Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PRATIKUM KIMIA FISIKA

SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN DIAGRAM TERNER

Oleh :

Kelompok 9

Teknik Kimia S1 C

Fachriza Izzaty (1707111317)

Dosen Pengampu :

Sri Rezeki Muria ST, MP, M.Sc

PROGRAM STUDI SARJANA TEKNIK KIMIA

UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................i


DAFTAR GAMBAR ........................................................................................iii
DAFTAR TABEL ............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang..........................................................................................1
1.2 Tujuan Percobaan .....................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelarutan Zat ...........................................................................................2
2.2 Sistem.......................................................................................................2
2.3 Sistem Zat Cair Tiga Komponen ...............................................................6
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Alat – Alat yang Digunakan ......................................................................9
3.2 Bahan-bahan yang Digunakan ...................................................................9
3.3 Prosedur Kerja ..........................................................................................9
3.4 Diagram Blok ...........................................................................................10
3.5 Rangkaian Alat .........................................................................................11
BAB IV PEMBAHASAN
4.1 Penentuan Massa Jenis ..............................................................................12
4.2 Sistem Zat Cair Tiga Komponen ...............................................................13
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan...............................................................................................15
5.2 Saran ........................................................................................................15
LAMPIRAN TUGAS
LAMPIRAN PERHITUNGAN
DAFTAR PUSTAKA

i
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Diagram Terner .............................................................................4


Gambar 2.2 Diagram Fasa Sistem Tiga Komponen ...........................................5
Gambar 2.3 Diagram Terner .............................................................................8
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Sistem Zat Cair Tiga Komponen ............... 10
Gambar 3.3 Rangkaian Alat Proses Sistem Zat Cair Tiga Komponen ........... 11
Gambar 4.1 Diagram Terner Tiga Komponen ...................................................14

ii
DAFTAR TABEL
Tabel A.1 Perhitungan Fraksi Mol Tiap Komponen ...........................................19
Tabel A.2 Perhitungan Mol Tiap Komponen .....................................................24

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fase merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, bukan
hanya dalam komposisi kimianya, melainkan juga dalam keadaan fisiknya. Gas,
atau campuran gas adalah fase tunggal, kristal adalah fase tunggal dan dua cairan
yang dapat campur secara total membentuk fase tunggal. Es adalah fase tunggal
(P=1), walaupun es itu dapat dipotong-potong menjadi bagian-bagian kecil.
Campuran es dan air adalah system dua fase (P=2) walaupun sulit untuk
menentukan batas antara fase-fasenya ( Syukron,2009).

Perbedaaan fase dapat digambarkan sebagai negara yang berbeda materi


seperti gas, cair, padat, plasma atau Bose-Einstein kondensat. Perbedaan fase juga
mungkin ada dalam suatu keadaan tertentu dari materi. Seperti ditunjukkan dalam
diagram untuk besi paduan, ada beberapa tahapan baik untuk negara padat dan cair.
Fase juga dapat dibedakan berdasarkan kelarutan seperti di kutub (hidrofilik) atau
non-polar (hidrofobik). Campuran air (cairan polar) dan minyak (cairan non-polar)
secara spontan akan terpisah menjadi dua tahap ( Adriansyah, 2009).

Air memiliki kelarutan yang sangat rendah (tidak larut) dalam minyak.
Minyak memiliki kelarutan rendah dalam air. Kelarutan adalah jumlah maksimum
zat terlarut yang dapat larut dalam sebuah pelarut sebelum terlarut berhenti untuk
membubarkan dan tetap dalam tahap yang terpisah. Sebuah campuran dapat
terpisah menjadi lebih dari dua fase cair dan fase konsep pemisahan meluas ke
padat, padat yaitu dapat berbentuk larutan padat atau mengkristal ke dalam fase
Kristal berbeda logam pasangan yang saling larut dapat terbentuk paduan,
sedangkan logam pasangan yang tidak bisa saling larut ( Adriansyah,2009)

1.2 Tujuan Percobaan

Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua
cairan tertentu.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelarutan Zat


