PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Salah satu ciri pembelajaran matematika masa kini adalah penyajiannya
didasarkan pada suatu teori psikologi belajar yang saat ini masih
dikembangkan oleh ahli pendidikan. Kemampuan memahami teori-teori
belajar ini merupakan salah satu kompetensi pedagogik guru, sehingga guru
mampu mengembangkan pembelajaran yang memuat tiga macam aktivitas,
yaitu eksplorasi, klarifikasi, dan refleksi.
Secara garis ada dua arus besar dalam perkembangan teori belajar, yaitu
aliran Behaviorisme dan aliran Kognitif. Dua aliran ini memiliki dua pijakan
berpikir yang sangat jelas perbedaannya. Aliran behaviorisme memandang
belajar sebagai perubahan tingkah laku, sehingga belajar merupakan
rangkaian aktivitas mengelola stimulus untuk mendapatkan respon yang
diinginkan, sedangkan aliran kognitif memandang belajar sebagai perubahan
struktur kognitif. Cara pandang tentang proses belajar tentunya akan
mempengaruhi bagiamana cara guru mengajar. Dari dua aliran teori belajar
tersebut lahirlah pendekatan belajar, model pembelajaran, strategi pengajaran,
hingga metodenya. Begitu pentingnya pengetahuan tentang teori belajar ini
bagi guru, sehingga guru mampu merancang pembelajarannya sesuai dengan
materi yang hendak dikembangkan, level pengetahuan siswa, dan teori belajar
yang dirujuk.
Dalam keseluruhan proses pendidikan di sekolah, kegiatan belajar
merupakan kegiatan yang paling penting. Hal ini berarti bahwa berhasil
tidaknya pencapaian tujuan pembelajaran bergantung kepada bagaimana
proses belajar yang dialami peserta didik. Belajar yang disadari atau tidak,
sederhana atau kompleks, belajar sendiri atau dengan bantuan guru, belajar
dari buku atau dari media elektronik, belajar di sekolah, rumah, lingkungan
kerja atau masyarakat.
Menurut pengertian secara psikologis, belajar merupakan suatu proses
perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan
lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Definisi lainnya yaitu,
1
belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Dari
pengertian tersebut diketahui bahwa belajar memang selalu berkaitan dengan
perubahan, baik yang meliputi keseluruhan tingkah laku maupun yang hanya
terjadi pada beberapa aspek dari kepribadian individu.
Di dunia pendidikan guru memiliki peran penting dalam pencapaian
tujuan pembelajaran. Guru memberikan pelayanan agar peserta didik belajar.
Proses belajar mengajar yang dilaksanakan harus menciptakan suasana
belajar yang menyenangkan dan menjadikan siswa lebih aktif dibandingkan
guru (student dominated class). Akan tetapi, pada umumnya mayoritas guru
masih menggunakan pembelajaran yang bersifat konvensional. Guru lebih
berperan aktif dibandingkan dengan peserta didik (teacher dominated class).
Hal ini dapat menghambat perkembangan kognitif, afektif, dan psikomotorik
peserta didik.Peserta didik tidak dibiasakan berpikir kritis, dan kreatif. Hal ini
juga dapat dipandang bahwa belajar hanya merupakan proses transfer
pengetahuan yang dimiliki guru ke peserta didik, bukan membantu untuk
mengembangkan penalaran berpikir dan pemahaman konsep peserta didik.
Menanggapi masalah tersebut diperlukan suatu teori belajar yang dapat
mengembangkan potensi, penalaran berpikir, dan pemahaman konsep peserta
didik, sehingga menjadikan peserta didik lebih aktif dibandingkan dengan
guru. Berdasarkan uraian di atas penulis memandang perlunya menanggapi
permasalahan tersebut. Oleh karena itu, pada makalah ini akan dibahas
beberapa teori belajar
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian teori belajar matematika?
