40068867/Makalah-Kimia-
Fisika-2-Pemicu-1-Kesetimbangan-Fasa. Diakses pada 20 November
2018
Alberty, R. A. 1992 . Kimia Fisika I. Erlangga : Jakarta.
Angraeni,G .2010. Larutan. http://ginaangraeni10.wordpress.com/2010/05/23/lar
utan . Diakses pada 20 November 2018.
Chemus. 2011. Kelarutan Zat dan Diagram Terner. http://chemus.blogspot.com/2
011/03/kelarutan-zat-diagram-terner.html. Diakses pada 20 Novemb
-er 2018
Dogra, S.K dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. UI Press : Jakarta
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta : Jakarta.
Syukron, A. 2009. Fase, Komponen dan Hukum Gibbs.
http://eregen.blogspot.com/2011/03/fase-komponen-dan-hukum fase-
gibbs.html. Diakses pada 20 November 2018
Laboratorium Dasar Proses Kimia. 2003. Buku Panduan Praktikum Kimia Fisika.
Universitas Indonesia : .Depok.
Yelmida. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Pekanbaru: UNRI
16
LAMPIRAN A
TUGAS
1. Lakukan percobaan di atas untuk zat A, B, dan C sesuai dengan tugas dari
asisten. Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang
memiliki sifat sebagai komponen A, B, dan C.
Jawab :Pada praktikum kali ini, yang berperan sebagai zat A
adalah Chloroform, sebagai zat B adalah Aquadest, dan
sebagai zat C adalah tert-butanol.
0.046
X2 => 𝐴= × 100% = 17,18 %
0.2677
0,063
𝐵= × 100% = 23, 54 %
0,2677
0,1587
𝐶= × 100% = 59,28 %
0.2677
0,069
X3 => 𝐴= × 100% = 25,02 %
0.2758
0.068
𝐵= × 100% = 24,65 %
0,2758
0,1388
𝐶= × 100% = 50,33 %
0,2788
0,093
X4 => 𝐴= × 100% = 27,11 %
0.343
0.131
𝐵= × 100% = 38,20 %
0.343
17
0.1190
𝐶= × 100% = 34,69 %
0.343
0.1163
X5 => 𝐴= × 100% = 39,64 %
0.2934
0.078
𝐵= × 100% = 26,58 %
0.2934
0,0991
𝐶= × 100% = 33.78 %
0.2934
0,139
X6 => 𝐴= × 100% = 48,55 %
0.2863
0.068
𝐵= × 100% = 23,75 %
0.2863
0,0793
𝐶= × 100% = 27,70 %
0.2863
0,162
X7 => 𝐴= × 100% = 52,17 %
0.3105
0.089
𝐵= × 100% = 28,66 %
0.3105
0.0595
𝐶= × 100% = 19,17 %
0.3105
0.186
X8 => 𝐴= × 100% = 57,30 %
0.3246
0,099
𝐵= × 100% = 30,50 %
0.3246
0,0396
𝐶= × 100% = 12,20 %
0.3246
0.209
X9 => 𝐴= × 100% = 62,61 %
0.3338
0.105
𝐵= × 100% = 31,46 %
0.3338
0,0198
𝐶= × 100% = 5,93 %
0.3338
18
Tabel A.1 Perhitungan Fraksi Mol Tiap Komponen
19
4. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan
dalam % volume ? Jelaskan jawaban saudara!
Jawab: Penggambaran diagram terner bisa saja menggunakan %
volume, namun diperlukan perhitungan berdasarkan rapat
massa dan apabila ketiga cairan memiliki perbedaan rapat massa
yang signifikan, maka penggambaran diagramnya akan sangat
sulit dilakukan sehingga penggambaran diagram terner dengan
fraksi mol jauh lebih mudah.