Kelarutan adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah
maksimum zat terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Zat-zat
tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya
adalah etanol di dalam air ( Chemus, 2011 ).
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni
ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat.
Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut,
seperti perak klorida dalam air. Istilah tak larut (insoluble) sering diterapkan pada
senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada sedikit kasus yang benar-
benar tidak ada bahan yang terlarut (Angraeni, 2010 ).
Hampir sebagian besar zat dapat melarut di dalam air, hanya ada yang
mudah dan bahkan ada pula yang sukar atau sedikit sekali larut. Kemampuan
melarut suatu zat di dalam sejumlah pelarut pada suhu tertentu berbeda–beda antara
satu dengan yang lainnya. Jumlah maksimal zat terlarut dalam sejumlah pelarut
pada suhu tertentu inilah yang disebut dengan kelarutan zat. Pada umumnya
turunnya suhu akan menurunkan kelarutan dari zat terlarutnya. Berbeda dengan gas,
kelarutan gas menurun dengan naiknya suhu di samping oleh pengaruh tekanan di
atas permukaan larutannya. Biasanya pernyataan kelarutan zat selalu disertai
dengan kondisi suhunya atau bila tanpa ada nilai suhunya berarti kelarutannya
dimaksudkan pada suhu kamar, sedangkan untuk gas–gas, kelarutannya sering
disertai dengan kondisi suhu dan tekanan udara permukaan (tekanan totalnya) (
Angraeni, 2010 ).

2.2 Sistem
Sistem adalah suatu zat yang dapat di isolasikan dari zat-zat lain dalam suatu bejana
inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh perubahan
temperatur serta konsentrasi zat tersebut. Sedangkan komponen adalah yang ada

2
dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya
komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan
untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini
mudah diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi sehingga
kita dapat menghitung banyaknya fasa. Fasa merupakan keadaan materi yang
seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam komposisi kimianya tetapi juga
dalam keadaan fisiknya ( Sukardjo, 1997 ).
Contohnya dalam sistem terdapat fasa padat, fasa cair dan fasa gas.
Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas atau campuran gas adalah fasa
tunggal. Kristal adalah fasa tunggal dan dua cairan yang dapat bercampur secara
total membentuk fasa tunggal. Campuran dua logam adalah sistem dua cairan yang
dapat bbercampur secara total membentuk fasa tunggal. Campuran dua logam dan
dua cairan yang dapat bercampur secara total membentuk fasa tunggal. Campuran
dua logam adalah sistem dua fasa (P=2), jika logam-logam itu tidak dapat
bercampur, tetapi merupakan sistem satu fasa (P=1), jika logam-logamnya dapat
dicampur. Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs
menarik kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan Huku Fasa Gibbs,
jumlah terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu
sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan sebagai (Alberty, 1992) :
V = C – P + 2 .................................................................................................... (1.1)
Dimana, V = jumlah derajat kebebasan
C = jumlah komponen
P = jumlah fasa
Kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi sistem.
Jumlah derajat kebebasan untuk sistemn tiga komponen pada suhu dan tekanan
tetap dapat dinyatakan sebagai :
V = 3 – P ........................................................................................................... (1.2)
Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa maka V=2 berarti untuk
menyatakan suatu sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua
komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam
kesetimbangan, V=1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan

3
konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan
diagram fasa untuk diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh karena itu sistem tiga
komponen pada suhu dan tekanan tetap punya derajat kebebasan maksimum = 2
(jumlah fasa minimum= 1 ), maka diagram fasa sistem ini dapat digambarkan dalam
satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner,
diagram terner, diagram tersebut menggambarkan suatu komponen murni.
Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga komponen adalah dengan
mendapatkan kertas grafik segitiga. Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah
persen berat atau fraksi mol. Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C= 3)
Sesuai dengan: XA+ XB+XC = 1. Diagram fasa yang digambarkan segitiga sama sisi,
menjamin dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik
didalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar dengan sisi-sisinya sama dengan
panjang sisi segitigas itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang. Puncak-
puncak dihubungi ke titik tengan dari sisi yang berlawanan yaitu: Aa, Bb, Cc. Titik
nol mulai dari titik a,b,c dan A,B,C menyatakan komposisi adalah 100% atau 1, jadi
garis Aa,Bb,Cc merupakan konsentrasi A,B,C merupakan konsentrasi A,B,C.
Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantuk pada daya saing larut
antara zat cair tersebut dan suuhu percobaan ( Alberty, 1992)

Prinsip penggambaran komposisi dalam diagram terner dapat dilihat pada


gambar di bawah ini :

C
A 100%
XA
XC

c b
o
P
A B
100% B C 100%
XB a
Gambar 2.1 Diagram Terner (Alberty,1992)

Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C=3) sesuai XA + XB + Xc = 1.

Titik pada sisi AB : campuran biner A dan B

4
BC : campuran biner B dan C
AC : campuran biner A dan C

X% mol A, Y% mol B dan Z% mol C, X+Y+Z=100

Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya
saling larut antara zat cair tersebut dan suhu percobaan. Andaikan ada tiga zat cair
A, B, dan C. Zat A dan B saling larut sebagian, sedangkan zat A dan C serta zat B
dan C saling larut sempurna. Penambahan zat C kedalam Zat A dan B dapat
memperbesar atau memperkecil daya saling larut zat A dan B.