2. Apa saja yang termasuk teori pembelajaran matematika?
3. Bagaimana penerapan teori pembelajaran dalam pembelajaran
matematika?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian teori belajar matematika
2
2. Untuk mengetahui teori yang dapat digunakan dalam pembelajaran
matematika dan bagaimana implementasinya dalam pembelajaran
matematika
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
proses mendapatkan informasi dan pengalaman baru yang langsung
menyatu dengan struktur mental yang sudah dimiliki seseorang. Adapun
akomodasi adalah proses menstruktur kembali mental sebagai akibat
adanya informasi dan pengalaman baru. Jadi belajar tidak hanya menerima
informasi dan pengalaman lama yang dimiliki anak didik untuk
mengakomodasikan informasi dan pengalaman baru. Oleh karena itu, yang
perlu diperhatikan pada tahap operasi konkret adalah pembelajaran yang
didasarkan pada benda-benda konkret agar mempermudah anak didik
dalam memahami konsep-konsep matematika.
Misalnya untuk memahami suatu konsep matematika, anak
memerlukan bantuan memanipulasi benda-benda konkret yang relevan
sebagai pengalaman langsung. Contoh untuk memahami konsep
penjumlahan bilangan cacah 3+4 anak perlu mengalami menggabungkan
kelompok 3 benda dengan kelompok 4 benda menjadi satu kelompok baru.
Dapat juga dengan melakukan permainan berlagu ular naga panjangnya
atau naik kereta api.
5
Pada tahap konkret: misal anak melihat 3 ekor kelinci untuk dapat
memahami bilangan 3
Pada tahap semi konkret: dengan melihat gambar 3 kelinci anak mampu
memahami bilangan 3.
Pada tahap semi abstrak: dengan melihat 3 tanda (misalnya noktah), anak
mampu memahami bilangan 3
Pada tahap abstrak: dengan melihat angka 3 atau mendengar “tiga”, anak
sudah mampu memahami bilangan 3
6
Pada umur 9 tahun, penalaran anak masih cenderung tidak dapat
menghubungkan suatu rangkaian atau gagasan yang terpisah dalam
suatu keseluruhan yang masih kurang jelas.
Contohnya dalam menyelesaikan persoalan berikut:
Rambut Tina (T) kurang gelap daripada rambut Sinta (S).
7
Pada tahap ini kegiatan anak didik mulai menyangkut mental yang
merupakan gambaran dari objek-objek konkret. Anak didik tidak
memanipulasi langsung objek-objek konkret seperti pada tahap
anektif, melainkan sudah dapat memanipulasi dengan memakai
gambaran dari objek-objek yang dimaksud.
3. Tahap Simbolik
Tahap ini merupakan tahap memanipulasi simbol-simbol secara
langsung dan tidak lagi ada kaitannya dengan objek-objek.
8
SD dapat digunakan + = ∆ + 5, sedangkan bagi anak sekolah lebih
lanjut (SLTP) dapat digunakan {(x.y) | y = x + 5}.
3. Dalil Pengkontrasan dan Keanekaragaman
Pengkontrasan dan Keanekaragaman sangat penting dalam
melakukan pengubahan konsep matematika dari konsep konkret
menjadi konsep yang lebih abstrak. Untuk melakukan itu
diperlukan banyak contoh dan beranekaragam, sehingga anak
memahami karakteristik konsep yang dipelajari. Contoh-contoh
yang diberikan hendaknya memenuhi rumusan konsep yang sedang
dipelajari. Untuk dapat lebih memahami karakteristik konsep, juga
diperlukan contoh yang tidak memenuhi rumusan konsep.
Misalnya untuk memahami konsep bilangan 2 (dua) diberi kegiatan
membuat kelompok benda-benda yang beranggotakan 2. selain itu
juga diberi kegiatan membuat kelompok benda yang anggotanya
tidak 2 untuk lebih memahami kosep bilangan 2. Atau memilih
kelompok mana yang merupakan kelompok 2 benda dan kelompok
mana yang bukan kelompok 2 benda. berikut ini contoh kegiatan
yang diberikan pada siswa kelas 1 SD/MI.