20
LAMPIRAN B
PERHITUNGAN
A. Chloroform (A)
𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓+ 𝒌𝒍𝒐𝒓𝒐𝒇𝒐𝒓𝒎)− 𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓) 𝟑𝟏,𝟓𝟕−𝟏𝟕.𝟕𝟑
ρ = = = 𝟏, 𝟑𝟖𝟒 𝒈𝒓⁄𝒎𝒍
𝑽 𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝟏𝟎
m=ρxV
1. V = 2 ml 5. V = 10 ml
m = 1,384 x 2 m = 1,384 x 10
m = 2,768 g m = 13,84 g
𝑚 2,768 𝑚 13,84
n = 𝑀𝑟 = = 0.023 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.1163 mol
119 119
2. V = 4 ml 6. V = 12 ml
m = 1,384 x 4 m = 1,384 x 12
m = 5,536 g m = 16,608 g
𝑚 5.536 𝑚 16,608
n = 𝑀𝑟 = = 0.046 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.139 mol
119 119
3. V = 6ml 7. V = 14 ml
m = 1,384 x 6 m = 1,384 x 14
m = 8.304 g m = 19,376 g
𝑚 8,304 𝑚 19,376
n = 𝑀𝑟 = = 0.069 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.162 mol
119 119
4. V = 8 ml 8. V = 16 ml
m = 1,384 x 8 m = 1,384 x 16
m = 11,072 g m = 22,144 g
𝑚 11,072 𝑚 22,144
n = 𝑀𝑟 = = 0.093 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.186 mol
119 119
21
9. V = 18 ml
m = 1,384 x 18
m = 24.912 g
𝑚 24,912
n = 𝑀𝑟 = = 0.209 mol
119
B. Aquadest (B)
𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓+ 𝒌𝒍𝒐𝒓𝒐𝒇𝒐𝒓𝒎)− 𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓) 𝟐𝟕,𝟏𝟖−𝟏𝟕.𝟖𝟎
ρ = = = 𝟎, 𝟗𝟒𝟓 𝒈𝒓⁄𝒎𝒍
𝑽 𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝟏𝟎
m=ρxV
1. V = 0,4 ml 5. V = 1,5 ml
m = 0,945 x 0,4 m = 0,945 x 1,5
m = 0,378 g m = 1,4175 g
𝑚 0.378 𝑚 1,4175
n = 𝑀𝑟 = = 0.021 mol n = 𝑀𝑟 = = 0,07875 mol
18 18
2. V = 1,2 ml 6. V = 1,3 ml
m = 0,945x 1,2 m = 0,945 x 1,3
m = 1,134 g m = 1,2285 g
𝑚 1,134 𝑚 1,2285
n = 𝑀𝑟 = = 0.063 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.06825 mol
18 18
3. V = 1,3 ml 7. V = 1,7 ml
m = 0,945 x 1,3 m = 0,945 x 1,7
m = 1,2285 g m = 1,6065 g
𝑚 1,2285 𝑚 1,6065
n = 𝑀𝑟 = = 0.06825 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.08925 mol
18 18
4. V = 2,5 ml 8. V = 1,9 ml
m = 0,945 x 2,5 m = 0,945 x 1,9
m = 2,3625 g m = 1,7955 g
𝑚 2,3625 𝑚 1,7955
n = 𝑀𝑟 = = 0.13125 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.09975 m
18 18
22
9. V = 2 ml
m = 0,945 x 2
m = 1,89 g
𝑚 1,89
n = 𝑀𝑟 = = 0.105 mol
18
C. Tert-butanol (C)
𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓+ 𝒌𝒍𝒐𝒓𝒐𝒇𝒐𝒓𝒎)− 𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓) 𝟐𝟓,𝟎𝟕−𝟏𝟕.𝟖𝟎
ρ = = = 𝟎, 𝟕𝟑𝟒 𝒈𝒓⁄𝒎𝒍
𝑽 𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝟏𝟎
2. V = 16 ml 6. V = 8 ml
m = 0,734 x 16 m = 0,734 x 8
m = 11,744 g m = 5,872 g
𝑚 11,744 𝑚 5,872
n = 𝑀𝑟 = = 0,1587 mol n = 𝑀𝑟 = = 0,0793 mol
74 74
3. V = 14 ml 7. V = 6 ml
m = 0,734 x 14 m = 0,734 x 6
m = 10,276 g m = 4,404 g
𝑚 10,276 𝑚 4,404
n = 𝑀𝑟 = = 0.1388 mol n = 𝑀𝑟 = = 0,0595 mol
74 74
4. V = 12 ml 8. V = 4 ml
m = 0,734 x 12 m = 0,734 x 4
m = 8,808 g m = 2,936 g
𝑚 8,808 𝑚 2,936
n = 𝑀𝑟 = = 0,1190 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.0396 mol
74 74
23
9. V = 2 ml
m = 0,734 x 2
m = 1,468 g
𝑚 1,468
n = 𝑀𝑟 = = 0.0198 mol
74
Tert- Tert-
Chloroform Chloroform
butanol Aquadest (B) butanol Aquadest (B)
(A) (A)
(C) (C)
2 18 0,4 0,023 0,1785 0,021
4 16 1,2 0,046 0,1587 0,063
6 14 1,3 0,069 0,1388 0,068
8 12 2,5 0,093 0,1190 0,131
24