Pada percobaan ini hanya akan ditinjau sistem yang memperbesar daya
saling larut A dan B. Gambar 2, berikut menyatakan kelarutan cairan C dalam
berbagai komposisi campuran A dan B pada suhu dan tekanan tetap. Daerah dalam
lengkungan (kurva binodal) merupakan daerah dua fasa. Salah satu cara untuk
menentukan kurva binodal atau kurva kelarutan ini dengan cara menambahkan zat
B kedalam berbagai komposisi campuran A dan C.
C 100%

100% A B 100%

Gambar 2.2 Diagram Fasa Sistem Tiga Komponen (Alberty,1992)

Titik-titik pada lengkungan menggambarkan komposisi sistem pada saat


terjadi perubahan dari jernih menjadi keruh.Kekeruhan timbul karena larutan tiga
komponen yang homogen pecah menjadi dua larutan terner terkonjungasi, Karena
tidak mungkin membuat diagram dengan empat variable, maka sistem tersebut
dibuat pada tekanan dan suhu tetap.Sehingga diagram, hanya merupakan fungsi
komposisi.Harga derajat kebebasan maksimal adalah dua, karena harga P hanya
mempunyai dua pilihan satu fasa yaitu ketiga komponen bercampur homogen atau
dua fasa yang meliputi dua pasangan misibel (Alberty, 1992).

5
Diatas kubah (kurva abcdefg) hanya terdapat satu fasa, maka disana ada
misibel lengkap. Pada komposisi yang digambarkan dibawah titik atau dibawah
kubah, sistem akan terpisah jadi dua tahap, yaitu posisi a dan posisi g. Gambar 3
menunjukkan bahwa terdapat sedikit misibel antara komponen A dan komponen B.
Jika tidak ada misibel maka titik a akan bertepatan dengan sudut A dan posisi g
akan bertepatan dengan sudut B. diagram juga menunjukkan bahwa komponen
ketiga C, benar-benar larut dengan baik pada komponen A dan B dalam semua
porsi. Dalam setiap fase diagram garis dasi sangat penting, mereka menghubungkan
konsentrasi dua fase eksperimental ditemukan dalam kesetimbangan dengan
komponen lainnya. Sebagai contoh, ketika campuran dengan komposisi h
dipisahkan menjadi dua tahap. Tahap sau memiliki komposisi ditunjuk pada
diagram oleh b. Tahap dua memiliki komposisi yang ditunjukkan oleh f. Oleh
karena itu, sekali diagram terner tersedia dapat digunakan untuk menentukan
komposisi dan proporsi dari tahapan yang akan terjadi ketika campuran tertentu dari
komposisi secara keseluruhan disusun (Alberty, 1992).

2.3 Sistem Zat Cair Tiga Komponen


Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat – zat lain dalam
suatu bejana inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati pengaruh
perubahan temperatur, tekanan serta konsentrasi zat tersebut sedangkan komponen
adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan pelarut dalam senyawa biner.
Banyaknya komponen dalam sistem C adalah jumlah minimum spesies bebas yang
diperlukan untuk menentukan komposisi semua fase yang ada dalam sistem.Fasa
merupakan keadaan materi yang seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam
komposisi kimia dalam keadaan fisiknya.Derajat kebebasan sistem adalah bilangan
terkecil dari variabel intensif yang harus dispesifikasikan untuk mengepaskan nilai
dari semua variabel intensif yang tersisa (Dogra, 1990).
Fasa didefinisikan sebagai bagian dari sistem yang seragam atau homogen
diantara keadaan submakroskopisnya, tetapi benar-benar terpisah dari bagian
sistem yang lain oleh batasan yang jelas. Campuran padatan atau dua cairan yang
tidak dapat bercampur dapat membentuk fasa terpisah, sedangkan campuran gas-