4. Dalil Pengaitan
9
Dalil Pengaitan menyatakan bahwa antara konsep bahwa antara
konsep matematika yang satu dengan konsep yang lain mempunyai
kaitan yang erat, baik dari segi isi maupun dari segi penggunaan
rumus-rumus. Materi yang satu merupakan prasyarat bagi materi
yang lain, atau suatu konsep digunakan untuk menjelaskan konsep
yang lain. Misalnya dengan pendekatan intuitif-deduktif, rumus isi
tabung diperlukan untuk menemukan rumus isi kerucut. Untuk itu
diperlukan alat peraga model sebuah tabung tanpa tutup dan sebuah
kerucut tanpa bidang alas yang terbuat dari mika atau karton,
dengan syarat tinggi tabung sama dengan tinggi kerucut dan jari-
jari alas tabung sama dengan jari-jari alas kerucut, dan pasir.
10
Implementasi Teori Brunner
11
konsep yang sedang dipelajari. Misalkan dengan diberi permainan
block logic, anak didik mulai mempelajari konsep-konsep abstrak
tentang warna, tebal tipisnya benda, yang merupakan ciri/sifat dari
benda yang dimanipulasinya.
12
mengidentifikasi sifat-sifat yang sama dari benda-benda dalam
kelompok tersebut (anggota kelompok).
4. Representasi (representation)
Representasi adalah tahap pengambilan kesamaan sifat dari
beberapa situasi yang sejenis. Para anak didik menentukan
representasi dari konsep-konsep tertentu. Representasi yang
diperoleh ini bersifat abstrak. Anak didik telah mengarah pada
pengertian struktur matematika yang bersifat abstrak pada topik-
topik yang sedang dipelajari. Contoh kegiatan anak untuk
menemukan banyaknya diagonal polygon (misal segi dua puluh
tiga) dengan pendekatan induktif seperti berikut ini
5. Simbolisasi (symbolization)
Simbolisasi adalah tahap belajar konsep yang membutuhkan
kemampuan merumuskan representasi dari setiap konsep-konsep
dengan menggunakan simbol matematika atau melalui perumusan
verbal. Sebagai contoh, dari kegiatan mencari banyaknya
diagonal dengan pendekatan induktif tersebut kegiatan berikutnya
menentukan rumus banyaknya diagonal suatu polygon yang
digeneralisasikan dari pola yang didapat anak.
6. Formalisasi (formalization)
Dalam tahap ini anak didik dituntut untuk menurunkan sifat-sifat
konsep dan kemudian merumuskan sifat-sifat baru rumus
tersebut. Contohnya, anak didik yang telah mengenal dasar-dasar
dalam struktur matematika seperti aksioma, harus mampu
merumuskan suatu teorema berdasarkan aksioma, dalam arti
membuktikan teorema tersebut.
Dienes menyatakan bahwa proses pemahaman (abstraction)
berlangsung selama belajar. Untuk pengajaran konsep matematika
yang lebih sulit perlu dikembangkan materi matematika secara
konkret agar konsep matematika dapat dipahami dengan tepat.
Dianes berpendapat bahwa materi harus dinyatakan dalam
13
berbagai penyajian (multiple embodiment), sehingga anak-anak
dapat bermain dengan bermacam-macam material yang dapat
mengembangkan minat anak didik. Berbagai penyajian materi
(multiple embodiment) dapat mempermudah proses
pengklasifikasian abstraksi konsep.
Berhubungan dengan tahap belajar, suatu waktu anak dihadapkan
pada permainan yang terkontrol dengan berbagai sajian. Kegiatan
ini menggunakan kesempatan unbtuk membantu anak didik
menemukan cara-cara dan juga untuk mendiskusikan temuan-
temuannya. Langkah selanjutnya adalah memotivasi anak didik
untuk mengabstraksikan pelajaran tanpa material konkret dengan
gambar yang sederhana, grafik, peta dan akhirnya memadukan
simbol-simbol dengan konsep tersebut. Langkah-langkah ini
merupakan suatu cara untuk memberi kesempatan kepada anak
didik ikut berpartisipasi dalam proses penemuan dan formalisasi
melalui percobaan matematika. Proses pembelajaran ini juga
lebih melibatkan anak didik pada kegiatan belajar secara aktif dari
pada hanya sekedar menghapal. Pemtingnya simbolisasi adalah
untuk meningkatkan kegiatan matematika ke suatu bidang baru.