6
gas adalah satu fasa karena sistemnya homogen.Simbol umum untuk jumlah fasa
adalah P (Dogra, 1990).
Dua fase dalam kesetimbangan harus selalu bertemperatur sama dan
tekanan yang sama, tetapi tidak terpisah oleh dinding keras atau oleh suatu antar
permukaan yang memiliki lengkung berarti. Sembarang zat yang dapat lalu-lalang
dengan bebas diantara kedua fase itu harus memiliki potensial kimia yang sama
didalamnya. Kriteria penting bagi kesetimbangan ini yang dinyatakan oleh sifat-
sifat intensif T, p dan µ, langsung menuju kepada aturan fase wiiliard gibbs (Dogra,
1990).
Derajat kebebasan didefinisikan sebagai jumlah minimum variabel intensif
yang harus dipilih agar variabel intensif dapat ditetapkan.Variabel intensif dapat
berupa temperatur, tekanan, konsentrasi. Simbol umum untuk derajat kebebasan
adalah F. Derajat kebebasan merupakan invarian jika F=0, univarian jika F=1,
bivarian jika F=2, dan multivarian jika F ≥ 3 (Yelmida, 2018).
Berdasarkan hukum fasa Gibbs, jumlah terkecil variabel bebas (varian)
yang diperlukan untuk menyatakan keadaan suatu sistem dengan tepat pada
kesetimbangan dinyatakan sebagai:
F = C +2 – P ...................................................................................................... (1.3)
Aturan ini menyatakan bahwa untuk kesetimbangan apapun dalam sistem
tertutup. Jumlah variabel bebas, (derajat kebebasan F) sama dengan jumlah
komponen (C) dikurangi jumlah fasa (P) ditambah 2 (Yelmida, 2018).
Jika sistem yang ditinjau memiliki tiga komponen maka persamaan 1
menjadi:
F = 3 – P + 2 = 5 – P ......................................................................................... (1.4)
Dan jika tekanan dan temperatur ditetapkan, persamaan 2 menjadi:
F = 3 – P ............................................................................................................ (1.5)
Jika pada sistem hanya terdapat satu fasa, maka F = 2, berarti untuk
menyatakan keadaan sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua
komponennya. Sedangkan jika pada sistem terdapat dua fasa dalam kesetimbangan
maka F = 1, berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan konsentrasinya dan
konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu berdasarkan diagram fasa untuk

7
sistem tersebut. Oleh karena sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap
mempunyai jumlah derajat kebebasan paling banyak dua, maka diagram fasa sistem
ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga sama sisi yang
disebut diagram terner (Universitas Indonesia, 2003).

Gambar 2.3 Diagram Terner (Universitas Indonesia,2003)

Titik A, B dan C menyatakan komponen murni. Titik-titik pada sisi AB, BC


dan AC menyatakan fraksi dari dua komponen, sedangkan titik didalam segitiga
menyatakan fraksi dari tiga komponen.Titik P menyatakan suatu campuran dengan
fraksi dari A, B dan C.

Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga kompoen tergantung pada daya saling
larut antar zat cair.Andaikan ada tiga zat cair A, B dan C, A dan B saling larut
sebagian. Penambahan zat B kedalam campuran A dan C akan memperbesar atau
memperkecil daya saling larut A dan B. Dalam hal ini A dan C serta B dan C saling
larut sempurna. Kelarutan cairan C dalam berbagai komposisi campuran A dan B
pada suhu tetap dapat digambarkan pada suatu diagram terner (Yelmida, 2018).

Campuran yang terdiri atas tiga komponen, komposisi (perbandingan


masing-masing komponen) dapat digambarkan di dalam suatu diagram segitiga
sama sisi yang disebut dengan Diagram Terner. Cara terbaik untuk menggambarkan
sistem tiga komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga
(Dogra, 1990).

8
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Alat yang Digunakan


1. Erlenmeyer 250 ml & 125 ml
2. Pipet tetes
3. Statip dan Klem
4. Buret
5. Piknometer 5 ml
6. Gelas ukur 25 ml
7. Corong
8. Gelas piala 300 ml

3.2 Bahan yang Digunakan


1. Aquadest
2. Chloroform
3. Tert-butanol

3.3 Prosedur Kerja


1. Dalam labu erlenmeyer yang bersih, kering dan tertutup, di buat 4 (empat)
campuran cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi sebagai
berikut:
No. Labu 1 2 3 4 5 6 7 8 9
ml asam asetat 2 4 6 8 10 12 14 16 18
ml aquadest 18 16 14 12 10 8 6 4 2

2. Dititrasi tiap campuran dalam labu 1 sampai 4 dengan zat B sampai tepat
timbul keruh. Dicatat jumlah volume zat B yang digunakan. Dilakukan
titrasi dengan perlahan-lahan dan hati-hati.
3. Kemudian diukur rapat massa masing-masing cairan murni A, B, dan C.
4. Dicatat suhu kamar sebelum selama percobaan berlangsung.

9
3.4 Diagram Alir

Mulai

Campurkan larutan
Larutan A A dan C (9 buah) Larutan C
Chloroform dengan komposisi Tert-
yang telah butanol
ditentukan dalam
erlenmeyer

Larutan B Titrasi tiap


Campuran dengan
aquadest larutan B sampai
tepat timbul keruh

Ukur massa jenis


masing - masing
cairan murni A, B,
dan C

Catat suhu kamar


sebelum dan selama
percobaan

Selesai

Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Sistem Zat Cair Tiga Komponen

10
3.5 Rangkaian Alat

1
Keterengan:
2 1.Buret
2.Klep
3.Statip
4.Gelas Kimia

Gambar 3.2 Rangkaian Alat Proses Sistem Zat Cair Tiga Komponen

11
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Penentuan Massa Jenis


Massa jenis dapat dihitung dengan menggunakan piknometer. Massa jenis
didapatkan dari selisih antara massa piknometer setelah pengisian larutan dengan
massa piknometer kosong dibagi dengan volum piknometer. Fungsi penentuan
massa jenis pada praktikum ini adalah untuk menghitung mol suatu zat karena pada
praktikum ini zat yang digunakan berbentuk cair. Dari hasil percobaan didapatkan
massa jenis aquadest = 0.945 gr/cm3, Chloroform = 1,384 gr/cm3, dan tert-butanol
= 0,734 gr/cm3. Menurut Lewis (1987) massa jenis Aquadest = 1 gr/cm3 (pada suhu
4oC), Benzen = 0.8738 gr/cm3 (pada suhu 25oC), dan Asam Asetat = 1.049 gr/cm3
(pada suhu 25oC). Perbedaan ini dapat disebabkan oleh perbedaan suhu pengukuran
massa jenis dan keakuratan menggunakan piknometer.
4.2 Sistem Zat Cair Tiga Komponen.
Percobaan sistem zat cair diagram terner ini bertujuan untuk menentukan
komposisi yang tepat saat salah satu zat terakumulasi yang dapat diamati dengan
terjadinya pengkeruhan pada zat setelah dititrasi. Pemisahan dilakukan dengan
menggunakan pelarut yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi
dapat melarutkan salah satu komponen dalam campuran tersebut. Pada percobaan
ini dilakukan pencampuran tiga komponen yaitu aquadest (polar-larutan B),
Chloroform (non polar-larutan A) dan tert-butanol (semi polar-larutan C). Untuk
mengetahui kelarutan masing-masing komponen, pertama tert-butanol terlebih
dahulu dicampurkan dengan chloroform (tert butanol sedikit larut dalam
chloroform atau semi polar sedikit larut dalam nonpolar) kemudian dititrasi dengan
aquadest sampai larutan menjadi keruh (aquadest tidak larut dalam larutan
Chloroform ).
Pada praktikum ini, dicampurkan tiga komponen berfasa cair yaitu aquadest,
chloroform dan tert-butanol. Aquadest dan tert-butanol dapat larut sempurna,
demikian pula halnya dengan chloroform dan tert-butanol. Namun berbeda halnya
dengan aquadest dan chloroform, dimana chloroform tidak larut dalam aquadest,

12
karena chloroform bersifat non polar sehingga tidak dapat larut dalam campuran
aquadest yang bersifat polar. Oleh karena itu ditambahkan tert-butanol yang
berfungsi sebagai emulgator karena tert-butanol bersifat semi polar yang dapat larut
dalam chloroform maupun aquadest.
Dilakukan percampuran antara Chloroform (Larutan A) dan tert-butanol
(Larutan C). Campuran ini kemudian dititrasi dengan aquadest agar larutan menjadi
satu fasa. Titik akhir titrasi tersebut ditandai dengan tepat timbulnya kekeruhan
pada larutan. Selain itu akan terbentuk dua lapisan setelah titik akhir titrasi tercapai.
Kekeruhan pada akhir titrasi terjadi karena aquadest dapat bercampur seluruhnya
dengan tert-butanol, sedangkan Chloroform dan aquadest hanya campur sebagian.
Bercampurnya sebagian antara aquadest dan Chloroform ini akan membentuk suatu
lapisan yang menyebabkan timbulnya kekeruhan. Titrasi dapat dihentikan ketika
campuran zat menjadi satu fasa, penyebab Chloroform larut menjadi satu fasa
dengan aquadest karena tert-butanol bersifat semi polar sehingga dapat
mencampurkan dua jenis larutan yang berbeda sifat menjadi satu fasa. Hal ini sesuai
dengan teori bahwa aquadest bersifat polar, chloroform bersifat non polar dan tert-
butanol bersifat semi polar. Dari percobaan yang dilakukan, semakin besar fraksi
mol Chloroform, maka tert-butanol yang dititrasi untuk membuat campuran
menjadi dua fasa sedikit juga.
Pada percobaan ini, dibutuhkan volume aquadest yang semakin menurun
seiring dengan bertambahnya volume Chloroform dan berkurangnya volume tert-
butanol. Setelah mengetahui fraksi mol tiap larutan, dilakukan pendataan pada
aplikasi Pro Sim Ternary Diagram. Berdasarkan perhitungan, diperoleh sembilan
titik diagram terner, dimana masing- masing titik menggambarkan komposisi
masing-masing zat pada setiap campuran. Tiap sudut segitiga itu menggambarkan
suatu komponen murni. Titik menyatakan campuran terner dengan komposisi x%
mol A, y% mol B dan z% mol C. Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen
bergantung pada daya saing larut antar zat cair tersebut. Berikut adalah gambar 4.1
yang menggambarkan sistem zat cair tiga komponen.