14
penguatan yang diberikan kepada anak didik memperkuat tindakan anak
didik, sehingga anak didik cenderung untuk sering melakukannya.
Contoh penguatan positif antara lain pujian pada saat anak didik
menjawab benar atau mendapat nilai tinggi. Dengan penguatan tersebut
akan memotivasu anak didik untuk rajin belajar dan mempertahankan
prestasi yang diraihnya.
Dalam teori belajar Skinner untuk mengemukakan pemahaman
siswa tentang apa yang baru dipelajari, maka setelah terjadinya proses
stimulus-respon yang antara lain berupaya tanya jawab dalam proses
pengajaran harus dilanjutkan dengan memberikan penguatan antara lain
berupa latian soal-soal. Dengan demikian teori belajar yang dominan
digunakan dalam implementasi kurikulum matematika 1968 adalah
“Teori Belajar Skinner”. Pada tahun 1975, terjadi perubahan yang sangat
besar dalam pengajaran matematika di Indonesia. Berikut akan diberikan
contoh penerapan teori Skinner dalam pembelajaran matematik.
Penguatan (reinforcement) dapat diberikan kepada siswa apabila siswa
dalam pembelajaran matematika dominta untuk menjawab pertanyaan,
apabila siswa dapat menjawab pertanyaan dengan benar, maka siswa
berhak memperoleh penguatan, baik itu positif maupun penguatan
negatif. Contoh penguatan positif adalah memuji siswa dengan berkata
‘ya benar’ atau sebagainya. Sedangkan contoh penguatan negatif yaitu
tidak dengan cara membebankan siswa tugas tambahan, bisa dengan cara
diminta untuk maju kedepan kelas lalu guru dan murid sama sama
mencari tahu letak kekeliruan yang dialami siswa. Hukuman atau
(punishment) dapat diberikan kepada siswa yang mengganggu kegiatan
belajar dikelas atau tidak tertib saat belajar.
15
diterapkan. Jika ketiga hal tadi ditata secara terpadu akan dapat
meningkatkan kemampuan berpikir yang lebih tinggi. Van Hiele juga
menyatakan bahwa terdapat tahap belajar anak didik dalam belajar
geomretri, yaitu:
1. Tahap Pengenalan
Dalam tahap ini anak didik mulai belajar mengenal suatu bentuk
geometeri secara keseluruhan, namun belum mampu mengenal adanya
sifat-sifat dari bentuk geometri yang dilihatnya itu. Sebagai contoh,
jika pada seorang diperlihatkan sebuah kubus, ia belum mengetahui
sifat-sifat atau keteraturan yang dimiliki oleh kubus tersebut. Kegiatan
yang diberikan anak pada tahap ini misalnya mengamati model
bangun-bangun ruang dan menyebutkan nama bangunnya disertai
dengan gambar-gambar bangun ruang. Kemudian mengamati dan
menyebutkan bangun-bangun di sekitar anak yang sama dengan
bangun ruang tertentu, membuat kelompok benda-benda sekitar siswa
yang merupakan bangun ruang tertentu, dan kegiatan semacamnya.
2. Tahap Analisis
Pada tahap ini anak didik sudah mulai mengenal sifat-sifat yang
dimiliki benda geometri yang diamati. Ia sudah mampu menyebutkan
keteraturan yang terdapat pada benda geomteri tersebut. Misalnya saat
dia mengamati kubus, ia telah mengetahui bahwa kubus terdapat 6 sisi
berbentuk persegi yang sama, ada 12 rusuk yang sama panjang, dan 8
titik sudut. Dalam tahap ini anak didik belum mengetahui hubungan
16
yang terkait antara suatu benda geometri dengan benda geometri
lainnya. Misalnya, anak didik belum mengetahui bahwa kubus
merupakan balok (yang istimewa).
3. Tahap Pengurutan
Pada tahap ini anak didik sudah mulai mampu melakukan penarikan
kesimpulan, yang kita kenal dengan sebutan berpikir deduktif. Namun
kemampuan ini belum berkembang secara penuh. Satu hal yang perlu
diketahui adalah anak didik pada tahap ini sudah mampu
mengurutkan. Demikian pula dalam pengenalan benda-benda ruang,
anak didik sudah memahami bahwa kubus adalah balik juga. Pola
berpikir anak didik pada tahap ini masih belum menerangkan
mengapa diagonal sutau persegi panjang itu sama panjang.
4. Tahap Deduksi
Dalam tahap ini anak sudah mampu menarik kesimpulan secara
deduktif yakni penarikan kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum
menuju hal-hal yang bersifat khusus. Demikian pula ia telah mengerti
betapa pentingnya peranan unsur-unsur yang tidak didefinisikan
dismaping unsur-unsur yang didefinsikan. Mislanya, anak didik sudah
memahami perlunya aksioma, asumsi, definisi, teorema, bukti dan
dalil. Selain itu pada tahap ini anak sudah mampu mulai menggunakan
aksioma atau postulat yang digunakan dalam pembuktian. Postulat
dalam pembuktian segitiga yang sama, dan sebangun, seperti sisi-
sudut-sisi, sisi-sisi-sisi, atau sudut-sisi-sudut, dapat dipahaminya,
namun belum mengerti mengapa postulattersebut benar dan mengapa
17
dapat dijadikan sebagi postulat dalam cara-cara pembuktian dua
segitiga yang sama dan sebangun (kongruen).
5. Tahap Akurasi
Dalam tahap ini anak didik sudah mulai menyadari betapa pentingnya
ketepatan dari prinsip-prinsip dasar yang melandasi suatu pembuktian.
Misalnya, ia mengetahui pentingnya aksioma-aksioma atau postulat-
postulat dari geometri Euclid. Ia mengetahui bahwa dengan dasar
aksioma yang berbeda dengan pernyataan benar untuk suatu hal yang
sama akan berbeda pula. Tahap akurasi merupaka tahap berpikir yang
tinggi, rumit, dan kompleks. Oleh karena itu tidak mengherankan jika
ada anak yang belum sampai pada tahap ini.
18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori belajar atau teori perkembangan mental menurut Ruseffendi (1988)
adalah berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi
terhadap mental peserta didik. Terdapat teori belajar menurut para ahli,
diantaranya teori Piaget, Brunner, Dienes, Skinner, dan Van Hiele. Semua
teori tersebut dapat digunakan dalam pembelajaran matematika
B. Saran
Dari pembahasan teori-teori pembelajaran matematika tersebut,
beberapa ahli mempunyai kesamaan pendapat, yakni anak dalam belajar
matematika akan dapat memahami jika dibantu dengan manipulasi objek-
objek. Untuk penerapannya di dalam pembelajaran, akan lebih baik kita pakai
teori pembelajaran Bruner dengan 3 tahapannya, yakni enaktif, ikonik, dan
simbolik. Pada tahap enaktif anak diberi kegiatan mengamati model bangun
balok untuk mencari bidang sisi, menunjukan nama bentuk bangun bidang
sisi balok, mencari rusuk dan membilang banyaknya rusuk, mencari titik
sudut dan mebilang banyaknya titik sudut. Pada tahap ikonik anak mengamati
gambar ruang bangun balok untuk melakukan tugas seperti pada tahap
enaktif. Pada tahap simbolik, tanpa model bangun balok atau gambar balok,
anak menentukan bentuk bangun bidang sisi balok, banyaknya rusuk balok,
banyaknya bidang sisi balok, dan lain sebagainya.
Pada pembelajaran matematika jika diperlukan teori belajar dari
Bronwell, Skinner, maupun Thorndike, karena untuk keterampilan mekanik
matematisnya anak perlu mendapatkan drill, maupun pengertian, penguatan
dan motivasi dalam belajar matematika agar dapat belajar dengan senang dan
berhasil optimal.
19
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Abu. dan Joko Tri Prasetya. 2005. Strategi Belajar Mengajar. Bandung:
CV. Pustaka Setia
Budininsih, Asri. 2008. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Rineka Cipta
https://himitsuqalbu.wordpress.com/2011/11/04/teori-belajar-matematika-
makalah/
20