13
Gambar 4.1 Diagram Terner Tiga Komponen

Dari hasil ini, akan diolah menjadi suatu kurva atau diagram terner yaitu suatu
diagram fasa sistem zat cair tiga komponen yang digambarkan dalam suatu segitiga
sama sisi. Diagram terrner memudahkan untuk memahami bagaimana pengaruh
penambahan suatu zat terhadap kelarutan dua campuran yang tadinya saling larut
sempurna. Dari hasil pembuatan kurva kelarutan suatu cairan pada sistem tiga
komponen ini dapat diketahui bahwa tert-butanol banyak larut dalam Chloroform,
sedangkan pada aquadest dan tert-butanol hanya akan larut sedikit atau larut
sebagian.

14
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
1. Diagram Terner digunakan untuk menunjukkan hubungan sifat yang
berbeda antara ketiga zat yaitu chloroform bersifat non polar, aquadest
bersifat polar, dan tert-butanol bersifat semi polar, sehingga aquadest dan
tert-butanol , chloroform dan tert-butanol dapat larut sempurna sedangkan
aquadest dan chloroform tidak dapat larut , sehingga tert-butanol bersifat
semi polar sebagai emulgator yang dapat melarut chloroform dan aquadest.
2. Setelah proses titrasi menggunakan aquadest selesai warna campuran akan
menjadi keruh dan terbentuk lapisan menyerupai gel di dasar erlenmeyer.
Pada sistem tiga komponen dapat diketahui bahwa tert-butanol banyak larut
dalam chloroform sedangkan aquadest dan tert-butanol hanya akan larut
sedikit atau larut sebagian.
5.2 Saran
1. Dalam pemakaian zat chloroform harus berhati-hati dikarenakan
chloroform yang digunakan akan sangat cepat menguap, selain itu
chloroform tersebut juga beracun.
2. Sebelum melakukan proses titrasi, lakukan pengecekan alat, terutama pada
buret. Buret yang digunakan harus dalam kondisi baik karena proses titrasi
yang dilakukan harus teliti dan berhati-hati
3. Gunakan alat pelindung diri seperti jas lab, masker serta sarung tangan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Adriansyah. 2009. Aturan Fase dan Rumus Derajat Kebebasan Sistem 1,2,3
Komponen. http://www.scribd.com/doc/40068867/Makalah-Kimia-
Fisika-2-Pemicu-1-Kesetimbangan-Fasa. Diakses pada 20 November
2018
Alberty, R. A. 1992 . Kimia Fisika I. Erlangga : Jakarta.
Angraeni,G .2010. Larutan. http://ginaangraeni10.wordpress.com/2010/05/23/lar
utan . Diakses pada 20 November 2018.
Chemus. 2011. Kelarutan Zat dan Diagram Terner. http://chemus.blogspot.com/2
011/03/kelarutan-zat-diagram-terner.html. Diakses pada 20 Novemb
-er 2018
Dogra, S.K dan S. Dogra. 1990. Kimia Fisik dan Soal-soal. UI Press : Jakarta
Sukardjo. 1997. Kimia Fisika. Rineka Cipta : Jakarta.
Syukron, A. 2009. Fase, Komponen dan Hukum Gibbs.
http://eregen.blogspot.com/2011/03/fase-komponen-dan-hukum fase-
gibbs.html. Diakses pada 20 November 2018
Laboratorium Dasar Proses Kimia. 2003. Buku Panduan Praktikum Kimia Fisika.
Universitas Indonesia : .Depok.
Yelmida. 2018. Penuntun Praktikum Kimia Fisika. Pekanbaru: UNRI

16
LAMPIRAN A
TUGAS

1. Lakukan percobaan di atas untuk zat A, B, dan C sesuai dengan tugas dari
asisten. Berdasarkan zat yang diberikan, tentukan sendiri zat mana yang
memiliki sifat sebagai komponen A, B, dan C.
Jawab :Pada praktikum kali ini, yang berperan sebagai zat A
adalah Chloroform, sebagai zat B adalah Aquadest, dan
sebagai zat C adalah tert-butanol.

2. Hitung Konsentrasi ketiga komponen dalam % mol untuk tiap campuran


ketika terjadi perubahan fasa!
Jawab :
0,023
 X1 => 𝐴= × 100% = 10,33 %
0,2225
0.021
 𝐵= × 100% = 9,44 %
0.2225
0,1785
 𝐶= × 100% = 80,23 %
0,2225

0.046
 X2 => 𝐴= × 100% = 17,18 %
0.2677
0,063
 𝐵= × 100% = 23, 54 %
0,2677
0,1587
 𝐶= × 100% = 59,28 %
0.2677

0,069
 X3 => 𝐴= × 100% = 25,02 %
0.2758
0.068
 𝐵= × 100% = 24,65 %
0,2758
0,1388
 𝐶= × 100% = 50,33 %
0,2788

0,093
 X4 => 𝐴= × 100% = 27,11 %
0.343
0.131
 𝐵= × 100% = 38,20 %
0.343

17
0.1190
 𝐶= × 100% = 34,69 %
0.343

0.1163
 X5 => 𝐴= × 100% = 39,64 %
0.2934
0.078
 𝐵= × 100% = 26,58 %
0.2934
0,0991
 𝐶= × 100% = 33.78 %
0.2934

0,139
 X6 => 𝐴= × 100% = 48,55 %
0.2863
0.068
 𝐵= × 100% = 23,75 %
0.2863
0,0793
 𝐶= × 100% = 27,70 %
0.2863

0,162
 X7 => 𝐴= × 100% = 52,17 %
0.3105
0.089
 𝐵= × 100% = 28,66 %
0.3105
0.0595
 𝐶= × 100% = 19,17 %
0.3105

0.186
 X8 => 𝐴= × 100% = 57,30 %
0.3246
0,099
 𝐵= × 100% = 30,50 %
0.3246
0,0396
 𝐶= × 100% = 12,20 %
0.3246

0.209
 X9 => 𝐴= × 100% = 62,61 %
0.3338
0.105
 𝐵= × 100% = 31,46 %
0.3338
0,0198
 𝐶= × 100% = 5,93 %
0.3338

18
Tabel A.1 Perhitungan Fraksi Mol Tiap Komponen

Fraksi Mol (% mol)

Chloroform (A) Tert butanol (C) Aquadest (B) Total

10,33 80,23 9,44 100


17,18 59,28 23,54 100
25,02 50,33 24,65 100
27,11 34,69 38,20 100
39,64 33,78 26,58 100
48,55 27,70 23,75 100
52,17 19,17 28,66 100
57,30 12,20 30,50 100
52,17 19,17 28,66 100
57,30 12,20 30,50 100
62,61 5,93 31,46 100

3. Gambarkan ke Sembilan titik pada percobaan diatas, dan buat kurva


binodalnya sampai memotong sisi AB dari segitiga!
Jawab :

19
4. Dapatkah penggambaran komposisi cairan dalam diagram terner dinyatakan
dalam % volume ? Jelaskan jawaban saudara!
Jawab: Penggambaran diagram terner bisa saja menggunakan %
volume, namun diperlukan perhitungan berdasarkan rapat
massa dan apabila ketiga cairan memiliki perbedaan rapat massa
yang signifikan, maka penggambaran diagramnya akan sangat
sulit dilakukan sehingga penggambaran diagram terner dengan
fraksi mol jauh lebih mudah.

20
LAMPIRAN B

PERHITUNGAN

A. Chloroform (A)
𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓+ 𝒌𝒍𝒐𝒓𝒐𝒇𝒐𝒓𝒎)− 𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓) 𝟑𝟏,𝟓𝟕−𝟏𝟕.𝟕𝟑
ρ = = = 𝟏, 𝟑𝟖𝟒 𝒈𝒓⁄𝒎𝒍
𝑽 𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝟏𝟎

Berat molekul relatifnya (Mr) = 119 gr/mol

m=ρxV

1. V = 2 ml 5. V = 10 ml
m = 1,384 x 2 m = 1,384 x 10
m = 2,768 g m = 13,84 g
𝑚 2,768 𝑚 13,84
n = 𝑀𝑟 = = 0.023 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.1163 mol
119 119

2. V = 4 ml 6. V = 12 ml
m = 1,384 x 4 m = 1,384 x 12
m = 5,536 g m = 16,608 g
𝑚 5.536 𝑚 16,608
n = 𝑀𝑟 = = 0.046 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.139 mol
119 119

3. V = 6ml 7. V = 14 ml
m = 1,384 x 6 m = 1,384 x 14
m = 8.304 g m = 19,376 g
𝑚 8,304 𝑚 19,376
n = 𝑀𝑟 = = 0.069 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.162 mol
119 119

4. V = 8 ml 8. V = 16 ml
m = 1,384 x 8 m = 1,384 x 16
m = 11,072 g m = 22,144 g
𝑚 11,072 𝑚 22,144
n = 𝑀𝑟 = = 0.093 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.186 mol
119 119

21
9. V = 18 ml
m = 1,384 x 18
m = 24.912 g
𝑚 24,912
n = 𝑀𝑟 = = 0.209 mol
119

B. Aquadest (B)
𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓+ 𝒌𝒍𝒐𝒓𝒐𝒇𝒐𝒓𝒎)− 𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓) 𝟐𝟕,𝟏𝟖−𝟏𝟕.𝟖𝟎
ρ = = = 𝟎, 𝟗𝟒𝟓 𝒈𝒓⁄𝒎𝒍
𝑽 𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝟏𝟎

Berat molekul relatifnya (Mr) = 18 gr/mol

m=ρxV
1. V = 0,4 ml 5. V = 1,5 ml
m = 0,945 x 0,4 m = 0,945 x 1,5
m = 0,378 g m = 1,4175 g
𝑚 0.378 𝑚 1,4175
n = 𝑀𝑟 = = 0.021 mol n = 𝑀𝑟 = = 0,07875 mol
18 18

2. V = 1,2 ml 6. V = 1,3 ml
m = 0,945x 1,2 m = 0,945 x 1,3
m = 1,134 g m = 1,2285 g
𝑚 1,134 𝑚 1,2285
n = 𝑀𝑟 = = 0.063 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.06825 mol
18 18

3. V = 1,3 ml 7. V = 1,7 ml
m = 0,945 x 1,3 m = 0,945 x 1,7
m = 1,2285 g m = 1,6065 g
𝑚 1,2285 𝑚 1,6065
n = 𝑀𝑟 = = 0.06825 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.08925 mol
18 18

4. V = 2,5 ml 8. V = 1,9 ml
m = 0,945 x 2,5 m = 0,945 x 1,9
m = 2,3625 g m = 1,7955 g
𝑚 2,3625 𝑚 1,7955
n = 𝑀𝑟 = = 0.13125 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.09975 m
18 18

22
9. V = 2 ml
m = 0,945 x 2
m = 1,89 g
𝑚 1,89
n = 𝑀𝑟 = = 0.105 mol
18

C. Tert-butanol (C)
𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓+ 𝒌𝒍𝒐𝒓𝒐𝒇𝒐𝒓𝒎)− 𝒎 (𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓) 𝟐𝟓,𝟎𝟕−𝟏𝟕.𝟖𝟎
ρ = = = 𝟎, 𝟕𝟑𝟒 𝒈𝒓⁄𝒎𝒍
𝑽 𝒑𝒊𝒌𝒏𝒐𝒎𝒆𝒕𝒆𝒓 𝟏𝟎

Berat molekul relatifnya (Mr) = 74 gr/mol


m=ρxV
1. V = 18 ml 5. V = 10 ml
m = 0,734 x 18 m = 0,734 x 10
m = 13,212 g m = 7,34 g
𝑚 13,212 𝑚 7,34
n = 𝑀𝑟 = = 0,1785 mol n = 𝑀𝑟 = = 0,0991 mol
74 74

2. V = 16 ml 6. V = 8 ml
m = 0,734 x 16 m = 0,734 x 8
m = 11,744 g m = 5,872 g
𝑚 11,744 𝑚 5,872
n = 𝑀𝑟 = = 0,1587 mol n = 𝑀𝑟 = = 0,0793 mol
74 74

3. V = 14 ml 7. V = 6 ml
m = 0,734 x 14 m = 0,734 x 6
m = 10,276 g m = 4,404 g
𝑚 10,276 𝑚 4,404
n = 𝑀𝑟 = = 0.1388 mol n = 𝑀𝑟 = = 0,0595 mol
74 74

4. V = 12 ml 8. V = 4 ml
m = 0,734 x 12 m = 0,734 x 4
m = 8,808 g m = 2,936 g
𝑚 8,808 𝑚 2,936
n = 𝑀𝑟 = = 0,1190 mol n = 𝑀𝑟 = = 0.0396 mol
74 74

23
9. V = 2 ml
m = 0,734 x 2
m = 1,468 g
𝑚 1,468
n = 𝑀𝑟 = = 0.0198 mol
74

Tabel A.2 Perhitungan Mol Tiap Komponen

Volume (ml) Mol

Tert- Tert-
Chloroform Chloroform
butanol Aquadest (B) butanol Aquadest (B)
(A) (A)
(C) (C)
2 18 0,4 0,023 0,1785 0,021
4 16 1,2 0,046 0,1587 0,063
6 14 1,3 0,069 0,1388 0,068
8 12 2,5 0,093 0,1190 0,131

10 10 1,5 0,1163 0,0991 0,078


12 8 1,3 0,139 0,0793 0,068
14 6 1,7 0,162 0,0595 0,089
16 4 1,9 0,186 0,0396 0,099
18 2 2 0,209 0,0198 0,105

24

Anda mungkin juga menyukai